"Eungh ... " terdengar suara lenguhan dari dua orang yang baru saja mencapai puncak pelepasannya. Setelah selesai mendapatkan apa yang ia mau, laki-laki yang berada di atas seorang perempuan yang telah tergeletak lemas pun segera bangkit berdiri. Ia berjalan menuju nakas dan mengambil dompet tebal miliknya. Setelah itu ia mengeluarkan sejumlah uang dan melemparkannya ke atas kasur hingga berhamburan mengenai sang perempuan yang sengaja disewa untuk menuntaskan hasratnya.
Ya, perempuan itu adalah perempuan panggilan. Sebuah kebiasaan yang Rainero lakukan semenjak kegagalan pernikahannya. Rainero ditinggalkan tunangannya setelah mengetahui fakta dirinya mandul. Sejak saat itu, Rainero menggila. Ia yang sebelumnya tidak pernah melakukan hubungan se ks dengan siapapun termasuk kekasihnya, menjadi menggila. Ia menjelma menjadi Cassanova yang nyaris menghabiskan tiap malamnya dengan melakukan hubungan terlarang pada setiap wanita yang diinginkannya. Tentu saja tak ada yang mampu menolak pesona seorang Rainero Sanches. Seorang pengusaha muda sukses yang begitu disegani lawan bisnisnya.
Setelah melemparkan uang, Rainero segera masuk ke kamar mandi dan melepas pengaman yang selalu ia pakai. Bukan takut lawan mainnya hamil, toh dirinya telah divonis mandul. Akan tetapi lebih ke mencegah ia tertular penyakit terkutuk yang bisa saja menular entah dari siapa. Namun bukan berarti ia selalu memakai benda tersebut. Ada kalanya ia pun tidak memakainya. Tapi itu hanya ia lakukan pada orang-orang tertentu yang tentu saja telah diseleksi dan periksa kesehatannya. Meskipun harus mengeluarkan biaya yang cukup besar, Rainero tak masalah. Yang penting, apa yang ia inginkan tercapai. Dan yang lebih penting lagi, ia bisa melampiaskan segala sesak di dadanya. Sesak yang tak pernah hilang semenjak kegagalan pernikahannya.
Selesai membersihkan diri, Rainero keluar dari dalam kamar mandi dengan handuk abu-abu menggantung di pinggang. Bulir-bulir bening yang mengalir dari rambut hingga ke wajah dan sekujur tubuhnya terlihat memesona. Wajah tampan dengan rahang tegas dan sorot mata tajam, tubuh yang terpahat sempurna dengan otot-otot yang liat baik di dada, perut, hingga lengan membuatnya bak dewa dalam mitologi Yunani.
Perempuan yang tadi melayaninya, tampak terpesona dengan keelokan itu. Dengan percaya diri, sang perempuan mendekat ke arah Rainero. Dengan gerakan seduktif, ia mencoba menyentuh dada laki-laki yang kini bergelar Cassanova tersebut. Namun belum sempat jari-jemari lentik perempuan itu menyentuh dada Rainero, pergelangan tangannya telah lebih dulu dicengkeram Rainero dengan erat.
Sorot mata Rainero menajam, rahangnya pun mengeras. Meskipun ia kerap melakukan one night stand dengan para perempuan secara random, tapi ia paling tak suka disentuh. Apalagi disentuh wanita-wanita bayaran seperti perempuan yang tengah kesakitan di depannya itu.
"Jangan pernah mencoba menyentuhkan tangan kotormu di tubuhku," desis Rainero tajam.
"Kenapa? Kenapa tidak boleh? Bukankah kita baru saja selesai melakukan hal yang lebih dari ini? Bahkan aku berhasil memuaskan kejan tananmu hingga ke puncaknya. Apa kau tidak mau mengulanginya lagi? Tenang saja, aku tidak akan meminta bayaran setelah ini. Milikmu sungguh luar biasa dan mampu membuatku menggila. Aku jadi ingin mengulanginya lagi. Bagaimana? Kau mau?" ucap perempuan itu dengan suara mendayu-dayu, menggoda.
Biasanya ia selalu berhasil menggoda lawan jenisnya dengan cara itu. Siapa yang sanggup menolak pesonanya. Wajahnya cantik, tubuhnya indah. Aset-asetnya memiliki bentuk yang rupawan dan berkembang di tempat yang tepat. Ia bukan perempuan panggilan biasa. Ia biasa melayani orang-orang kelas atas.
Bila biasanya orang-orang berani membayarnya dengan harga yang tinggi demi bisa merasakan bercinta dengannya, maka kali ini ia justru menawarkan diri tanpa bayaran. Biarpun permainan Rainero kasar karena ia tak mau melakukan foreplay, hanya dirinya saja yang melakukan **** ***, tapi saat Rainero berada di atasnya, hal tersebut mampu membuatnya menggila. Ada kepuasan tersendiri saat Rainero menghujam dan menghentak miliknya. Karena itu, tidak salah kan bila ia menginginkannya lagi?
Rainero tersenyum menyeringai, ia lantas mengeratkan cengkeramannya membuat perempuan itu mendesis hingga menjerit.
"Aaakh ... apa yang kau lakukan? Sakit. Lepaskan tanganku! Apa kau ingin mematahkan tanganku, hah?" pekik perempuan itu menjerit kesakitan.
Bukannya melepaskan, Rainero justru memelintir tangan perempuan itu membuatnya kian memekik kesakitan.
"Aaargh ... ampun, tolong lepaskan tanganku! Aku mohon tuan, ampuni aku. Tolong lepaskan tanganku! Sakit!!!"
Rainero menyeringai, "jangan pernah mencoba menyentuhku dengan tangan kotormu itu! Lebih baik segera pergi dari sini sebelum aku benar-benar mematahkan tanganmu!" desis Rainero sambil menghempaskan tangan sang perempuan hingga ia jatuh tersungkur di lantai.
Dengan wajah merah padam, perempuan itu pun bergegas meraih pakaiannya dan mengenakannya secepat mungkin. Rainero memang tampan, tapi sekaligus menyeramkan. Apalagi saat ia melihat seringai di bibirnya. Ia sudah seperti jelamaan iblis tampan yang siapa menghancurkan siapa saja yang tidak disukainya.
Rainero memang seorang Cassanova, tapi ia tak suka mengulang kembali dengan orang yang sama. Ia tak mau ada perempuan yang tiba-tiba merasa dibutuhkan olehnya. Ia tak suka terikat. Ia tak mau ada perempuan yang merasa dekat dengannya lalu memanfaatkannya.
Selesai berpakaian, perempuan itu pun segera memunguti lembaran uang yang tergeletak di atas kasur dan memasukkannya asal ke dalam tas. Setelah itu, ia pun lari terbirit-birit keluar dari ruangan super luas itu.
Tak lama kemudian, seorang pria berkacamata masuk ke dalam kamar tersebut sambil membawakan pakaian milik Rainero.
"Kenapa dia?" tanya laki-laki yang merupakan asisten pribadi sekaligus sahabat Rainero.
Rainero berdecih, "dia berusaha menyentuhku," ujarnya dengan seringai jijik.
Laki-laki bernama Axton itu mengedikkan bahu, "padahal sudah aku bilang syarat melayanimu. Pertama, kau tak suka disentuh tanpa keinginanmu sendiri, kedua, tak ada hubungan yang kedua ataupun ketiga kalinya, dan ketiga, dilarang menyapa atau sok kenal bila bertemu tanpa sengaja di manapun berada. Setelah selesai, semuanya usai. Tapi seperti biasa, mereka mengabaikan syarat itu. Mereka pikir kau akan mudah untuk dirayu dan diseret kembali ke atas ranjang. Bodoh." Axton tak heran lagi dengan hal tersebut. Bukan sekali atau dua kali perempuan panggilan seperti mereka mencoba peruntungan menggoda Rainero. Mereka terlalu berharap tinggi. Mereka pikir mereka bisa meluluhkan hati Rainero yang telah membatu.
"Ya, mereka memang benar-benar bodoh. Mereka lebih suka aku mematahkan tangan mereka daripada mematuhi aturanku," ucapnya acuh tak acuh.
"Langsung ke kantor?" tanya Axton saat melihat Rainero telah rapi dengan setelan kerja yang dibawakannya tadi.
Rainero melirik jam di pergelangan tangannya, "kita sarapan dulu." Ujarnya seraya melangkah keluar dari kamar hotel yang dijadikannya tempat untuk melepaskan hasratnya. Axton pun mengikuti langkah Rainero dari belakang sambil mengotak-atik ponselnya.
...***...
Aloha para readers othor yang baik hati, penyayang, dan tidak sombong, apa kabar?
Selamat datang di novel baru othor. 🥰
Untuk pertama kalinya, othor buat male lead nya seorang Cassanova, semoga suka ya!
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...
"Jadwal Anda hari ini ada pertemuan dengan pihak Long Life Security pukul 10 dan dengan pihak Metana Bank pukul 2," ucap Shenina-sekretaris Rainero Sanches.
Rainero mengangguk paham tanpa mengangkat wajahnya. Ia tetap fokus dengan layar segi empat di hadapannya yang menunjukkan angka-angka dan grafik.
"Apa ada yang Anda butuhkan lagi, Pak?" tanya Shenina setelah menutup layar tablet miliknya.
"Tidak. Keluarlah!" ucapnya datar. Seperti itulah sosok Rainero sekarang ini. Semua benar-benar berubah. Sangat berbeda dari Rainero setahun yang lalu.
"Baik, pak. Kalau begitu, saya permisi." Ujar Shenina sambil membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai tanda hormat.
Shenina pun gegas keluar dari ruangan bosnya itu. Saat keluar, Shenina berpapasan dengan Axton yang berjalan sambil menenteng sebuah map di tangan kirinya. Shenina yang sedikit membungkukkan tubuhnya ke arah Axton yang merupakan orang nomor dua di perusahaan itu. Sikap Axton memang tak jauh berbeda dengan Rainero, tapi ia masih ada sisi ramah terhadap orang-orang di sekitarnya.
"Kau selalu saja bersikap terlalu formal, Shen," tegur Axton sambil tersenyum tipis.
"Karena Anda merupakan atasan saya juga, Pak."
"Perlu kau ingat, aku bukan atasanmu. Kita rekan kerja. Yang atasanmu itu Rainero, benar?"
"Tapi kedudukan Anda lebih tinggi daripada saya, Pak. Anda juga orang nomor dua di perusahaan ini, tentu saya harus bersikap formal dan profesional."
Axton terkekeh mendengar alasan Shenina yang memang ia akui sangat profesional dalam bekerja. Tidak seperti pegawai wanita yang lain yang kerap curi-curi pandang, cari-cari perhatian, bahkan sengaja tebar pesona dan cari-cari kesempatan pada ia dan Rainero, Shenina justru bekerja dengan profesional. Ia tak pernah melakukan hal-hal yang terkadang membuatnya muak pada karyawannya sendiri. Untung saja para pegawainya tersebut mendedikasikan dirinya dengan bekerja sebaik mungkin terlepas dari sikap mereka yang terkadang memuakkan, bila tidak, mungkin akan sering terdengar karyawan yang terpaksa dipecat karena sikap-sikap memuakkan tersebut.
"Yah, terserah kau lah," ucapnya sambil menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu, aku masuk dulu. Selamat bekerja, Shen."
"Selamat bekerja juga, Pak." Shenina mengulas senyum tipis seraya menganggukkan kepalanya. Kemudian ia segera memutar badannya, duduk di kursi yang ada tak jauh dari pintu masuk ruangan Rainero. Meja kerja Shenina memang sengaja diletakkan di sana. Untuk mempermudah memantau maupun menyambut bila ada tamu Rainero yang datang.
***
"Hai, Shen," ucap seorang laki-laki yang tengah berdiri di samping pintu mobilnya. Laki-laki itu mengulas senyum manis sambil menatap lekat Shenina yang tetap terlihat menawan meskipun hari sudah beranjak sore.
"Hai juga, Theo. Maaf, lama," ujar Shenina sambil tersenyum lebar. Laki-laki bernama Theo itu pun segera membukakan pintu mobil untuk Shenina. Shenina pun segera masuk san duduk di kursi samping kemudi.
"Nggak masalah. Hanya telat 5 menit." Jawab Theo santai. Theo adalah kekasih Shenina. "Mau mampir ke suatu tempat dulu?" tawar Theo.
"Boleh. Hmmm ... aku mau makan gelato, boleh?" Shenina tersenyum manis. Senyum yang jarang ia tampakkan di depan orang-orang. Hanya orang tertentu saja yang pernah melihatnya, termasuk Theo, sang kekasih.
Theo tersenyum kemudian mengacak rambut Shenina gemas, "untuk kamu apa sih yang nggak. Ya udah, kita ke sana sekarang," ujar Theo yang sudah tahu dimana kedai gelato yang Shenina sukai.
Tak sampai 15 menit, Theo dan Shenina telah tiba di kedai gelato. Shenina pun segera memesan gelato kesukaannya. Tak lupa ia pun memesan untuk Theo.
"Lagi apa?" tanya Shenina yang baru saja kembali setelah memesan gelatonya.
"Ah, nggak ada. Cuma liat-liat video lucu aja," ujar Theo yang segera menutup layar ponselnya dan menyimpannya di dalam saku celananya.
"Oh ya, kata kamu bulan depan orang tua kamu datang, kira-kira mereka suka aku nggak ya? Terus terang, aku gugup dan cemas. Kamu tahu sendiri kan gimana papa aku dan istrinya itu," ujar Shenina sambil menyantap gelato miliknya.
Ya, bulan depan orang tua Theo akan datang dari luar kota. Mereka akan melamar Shenina sekaligus merencanakan pernikahan Theo dan Shenina.
"Kau tidak perlu khawatir, orang tuaku pasti akan menyukaimu. Kau bukan hanya cantik, tapi juga baik, pintar, mandiri, kau terbaik," ucap Theo sambil menatap Shenina dengan penuh cinta.
Wajah Shenina seketika memerah dipuji sedemikian rupa oleh Theo. Perempuan manapun akan merasakan bunga bermekaran di dalam hatinya bila dipuji oleh laki-laki yang ia cintai, termasuk Shenina. Apalagi mereka telah menjalin hubungan lebih dari 2 tahun, tentu perasaan mereka sudah semakin mendalam.
"Kau terlalu memuji," elak Shenina yang tak mau terlalu menunjukkan kalau ia terbuai oleh pujian sang kekasih.
"Aku tidak memuji, hanya berkata jujur," ucap Theo. "Setelah ini, kita mau kemana? Langsung pulang atau ada tempat lain yang ingin kau singgahi?"
Shenina menggeleng, "langsung pulang saja. Aku tahu, kau pun pasti sudah merasa lelah setelah seharian bekerja."
"Tak perlu terlalu dipikirkan. Aku justru senang bisa menyenangkanmu seperti ini. Jadi, benar kita akan pulang?" Shenina pun mengangguk. Theo pun segera melajukan mobilnya menuju rumah Shenina setelah mereka berada di dalam mobil.
...***...
Shenina baru saja tiba di rumah. Setelah melambaikan tangan pada Theo, Shenina pun gegas masuk ke dalam rumah. Saat baru saja masuk, ia berpapasan dengan Jessica, saudari tirinya. Shenina membuang muka. Ia benar-benar muak melihat wajah Jessica yang selalu sok berwajah malaikat.
"Hai Shen," sapa Jessica ceria. Shenina hanya melengos saja dan segera menaiki tangga meninggalkan Jessica.
"Lihat sikap putrimu itu! Padahal Jessica telah berusaha ramah padanya, tapi sampai sekarang Shenina tidak pernah menganggap Jessica sebagai saudarinya. Kau tahu, Jessica sering sekali berkeluh kesah padaku. Ia merasa sedih karena Shenina selalu mengabaikannya," ucap Ambar, ibu tiri Shenina.
Harold menggeram marah. Ia merasa sikap Shenina memang sangat keterlaluan.
Brakkk ...
Harold membuka pintu kamar Shenina secara kasar membuat Shenina yang baru saja membaringkan tubuhnya terlonjak.
"Daddy," gumam Shenina memasang wajah malas. Ia yakin, setelah ini akan ada drama ayahnya itu marah-marah padanya. Menyalahkan dirinya atas apa yang tidak ia lakukan kemudian Ambar dan Jessica akan datang sambil menangis membela dirinya.
"Kau ... apa ini hasil didikan dari jalaang itu, hah? Tidak punya sopan santun. Suka berbuat seenaknya. Dasar, anak tak tahu diri!" sentak Harold dengan wajah menggelap.
"Jangan sebut ibuku jalaang karena ibuku bukan jalaang!" balas Shenina tak kalah lantang.
"Kau tidak suka ibumu disebut jalaang, tapi memang itulah kenyataannya."
"Aku yakin itu hanya fitnah."
Harold terkekeh, "fitnah? Sedang di depan mataku sendiri aku melihat seorang laki-laki keluar dari dalam kamar ibumu, kau pikir apa yang mereka lakukan di dalam kamar berdua saja, hah? Bermain monopoli?"
"Apa yang terlihat belum tentu itu yang sebenarnya."
"Ya, bela saja terus ibumu yang jalaang itu! Bahkan kelakuanmu pun tak beda dengannya."
"Perlu kau ingat, di dalam darah perempuan yang kau sebut sama seperti jalaang ini ada darahmu. Jadi jangan salahkan aku kalau bersikap semauku karena kau pun selalu seperti itu."
"Kau ... benar-benar anak sialan."
Plakkk ...
Harold menampar pipi Shenina dengan sekuat tenaga membuat sudut bibir Shenina sampai terluka.
"Daddy, jangan marahi Shenina, dad!" Tiba-tiba Jessica muncul di kamar Shenina. Sama seperti dugaannya, drama ini lagi-lagi terjadi.
"Iya dad, jangan sakiti Shenina. Kasihan dia." Kini Ambar pun ikut menimpali. Ia menahan tangan Harold agar tidak kembali menampar pipi Shenina.
"Lihat! Lihat, Jessica yang tak pernah kau anggap selalu saja membela dirimu, tapi apa yang kau lakukan? Kau selalu saja membuatnya bersedih. Kau selalu saja mengabaikannya, padahal dia sudah begitu baik padamu. Termasuk mommy mu. Dia selalu memperlakukanmu seperti putri kandungnya sendiri, tapi apa yang kau lakukan? Kau tak pernah menganggapnya. Bahkan kau kerap bersikap kurang ajar padanya. Kau memang anak tak tau diri. Tak tahu diuntung," bentak Harold dengan jari telunjuk mengacung ke wajah Shenina..
Shenina tersenyum sinis, "mommy ku? Apa Daddy lupa kalau mommy ku telah meninggal? Dia meninggal karena siapa? Karena kalian. Kalianlah penyebabnya."
"Jangan mulutmu!"
Harold melayangkan tangannya dan hampir saja mengenai pipi Shenina, tapi dengan cepat Jessica menghalanginya sehingga tamparan itu justru mengenai pipi Jessica.
"Aaargh ... " Jessica memekik kemudian tersungkur di lantai.
"Jessi," pekik Ambar terkejut. Pun Harold yang tak menyangka kalau Jessica akan menerima tamparan yang hendak ia layangkan pada Shenina.
"Semua gara-gara kau gadis sialan! Awas saja kalau terjadi apa-apa pada Jessica, aku pasti akan membuatmu menyesal!" Raung Harold dengan tatapan penuh kebencian. Shenina hanya tersenyum sinis sambil menahan perih melihat ayah kandungnya lebih menyayangi anak tirinya dibandingkan dirinya yang merupakan putri kandungnya.
Hati anak mana yang tak perih saat ditampar kenyataan seperti itu? Namun Shenina bukanlah gadis lemah. Ia takkan tunduk apalagi takluk dengan sikap Harold.
Sebenarnya sudah sejak lama ia ingin pergi dari rumah yang tak lebih dari neraka baginya itu. Tapi ia masih memiliki sesuatu yang harus ia lakukan sehingga membuatnya terus bertahan. Meskipun ia harus menelan pahit getir di dalam rumah itu, tapi sebisa mungkin ia tahan agar apa yang tengah ia usahakan bisa segera menemukan titik terang.
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...
Hari ini Rainero pulang sedikit larut. Ia masuk ke apartemen yang dibelinya satu tahun yang lalu. Apartemen yang dibelinya setelah kandasnya hubungannya dengan pujaan hatinya. Apartemen yang dijadikannya tempat untuk menyendiri dan menikmati sepinya seorang diri.
Rainero melemparkan jasnya asal ke atas sofa, berikut dengan dasinya. Kemudian ia menghempaskan tubuhnya ke salah satu sofa sambil menyandarkan kepalanya.
Lelah. Itu yang ia rasa. Apalagi saat mengingat pertemuannya dengan mantan tunangannya di restoran dimana ia mengadakan pertemuan dengan rekan bisnisnya malam ini. Hatinya masih masih saja berdenyut nyeri saat melihat sosok wanita yang masih menghuni relung hatinya itu. Apalagi dengan mata kepalanya sendiri ia melihat perempuan cantik itu bergelayut mesra di lengan suaminya yang tidak lain merupakan sepupunya sendiri.
Rahang Rainero mengeras. Ada luka menganga di dalam sebongkah daging di dalam dada. Luka yang belum juga sembuh meskipun kejadian pahit itu telah terjadi setahun yang lalu.
Rainero lantas berdiri. Ia mengambil sebotol minuman beralkohol di dalam lemari kabinet dan membuka tutupnya. Kemudian ia menenggak minuman memabukkan itu langsung dari botolnya. Berharap minuman itu dapat membuatnya lupa akan rasa sakit yang menderanya.
Rainero kembali menghempaskan tubuhnya di sofa dan menyalakan televisi. Namun lagi-lagi rasa pahit yang ia dapatkan saat televisi menyala. Sebuah berita yang mengabarkan tentang kehamilan seorang artis ternama di negara itu membuat semua orang bersuka cita dan memberikan selamat.
Dia adalah Delianza. Mantan kekasih dan tunangan Rainero. Seorang perempuan cantik yang juga merupakan seorang artis ternama sekaligus istri dari sepupunya sendiri. Delianza, setelah memutuskan hubungannya dengan Rainero hanya karena selembar kertas dari rumah sakit, ia pun menjalin hubungan dengan sepupu Rainero sendiri. Dan dia baru menikah beberapa bulan yang lalu.
Namun sepertinya semesta belum cukup mempermainkan Rainero. Tiba-tiba sebuah pesan masuk dari sang ibu membuat darah Rainero seketika mendidih.
[Ada undangan makan malam untuk merayakan kehamilan istri Justin. Mommy harap kau datang. Tunjukkan, kau bukan lelaki lemah!]
Brakkk ...
Ponsel berharga fantastis itu Rainero lemparkan sekuat tenaga ke arah layar berukuran 42 inci di hadapannya hingga hancur berkeping-keping. Darah Rainero benar-benar mendidih. Ia butuh pelampiasan.
Dengan menahan gemuruh di dadanya, Rainero pun keluar dari apartemen menuju club malam langganannya.
Di tempat lain, Harold masih saja marah-marah dengan Shenina. Padahal ia anak kandung, tapi Harold memperlakukannya lebih parah dari anak tiri. Berbanding dengan anak tirinya yang diratukan dan dianggap melebihi anak kandung sendiri. Hati Shenina yang telah hancur menjadi remah-remah kian berserak tidak karuan. Dengan menahan gemuruh di dadanya, ia pun keluar dari rumah bak neraka itu dan masuk ke dalam mobilnya. Lalu Shenina melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi menuju ke suatu tempat.
"Mom, aku benci Daddy. I hate him, Mom. I hate him," jerit Shenina.
Andai ia tidak ingin mencari tahu kebenaran tentang masa lalu ibunya, ia mungkin sudah pergi dari rumah itu. Rumah tempat dimana ia dilahirkan dan dibesarkan. Ia masih belum percaya kalau ibunya berselingkuh. Dan ia masih meragukan kalau ibunya mati bunuh diri. Demi mengungkap fakta itu, Shenina terus bertahan di dalam rumah bak neraka itu. Tapi sampai saat ini belum ada titik terang mengenai kejadian belasan tahun yang lalu.
Biarpun masih kecil, ia sangat tahu bagaimana setianya sang ibu pada ayahnya. Bahkan setiap hari, ibunya tiada henti menantikan kepulangan suaminya dengan wajah berbinar bahagia. Ibunya selalu menantikan kedatangan ayahnya dengan wajah penuh cinta, lalu bagaimana bisa ia berselingkuh, sedangkan hati ibunya hanya untuk ayahnya?
Shenina juga penasaran, siapa laki-laki yang keluar dari kamar ibunya? Saat itu memang ada tamu seorang laki-laki, tapi tamu itu bukan mencari ibunya, melainkan pembantu mereka yang tak lain adalah Ambar. Lalu ... bagaimana bisa laki-laki itu justru keluar dari kamar ibunya? Ia tidak tahu bagaimana kejadiannya sebab saat itu ia sedang tidur.
Ingin menjelaskan, tapi Shenina yang masih sangat kecil tidak bisa mengatakan apa-apa. Apalagi setelah kejadian itu, ayahnya seperti menjauhi dirinya. Bahkan tak jarang ia melampiaskan kekesalannya pada Shenina kecil.
Namun satu yang Shenina yakini, semua pasti perbuatan Ambar. Sayangnya, ia belum bisa membuktikannya. Sampai sekarang ia belum menemukan sesuatu yang bisa ia jadikan bukti. Rasa pahit seketika menjalar di hatinya.
Shenina lantas menghentikan mobilnya di sebuah tempat parkir bar yang cukup jauh dari rumahnya. Dengan dada yang bergemuruh, ia masuk ke dalam bar dan memesan minuman beralkohol. Berharap dengan alkohol ia dapat melepas sesak di dalam dadanya. Berharap dengan alkohol, ia dapat melupakan sejenak segala beban dalam hati dan jiwanya.
Dua insan yang berbeda, memiliki permasalahan berbeda, tapi sama-sama menyesakkan dada.
"Hai tampan, mau aku temani?" tawar seorang perempuan berpakaian super seksi sambil bergelayut mesra di lengan Rainero yang tengah duduk sendirian di salah satu kursi club malam.
Bila biasanya Rainero langsung menyambut uluran tangan wanita-wanita seksi yang mengulurkan tangannya untuk merayu dan menikmati malam panas dengannya, maka malam ini tidak. Ia justru menepis dan mendorong perempuan itu dengan kasar hingga tersungkur di lantai yang dingin.
"Don't touch me, bitc h!" desis Rainero emosi. Ia bahkan melemparkan gelas yang ada ditangannya ke lantai sampai hancur berkeping-keping. Tapi karena keadaan club malam yang ramai membuat tak ada yang mendengar kekacauan yang Rainero buat. Semua orang justru sibuk dengan urusan masing-masing.
Perempuan yang mencoba merayu Rainero pun gegas berdiri. Melihat ekspresi murka Rainero membuat perempuan itu takut dan segera berlari dari hadapan Rainero.
Pelayan club malam yang sudah tahu siapa itu Rainero pun gegas membersihkan pecahan gelas. Mereka tidak mengatakan apapun pada Rainero. Rainero lantas melanjutkan kegiatan minumnya.
Di lain tempat, Shenina pun menenggak minumannya. Namun karena ia kurang suka alkohol, ia menenggaknya secara perlahan. Rasa pahit memenuhi rongga mulutnya, namun mampu membuat sensasi menenangkan dalam benaknya.
Saat sedang menenggak gelas ketiga minumannya, tiba-tiba ponselnya berdering. Tanpa melihat siapa sang penelepon, Shenina pun mengangkatnya. Mata Shenina pun seketika membulat saat sadar Axton lah yang menelponnya dan meminta bantuannya menjemput Rainero yang mabuk di club malam langganannya.
"Tapi pak, aku ... "
"Ayolah Shen, kali ini saja. Aku benar-benar tidak bisa sekarang. Oke, aku kirimkan lokasinya sekarang juga. Hati-hati di jalan, Shen."
Setelah mengucapkan itu, Axton pun menutup panggilannya membuat mata Shenina yang awalnya sayu karena pengaruh minuman beralkohol yang ditenggaknya seketika terbuka lebar.
"Apa? Menjemput bos di club malam? Bagaimana ini?" gumam Shenina kebingungan. Tapi ia tidak bisa menolak permintaan Axton yang juga merupakan atasannya. Lalu, dengan berat hati, Shenina pun meluncur ke club malam sesuai instruksi Axton.
...***...
Maaf ya kemarin nggak up, soalnya selain bad mood karena sakit kepala nggak sembuh-sembuh, nggak mood juga karena gaji nggak kunjung cair dan level karya Freya diturunin. Padahal ikut kejar jumkat. 😓
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!