NovelToon NovelToon

Menjadi Antagonis Dalam Novel (Season 2)

Episode 1. Kediaman Count

Berkat bantuan Rea, Audrey yang telah menjadi roh penjaga bisa menyampaikan pesannya pada Xavier.

‘Hah, membosankan sekali di sini sendirian. Kira-kira, kapan ya Rea pulang.’ Audrey berbalik dan menutupi matanya dengan lengan. ‘Aku juga tidak bisa meninggalkan tempat ini sembarangan.’ Dia bangun dan menatap jendela yang tak jauh dari kasur tempatnya duduk. ‘Kira-kira, apa yang sedang dilakukan Rea ya? Apa dia sudah memberitahu permintaanku pada Xavier?’ Audrey menghela napas.

Suara ketukan pintu membuatnya menoleh, dia segera berdiri dan memunculkan kepalanya di pintu. ‘Emma? Kenapa dia di sini? Bukankah dia tau kalau Rea sedang ke istana.’

“Nona Andrea, saya Emma. Saya membawakan sarapan untuk Anda.” Emma kembali mengetuk pintu, namun tak ada balasan apapun. Dia melirik sekeliling dan membuka pintu.

Audrey yang melihat hal itu segera mundur dan memberi jalan, dia mengikuti Emma yang berjalan ke arah meja dan meletakkan nampan berisi sarapan di meja.

Melihat gerak-gerik Emma yang tampak mencurigakan, Audrey merasa hal aneh. Dia mengangkat tangannya dan menembus tepat di dada Emma, matanya seketika membulat. Dia segera menarik tangannya kembali dan menatap tangannya yang tampak terkena luka bakar namun dengan cepat kembali sembuh, Audrey kembali menatap Emma yang kini membuka laci meja, kasur, dan mencari-cari sesuatu di kolong kasur.

‘Dia bukan Emma! Siapa yang berani menyamar sebagai Emma dan memasuki kamar Rea?’

“Cih, di mana benda itu sih!” gerutu Emma yang kini mencari-cari sesuatu di mana-mana.

‘Sebenarnya dia mencari apa?’ Audrey menatap Emma yang mengigit kukunya gugup.

“Sial! Di mana gadis kecil bodoh itu meletakkannya?!”

‘Bodoh?’ Audrey menutup matanya emosi, dia tanpa perasaan memukul kepala Emma. Anehnya, tangannya tidak lagi tembus dan membuat Emma tersungkur meski hanya hantaman 'kecil'. “Jangan menghina Rea! Dasar bodoh, kau ingin kubunuh. Hah?!”

“Sial, siapa yang memukul kepalaku,” gumam Emma sambil berdiri memang kepalanya yang terasa sakit, dia menoleh ke belakang namun tak menemukan siapapun. ‘Jangan-jangan …’ Emma tiba-tiba bergidik ngeri, dia menggelengkan kepalanya. “Tidak, tidak. Itu tidak mungkin benar! Bagaimana mungkin ada hantu di siang hari!”

“Tunjukkan wujudmu yang sebenarnya atau kau akan mati.”

Dengan kekuatan sihir, suara Audrey tampak menggema di seisi kamar dan membuat Emma semakin ketakutan.

‘S-suara itu … jangan-jangan benar-benar hantu??’

“Pergilah atau kau akan mati!”

“T-tolong maafkan aku Nona hantu, ma-maksudku Lady Hantu. A-aku tidak sengaja menganggumu, maafkan aku.” Emma menyatukan kedua tangannya di depan dada memohon.

“Apa yang kau lakukan di sini?”

“A-aku kemari karena perintah dari seseorang.”

“Perintah dari siapa?” tanya Audrey sambil bersedekap dada, mau bagaimanapun. Dia tidak akan bisa dilihat oleh manusia biasa meskipun memiliki sihir yang kuat.

“A-a-aku tidak bisa memberitahukannya, aku … aku,” kata Emma gemetaran.

Audrey menatapnya dengan kening berkerut. “Aku akan memaafkanmu, tapi sebelum itu. Tutup matamu.”

“A-apa aku akan benar-benar dilepaskan?”

“Ya, sekarang. Gugup matamu.”

Emma mengangguk cepat, dia dengan segera menutup matanya meski merasa sedikit aneh.

Audrey berjalan ke depan Emma dan berjongkok di depan pria itu, dia mengangkat tangannya dan mengarahkannya ke dahi Emma. ‘Thought illusion.’ Audrey menutup matanya, seketika ingatan seorang pria muncul di pikirannya. ‘Aku melihat semua ingatanya, tapi kenapa ada ingatan yang kabur? Siapa pria itu? Apa yang dia berikan? Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, apa ada roh spirit lain yang kekuatannya melebihiku?’ Dia membuka matanya sambil berdecak. “Percuma saja, aku tidak mendapatkan bukti apapun. Sialan!” Audrey berdiri dan mengibaskan tangannya, seketika Emma menghilang dari hadapannya dalam sekejap mata. Dia berjalan ke arah jendela dengan raut khawatir. ‘Apa yang sebenarnya diinginkan pria yang menyuruh orang itu? Apa yang sedang dia cari?’

“Kak Lia!!”

Audrey tersentak kaget saat mendengar teriakan seorang gadis mungil sambil membuka pintu dengan kasar, dia menoleh sambil mengusap dadanya. “Rea! Kau mengangetkan kakak!”

“Hehehe, Rea minta maaf.” Rea berlari ke arah Audrey dan memeluknya erat. “Rea sangat merindukan kakak, apa kakak tau. Di istana banyak sekali orang asing, Rea jadi takut. Apalagi saat kakak tidak ada.”

Audrey terdiam sejenak, dia balas melepas pelukan Rea dan berjongkok. Menyamakan tingginya dengan gadis kecil itu. “Kakak juga sangat merindukan Rea, kakak sangat bosan sendirian di sini. Omong-omong, apa Rea menikmati jalan-jalan di istana?”

“Iya!” Rea mengangguk semangat. “Banyak orang baru dan mereka semua ramah, meskipun Rea merasa sangat asing dan tidak nyaman. Tapi, Rea senang karena Rea juga bertemu Kakak Putri dan Kakak pangeran.”

“Kakak putri?”

“Iya, kebetulan kakak putri ada di sini.” Rea menoleh ke belakang, di ambang pintu. Xavia berdiri dengan senyum yang terus merekah si wajahnya. “Kakak putri, kemari. Kakak Lia ada di sini, dia kakak yang sangat baik.”

Xavia tersenyum manis, dia melangkah masuk dan berjongkok di depan Rea. “Omong-omong, apa kakak Lia yang kau maksud itu adalah Kakak yang memintamu menyampaikan pesan pada Kak Xavier tadi?”

“Iya, ini kakaknya Rea. Namanya Kak Lia.” Rea sedikit bergeser dan memperkenalkan Audrey.

Namun mau bagaimanapun, Xavia tidak dapat melihatnya kecuali jika Audrey sendiri yang mau menunjukkan wujud aslinya.

“H-halo, aku Xavia.” Xavia tersenyum canggung sambil melambaikan tangannya ke arah Audrey, namun di matanya. Dia hanya melambaikan tangannya ke angin.

‘Kenapa Xavia bisa ada di sini? Apa dia langsung percaya kalau yang dikatakan Rea saat itu benar?’ Audrey menatap Xavia dengan mata memicing. ‘Hah, sudahlah. Tunjukkan saja wujudku. Lagipula, warna rambutku … berubah? Apa benar ya? Entah kenapa, aku tidak bisa mengingat wujudku sebelum menjadi roh, ini aneh sekali.’

“L-lia, apa kau mengenal Kak Audrey? Dia sebelumnya adalah tunangan kakakku, tapi dia tiada karena serangan tiba-tiba dari para iblis. Jika kau tau di mana keberadaannya, apa kau bisa membawaku ke sana?”

Audrey menghela napas, sebuah sihir mengelilingi kakinya hingga naik ke kepalanya. Saat itu juga, gaunnya berganti menjadi putih polos dengan anting, kalung, dan jepit rambut berwarna sama.

“L-lia, aku …” Xavia mendongak, di seketika terdiam setelah melihat wujud Audrey yang kini tengah menampakkan dirinya di hadapannya.

“Salam kenal, Tuan Putri. Namaku Liana, aku Roh penjaga Putri Andrea,” kata Audrey sambil bersedekap dada.

“A-audrey, kau …”

“Audrey?” Audrey menaikkan sebelah alisnya seolah tak mengenal nama itu. “Siapa Audrey? Dan kenapa Tuan Putri memanggil saya Audrey? Saya Liana.”

“L-liana …” Xavia menunduk dengan tangan terkepal. “A-apa aku bisa meminta bantuanmu?” tanyanya sambil mendongak.

“Bantuan? Jika Rea mengizinkan.” Audrey menoleh ke arah Rea yang mengangguk seolah memberi izin, suara helaan napas keluar dari mulut Audrey. “Saya mengerti, silahkan beritahu apa yang Anda ingin saya lakukan.”

Episode 2. Pertemuan kembali

“Apa kau yakin soal ini?” tanya Audrey dengan penampilan yang sangat mirip dengan dirinya saat menjadi manusia.

“Ya! Kau terlihat sangat cantik! 100% mirip!”

“Wah, kak Lia sangat cantik!”

Audrey menghela napas, mau bagaimana lagi. Dia sudah terlanjur berjanji untuk membantu Xavia, tidak mungkin dia menarik kembali janjinya. Apalagi kini ada Rea yang terlihat senang melihat penampilannya. “Jadi, aku harus apa lagi?”

Xavia tersenyum. “Lihat saja nanti.”

“Hah?”

“Serius?! Kau memintaku menyamar sebagai putri Duke??” tanya Audrey dengan raut terkejut sekaligus jengkel, bagaimana bisa dia menyamar sebagai dirinya sendiri.

“Ya!” Xavia mengangguk mantap. “Aku pernah menyamar sebagai Er dan menemuinya beberapa kali, jadi aku tau bagaimana caranya berbicara, berjalan, dan lain-lain. Pokoknya, kau hanya perlu menirunya dan muncul di depan kakakku.”

“Tidak mau! Aku ogah menyamar sebagai orang lain!”

“Kau tidak punya pilihan, kau kan sudah berjanji.”

“Sial,” gerutu Audrey kesal.

“Tidak apa-apa, Kak Lia. Kakak hanya perlu menyamar sebagai Putri Tuan Duke saja, kakak tidak perlu bicara jika tidak mau. Aku mohon, kakak bantu kakak putri. Ya, plis.”

Audrey berusaha menghindari tatapan memohon yang tampak imut di matanya, dia menghela napas dan mengacak rambut Rea. “Baik, jika itu keinginan Rea. Akan kulakukan, tapi ingat. Hanya lima menit!”

“Ok, tidak masalah!”

“Terima kasih.”

Audrey tersenyum dan mengusap surai Rea lembut. ‘Hanya lima menit, tenang, tenang! Sial, kenapa jantungku malah berdetak kencang?? Apa aku masih memiliki penyakit jantung meski sudah menjadi roh spirit?’

“Terima kasih banyak Audrey!” Xavia memeluk Audrey erat.

“Lepas! Aku bukan Audrey, namaku Liana!”

“Baik, baik.” Xavia melepas pelukannya dan berjalan keluar dengan bahagia.

“Kak Lia.”

Audrey menunduk dan menatap Rea yang juga menatapnya dengan senyum manis.

“Aku sayang kakak.”

Audrey tersenyum. “Kakak juga sayang kau, Rea ajaklah Tuan Putri Xavia untuk bermain di taman. Kakak akan ke sana sebentar lagi.”

“Baik, Rea pergi dulu.” Rea berlari keluar dengan kaki mungilnya.

‘Hah.’ Audrey menghela napas sambil memijat pelipisnya. ‘Kenapa harus menyamar sebagai Audrey? Terlebih lagi, muncul di hadapannya secara langsung. Itu tidak masuk akal!’

~~~♥~~~

“Apa kau yakin dia ada di dalam?”

“Iya, dia ada di dalam. Apa kau tau.” Xavia melirik sekitaran yang tampak sepi, jangan tanya. Itu karena di istana yang ditempati Xavier sangat sedikit pelayan dan pengawal yang tinggal, biasanya hanya pelayan dari istana utama yang dikirim ke sana untuk bersih-bersih sebentar dan kembali lagi ke istana. Dasar, dia bahkan kurang tidur karena terus bekerja setiap saat.”

Audrey menghela napas, dia mengetuk pintu. Namun tak ada balasan apapun, Audrey menoleh ke arah Xavia yang mengangkat bahunya tak tau.

“Buka saja,” bisik Xavia pelan.

“Itu tidak sopan!”

“Sudahlah, bagaimana jika kakakku mati karena kurang tidur atau karena tidak makan teratur? Cepat, cepat. Buka saja!”

Audrey berdecak, dia memegang kenop pintu dan memutarnya. “X-xavier,” panggilnya nyaris tanpa suara, namun saat dia membuka pintu lebar. Dia tidak dapat melihat siapapun, Audrey celingak-celinguk ke kanan-kiri namun tak menemukan siapapun.

Dia melangkah masuk, namun baru saja selangkah. Pintu di belakangnya tiba-tiba tertutup secara tiba-tiba, Audrey melirik sekitaran penuh waspada. ‘Energi yang tidak stabil, apa itu milik Xavier?’ Dia menarik napas dalam-dalam. “Xavi--”

Belum selesai ucapannya, sebuah belati melesat ke arahnya dan menggores lehernya. Dia yang kini dalam menunjukkan wujudnya tentu tidak sepat menghindari belati itu, darah tampak mengalir keluar. Audrey menyentuh lehernya yang terasa sedikit perih. ‘Bagaimana mungkin?? Aku adalah roh meski dalam wujud manusia, kenapa senjata biasa seperti itu bisa membuatku merasa sakit?’ Dia menoleh ke belakang, tepat ke arah belati yang tertancap. Ada aura hitam yang Samad, namun bagi Audrey yang kini menjadi roh spirit. Dia dapat melihat dengan jelas aura hitam itu.

“Sudah kukatakan jangan menggangguku!!”

Suara dingin nan mengintimidasi terdengar di belakang Audrey, dia menoleh dan mendapati Xavier yang tengah berdiri di depannya dengan raut wajah dingin tanpa ekspresi sama sekali.

“Xavier, kau …”

“A-audrey,” gumam Xavier yang tampak terkejut, dia mengucek matanya dan kembali menatap Audrey. “Audrey, kenapa kau.” Xavier langsung terdiam saat melihat goresan panjang di leher Audrey. Dia duduk di kursinya dan bersandar sambil menghela napas. “Lagi-lagi aku berhalusinasi ya,” gumamnya yang dapat dengan jelas didengar oleh Audrey.

‘Halusinasi?’ batin Audrey. ‘Jadi maksudnya, selama ini dia selalu berhalusinasi tentangku, begitu?’ dia menatap Xavier yang tampak menutupi wajahnya dengan lengan sambil menghela napas panjang. “Xavier, ini … bukan halusinasimu.”

Xavier menurunkan tangannya dan menatap Audrey dengan tatapan bingung, dia kembali bersandar dan menutup matanya. “Halusinasi Audrey yang lain juga berkata seperti itu.”

‘Dasar bodoh! Ingin sekali kupukul saja kepalanya hingga sadar!’ Audrey bersedekap dada sambil menatap kesal Xavier, dia melangkahkan kakinya ke arah pria itu dan tanpa perasaan mencubit lengan Xavier hingga dia meringis.

“Audrey, kau …”

“Lihat kan, ini bukan halusinasi!”

Xavier langsung terdiam. ‘Benar, berarti …’ Dia menatap Audrey yang bersedekap dada sambil menatapnya kesal, tanpa pikir panjang. Xavier berdiri dan memeluk Audrey dengan eratnya hingga gadis itu sesak. “Kau sudah kembali, aku sangat merindukanmu. Aku pikir, kau benar-benar sudah meninggalkanku. Kenapa kau tiba-tiba menghilang saat itu?”

Dapat Audrey rasakan bahu Xavier yang bergetar menahan tangis, tangannya terangkat dan hendak membalas pelukan pria itu namun terhenti di tengah jalan. Dia kembali menurunkan tangannya. ‘Tidak bisa! Jangan menjadi lemah, Audrey. Kau bukan lagi manusia, kau tidak bisa membiarkan hatimu menjadi lemah lagi.’ Audrey menutup matanya. “Xavier, aku … sebenarnya, aku bukan--”

“Kak Xavier!!”

Tiba-tiba saja, Xavia membuka pintu secara kasar dan mengagetkan keduanya.

“Ada apa, hah??” tanya Xavier dengan ekspresi yang berubah dingin hanya dalam sepekian detik.

Xavia berdecak sambil bersedekap dada. “Padahal aku yang mempertemukan Kakak dan kak Audrey, tapi begini balasan kakak. Aku sungguh tidak menyangka.”

“Kau? Yang membawanya kembali?”

Xavia mengangguk dengan raut sombong. “Ya! Aku yang membawanya kembali!”

‘Woy!!’ batin Audrey berteriak. ‘Kenapa kau malah semakin memperkeru keadaan?!’

Xavia yang tau dengan jelas dari ekspresi Audrey hanya tersenyum dan menggeleng pelan. 'Itu nasibmu', begitulah kira-kira dari raut yang ditunjukkan Xavia.

‘Gadis sialan! Seharusnya aku tidak setuju untuk menyamar sebagai Putri Duke, aku ditipu!’

“Hahaha, jadi kak. Bagaimana kau harus berterima kasih pada adikmu yang hebat ini?”

Xavier berdecak, dia berbalik dan berjalan ke arah meja kerjanya. Xavier membuka salah satu laci yang terkunci dan mengambil sesuatu di dalam, dia kemudian melempar benda itu ke arah Xavia yang langsung ditangkap dengan mudahnya.

“Wah, ini kan kalung pemberian ibu susu waktu itu!” Xavia menatap kalung di tangannya dengan semangat, kalung yang liontinnya terbuat dari batu fluorite berwarna hijau. “Ini kan kalung pertama yang dibuat ibu susu untuk kakak, apa kakak yakin ingin memberikannya padaku??”

“Hm, lagipula aku tidak memakai kalung.”

“Ok! Terima kasih, silahkan lanjutkan pembicaraan kalian. Aku pergi dulu!”

Episode 3. Pertemuan kembali (2)

Suasana menjadi sunyi senyap tanpa suara, Audrey meremas gaunnya. ‘Xavia sialan! Aku pasti akan menghukummu nanti!’

“Audrey.”

Audrey menoleh ke arah Xavier dengan raut ragu. “Aku, sebenarnya aku--”

“Kau kemana saja selama tujuh tahun? Apa kau tau, orang-orang menganggap kau telah mati. Bahkan keluarga Duke pun sangat terpukul ketika mendengar rumor itu, tapi aku percaya.” Xavier tersenyum sangat manis. “Aku percaya kau akan kembali dan sekarang kau telah kembali, aku sangat bahagia.”

Audrey mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Bagai-mana keadaan keluargaku?”

“Apa kau tau, Tuan Duke sudah pensiun karena menderita penyakit sejak tiga tahun yang lalu dan Caesar sekarang menggantikannya menjabat sebagai Duke. Sementara Mike dan Damian, keduanya kini bergabung dengan pasukan kesatria dan sedang ada di medan perang.”

“Begitu ya.” Audrey tersenyum tipis. “Lalu, bagaimana keadaan Ib-maksudku Duchess.”

“Duchess … meninggalkan setelah sakit parah setahun setelah kau menghilang.”

Audrey tiba-tiba merasa nyeri di dadanya. ‘Meninggal? Tapi kenapa? Apa Grand Duchess juga sudah mengetahui tentang diriku yang sebagai perasuk? Apa itu menyenangkan syok dan menjadi sakit-sakitan? Semuanya salahku.’ Dia menutup matanya, entah kenapa. Dadanya menjadi sesak saat mengingat keluarga 'palsunya' itu. ‘Aku sangat lelah, seharusnya sejak awal aku tidak mengabulkan permintaan Xavia. Mungkin saja jika aku tidak bertemu Xavier, aku tidak akan mengingat mereka lagi.’

“Audrey …”

“Bulankah pernah kukatakan dulu.” Audrey menatap Xavier dengan senyum tipis dan tatapan sayu. “Aku bukanlah Audrey, aku hanyalah seorang perasuk yang tidak sengaja masuk ke tubuh Audrey. Asal kau tau, di dunia tempatku berada. Tidak ada perang, dunia yang benar-benar damai. Tidak ada pertumpahan darah, bangunannya pun tinggi dan …” Dia terdiam sejenak. ‘Ah, aku bahkan tidak bisa mengingat semua kehidupan pertamaku, buram. Aku bahkan tidak tau siapa orang yang dekat denganku di dunia nyata.’

“Dan apa?” tanya Xavier penasaran, meskipun dia masih belum menerima kalau Audrey orang dari dunia lain. Tapi dia tentu penasaran dengan cerita gadis di depannya.

“Tidak jadi, karena sudah selesai. Lebih baik aku pergi, selesaikan tugasmu.” Audrey melangkah keluar, namun tangannya digenggam oleh Xavier dengan erat hingga terasa sakit.

“Tidak! Kau tidak boleh pergi, kau hanya boleh ada di sisiku selamanya!”

“Xavier, lepaskan tanganku!” kata Audrey sambil mempertahankan raut datar meski genggaman tangan Xavier semakin mengerat.

“Aku mohon, jangan pergi dan tetaplah di sisiku.”

“Aku tidak bisa!” jawab Audrey tegas, dia menarik tangannya dan menatap tajam Xavier. “Sudah kukatakan, Audrey sudah mati. Dia tidak lebih hanyalah arwah gentayangan yang tidak nyata, jadi berhenti menggangguku dan memanggilku Audrey!” Audrey berbalik dan berjalan pergi dengan cepat.

“Audrey! Ketika kita bertemu lagi, aku tidak akan membiarkanmu pergi dari sisiku!!”

Audrey menutup pintu ruang kerja dan bersandar, dia menatap tangannya yang perlahan-lahan menghilang. Audrey menghela napas. ‘Aku sudah mencapai batas ya? Apa aku terlalu serakah menggunakan energi rohku? Sudahlah, lebih baik aku segera kembali ke kediaman Count dan bertemu Rea.’ Dia mengangkat sedikit gaunnya dan berlari pergi.

Xavia dan Rea yang bersembunyi di balik dinding memperhatikan Audrey yang tubuhnya menghilang perlahan-lahan hingga benar-benar menghilang seutuhnya.

“Sudah lihat? Dia itu benar-benar Putri dari Duke, meskipun wujudnya sedikit berbeda. Tapi dari sikapnya tadi, sudah dipastikan kalau dia Audrey.”

“Kakak putri benar, jadi selama ini. Kakak Lia adalah Putri dari Tuan Grand Duke, wah … aku tidak sangka kalau Kakak Audrey sangat cantik.”

“Benqr kan, aku pernah bertemu dengannya beberapa kali. Saat itu aku masih bingung karena dia terlihat seperti Lady biasa, tapi setelah menguping pembicaraan keduanya. Aku jadi tau kalau kakakku itu bukan hanya cinta saja, tapi sudah terobsesi. Mungkinkah karena Audrey tiba-tiba meninggalkannya dan muncul setelah sekian lama? Pokoknya.” Xavia berjongkok di depan Rea dan memegang kedua bahu gadis kecil itu. “Kau harus berjanji kalau hal yang kau dengar hari ini hanya rahasia kita berdua, mengerti?”

Rea tersenyum sangat manis. “Iya, Rea berjanji.”

“Kakak Lia, Rea pulang.” Rea membuka pintu, namun tidak seperti biasanya. Audrey kini hanya duduk di depan meja rias sambil menatap bayangannya tanpa menyambut Rea. “Kakak Lia?”

“Apa kau ingin berkata jujur?”

“Maksud Kak Lia apa? Rea tidak mengerti sama sekali.”

Audrey menoleh ke arah Rea dengan raut kecewa. “Kau benar-benar tidak mau memberitahu hal yang kau dengar saat bersama Xavia?”

“A-itu, Rea tidak mengerti ucapan kak Lia sama sekali.”

“Rea.” Audrey berdiri dari duduknya, dia berjalan ke arah Rea dengan anggunnya. “Bukankah kau sudah berjanji kalau kau tidak akan merahasiakan apapun padaku.”

Rea meremas gaunnya sambil menunduk. “Maaf, Rea tidak bermaksud untuk membohongi kakak Lia. Tapi Rea sudah terlanjur berjanji pada Kakak Putri kalau Rea tidak akan membicarakan yang Rea dengan pada siapapun.”

“Re--” Mata Audrey tiba-tiba membulat, dia memegang kepalanya yang terasa sangat sakit seolah akan pecah. ‘Apa-apaan rasa sakit ini?? Aku bahkan tidak merasa sesakit ini saat tertusuk panah waktu itu, tapi kenapa …’

“K-kakak Lia, kau kenapa? Kakak Lia!”

Tidak ada balasan apapun, entah kenapa. Tapi perlahan-lahan wujud roh Audrey menghilang seperti saat dia berubah menjadi wujud manusia sebelumnya.

“K-kakak Lia, t-tubuhmu kenapa?” tanya Rea terkejut, meskipun dia sempat melihat hal yang sama di istana. Tapi saat itu Rea masih bisa melihat wujud to Audrey, di matanya saat itu. Audrey hanya berhenti kulit seperti ular, namun kali ini. Dia tidak bisa melihat wujud roh pelindungnya itu, di matanya. Dia kini benar-benar seperti abu yang beterbangan sedikit demi sedikit dan menghilang. “K-kakak Lia …”

“Jangan mendekatiku!” Audrey melangkah mundur sambil menatap kedua tangannya yang mulai menghilang. ‘Aneh, ini sangat aneh! Kenapa rohku tiba-tiba menghilang? Bukankah sebelumnya aku baik-baik saja, kenapa sekarang … aku tidak bisa menggunakan kekuatan sihirku sama sekali.’

“K-kak Lia!!” teriak Rea saat Audrey kini benar-benar menghilang dari hadapannya, entah sebagai roh atau manusia. Dia tidak bisa melihat keduanya sama sekali, dia tiba-tiba mendengar suara tali putus. ‘S-suara itu … kenapa Rea mendengar suara tali yang putus? Apa yang terjadi pada Kak Lia? Kenapa dia tiba-tiba menghilang? Kenapa Rea tidak bisa melihatnya di manapun? Apa Kak Lia pergi? Apa Kak Lia benar-benar kecewa dengan Rea? Apa Kakak …’ Napas Rea menjadi tak beraturan, gadis kecil itu memegang dadanya yang naik turun. Dia tiba-tiba menjadi sesak, dia dapat merasakan suhu tubuhnya yang tiba-tiba meningkat tanpa sebab. Pandangannya menjadi buram, anehnya. Pandangannya di depannya sering berganti dengan genangan darah di kegelapan, dia tidak tau darah siapa itu. Tapi kini, kesadarannya mulai terkikis hingga benar-benar tidak tersisa.”

Pintu tiba-tiba dibuka secara kasar tepat setelah Rea jatuh ke lantai tak sadarkan diri.

“Nona!!”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!