Waktu berlalu dengan cepatnya dan kini Bruno, Brian, Benediktus, Brigitha dan Briana sudah berumur masing - masing sembilan belas tahun. Bruno dan Brian kuliah di luar negri ikut Omanya sekaligus Ibunya Daddy Alvaro sedangkan Benediktus, Brigitha dan Briana ikut orang tuanya Daddy Alvaro dan Mommy Felicia di negara asal Mommy Felicia.
Hal itu dikarenakan Omanya ingin ditemani cucunya membuat Daddy Alvaro dan Mommy Felicia meminta salah satu anak kembar mereka untuk menemani. Alhasil Bruno dan Brian yang menemani omanya sekaligus orang tua Daddy Alvaro.
Hari pertama kuliah Bruno dan Brian berangkat bersama satu mobil, awalnya Bruno dan Brian menolak mereka ingin mengendarai sendiri tapi karena Mommynya yang berada di luar negri memberi dua pilihan jika berangkat masing - masing maka akan di kawal bodyguard tapi jika berangkat bersama tidak ada bodyguard.
Walau ke dua putra kembarnya jauh karena beda negara tapi Mommy Felicia dan Daddy Alvaro selalu memantau perkembangan ke dua putra kembarnya. Karena itulah mereka selalu tahu apa yang dilakukan oleh ke dua putra kembarnya.
Bruno dan Brian terpaksa mengambil pilihan nomer dua yaitu berangkat bersama tanpa bodyguard.
Sampai di parkiran kampus banyak para gadis berteriak histeris melihat dua remaja tampan kembar turun dari mobil. Bruno tersenyum ramah mirip Ibunya yang murah senyum sedangkan Brian cuek dan dingin mirip Daddynya.
Tidak berapa lama mobil datang dan seorang remaja tampan tapi sikapnya dingin, sombong dan cuek, para gadis mulai berteriak histeris lagi tapi diacuhkan oleh remaja tampan tersebut.
Bruno dan remaja dingin itu masuk ke dalam ruang kampus yang sama sedangkan Brian masuk ke dalam ruang kampus yang berbeda karena mereka berdua berbeda jurusan.
Bruno masuk ke dalam kelas sambil mencari kursi kosong. Hingga Bruno melihat kursi kosong di tengah dan Bruno pun berjalan dan duduk dengan santai.
"Hai kamu pindah kursi sana! aku ingin duduk di sini!" usir remaja dingin itu.
Bruno tidak menyukai keributan dan kekerasan karena hatinya sama seperti mommynya selama orang itu tidak memukul maka Bruno tidak akan memukul karena itu Bruno hanya diam tanpa membantah dan pindah ke tempat lain.
Remaja dingin itu tersenyum mengejek dan duduk dengan santai. Bruno mencari kembali duduk kosong. Hanya kursi belakang yang kosong Bruno pun duduk di kursi belakang paling pojok.
Para gadis ada yang mendekati Bruno dan mengajak kenalan dengan senyum keramahan Bruno membalas tangan para gadis sebagai tanda perkenalan.
Sedangkan pria dingin tersebut sama sekali tidak memperdulikan uluran tangan para gadis yang mengajaknya berkenalan hingga membuat tangan para gadis diturunkan kembali. Dalam hati para gadis betapa sombong dan cueknya si pria dingin tersebut.
Tidak berapa lama bel pun berbunyi dan tidak berapa lama datang dosen untuk mengajar para mahasiswa dan mahasiswi yang berjumlah dua puluh lima mahasiswa dan mahasiswi. Mereka duduk dengan tegak sambil mengucapkan selamat pagi.
Satu persatu berdiri untuk mengenalkan diri di mulai dari belakang. Bruno yang duduk di belakang paling pojok mengenalkan diri.
"Bruno." ucap Bruno memperkenalkan diri tanpa memberitahukan marga orang tuanya.
"Alvonso William." ucap Alvonso yang juga memperkenalkan diri yang merupakan pria dingin.
Setelah Alvonso di sambung dengan mahasiswa dan mahasiswi yang lainnya hingga selesailah sesi perkenalan.
Karena awal pertama masuk kuliah maka dosen pengajar mengadakan kuis dan di ambil dua pemenang dengan mendapatkan uang dari milik pribadi dosen.
Dosen ini terkenal dengan royalnya terhadap para mahasiswa dan mahasiswi dalam hal memberikan hadiah berupa uang asalkan bisa menjawab pertanyaan dalam bidang mata kuliahnya yang diajarkan.
Pertanyaan demi pertanyaan diberikan oleh dosen dan para mahasiswa dan mahasiswi berusaha menjawab. Setelah satu jam kemudian dosen pengajar mengumumkan pemenangnya.
"Pemenang pertama jatuh pada Bruno sedangkan pemenang ke dua jatuh pada Alvonso William, yang namanya disebutkan harap maju ke depan" ucap wali kelas.
Bruno dan Alvonso maju ke depan dan masing - masing mendapatkan hadiah dari wali murid.
'Sial aku paling benci kalau mendapatkan juara ke dua, hari ini kamu bisa senyum kemenangan lain kali tidak akan kubiarkan kamu menang lagi dariku.' Ucap Alvonso dalam hati.
Selesai menerima hadiah merekapun duduk di tempat semula dan tidak terasa suara bel pun berbunyi.
Para murid keluar dari ruangan kelas, teman sekelas Bruno meminta di traktir makan di kantin karena menang, karena sifat Bruno tidak pelit hanya mengangguk tanda menyetujui permintaan teman - teman barunya. Alvonso yang merasa tersayangi oleh Bruno tidak mau kalah.
"Aku mau pergi ke cafe depan sekolah, kalau kalian mau ikut denganku saya bayarin gratis makan sepuasnya." ucap Alvonso dengan nada sombong.
Para mahasiswa dan mahasiswi yang mendengar kata gratis apalagi jarang - jarang makan di cafe yang berada di sebrang kampus yang lumayan dikatakan mahal membuat mereka hampir semua mengikuti Alvonso.
Dari delapan belas orang yang tadi ikut Bruno hanya tersisa tujuh orang. Bruno tidak mempermasalahkan karena Bruno tidak berhak melarang temannya mengikuti Alvonso makan di cafe.
"Kalian bertujuh tidak mengikuti mereka?" tanya Bruno.
"Tidak, orangnya sombong dan angkuh saya tidak suka dengan Alvonso." ucap gadis itu.
"Sama kami juga." ucap ke enam gadis itu bersamaan.
Pasalnya tadi ke tujuh mahasiswi itu mengajak kenalan tapi dicueki oleh Alvonso membuat mereka tidak suka dengan sikapnya.
"Tapi teman - temanmu yang cewe pada ikut sama Alvonso." ucap Bruno.
"Aku tidak tahu kenapa cowo sombong kayak gitu pada suka, dasar aneh." ucap salah satu gadis itu.
"Sudahlah lupakan jangan diomongin, kalian pesan apa saja aku akan bayar." ucap Bruno.
"Benar nih?" tanya salah satu gadis itu.
"Iya benar." ucap Bruno
"Asyik." jawab mereka serempak
Merekapun memesan makanan setelah makanan datang merekapun makan bersama. Tidak terasa belpun berbunyi semua mahasiswa dan mahasiswi masuk ke dalam ruangan masing - masing.
Di dalam ruangan tersebut di mana hanya ada Bruno dan ke tujuh mahasiswi dan sisanya belum ada yang datang membuat ke tujuh mahasiswi mulai berisik. Hingga tidak berapa lama datang Alvonso bersama teman-temannya.
"Kalian bertujuh pasti nyesel karena tadi kita makan enak banget sampai kenyang." ucap salah satu temannya.
"Tidak ngaruh tuh, makan di kantin juga enak kok apalagi pertama kali aku juga makan di kantin." balas gadis itu tidak mau kalah.
"Iya memang pertama kali tapikan paling menunya mie rebus, mie goreng, bakso, mie ayam, soto ayam dan jajanan murahan sedangkan kalau di cafe ada bistik daging, mie ramen, sate kambing, sate ayam, gurami bakar, udang crispy dan masih banyak lagi apalagi minumannya ada macam-macam juice sedangkan kalian bertujug paling es teh manis atau air putih." ledek teman yang lainnya yang tidak mau kalah.
"Tidak masalah buatku yang penting bos Bruno mentraktir kami ikhlas dan murah senyum, kalau bosmu bagaimana?" tanya gadis lain yang merasa jengah dengan ucapan temannya.
Mereka yang ditraktir Alvonso hanya diam tanpa bersuara karena pasalnya Alvonso hanya diam dan bicaranya seperlunya saja.
xxxxxxxxxx FLASHBACK ON xxxxxxxxxx
Sampai di cafe mereka duduk masing - masing dan membuka menu makanan. Mereka asyik melihat - lihat menu sedangkan Alvonso yang sering makan di cafe memesan dirinya sendiri.
"Kalian cepat pilih jangan melihat harganya dan jangan kuatir aku akan bayar semuanya, aku sudah pesan makanan kalau aku sudah selesai makan kita langsung pulang tidak perduli makanan kalian habis atau tidak?" ucap Alvonso dengan nada tegas.
"Jika aku pergi dan kalian masih makan berarti kalian sendiri yang bayar makanan kalian." sambung Alvonso dengan nada mengancam.
"Tapi?" ucapan mereka langsung terpotong oleh Alvonso.
" Tidak ada tapi - tapian, pesan sekarang atau kalian ikut teman kalian di kantin." ucap Alvonso tanpa memperdulikan kekesalannya para teman kuliahnya.
Mereka pun langsung memanggil pelayan restoran dan memesan makanan. Selama makan tidak ada suara karena mereka harus buru - buru menghabiskan kalau tidak mereka akan bayar makanan yang lumayan mahal buat mereka.
xxxxxxxxxx Flash Back OFF xxxxxxxxxx
Brak
Alvonso menggebrak meja dengan keras sambil menatap gadis itu dengan tatapan tajam membuat teman - temannya terkejut dan takut pasalnya Alvonso merupakan ponakan kepala sekolah.
"Apa maksudmu aku tidak ikhlas hah?" Tanya Alvonso dengan nada satu oktaf.
"Akukan hanya bertanya kalau bos kita Bruno ikhlas dan murah senyum kalau bos Alvonso. apakah sama?" tanya gadis itu tanpa takut karena gadis itu papanya seorang CEO.
"Terserah aku ingin senyum atau tidak itu terserah aku bukan urusanmu!" bentak Alvonso lagi.
"Kalau begitu terserah Aku juga donk." ucap gadis itu tidak mau kalah.
"Kau.." ucap Alvonso bersiap menampar gadis itu tapi ketika tangannya di angkat ke atas ada seseorang yang menahan tangannya membuat Alvonso kesal dan melihat siapa yang berani menahan tangannya.
"Kita semua lahir dari rahim seorang ibu tanpa ada ibu kita tidak mungkin terlahir dalam dunia ini. Dia seorang gadis dan jika kelak sudah besar diapun akan menjadi seorang ibu, jadi hargailah wanita jangan dilukai." ucap Bruno dengan kata bijaknya.
Bruno yang tadi diam saja mendengarkan perdebatan mereka tapi karena melihat Alvonso yang hendak menampar gadis itu terpaksa menahan tangan Alvonso.
"Itu bukan urusanmu, kenapa kamu ikut campur?" tanya Alvonso dengan nada kesal.
"Memang bukan urusanku tapi jika aku melihat ada seorang pria menyakiti wanita maka itu akan menjadi urusanku." Jawab Bruno dengan tegas.
"Kau..." ucapan Alvonso terpotong karena dosen sudah datang.
Para mahasiswa dan mahasiswi yang melihat dosennya datang langsung cepat - cepat duduk di tempat masing - masing.
'Baiklah, karena kamu yang mulai permusuhan ini akan Aku balas suatu saat nanti.' ucap Alvonso dalam hati.
Para mahasiswa dan mahasiswi serius mengikuti mata kuliah hingga tidak terasa mata kuliah pun sudah usai dan semua para mahasiswa dan mahasiswi pulang ke rumah masing - masing.
Bruno ke luar kelas dan menunggu adiknya yang bernama Brian di depan pintu kampus kemudian merekapun pulang bersama. Alvonso hanya memperhatikan mereka hingga mereka tidak terlihat lagi.
Alvonso malas pulang karena orangtuanya jarang di rumah tapi karena badannya lelah Alvonso pun pulang ke rumahnya.
Sampai di mansin milik orangtuanya Alvonso keluar dari garasi mobil dan masuk ke dalam mansion bersamaan seorang kepala pelayan datang menyambutnya.
"Mommy dan Daddy apakah sudah pulang dari luar negri?" tanya Alvonso sambil berjalan ke kamarnya di lantai tiga.
"Maaf tuan muda, nyonya besar dan tuan besar belum pulang katanya seminggu lagi baru pulang." Jawab kepala pelayan.
"Hahhh... bosan setiap hari mommy dan daddy selalu pergi ketemu paling satu jam setelah itu pergi lagi, sangat menyebalkan." ucap Alvonso dengan wajah kesal.
"Tuan besar dan nyonya besar kan bekerja keras supaya tuan muda berkecukupan apa yang diinginkan dapat dibeli dengan mudah." ucap kepala pelayan menghibur tuan mudanya.
"Tapikan aku juga butuh kasih sayang mereka? Apakah tidak ada kerinduan mereka untukku? Mereka selalu sibuk dan sibuk terus menerus sungguh sangat menyebalkan." ucap Alvonso dengan wajah masih kesal.
"Tuan Muda yang sabar, semoga keinginan tuan muda dapat terkabul." ucap kepala pelayan tersebut.
"Hmmmm... " ucap Alvonso berupa deheman.
Kini Alvonso sudah sampai di kamarnya dan langsung mandi agar menenangkan pikiran yang sangat kacau sekaligus marah secara bersamaan.
xxxxxxxxxx
Hari ke dua Bruno dan Brian berangkat ke sekolah bersama. Seperti biasa Bruno dan Brian masuk ke ruangan masing - masing.
Bruno duduk dengan santai dan mengobrol dengan teman - teman kuliahnya sedangkan Alvonso duduk sendirian dan tidak ada satupun yang ingin berteman dengannya dan Alvonso tidak memperdulikan hal itu karena dirinya tidak butuh teman.
"Lihat itu orang sombong dan arogant duduk sendirian." ucap seorang gadis yang kebetulan duduk di depan Bruno.
" Sstttt sudah tidak baik omongin orang lain, pagi - pagi jangan bikin dosa." ucap Bruno yang tidak suka ribut.
Gadis itupun hanya diam dan tidak komentar lagi sedangkan Alvonso yang mendengarkan gadis itu membicarakan dirinya hanya memalingkan wajahnya lalu menatap tajam ke arah gadis itu membuat gadis itu menunduk takut kemudian Alvonso kembali memalingkan wajahnya menatap ke arah depan.
Selang beberapa menit dosen datang dan duduk di kursi kebesarannya sedangkan para mahasiswa dan mahasiswi memberikan ucapan selamat pagi kepada Dosennya.
"Anak - anak bulan depan ada lomba antar kampus, tiap satu jurusan mengajukan 3 siswa. Dua minggu lagi bapak akan menguji kemampuan kalian sekaligus memilih tiga peserta jadi Bapak minta kalian untuk belajar lebih serius." ucap dosen tersebut.
Dosen itu pun memberikan pelajaran kepada anak didiknya sedangkan semua mahasiswa dan mahasiswi konsentrasi mendengarkan mata kuliah yang diberikan oleh Dosennya.
Tidak terasa waktu berjalan dengan cepatnya dan kini terdengar suara bel tanda waktu untuk istirahat. Bruno keluar bersama teman - temannya menuju ke arah kantin bersama teman - teman kuliahnya sedangkan Alvonso makan di cafe langganannya di depan sekolah.
Mereka memesan makanan setelah selesai makan merekapun masuk ke dalam ruangan bersamaan Alvonso yang juga baru datang dan dengan sengaja menyenggol bahu Bruno karena Bruno tidak siap membuat Bruno oleng dan hampir jatuh tapi ada seseorang yang menahan tubuhnya hingga tidak jatuh.
"Hei, kamu itu punya mata ngga sih!" bentak pemuda itu.
Alvonso hanya menatap tajam dan tidak menyukai dirinya di bentak.
"Apa urusanmu?" tanya Alvonso dengan nada ketus.
"Ini menjadi urusanku karena orang yang kamu senggol adalah kakakku." ucap Brian dengan nada ketus juga.
"Kakak tidak apa - apa?" tanya Brian dengan nada lembut tidak seperti berbicara dengan Alvonso.
"Tidak apa - apa dek, sudahlah Brian kita masuk kelas saja." Jawab Bruno kepada adiknya dengan nada ikut lembut.
Anak itu ternyata Brian karena ketika hendak masuk ke dalam kelas dengan mata elangnya yang diwarisi oleh Daddy Alvaro dapat melihat kalau pemuda itu akan berbuat jahat.
"Huuu beraninya keroyokan." ledek Alvonso.
"Kamu ya?" ucap Brian berusaha memukul Alvonso tapi ditahan oleh kakaknya.
"Sudahlah dek, jangan diurusin orang waras ngalah saja." ucap Bruno yang sudah mulai kesal karena Alvonso mencari gara - gara terus.
"Apa maksudmu aku ngga waras gitu!" bentak Alvonso.
"Merasa waras tidak? Kalau waras itu tidak mencari gara - gara." ucap Brian sambil tersenyum menyeringai.
Alvonso yang tidak terima langsung memukul Brian tapi tangannya ditahan oleh Bruno dan tangannya langsung di pelintir.
"Jangan coba - coba menyakiti adik kesayanganku." ucap Bruno dan langsung mendorong tubuh Alvonso.
Bruk
Alvonso pun jatuh kemudian berdiri kembali dan ingin membalas Bruno tapi Bruno bisa menghindar merekapun saling serang sedangkan Brian hanya duduk santai menatap kakak kesayangannya berantem dengan Alvonso.
Brian akan membantu kakak kembarnya jika kakaknya membutuhkan bantuannya. Hingga datanglah para Dosen memisahkan mereka berdua dan membawanya ke ruangan Dosen.
Bruno dan Alvonso di bawa keruangan Dosen sedangkan Brian meminta ikut karena Brian sangat menyayangi kakaknya sekaligus sebagai saksi dan Dosen mengijinkannya.
Dosen tersebut menghubungi orangtua dari Bruno dan Alvaro hingga satu jam kemudian orangtua Bruno datang dan tidak berapa lama Omanya Bruno juga datang. Mereka duduk saling berhadap - hadapan dan didampingi oleh dosen.
Ibu dari orang tua dari Alvonso mengomeli Bruno karena membuat anaknya lebam - lebam, pakaiannya kotor dan rambutnya berantakan sedangkan Bruno lebamnya hanya sedikit, pakaiannya dan rambutnya yang sama seperti Alvonso kotor dan berantakan.
Omanya Bruno bersikap tenang sambil mendengarkan ocehan Ibunya Alvonso sambil mengirim pesan ke putra semata wayangnya siapa lagi kalau bukan Daddy Alvaro.
Setelah puas mengomel barulah ibunya Alvonso terdiam tapi nafasnya ngos - ngossan karena meluapkan segala emosinya terlebih badannya gendut mirip gajah bengkak.
Setelah mulai tenang dirinya mengeluarkan makanannya kemudian memakannya dengan lahap tanpa memperdulikan pandangan orang - orang.
"Pffttttttt..:" Tawa Bruno dan Brian bersamaan.
Daddy Alvaro dan Mommy Felicia hanya bisa menahan senyum begitu pula dengan yang lainnya.
"Aku doakan semoga pacarmu gendut kayak Mamaku." Ucap Alvonso menatap ke arah Bruno.
"Amit-amit mempunyai pacar seperti Mamamu." Ucap Bruno sambil menatap tajam ke arah Alvonso.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Sambil menunggu Up silahkan mampir ke karya temanku dengan judul :
"Semoga saja Kamu dijodohkan sama cewek jelek, gendut dan culun." Ucap Alvonso penuh harap.
"Sekali lagi bilang begitu Aku tidak segan-segan memukulmu lagi." Ucap Bruno sambil menahan amarahnya.
"Sstttttt... Sudah Bruno jangan bertengkar." Ucap Mamanya Alvaro sambil mengusap punggung Bruno.
"Iya Oma." Jawab Bruno patuh.
Tiba-tiba pintu ruangan dosen di ketuk membuat mereka menatap ke arah pintu untuk melihat siapa yang datang.
"Mommy, Daddy." Panggil Bruno dan Brian bersamaan.
"Hallo Sayang." panggil Mommy Felicia dan Daddy Alvaro sambil mengusap rambutnya dengan lembut dan dengan nada lembut.
Daddy Alvaro duduk di samping Bruno sedangkan Mommy Felicia duduk di samping Brian.
"Aish Mommy, Daddy, Kami bukan anak kecil." Ucap Bruno dan Brian bersamaan sambil merapikan rambutnya.
"Bagi Kami, kalian masih kecil." Ucap Daddy Alvaro.
"Betul sekali." Sambung Mommy Felicia.
Bruno dan Brian hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Mama, katanya ada yang ngomel-ngomel?" Tanya Mommy Felicia mengalihkan pembicaraan.
"Iya, itu orangnya lagi makan dipojokkan." ucap Mamanya Alvaro sambil menunjuk ke arah wanita gendut yang sudah selesai makan.
"Sudah selesai isi bensin dan marah-marahnya Nyonya?" Tanya Mamanya Alvaro dengan nada lembut.
Alvonso sejak tadi mendengarkan percakapan orang tua dengan ke dua putranya, baru kali ini dirinya mendengar suara seorang ibu yang sangat lembut dan perhatian tidak seperti ibunya yang setiap hari mengomelinya dan tidak pernah memperdulikannya.
"Sudah." jawab Ibunya Alvonso dengan nada ketus.
"Sayang, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Mommy Felicia dengan nada masih lembut sambil memegang ke dua tangan Bruno.
Bruno pun menceritakan semua yang telah terjadi dan ada saksinya yaitu Brian adik kembarnya. Tapi ibunya Alvonso tidak terima karena anggapannya anaknya adalah benar sedangkan mereka berdua sengaja bekerja sama menjelekkan anaknya.
"Jangan bohong Kamu, mana mungkin putraku cari gara-gara pasti kalian berdua bekerja sama menjelekkan putraku.' Ucap Ibunya Alvaro dengan nada kesal karena menuduh putranya.
Daddy Alvaro dan Mommy Felicia menggengam erat ke dua tangannya untuk menahan amarahnya dan dalam hatinya ingin rasanya melakban mulut wanita itu dengan bon cabe level 60 kemudian di lempar ke kandang singa.
Sedangkan Ayahnya Alvonso hanya diam mendengarkan istrinya mengomel tapi matanya tertuju pada Mommy Felicia dan mengkhayal jika Mommy Felicia sebagai istrinya rasanya bakalan betah di rumah pasalnya Mommy Felicia cantik dan seksi terlebih suaranya sangat lembut
Berbeda dengan istrinya di mana istrinya sangat gendut mirip gajah dan sangat cerewet karena itu suaminya jarang berada di rumah sering bepergian ke luar kota sedangkan istrinya sering pergi entah ke dalam negri ataupun ke luar negri bersama teman - teman sosialita dan menghamburkan uang suaminya.
Daddy Alvaro yang melihat pria itu menatap istrinya tanpa berkedip membuat Daddy Alvaro menatap tajam ke arah pria itu dan pria itupun mengalihkan pandangannya ke arah lain sambil melirik sesekali ke arah Mommy Felicia.
Karena Mommy Felicia kupingnya sudah mulai panas karena dari tadi ibunya Alvonso mengomel akhirnya tidak tahan lagi.
"Sayang pinjamkan Mommy laptopnya sebentar." pinta Mommy Felicia dengan nada lembut dan menatap suaminya sambil tersenyum.
"Baik sayang, ini laptopnya." jawab Daddy Alvaro dengan nada lembut karena kebetulan Daddy Alvaro membawa laptop.
Mommy Felicia pun mengutak atik laptopnya, semua orang itu bingung apa yang dilakukan oleh Mommy Felicia kecuali Daddy Alvaro, Bruno dan Brian karena mereka tahu apa yang dilakukan oleh Mommy Felicia.
"Maaf nyonya, jika nyonya sangat sibuk nanti saja dilanjutkan di rumah. Sepertinya Bruno memang bersalah karena di lihat dari Alvonso yang mukanya lebam-lebam dan lebih parah lukanya." ucap Wakil Pemimpin Kampus membela Alvonso pasalnya Alvonso adalah ponakan kesayangannya.
Mommy Felicia hanya diam dan tidak lama Mommy Felicia berhenti mengotak atik laptopnya kemudian Mommy Felicia memperlihatkan laptopnya ke arah mereka.
Mommy Felicia meretas cctv di sekolah dan memberikan suara sehingga terdengar jelas awal kejadian dan akhir dari kejadian.
"Di cctv jelas terlihat siapa yang memulai duluan dan kami sebagai orangtua sangat tahu akan semua sifat - sifat anak - anak kami karena kami selalu memantau perkembangan semua anak - anak kami." ucap Mommy Felicia dengan nada masih lembut sambil memeluk bahu Bruno.
Alvonso yang mendengar ucapan Mommy Felicia sangat iri karena orangtua Alvonso tidak pernah tahu sifat anaknya dan tidak pernah mau tahu tumbuh kembangnya.
"Saya tahu sifat anak kami, anak kami tidak mungkin melakukan kekerasan jika tidak ada yang memulainya." sambung Daddy Alvaro sambil memeluk bahu Brian dari arah samping pasalnya ke dua anaknya duduk di tengah - tengah orangtuanya.
Alvonso iri hati melihat musuhnya mendapatkan kasih sayang orang tuanya dengan tulus sedangkan dirinya tidak pernah diperdulikan apalagi belum pernah dirasakan di peluk oleh orang tuanya.
"Bagaimana nyonya yang terhormat apakah masih menyalahkan anak saya?" tanya Mommy Felicia dengan nada lembut.
Ibunya Alvonso hanya menatap tajam ke arah Mommy Felicia hatinya merasa malu karena ternyata anaknya bersalah dan tidak menyangka kalau Mommy Felicia bisa meretas cctv di kampus anaknya.
Ibunya Alvonso berdiri dan menatap tajam ke arah putranya sedangkan Alvonso yang tahu apa yang akan dilakukan oleh ibunya hanya memejamkan matanya.
"Dasar anak nakal, kamu itu bikin malu mama, mama itu sayang sama kamu, kamu selalu mama bela tapi kenapa sekarang kamu bikin malu mama!" bentak mama Alvonso sambil mengangkat tangannya siap menampar Alvonso.
Mommy Felicia yang melihat ibunya Alvonso ingin menampar Alvonso ditahan oleh Mommy Felicia. Alvonso yang tadi memejamkan matanya terkejut karena pipinya tidak merasakan tamparan yang biasa ibunya berikan.
Alvonso pun membuka matanya dan terkejut ternyata mommynya Bruno yang menahan tangan mamanya.
"Kenapa kamu melarangku menampar anakku!" bentak Mamanya Alvonso."
"Nyonya, memukul anak tidak akan menyelesaikan masalah yang ada anak akan semakin membangkang dan sulit di atur." ucap Mommy Felicia dengan nada lembut tapi matanya menatap tajam ke arah mamanya Alvonso.
"Alvonso itu anak saya, mau saya apakan terserah saya jadi tidak ada hubungan denganmu." bentak mamanya Alvonso.
"Memang benar Alvonso anak nyonya tapi saya paling tidak suka melihat ada orang yang menyiksa anak." ucap Mommy Felicia sambil melintir tangan mama Alvonso dan mendorongnya dengan sekuat tenaga.
Bruk
Mamanya Alvonso yang tidak ada persiapan langsung terjatuh hingga lantai dua tiba-tiba bergetar seperti gempa.
"Daddy, kenapa bergetar? Apakah ada gempa?" Tanya Bruno dan Brian bersamaan sambil memegangi kursinya begitu pula dengan yang lainnya.
"Bukan ada gempa tapi ada gajah bengkak jatuh." Jawab Daddy Alvaro sambil tersenyum menatap ke arah Mamanya Alvonso yang berusaha bangun.
"Pffttttttt.." Tawa Bruno dan Brian bersamaan.
Tanpa sepengetahuan mereka kecuali Daddy Alvaro, Mommy Felicia dan Brian kalau Alvonso ikut tersenyum nyaris tidak terlihat.
"Papa, bangunin." pinta istrinya.
"Mama ayo kita pulang, malu di lihat orang." ucap papanya Alvonso sambil menarik tangan istrinya yang sangat berat karena kepalanya pusing mendengar kecerewetan istrinya.
" Oh papa membela wanita ini! Kamu ya ternyata kamu menggoda suami saya!" bentak Mamanya Alvonso tanpa merasa bersalah sambil berusaha berdiri.
"Whatt??? Maaf Nyonya, saya bukan tipe perebut suami orang." ucap Mommy Felicia tegas sambil menahan emosinya.
"Suamiku itu selalu menuruti apa yang kukatakan tapi baru kali ini menasehatiku." ucap Mamanya Alvonso yang merasa dirinya tidak bersalah.
"Aishh Nyonya ... lihatlah suami saya? Suami saya sangat tampan, tanggung jawab sebagai kepala keluarga, jujur, sayang sama Aku juga anak anak dan juga seorang ceo yang mempunyai perusahaan di mana - mana jadi tidak mungkin bukan saya tertarik dengan suami orang?" Tanya Mommy Felicia dengan nada kesal dan ingin sekali rasanya menampar wanita ini yang tidak punya rasa malu, sudah salah tapi inginnya menang sendiri.
Mama Alvonso mengalihkan pandangannya ke arah Daddy Alvaro, mama Alvonso baru sadar ternyata Daddy Alvaro memang sangat tampan dan diapun mengedipkan matanya.
Hal itu membuat Mommy Felicia, Daddy Alvaro, Bruno dan Brian mendelikkan matanya bersamaan. Mereka tidak menyangka kalau mama Alvonso sangat centil.
"Ehem.. kalian berdua bapak kasih hukuman karena berkelahi tidak dibenarkan di sekolah jadi kalian berdua bapak hukum selama 3 hari tidak boleh masuk kuliah." ucap Wakil Pemimpin Kampus mengalihkan pembicaraan.
"Maaf Pak, sudah jelas di rekaman cctv anak kami Bruno tidak salah jadi kami sebagai orangtua dari Bruno menolak hukuman itu." ucap Daddy Alvaro akhirnya mengeluarkan suaranya.
"Tapi Tuan, dua - duanya salah jadi adil kalau mereka berdua mendapatkan hukuman." ucap Wakil Pemimpin Kampus bersikeras.
Daddy Alvaro terdiam hanya mengirim pesan ke seseorang untuk datang. Hingga lima menit kemudian ada seseorang pria yang mengetuk pintu kemudian masuk ke dalam ruangan itu.
Pemimpin kampus datang dan duduk di samping Wakil Pemimpin Kampus.
"Siang Pak, ada apa bapak datang?" tanya Wakil pemimpin Kampus.
Wakil pemimpin kampus tahu tidak mungkin pemimpin kampus datang dengan tiba-tiba pasti ada suatu masalah.
"Selamat siang Tuan Alvaro, maaf apakah ada masalah?" tanya Pemimpin kampus dan mengacuhkan pertanyaan Wakil Pemimpin Kampus.
Daddy Alvaro menceritakan apa yang telah terjadi dari awal sampai akhir dan ada bukti - bukti berupa rekaman cctv.
Pemimpin sekolah menatap tajam ke arah Wakil Pemimpin Kampus membuat Wakil Pemimpin Kampus mukanya langsung pucat seketika.
"Bapak sudah menyalahgunakan kepercayaan saya maka dengan hormat bapak saya keluarkan dari sekolah ini dan akan saya ganti dengan Wakil Pemimpin Kampus baru dan kamu Alvonso bapak tidak menyangka perbuatanmu sangat buruk karena itu bapak mengeluarkanmu dari sekolah ini!" perintah wakil Pemimpin sekolah dengan tegas dan wibawa.
"Pak berikan kesempatan pada Alvonso untuk mengikuti pendidikan sekolah cukup berikan hukuman 3 hari saja." Mohon Mommy Felicia dengan nada lembut.
deg
Jantung Alvonso berdetak kencang sekaligus terkejut mendengar ucapan Mommy Felicia. Ingin rasanya di peluk oleh Mommy Felicia seperti Bruno yang dipeluk oleh Mommy Felicia tapi apakah itu mungkin? Seandainya saja bisa di tukar bahagia rasanya.
"Baik, karena permintaan nyonya Felicia maka kamu Alvonso bapak skors selama 3 hari." ucap Pemimpin sekolah dengan nada tegas.
"Bapak jangan mentang - mentang takut sama Tuan Alvaro jadi berbuat semena - mena." ucap mama Alvonso kesal karena dirinya tidak terima.
"Asalkan nyonya tahu pemilik kampus ini adalah Tuan Alvaro dan Kampus ini diserahkan ke istrinya Nyonya Felicia." ucap Pemimpin Kampus menjelaskan.
"Oh karena Pemilik sekolah maka Anda menjadi takut?" Tanya Mamanya Alvonso dengan nada kesal karena dirinya tidak terima kalah dengan Mommy Felicia.
"Maaf Pak, kami ijin pulang karena ke enam anak kami menunggu di luar." Ucap Mommy Felicia menunjuk ke arah keluar di mana Benekditus, Brigitha dan Briana menunggu di luar.
Serempak semua menatap ke arah ke enam remaja yang menunggu di luar namun mereka tidak melihatnya dengan jelas karena ke enam remaja tersebut membelakangi mereka.
"Oh berarti dapat duda donk?" celetuk mamanya Alvonso yang berusaha menjelekkan Mommy Felicia.
"Bukan." Jawab Mommy Felicia dengan nada kesal.
Ingin rasanya Mommy Felicia menambal mulutnya yang asal bicara namun tidak mungkin mengingat mereka berada di ruangan Dosen.
"Berarti yang dua ini anak kalian sedangkan yang enam lagi anak angkat." ucap mamanya Alvonso yang ingin menjatuhkan Mommy Felicia.
"NYONYA!" Bentak Daddy Alvaro kesal karena dari tadi mulut wanita itu bikin pedes di telinganya.
Mommy Felicia pindah ke samping suaminya tangan kanannya memegang tangan suaminya dan tangan kirinya mengusap punggung suaminya yang naik turun menahan rasa kesal. Tidak berapa lama Amarah Daddy Alvaro berangsur berkurang.
"Nyonya, saya sekali lahir kembar lima dan lahiran ke dua kembar tiga jadi anak kami total delapan. Nyonya jika sekali lagi bicara yang bikin saya emosi saya tidak akan segan - segan menampar mulut nyonya karena dari tadi saya sudah menahan emosi." Ucap Mommy Felicia dengan nada Tegas.
"Ingat Nyonya kesabaran ada batasnya jadi jangan salahkan Saya menampar mulut Nyonya." Sambung Mommy Felicia lembut tapi matanya menatap tajam seperti pisau yang merobek mulutnya.
Mamanya Alvonso agak takut menatap Mommy Felicia seperti menelannya hidup - hidup. Sambil menahan amarahnya Mamanya Alvonso berdiri dan menarik tangan anak dan suaminya secara kasar.
"Ayo kita pulang buang - buang waktu saja kita di sini." ucap Mamanya Alvonso.
Mereka bertiga berjalan ke luar pintu tapi sebelum melangkahkan kakinya Mamanya Alvonso berhenti tanpa membalikkan badannya.
"Oh ya pak, anak Kami Alvonso tidak akan kuliah di sini lagi karena kampus ini terlalu murahan dan Kami akan pindahkan di tempat yang lebih bonafit dan keren." Hina Mamanya Alvonso sambil berjalan meninggalkan ruangan sekolah.
Semua orang hanya mengelus - ngelus dadanya supaya diberi kesabaran dan beruntung Alvonso sekolahnya dipindahkan jadi terbebas dari mak lampir.
"Tuan Alvaro mohon maaf atas ketidak nyamanannya." ucap wakil pemilik sekolah." ucap wakil pemilik sekolah merasa tidak enak gara - gara orang tua Alvonso.
''Tidak apa - apa santai saja. Kalau begitu kami pulang dulu." ucap daddy Alvaro.
" Baik Tuan Alvaro silahkan." ucap wakil pemilik kampus.
Mereka pun keluar dari ruangan tersebut menuju ke parkiran kampus. Daddy Alvaro merangkul pundak istrinya mommy Felicia dari arah samping sambil melihat ke delapan anak kembarnya berjalan bersama Mamanya Alvaro.
Dalam perjalanan ke parkiran daddy Alvaro menggoda istrinya membuat mommy Felicia tersenyum malu.
"Ternyata ketampananku tidak pernah hilang sampai - sampai istriku memujiku di depan orang." ucap Daddy Alvaro narcis.
"Ih, Daddy sudah tua masih narsis aja ." ucap Briana sebel melihat ke narcis san Daddy Alvaro.
"Iya nih Dad, malu donk Dad sama umur." goda Brigitha.
"Sudah punya anak banyak sifatnya masih kayak remaja padahal sudah tua." Sambung Bruno.
"Betul." Sambung mereka bersamaan.
"Kalian ini tega ya menghina Daddy." omel Daddy Alvaro sambil mendelikkan matanya dan berkacak pinggang ketika berada di parkiran.
Ke delapan anak kembarnya berlarian dan sebagian berlindung ke belakang Mamanya Daddy Alvaro dan sebagian ke Mommy Velicia.
"Oma, Mommy ... Daddy galak kayak singa." Adu ke delapan anak kembarnya sambil menahan senyum.
"Iya mom, itu matanya mendelik kamikan takut." sambung Briana sambil tersenyum melihat Daddy Alvaro menatapnya dengan tatapan kesal.
Mommy Felicia hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya melihat mereka bertengkar.
"Pffttttttt... Kalian ini sudah besar seperti anak kecil saja." ucap Mommy Felicia sambil tertawa bersama.
Mereka bersebelas tertawa bersama kemudian Daddy Alvaro berjalan mendekati ke dua anaknya dan menariknya agak menjauh dari mommy Felicia sedangkan Felicia di suruh masuk ke dalam mobil.
"Brigitha dan Briana kita mau makan dimana? hari ini Mommy ulang tahun." Ucap Daddy Alvaro meminta saran ke dua putrinya.
"Ya ampun kok kita lupa ya?" ucap Brigitha dan Briana bersamaan sambil menepuk jidatnya masing - masing."
"Kita makan di restoran favorit Mommy aja dad." usul Briana.
"Tapi di sana lumayan ramai di jam segini. Apa kita booking aja restorannya?" Tanya Daddy Alvaro.
"Boleh Dad kita booking sekalian kita meminta ke manager restoran untuk merias mejanya." Jawab Brigitha.
"Ok daddy setuju." jawab Daddy Alvaro.
" Aku akan pesan kue ulang tahun." jawab Briana.
"Apa kita mengundang ke dua sahabat Mommy dan ke dua sahabat daddy?" tanya Briana.
"Ok nanti Daddy akan menghubungi mereka dan ingat jangan memberitahukan ke Momny." Jawab Daddy Alvaro.
"Baik Dad." ucap Brigitha dan Briana bersamaan.
"Tos." ucap daddy Alvaro sambil mengangkat ke dua tangannya untuk mengajak tos ke dua putrinya dan ke dua putrinya mengangkat tangannya dan membalas tos Daddy Alvaro sambil tertawa bahagia.
"Masih lamakah? Mommy keburu kering di dalam mobil." Ucap Mommy Felicia.
"Sudah Mom." Jawab Daddy Alvaro.
"Kita bertemu di restoran favorit Mommy." Ucap Daddy Alvaro ke delapan anak kembarnya.
"Baik Dad." Jawab mereka bersamaan.
Mereka masuk ke dalam mobil di mana mereka membawa tiga mobil mengingat mereka keluarga besar.
Semua yang tadi mereka lakukan dari awal hingga mereka pergi keluar dari parkiran tidak luput dari pengamatan 3 pasang mata siapa lagi kalau bukan orang tuanya Alvonso dan Alvonso.
xxxxxxxxxx Flash Back On xxxxxxxxxx
Mereka memang sudah keluar dari kampus dan berada di parkiran tapi di dalam mobil Mamanya Alvonso mengomel terus menerus membuat Alvonso kesal dan bosan sehingga Alvonso mengatakan ingin ke toilet dan sudah sangat kebelet akhirnya orangtuanya mengijinkannya. Alvonso kembali lagi ke kampus menuju ke arah toilet.
Keluar dari toilet Alvonso melihat orangtuanya Bruno sangat mesra berjalan sambil merangkul bahu istrinya dari arah samping sedangkan Bruno bersama ke tujuh adiknya berjalan di depan bersama Oma mereka sambil tertawa bersama.
Hatinya dipenuhi rasa iri hati dan tidak adil karena Alvonso tidak mendapatkan seperti Bruno mempunyai orang tua yang sangat menyayanginya dan mempunyai tujuh adik yang juga sangat menyayangi nya.
Alvonso berjalan agak menjauh sambil mengikuti mereka agar tidak ketahuan oleh mereka. Hingga akhirnya mereka berada di parkiran mobil di mana Bruno dan yang lainnya bersembunyi di belakang Mommy Felicia dan Omanya sambil tertawa bersama membuat hatinya bertambah sakit hati. Tangannya di genggam dengan erat menahan rasa iri dan dendam karena dipermalukan di kampus.
'Tertawalah kamu sampai puas Bruno sampai pada akhirnya kamu akan menangis seperti yang kurasakan sekarang.' Ucap Alvonso dalam hati.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Sambil menunggu Up silahkan mampir ke karya temanku dengan judul :
Selesai berbicara Alvonso pun masuk ke dalam mobil meninggalkan parkiran sekolah bersama ke dua orang tuanya.
Di dalam mobil mamanya Alvonso mengomel terus seperti kereta api. Akhirnya Papanya Alvonso dan Alvonso menggunakan earphone dan menyetel musik agak keras agar tidak lagi mendengar suara kaleng rombeng. Selesai bicara dan mengatur nafas diapun berbicara kembali.
"Aku sangat lapar kita makan di restoran favorit mama saja." ucap Mamanya Alvonso.
hening
hening
hening
Mamanya Alvonso yang merasa curiga dan matanya langsung melotot melihat suami dan anaknya masing - masing memakai earphone.
bugh
bugh
"Auch... Sakit!" Teriak ke dua orang tersebut bersamaan.
cittt
Mamanya Alvonso memukul suami dan anaknya membuat mereka berteriak kesakitan dan kaget sehingga papanya Alvonso mengerem mobilnya secara mendadak untung saja jalanan tidak begitu ramai sehingga tidak terjadi kecelakaan.
Papanya Alvonso membuka earphone di ke dua telinganya dan menatap tajam ke arah istrinya.
"Ada apa?" tanya Papanya Alvonso ketus.
"Kalian ini ya di kasih tahu mama malah kalian sengaja memakai heandset." omel Mamanya Alvonso.
"Papa lagi meeting lewat Virtual Account makanya Papa pakai heandset." ucap Papanya Alvonso bohong demi kebaikannya daripada di amuk sama singa betina.
"Oh kirain." ucap Mamanya Alvonso sambil nyengir kuda.
"Ada apa?" tanya papa Alvonso lagi.
"Kita makan di restoran favorit mama saja." ucap Mamanya Alvonso.
"Ok." jawab papa Alvonso.
Sedangkan Alvonso hanya diam saja pasalnya dua telinganya masih memakai earphone.
Papa Alvonso mengendarai mobil menuju ke restoran favorit istrinya selang 20 menit kemudian merekapun sampai. Papanya Alvonso memarkirkan mobilnya.
Mereka bertiga berjalan dan masuk ke dalam restoran favorit. Seelah mencari akhirnya ada tiga meja kosong yang dua berada dipojokkan dan yang satu lagi berada tidak begitu jauh dari pojokan.
Mereka bertiga duduk di kursi pojokkan dan mulai membuka menu. Alvonso tanpa sengaja melihat Bruno dan keluarga besarnya berada di restoran yang berada di sebelah dan hanya dibatasi oleh kaca. Alvonso yang penasaran tidak jadi duduk dan berjalan ke arah restoran sebelah.
"Mau kemana?" Tanya Mamanya Alvonso.
"Mau ke restoran sebelah." Jawab Alvonso sambil berjalan ke arah pintu.
Mamanya Alvonso yang kepo memalingkan wajahnya ke arah samping untuk melihat ada apa di restoran sebelah.
"Ngapain Alvonso ke restoran sebelah? Mau cari masalah lagi?" Tanya Mamanya Alvonso.
"Entahlah." Jawab Papanya Alvonso.
"Mama ingin ke sana." Ucap Mamanya Alvonso sambil berdiri menyusul putranya.
"Mau ngapain? Cari masalah lagi?" Tanya suaminya.
"Papa kok begitu sih ngomongnya?" Tanya istrinya.
"Pikir saja sendiri, ingat ya Ma kalau Mama ke restoran sebelah Papa akan pergi ninggalin Mama." Ucap suaminya sambil berdiri.
"Papa, ngancam Mama?" Tanya istrinya dengan nada kesal.
"Terserah Mama, pokoknya kalau Mama tidak bisa di atur tunggu saja surat perceraian dari Papa." ucap suaminya dengan nada mengancam.
Istrinya menghembuskan nafasnya dengan perlahan kemudian duduk begitupula dengan suaminya.
'Sepertinya di ancam dulu baru nurut.' Ucap suaminya dalam hati.
Istrinya yang sangat kesal memesan berbagai menu makanan sedangkan suaminya hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan perlahan.
Di tempat yang sama namun berbeda ruangan di mana Alvonso ingin masuk ke dalam restoran tersebut namun di tahan oleh sekuriti.
"Maaf Tuan, restoran ini sudah di booking jadi tidak bisa masuk." Ucap sekuriti tersebut.
"Tapi Aku ingin masuk, tenang saja Aku pasti bayar." Ucap Alvonso.
"Maaf Tuan, tidak bisa." Jawab sekuriti tersebut.
Alvonso memaksa ingin masuk ke dalam restoran namun sekuriti tidak mengiJinkannya. Hingga Brigitha putri ke empat dari pasangan Daddy Alvaro dengan Mommy Felicia melihat Alvonso sedang bertengkar dengan sekuriti tersebut.
"Maaf, Brigitha keluar sebentar." Ucap Brigitha sambil berdiri dan berjalan ke arah pintu.
"Ada apa Brigitha?" Tanya Mommy Felicia.
"Pemuda itu ingin masuk ke dalam restoran." Jawab Brigitha.
Serempak semua menatap ke arah Alvonso, Daddy Alvaro, Bruno dan Brian yang melihat Alvonso menatap kesal namun Mommy Felicia mengusap punggung suaminya.
"Tidak baik menyimpan dendam." Ucap Mommy Felicia dengan nada lembut.
Daddy Alvaro, Bruno dan Brian masing-masing menghembuskan nafasnya dengan perlahan kemudian menganggukkan kepalanya. Sedangkan Brigitha berjalan ke arah keluar dan menemui Alvonso.
"Ada apa ribut-ribut?" Tanya Brigitha dengan nada lembut.
Deg
Jantung Alvonso berdetak kencang mendengar suara lembut tersebut membuat Alvonso berjalan ke arah Brigitha.
"Kakak ingin masuk ke dalam restoran tapi tidak diperbolehkan." Jawab Alvonso.
"Maaf, silahkan masuk Kak." Ucap Brigitha.
"Ok." Jawab Alvonso.
"Tapi Nona..." Ucapan sekuriti terpotong oleh Brigitha.
"Maaf Paman, Kakak ini temanku." Ucap Brigitha.
"Maafkan saya Nona." Ucap sekuriti.
"Tidak apa-apa Paman." Jawab Brigitha sambil tersenyum kemudian keluar menuju ke arah mobil.
Alvonso berjalan ke arah restoran dan melihat keluarga besar Daddy Alvaro berkumpul bersama para sahabatnya hingga Alvonso melihat Mommy Felicia melambaikan tangannya.
"Alvonso ayo duduk di sini." Ucap Mommy Felicia sambil menunjuk ke arah kursi kosong.
Tanpa menjawab Alvonso duduk di mana sebelah kanan Bruno sedangkan sebelah kiri Brian.
"Daddy, ceritakan kenapa tadi Daddy dan Mommy lama?" Tanya Briana.
Benekditus, Brigitha dan Briana sudah sampai kampus sedangkan Daddy Alvaro dan Mommy Felicia belum sampai. Mereka menunggu di parkiran kampus menunggu kedatangan ke dua orang tuanya.
"Tadi Daddy dan Mommy berkunjung ke sekolah milik Oma kalian untuk melihat perkembangan sekolah." Jawab Daddy Alvaro.
Mamanya Alvaro mempunyai sekolah di mana sekolah tersebut terkenal dengan sangat murah tapi kualitasnya sangat bagus. Sekolah tersebut khusus untuk orang-orang yang tidak mampu namun ada juga orang kaya memasukkan anaknya sekolah tersebut dengan alasan harganya paling murah.
Mamanya Alvaro yang sudah berumur enam puluh tahun lebih mewariskan sekolah tersebut ke Daddy Alvaro dan tentu saja Daddy Alvaro menerimanya dengan senang hati.
Daddy Alvaro bersama ke dua sahabatnya dan beberapa rekan bisnisnya sebagai donatur tetap agar sekolah tersebut bisa berjalan dan menghasilkan anak-anak yang berprestasi.
"Apakah ada masalah Dad?" Tanya Briana penasaran.
"Ada sedikit masalah, kalian masih ingat dengan Kimberly yang pernah Daddy dan Mommy ceritakan?" tanya Daddy Alvaro.
"Ingat Dad." Jawab Bruno, Brian, Benediktus dan Briana bersamaan sambil mengingat apa yang pernah diceritakan oleh ke dua orang tuanya dan juga Omanya sekaligus Mamanya Daddy Alvaro.
"Kimberly di bully oleh teman-teman sekolahnya dan menyuruh kepala sekolah mengeluarkannya." Ucap Daddy Alvaro.
"Bisa diceritakan lebih detail Dad?" Tanya mereka bersamaan.
Daddy Alvaro menceritakan secara singkat sedangkan anak-anaknya mendengarkan cerita Daddy Alvaro hingga selesai.
"Mereka sangat jahat Dad dan sudah sepantasnya dikeluarkan dari sekolah apalagi sekolah itu kan khusus untuk orang yang tidak mampu sedangkan mereka sebenarnya orang kaya." Ucap Briana.
"Memang benar, oh ya Brigitha kemana?" Tanya Daddy Alvaro mencari keberadaan putri ke empatnya.
"Itu Brigitha, Dad." Jawab Bruno sambil menunjuk ke arah Brigitha yang sedang membawa paper bag dan kotak P3K.
"Maaf, lama ya." Ucap Brigitha sambil berjalan ke arah mereka.
"Tidak kok." Jawab mereka bersamaan.
Grep
"Maaf Kak, Aku obati Kakak di ruangan itu." Ucap Brigitha sambil memegang tangan Alvonso.
"Tapi ..." Ucapan Alvonso terpotong oleh Mommy Felicia.
"Biarkan Brigitha mengobati lukamu dan ganti pakaianmu karena kebetulan kami membawa pakaian ganti, tenang saja pakaiannya masih baru." Ucap Mommy Felicia sambil tersenyum.
Alvonso melihat Bruno di mana wajah Bruno sudah diobati dan memakai pakaian ganti karena sempat kotor ketika mereka berkelahi.
"Maaf jadi ngerepotin." ucap Alvonso.
"Tidak ngerepotin kok, ayo Kak." Ajak Brigitha.
Alvonso dengan patuh berjalan mengikuti langkah Brigitha menuju keruangan privasi. Brigitha mengobati luka Alvonso setelah selesai Brigitha memberikan paper bag tersebut.
"Ini Kak pakaian ganti." Ucap Brigitha.
"Terima kasih." Jawab Alvonso untuk pertama kalinya.
"Sama-sama Kak." Jawab Brigitha sambil tersenyum kemudian pergi meninggalkan Alvonso sendirian.
"Baru kali ini Aku diperhatikan dan ternyata seperti ini rasanya." Ucap Alvonso sambil melepaskan satu persatu kancing kemejanya.
Brigitha keluar dari ruangan tersebut menuju ke tempat meja makan di mana keluarganya berkumpul. Brigitha melihat Omanya sekaligus Mamanya Alvaro berdiri.
"Oma mau kemana?" Tanya Brigitha.
"Oma mau ke sebrang, ada yang Oma beli." Jawab Omanya.
"Brigitha antar ya Oma." Ucap Brigitha.
"Tidak usah, biar Oma berangkat sendiri." Ucap Omanya.
"Tapi Oma ..." Ucapan Brigitha terpotong oleh Omanya.
"Oma lebih suka jalan sendiri." Ucap Omanya dengan tegas.
Mamanya Alvaro berjalan ke arah pintu sedangkan Brigitha menatap ke arah ke dua orang tuanya.
"Tahu sendiri Oma keras kepala seperti Daddy." Ucap Mommy Felicia.
"Kok Daddy, di bawa-bawa?" Tanya Daddy Alvaro.
"Daddy merasa tidak?" Tanya Mommy Felicia balik bertanya.
"Pffttttttt... Hahahaha..." Tawa ke delapan anak kembarnya bersamaan.
"Kalian ya senang meledak Daddy, nanti uang saku kalian Daddy potong." Ucap Daddy Alvaro dengan nada mengancam.
"Pinta Mommy." Jawab ke delapan anak kembarnya.
"Punya Mommy juga Aku potong." Ucap Daddy Alvaro sambil tersenyum devil.
"Kalau begitu kita pergi anak-anak." Ucap Mommy Felicia.
"Aish ngancamnya jelek." Ucap Daddy Alvaro.
"Pffttttttt... hahahaha..." Tawa mereka bersamaan.
Alvonso yang melihat mereka tertawa bersama sangat sedih karena selama ini orang tuanya masing-masing sibuk dan tidak pernah memperdulikan dirinya.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Sambil menunggu Up silahkan mampir ke karya temanku dengan judul :
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!