NovelToon NovelToon

Jangan Pisahkan Aku

Memiliki dendam

"Sayang, ini aku ada hadiah buat kamu."

Seorang pria bernama Yuda memberikan sebuah paper bag kecil untuk sang istri yang bernama Nadine.

"Apa ini, Mas?" tanya Nadine dengan tatapan penasaran.

"Buka aja, Sayang," ucap Yuda yang akhirnya membimbing Nadine membuka isi dari paper bag itu.

"Wah, bagus banget, Mas," ucap Nadine dengan tatapan mata berbinar-binar. Sebuah kalung bersemayam di dalam kotak merah lengkap dengan mainannya yang berbentuk huruf N.

"Kamu suka?" tanya Yuda yang tersenyum melihat kebahagiaan sang istri.

"Aku suka, Mas. Ini pasti mahal, kan? Kamu kok beliin aku perhiasan terus, sih, Mas? Emangnya nggak takut uangnya habis?" Nadine merasa tak enak pada sang suami yang setiap bulan selalu saja memberikannya perhiasan. Tak hanya perhiasan, Yuda juga sering memberikannya baju, tas, atau sepatu.

Hidup Nadine, wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu memang sangat tercukupi karena suaminya memiliki bisnis ayam goreng yang lumayan besar dan sudah buka beberapa cabang di luar kota.

Apapun yang diminta Nadine, Yuda selalu menurutinya. Jalan-jalan, salon, bahkan menginap di hotel setiap hari besar. Namun, Nadine tidak diberikan jatah bulanan karena semua uang dipegang oleh Yuda.

Dia hanya diberikan kartu kredit yang bisa dipakai sepuasnya. Sedangkan kebutuhan dapur akan tersedia setiap bulan.

"Apapun akan aku lakukan agar kamu bahagia, Sayang," ucap Yuda dengan tatapan penuh cinta.

"Makasih, ya, Mas. Aku beruntung banget memiliki suami seperti kamu." Nadine mengusap punggung tangan suaminya. Namun, ada yang berbeda dari raut wajahnya yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu namun dia ragu.

"Ada apa, Sayang? Kalau kamu menginginkan sesuatu, katakan saja padaku," ucap Yuda sambil mengusap pipi Nadine.

"Mas, apa boleh bulan ini aku ke rumah Ibuk. Sudah hampir setahun aku nggak ketemu Ibuk. Padahal jarak ke rumah Ibuk hanya lima jam aja," ucap Nadine dengan penuh hati-hati.

Seketika raut wajah Yuda langsung berubah. Bahkan dia langsung menarik tangannya dari genggaman Nadine.

"Kamu ngapain ngomong kayak gitu lagi. Aku kan udah bilang kalau kamu boleh ketemu Ibu kamu setiap lebaran aja. Apa kamu nggak bisa nunggu dua bulan lagi?"

"Tapi aku kangen sama Ibuk, Mas. Ayolah, antarkan aku ke sana sekali saja." Nadine mendekati sang suami yang terlihat menghembuskan nafas kasar.

"Nadine, apa kamu itu lupa ya dengan apa yang Ibu kamu lakukan padaku dulu? Kamu inget, nggak, selama tiga tahun kita pacaran, orang tua kamu sama keluarga besar kamu nggak pernah merestui kita hanya karena aku bukan pegawai tetap yang memiliki gaji tetap. Kamu nggak inget waktu dulu, mereka mau menjodohkan kamu dengan orang-orang kaya saking mereka nggak setuju sama aku? Gara-gara kita LDR karena aku ke Malaysia nyari modal buat nikahin kamu, mereka gunakan kesempatan itu untuk menjodohkan kamu dengan orang lain!"

"Mas, itu kan udah lama. Lagian aku nggak mau, kok. Aku tetap setia sama kamu."

"Udahlah, Din, aku nggak mau ketemu sama keluarga kamu yang matre itu."

"Mas, kan sekarang mereka udah berubah. Mereka udah suka sama kamu."

"Ya jelas mereka setuju sama aku. Kan aku udah bahagiain kamu. Aku kasih kamu rumah, mobil, dan mencukupi hidup kamu. Dulu aja waktu susah di hina! Sekarang udah sukses dipuja-puja." Yuda lagi-lagi menggerutu pada Nadine yang tak bisa berkata-kata lagi.

Memang, keluarga Nadine sangat dekat. Nadine juga sempat kuliah dan bekerja selama beberapa tahun sampai akhirnya resign sejak melahirkan anak pertamanya.

Dan dikarenakan Nadine kuliah, keluarganya ingin Nadine mendapatkan pendamping hidup yang memiliki pekerjaan bagus. Nanun, pilihan hati Nadine jatuh pada seorang pria penjual es kopi. Keluarganya jelas menentang hubungan mereka karena dirasa tidak pantas untuk Nadine.

Ibu Nadine berkata bahwa Nadine berhak mendapatkan pendamping yang bisa memberinya kehidupan lumayan karena selama hidupnya, Nadine adalah anak yang dimanja dan segala keperluannya dipenuhi oleh orang tuanya.

Orang tua Nadine termasuk orang yang berekonomi lumayan. Ayahnya pensiunan PNS, demikian juga dengan ibunya.

"Maka wajar jika Ibuk mau kamu nikah sama orang yang mapan, Din. Ibuk nggak mau kamu hidup susah. Ibuk gak rela kamu diajak susah. Orang tua mana sih yang nggak mau anaknya hidup seneng. Ibuk nggak minta uang kamu. Ibuk cuma mau kamu hidup dengan berkecukupan. Ibuk aja ngerawat kamu dari kecil kayak tuan putri, masa kamu harus hidup susah sama orang yang ketemu kamu pas udah gede, udah kerja, malah ngajak hidup susah!" Begitulah ucapan sang ibu saat Nadine mengatakan jika pekerjaan pacarnya adalah penjual es kopi.

"Tapi, Buk, Mas Yuda itu baik. Dia juga pekerja keras."

"Nadine, kamu mau bernasib kayak adik sepupu kamu? Tante Lita udah kuliahin dia tinggi-tinggi. Eh, tau-tau nyari suami yang gajinya cuma sejuta sebulan. Dan sekarang kamu lihat, dia hidup sengsara karena suaminya dipecat. Dia kerja banting tulang sendirian dan suaminya yang nggak berguna itu enak-enakan di rumah!"

"Aku tau, Buk. Itu kan karena dia aja yang bodoh nyari suami modal tampang."

"Ya makanya kamu jangan ikut-ikutan juga!"

"Terserahlah, Buk. Yang penting aku cinta sama Mas Yuda!"

Namun, Yuda yang mengetahui jika hubungannya ditentang karena ekonominya yang tidak bagus berusaha bangkit dan pergi ke negara Malaysia. Mencari uang untuk modal menikah dengan Nadine karena orang tuanya pasti meminta uang yang banyak.

Akan tetapi, saat di perantauan, orang tua Nadine dan keluarga besarnya berupaya menjodohkan Nadine dengan beberapa pria yang dikenalkan padanya. Nadine yang sangat cantik tentu menjadi pemikat para pria itu. Namun, sekalipun Nadine tidak pernah menanggapi mereka karena dia hanya setia pada Yuda.

Hingga setelah Yuda pulang, dia pun langsung melamar Nadine dengan uang hasil kerjanya. Keluarga Nadine tidak bisa menolak karena mereka tidak bisa mencegah keinginan Nadine.

Setelah menikah, Nadine langsung diboyong ke luar kota oleh sang suami dan mereka membuka gerai es kopi yang lebih besar dengan fasilitas yang lebih bagus.

"Memang, awal-awal usaha mereka tidak begitu bagus karena banyak sekali rintangannya. Berhutang ke bank untuk memperbesar usahanya.

Pernah sekali Yuda meminta bantuan orang tua Nadine untuk memberikan pinjaman ke mereka. Nadine disuruh menelpon orang tuanya untuk menggadaikan sertifikat PNS mereka untuk membantu memberi tambahan modal ke usaha mereka. Namun, Ibu Nadine menolak karena tak ingin jika dia yang akan direpotkan ketika Yuda dan Nadine tak bisa membayar.

Awalnya Yuda mengerti. Namun, saat mendengar jika adik Nadine yang juga sudah menikah diberikan pinjaman modal dari menggadaikan sertifikat PNS ibunya, Yuda pun marah pada Nadine dan mengatakan jika orang tuanya pilih kasih.

Dan pernah juga, saat Ibu Nadine menjual sepetak tanahnya, hanya adik Nadine saja yang diberi, sedangkan Nadine tidak. Inilah yang membuat Yuda menyimpan dendam pada orang tua Nadine, terutama ibunya. Menurutnya, kalau mertuanya menjual sesuatu, harusnya jangan satu anak saja yang diberi, tapi anaknya yang lain juga.

Sifat yang keras

Malamnya, Nadine terlihat memandangi kalung tersebut. Sangat indah dan terlihat mahal.

"Duh, cantik banget istriku. Ayo, foto dulu," ucap Yuda sambil memotret sang istri.

Beberapa kali jepretan, terlihat hasil yang bagus. Yuda langsung membagikan foto tersebut ke akun miliknya dan menandai akun sang istri.

[Hadiah buat istriku yang baik.]

Begitulah caption yang ada pada unggahan itu. Banyak sekali orang-orang yang menyukai postingan itu dan tak sedikit yang berkomentar dengan mengatakan bahwa sang istri memang cantik.

"Kok di-posting, Mas? Aku nggak suka lho, nanti disangka pamer," ucap Nadine dengan tatapan ragu.

"Udah, kamu nurut saja, Sayang. Biar keluarga kamu lihat kalau aku bisa bahagiakan kamu."

Nadine hanya diam mendengar ucapan Yuda. Lagi-lagi sang suami melakukan hal yang membuat Nadine kecewa. Dia selalu saja memposting semuanya ke sosial media. Jalan-jalan, tidur di hotel, bahkan saat makan enak di restoran.

"Mas, keluarga aku sekarang kan udah baik sama kamu. Kalau kita datang, mereka pasti menyambut kita dan memuji kamu, apa itu semua nggak cukup, Mas?"

"Nadine, kamu mau menuruti ucapan suami kamu atau enggak?" Yuda melayangkan tatapan dinginnya pada Nadine hingga wanita cantik itu lagi-lagi menunduk takut.

Inilah hal yang tak bisa dilakukannya pada sang suami, yaitu membantah. Dia selalu saja menuruti ucapan sang suami karena watak suaminya yang sangat keras. Dia harus menuruti atau akan terjadi pertengkaran yang hanya membuat hatinya sedih.

"Maaf, Mas."

"Oh, ya, tiga hari lagi kita nginep di rumah orang tua aku ya. Soalnya saudara Mama mau nikahin anaknya."

"Beneran, Mas? Jadi aku boleh sekalian nengokin Ibuk?" tanya Nadine dengan tatapan mata berbinar-binar. Kebetulan rumah orang tuanya dan mertuanya hanya berjarak tiga puluh menit saja.

"Ya, tapi sebentar aja. Aku tungguin kamu."

"Hah? Kok ditungguin, Mas? Mas di rumah Mama aja, biar aku di rumah Ibuk. Sehari aja aku nginep di rumah Ibuk, Mas."

"Kalau aku bilang nggak boleh, ya nggak boleh! Kamu ngerti, nggak sih?"

Ucapan Yuda membuat Nadine kembali menundukkan kepalanya. Dia tak mampu lagi melawan karena keputusan Yuda tak bisa diganggu gugat.

Yuda pun pergi ke kamar dan memberikan kembali ponsel Nadine. Anak Nadine yang bernama Ayuna sedang tidur di kamarnya sehingga dia hanya sendiri di ruang tamu rumah itu.

Ayuna sudah berusia tiga tahun. Sedang aktif-aktifnya dan lucu-lucunya.

"Kalau di pesta keluarga kamu, pasti kamu sempet-sempetin pulang. Giliran keluarga aku, kamu pasti nggak mau," ucapnya sambil menyeka sudut matanya yang basah.

Tingg Tingg Tingg. Terdengar suara ponsel yang berdering. Saat dilihat, ternyata itu adalah panggilan video dari orang tuanya.

Cepat-cepat Nadine mengangkat panggilan video itu dan tersenyum senang.

"Halo, Buk," ucapnya sambil tersenyum lebar.

[Halo, Sayang. Lagi apa? Mana cucu Ibuk?]

"Ayuna udah tidur, Buk."

[Gimana kabar kamu, Nak? Kapan kamu pulang ke sini?]

"Beberapa hari lagi, Buk."

[Mana Yuda?]

"Aku di sini, Buk. Ibuk apa kabar?"

Tiba-tiba saja Yuda datang dan duduk di samping Nadine dan tersenyum pada orang tua Nadine.. Sangat berbeda dari sikapnya pada Nadine tadi.

[Baik, kalian gimana?]

"Baik, Buk. Oh ya, kami mau keluar nih, nanti lagi teleponnya, ya."

[Oh iya, iya, hati-hati, ya, Nak. Jangan lupa Ayuna dibangunin dulu.]

Panggilan pun mati. Membuat Nadine sangat kecewa pada sang suami yang tak pernah memberi cela padanya untuk mengobrol.

Curi waktu

Nadine sedang menemani sang anak yang sedang tidur siang saat dering ponselnya berbunyi. Terlihat ternyata panggilan itu berasal dari ibunya.

Dia pun melihat bahwa Yuda belum pulang dari gerai es kopinya. Ini adalah kesempatan baginya untuk mengobrol dengan kedua orang tuanya.

"Halo, Buk, Assalamualaikum," ucap Nadine sambil mengangkat ponselnya.

[Nak, boleh Ibuk video call?]

"Boleh, Buk."

Panggilan pun beralih menjadi panggilan video. Di sana menampilkan ibunya yang sedang berbaring dengan wajah sedikit pucat.

"Lho, Ibuk sakit?" tanya Nadine dengan tatapan khawatir.

[Nggak, Nak, cuma pusing aja.]

"Kenapa, Buk? Apa Ibuk memikirkan sesuatu?"

[Enggak, Nak. Ibuk cuma pusing sedikit aja, kok.]

"Ini pasti karena Via nggak bayarin angsurannya bulan ini, kan, Buk?"

Ucapan Nadine membuat sang ibu terkejut. [Enggak, Nak, bukan karena itu.]

"Ibuk jangan bohong sama aku. Aku tahu kok kalau Via dan suaminya nggak bisa bayarin hutang ke bank dan terpaksa Ibuk yang bayar pakai gaji pensiun Ibuk."

Ibunya terdiam hingga akhirnya menitihkan air matanya.

[Maafin Ibuk, ya, Din. Ibuk nggak dengerin kamu. Sekarang Via lagi ada masalah sama suaminya. Suaminya belakangan marah-marah dan pergi ke rumah ibunya. Jadi, Via nggak punya banyak pemasukan karena nggak dibantu suaminya.]

"Ya Allah, kasian banget Ibuk. Angsurannya kan satu bulan gaji pensiunan Ibuk. Sedangkan gaji Ayah untuk kebutuhan hidup dan cicilan Ibuk."

[Udah, nggak papa, Nak. Jangan pikirin Ibuk. Doakan aja semoga Ibuk sehat.]

"Iya, Buk. Maafin aku belum bisa jengukin Ibuk. Nanti kalau aku sama Mas Yuda pulang, aku akan ke rumah Ibuk buat nengokin Ibuk."

[Alhamdulillah, kamu nginep, kan, Nak?]

"Emm, enggak, Buk."

[Pasti Yuda yang nggak bolehin, kan?]

"Maafin Nadine, ya, Buk."

[Ibuk ngerti. Tapi, apa kamu nggak bisa bilangin dia supaya jangan terlalu posesif sama kamu? Kenapa, ya, kok sepertinya Yuda nggak suka lama-lama di sini?]

"Mungkin dia cuma nggak betahan aja orangnya, Buk. Maafin aku, ya, Buk."

[Kamu nurut banget ya sama Yuda, Nak? Apapun yang dia bilang kamu selalu nurut. Apa kamu tahu terlalu penurut juga tidak baik? Apalagi suamimu Sepertinya egois. Dia orang yang keinginannya harus diikuti.]

"Udahlah, Buk. Yang penting Mas Yuda sayang sama aku. Dia mencukupi semua kebutuhanku. Ini kan yang Ibuk mau?"

[Memang ini yang Ibuk mau, Nak. Kamu hidup berkecukupan. Tapi, bukan berarti dia harus mengambil kamu dari Ibuk. Masa Ibuk mau ketemu anak Ibuk aja nggak boleh lama-lama? Padahal kan Ibuk yang melahirkan kamu. Ibuk yang melahirkan jodoh dia. Apa dia nggak mikir, tanpa Ibuk, dia nggak akan ketemu jodohnya!] Tampak bulir bening keluar dari mata sang ibu.

"Buk, udah, Buk. Aku nggak mau berdebat karena ini." Nadine juga menangis. Dia sendiri pun bingung dengan kehidupannya. Di satu sisi, dia sangat mencintai keluarganya, tapi di sisi lain, dia juga mencintai suaminya.

[Maafin Ibuk, Din. Udah dulu, ya. Denger kabar kamu sehat aja Ibuk udah seneng. Titip salam buat Yuda dan Ayuna, ya.]

"Iya, Buk. Ibuk cepet sembuh, ya."

Panggilan pun mati. Nadine hanya bisa menyeka sudut matanya yang basah. Dia tak bisa terlihat seperti ini atau suaminya akan tahu bahwa dia sudah mencuri waktu untuk berbicara dengan ibunya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!