Bab 1
Seorang gadis cantik dengan gaun pengantin berwarna putih nan indah nampak tengah terlelap di sebuah kamar kamar megah di dalam Mansion mewah. Gadis itu perlahan membuka mata sembari mengusap-usap kepalanya yang pening.
Gadis itu nampak linglung dan bingung begitu ia menyadari ruangan asing yang saat ini tengah ia tempati. "Tempat apa ini?" gumam gadis bernama Brisa Anastasia Fidden itu.
Brisa bangkit dari ranjang empuknya dan mencoba memeriksa sekeliling ruangan yang baru pertama kali ia kunjungi itu. "Bagaimana aku bisa berada di sini?"
Brisa berjalan ke sudut ruangan dan tanpa sengaja melewati cermin besar yang terpanjang di dalam kamar itu. Gadis itu membelalakkan mata saat ia melihat dirinya sendiri dalam balutan gaun pengantin.
"A-apa ini? Baju apa yang aku kenakan saat ini?" pekik Brisa terkejut bukan main.
Entah apa yang terjadi sebelumnya, tiba-tiba gadis itu sudah terkurung di dalam ruangan yang tidak ia ketahui dengan mengenakan pakaian yang seharusnya tidak ia kenakan. "Siapa orang gila yang memakaikan gaun pengantin padaku? Memangnya siapa yang mau menikah?"
Brisa masih syok dan mencoba menenangkan dirinya sejenak. Gadis itu mencoba mengingat-ingat kembali apa yang ia lakukan sebelumnya hingga akhirnya Brisa berada di ruangan tersebut dengan pakaian yang tak biasa.
"Tunggu dulu! Bukankah tadi aku sedang dalam perjalanan menemui klien?" gumam Brisa perlahan sudah bisa mengingat kejadian sebelum ia berakhir di ruangan itu.
Seharusnya Brisa saat ini berjumpa dengan klien designer yang sudah membuat janji dengannya. Tapi di tengah perjalanan, Brisa bertemu dengan pria asing yang menyergap dirinya hingga membuat gadis itu tidak sadarkan diri. Setelah Brisa bangun, tiba-tiba saja gadis itu sudah dalam keadaan seperti ini.
Di tengah kebingungan gadis itu, tiba-tiba pintu ruangan tersebut terbuka dan seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu.
"Nona sudah sadar?" sapa wanita paruh baya berusia 50 tahun bernama Lusi itu.
Brisa menatap Lusiana dengan penuh waspada saat wanita itu menghampiri dirinya. "Siapa kamu?"
Wanita paruh baya itu tersenyum pada Brisa. Sepertinya wanita itu tidak memiliki maksud buruk pada Brisa.
"Saya kepala pelayan di mansion ini, Nona. Panggil saja saya Lusi." Wanita itu bahkan berbicara dengan sopan pada Brisa.
"Apa saat ini aku sedang diculik? Ini pasti penculikan, kan? Aku pasti sedang diculik dan disekap di tempat ini, kan?" batin Brisa mulai panik.
Tubuh Brisa mulai gemetaran, mengira dirinya akan disakiti saat dibawa ke tempat tersebut. "A-apa yang kamu inginkan dariku? Aku tidak punya uang! Ginjal aku juga tidak sehat!" ujar Brisa dengan suara bergetar.
Lusi kembali tersenyum. "Nona tenang saja. Kami tidak memiliki niat buruk pada Nona."
"Kalau begitu kenapa kamu membawaku kemari? Tidak bisakah kalian membawa seseorang dengan cara yang lebih sopan? Aku sangat sibuk hari ini! Aku harus menemui klien! Kenapa aku tiba-tiba berada di tempat seperti ini? Aku juga tidak mau memakai gaun rempong ini! Apa kamu juga yang mengganti pakaianku? Di mana pakaianku sekarang?"
Brisa mulai membuat kehebohan. Gadis dengan jiwa pemberontak itu memang suka sekali membuat keributan.
"Tentang, Nona. Nona tidak perlu khawatir. Nona aman berada di sini."
Brisa terdiam sejenak, kemudian menatap Lusi dengan seksama. "Aku bisa pergi sekarang, kan? Aku bisa pergi dari sini, kan?" batin Brisa.
"Aku tidak punya urusan di tempat ini! Aku harus pergi!"
Sayangnya Lusi langsung menghadang Brisa yang hendak keluar dari kamar tersebut. "Lebih baik Nona beristirahat saja hari ini. Saya akan membantu Nona dan melayani Nona di mansion ini. "
"Kenapa aku harus dilayani olehmu? Aku saja tidak kenal siapa kamu!"
"Tentu saja saya harus melayani Nona, karena Nona adalah pengantin dari Tuan Adam."
Brisa hampir saja pingsan begitu ia mendengar perkataan pelayan itu. Pengantin dari mana? Pacar saja bisa tidak punya. Sejak kapan gadis itu memiliki calon suami dan membuat rencana untuk menikah?
"Pengantin?" tanya Brisa sembari tertawa kecil. Gadis itu mengira Lusi sedang bergurau dengannya.
"Kamu ingin bilang kalau aku akan menikah dengan pria bernama Adam? Itulah kenapa aku mengenakan gaun pengantin sekarang? Kamu pasti bercanda!" cetus Brisa. "Aku bahkan tidak kenal siapa itu Adam!" seru Brisa.
Sayangnya, Lusi juga hanya menganggap perkataan Brisa sebagai candaan. "Saya mengerti kalau kejutan dari Tuan membuat Nona shock. Nona tidak perlu malu begitu," sahut Lusi.
"Tuan Adam saat ini sudah resmi menjadi suami Nona," sambung Lusi.
"S-suami?" Lutut Brisa mulai lemas begitu ia mendengar kata "suami". Bulu kuduknya langsung merinding.
"Suami dari Hongkong? Sejak kapan aku menikah dengan seorang pria?" jerit Brisa dalam hati.
"T-tunggu sebentar! Sepertinya ada kesalahan di sini. Aku tidak kenal dengan pria bernama Adam. Dan aku juga tidak mempunyai rencana untuk menikah dengan pria yang bernama Adam. Sudah jelas? Aku bukan pengantin siapa pun! Jadi tolong biarkan aku pergi sekarang!" pinta Brisa.
Lusi tak menggubris sedikitpun penjelasan Brisa. Wanita paruh baya itu tidak akan membiarkan Brisa melangkahkan kaki ke luar Mansion. "Nona, saya akan membantu Nona membersihkan diri. Makan malam sekarang juga sedang disiapkan."
Brisa dibuat makin frustasi. Gadis itu sudah mengatakan berulang kali kalau dia bukan pengantin Adam dan dia tidak mengenal Adam. Tapi perkataannya tidak didengarkan oleh siapa pun.
"Jadi siapa yang membawaku kemari? Apa pria yang bernama Adam itu? Di mana orangnya sekarang? Suruh dia kemari sekarang!" perintah Brisa.
"Nona bisa menemui suami Nona nanti," goda Lusi pada Brisa.
"Aku tidak sedang bercanda! Aku harus meluruskan kesalahpahaman ini!"
Gadis itu terus mengoceh selama Lusi melayani dirinya. Brisa akhirnya menghentikan ocehannya begitu ia melihat pelayanan mewah yang ia dapatkan di mansion tersebut. Brisa tak henti-hentinya membelalakkan mata saat ia melihat interior mewah di setiap ruangan mansion. Gadis itu juga dibuat melongo sangat ia melihat meja makan megah yang dipenuhi dengan puluhan piring hidangan mewah yang sudah disajikan untuknya.
"Rumahnya megah sekali! Langit-langit rumahnya sangat tinggi! Tiang rumahnya sangat besar! Perabot rumahnya juga kelihatan mahal," oceh Brisa dalam hati.
"Apa ini menu untuk presiden?" batin Brisa.
"Silakan, Nona!"
"Ini semua untukku? Aku boleh memakan semuanya?" tanya Brisa.
"Tentu saja, Nona."
Brisa nampak kegirangan saat ia disuguhi banyak makanan secara cuma-cuma. "Siapa sebenarnya Adam ini? Kenapa dia menculikku ke tempat ini dan melayaniku seperti ratu begini? Apa dia benar-benar mengira kalau aku adalah pengantinnya?" batin Brisa.
Selama menikmati makanan, Brisa tak henti-hentinya bertanya tentang Adam. Namun, sayangnya gadis itu tidak mendapatkan jawaban yang ia inginkan.
"Kenapa pria bernama Adam itu tidak ada di sini? Kapan aku bisa melihatnya? Kapan dia akan pulang ke sini?" tanya Brisa berulang kali pada Lusi.
"Nanti juga Nona akan memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Tuan."
Untuk sementara waktu, Brisa pun memutuskan untuk bertahan di Mansion tersebut sembari mengamati situasi. Toh, gadis itu juga bisa hidup enak dengan menikmati fasilitas dari pria bernama Adam.
"Adam ... siapa kamu sebenarnya? Kenapa aku bisa menjadi pengantinmu?" batin Brisa.
****
Bab 2
Brisa menatap isi lemarinya di kamar mansion Adam dengan mata berbinar. Untuk pertama kalinya, Brisa bisa mempunyai banyak koleksi barang-barang mahal yang tak pernah ia miliki sebelumnya.
"A-apa aku boleh memakai semua barang-barang ini?" tanya Brisa pada Lusi.
"Tentu saja, Nona. Semua benda yang ada di ruangan ini adalah milik Nona."
Brisa langsung bersorak girang dalam hati. Gadis itu benar-benar dilayani bak seorang putri.
Tidak hanya bisa menikmati fasilitas mewah, Brisa juga dapat melakukan banyak hal yang ia mau dengan kekayaan dan kemewahan yang diberikan oleh Adam padanya. Brisa benar-benar diperlakukan sebagai Nyonya Adam.
Wanita itu tidak hanya mendapatkan banyak barang mewah, tapi Brisa juga bisa menggunakan uang yang ditinggalkan oleh Adam yang tentunya jumlahnya tidak sedikit.
"Apa aku bisa menggunakan kartu-kartu ini untuk berbelanja juga?" tanya Brisa dengan penuh harap.
Lusi tersenyum pada Brisa sembari menganggukkan kepala. Rasanya ingin sekali Brisa bersujud di lantai saat ini juga. Entah keberuntungan apa yang didapatkan oleh gadis itu, hingga Brisa tiba-tiba bisa menjadi nona muda hanya dalam waktu semalam.
"Astaga, mimpi apa aku semalam? Apa aku bermimpi tertimpa durian?" batin Brisa masih tak percaya dengan keberuntungan yang ia peroleh saat ini.
Jika begini keadaannya, tentunya Brisa rela menjadi seorang pengantin, meskipun ia tak mengenal mempelai prianya. "Apa aku boleh keluar jalan-jalan hari ini?" tanya Brisa pada Lusi.
"Tentu saja, Nona. Nona bisa menggunakan mobil mana pun yang Nona mau. Ada sopir yang akan mengantarkan nona bepergian."
Brisa langsung melonjak kegirangan dan segera berganti pakaian dengan gaun cantik yang ia inginkan. Begitu keluar dari kamar, gadis itu pun langsung disambut oleh banyak pelayan yang menyanjung dirinya.
"Selamat pagi, Nona!" ucap semua pelayan pada berita setiap kali berpapasan dengan gadis yang sudah menjadi nyonya rumah di mansion itu.
"Selamat pagi!" sahut Brisa dengan suara yang lembut nan anggun.
Gadis itu nampak senang sekali menikmati perannya sebagai nona muda kaya. Maklum saja, Brisa sebelumnya hidup susah bersama dengan keluarga yang tidak memberikan kehangatan padanya.
Sebelum terjebak di mansion Tuan Adam, Brisa hanyalah seorang gadis tanpa daya yang diperlakukan sebagai babu di rumahnya sendiri dan tidak pernah dibela oleh Papa Loam. Hidup gadis itu penuh dengan tekanan. Brisa hidup dalam ketidakadilan bersama dengan keluarga yang tidak pernah menganggap dirinya sebagai putri yang berharga.
"Kalau aku masih tinggal di rumah Papa Loam, mana mungkin aku bisa mendapatkan semua ini?" gumam Brisa mengingat kembali dengan kehidupan sebelumnya yang cukup menyedihkan.
"Jika Cheryl melihatku memakai pakaian ini, dia pasti akan langsung merebutnya," oceh Brisa mengenang hidupnya selama tinggal di rumah Papa Loam.
Brisa mempunyai satu orang saudara tiri bernama Cheryl. Cheryl adalah anak dari mama tiri Brisa dan juga papa kandung Brisa. Setelah Papa Loam menikah dengan ibunya Cheryl, Loam sibuk mengurus istri barunya dan juga Cheryl, hingga pria itu mengabaikan nasib putrinya sendiri.
Berulang kali gadis itu harus mengalah setiap kali Cheryl menginginkan barang-barangnya. Brisa hampir tidak memiliki apa pun karena ulah saudara tirinya yang menyebalkan itu. Ditambah lagi, setiap kali Cheryl merebut apa yang ia miliki, Papa Loam hanya akan diam dan membiarkan Cheryl bertingkah seenaknya pada Brisa.
"Lihat sekarang, Cheryl! Kamu pasti tidak punya barang-barang seperti yang aku kenakan saat ini, kan?" gumam berisa sembari membayangkan wajah cemburu Cheryl saat melihat tampilan Brisa saat ini yang sudah berbeda jauh.
Hidup Brisa sudah berubah 180 derajat. Dengan hidup barunya yang ia miliki saat ini, Brisa tidak akan bisa lagi diinjak-injak oleh keluarganya yang selalu menindas dirinya tanpa ampun.
"Hidupku di sini benar-benar berbeda. Aku tidak perlu bangun pagi untuk memasak dan bersih-bersih. Aku tidak perlu menerima teriakan orang-orang menyebalkan setiap hari. Aku bisa beristirahat dengan nyaman dan memakan makanan apapun yang aku inginkan." Brisa mulai mengambil sisi baik dari hidup baru yang ia jalani saat ini sebagai pengantin dari tuan Adam.
Meskipun awalnya ia tidak terima karena sudah diculik dan dibawa ke mansion itu secara paksa, tapi kali ini Brisa benar-benar bersyukur dirinya dibawa ke tempat di mana ia dijadikan sebagai ratu dan dilayani dengan baik setelah dirinya menghabiskan sisa hidupnya sebagai babu.
"Aku boleh pergi jalan-jalan keluar sebentar, kan? Aku pergi dulu, ya?" pamit bisa pada Lusi.
Gadis itu kembali melotot dengan mulut manga begitu ia melihat garasi kendaraan yang penuh dengan mobil mewah. "Apa aku boleh mengendarai salah satu dari mobil ini?" tanya Brisa pada sopir yang hendak menemani dirinya bepergian. "Kalau sampai terjadi apa-apa pada mobilnya, aku tidak akan dituntut, kan?"
Semua kemewahan yang ia dapatkan di tempat itu tak henti-hentinya membuat berita terkejut. Mulai dari bangunan megah, barang-barang mewah, hingga pelayanan ramah, semuanya bisa ia dapatkan dengan mudah.
"Silakan Nona! Saya akan mengantar Nona!" sahut sopir sembari membukakan pintu salah satu mobil yang akan dipakai oleh Brisa.
Gadis itu berjalan sembari mengangkat dagunya dan membusungkan dada. Brisa saat ini tidak perlu menundukkan kepala pada siapa pun lagi. Brisa saat ini bisa melakukan apa pun yang ia mau dengan segala kemudahan yang bisa ia nikmati.
"Kira-kira uang yang ada di kartu ini seberapa banyak, ya?" gumam Brisa sembari mengamati kartu-kartu yang ditinggalkan oleh Adam untuknya.
"Apa aku bisa membeli apa saja dengan kartu ini?"
"Nona ingin diantar ke mana?" tanya sopir pada Brisa begitu kendaraan mereka mulai melaju di jalanan raya yang padat.
Brisa terdiam sejenak dan mencoba memikirkan tempat mana yang bisa ia kunjungi. Karena gadis itu sempat teringat pada saudara tirinya, akhirnya berita pun meminta sopir untuk diantarkan ke rumah ayahnya.
"Jalan saja! Aku akan memberitahumu nanti!" sahut Brisa dengan senyum sumringah.
Gadis itu membuka tas branded yang ia bawa, kemudian mengeluarkan cermin kecil dari dalam sana. Wajahnya sendiri dalam kaca mini tersebut.
"Antingnya benar-benar bagus!" gumam Brisa sangat puas melihat dirinya mengenakan anting bagus yang ia dapatkan di kamarnya. Gadis itu memakai semua barang branded yang ada di kamarnya sekaligus perhiasan cantik yang juga tersimpan di sana.
Mulai dari anting, kalung hingga cincin, gadis itu terlihat seperti toko emas berjalan. Tak hanya perhiasan, mulai dari pakaian hingga sepatu, semua barang yang dikenakan oleh Brisa pun juga bukan barang murah.
"Jika Cheryl melihat semua ini, dia pasti akan menangis!" seru Brisa sudah tak sabar ingin melihat wajah kesal dari saudara tirinya saat ia muncul di rumah nanti.
Ya, gadis itu ingin pulang ke rumah hanya untuk merendahkan keluarganya yang saat ini tengah dalam kondisi terpuruk. Brisa ingin menunjukkan pada keluarganya, kalau gadis itu saat ini hidup makmur tanpa mereka.
Brisa tidak menyesal sudah keluar dari rumah. Bahkan saat gadis itu memutuskan untuk pergi pun, Papa Loam tidak berusaha mencegah dirinya. Dan setelah meninggalkan keluarganya, kini Brisa bisa mendapatkan kehidupan baru yang lebih menyenangkan.
"Berhenti di sini saja!" ucap Brisa pada sopir begitu kendaraan yang ia tumpangi sudah berdiri di depan rumahnya.
Brisa keluar dari mobil dan bersiap untuk menyapa saudara tirinya yang saat ini tengah mengintip dari jendela. "Mama, sepertinya ada tamu yang datang. Ada orang yang memberhentikan mobil mewahnya di depan rumah," ujar Cheryl pada Mama Maya.
"Siapa yang datang?"
Ibu dan anak itu pun mengintip dari jendela dan membelakan mata begitu ia menatap gadis muda yang keluar dari kendaraan mewah tersebut. "Apa Mama tidak salah lihat?" Mama Maya terkejut bukan main begitu ia melihat gadis yang nampak familiar.
****
Bab 3
Brisa melempar senyum sumringah begitu gadis itu berdiri di depan pintu rumah Papa Loam. Cheryl dan juga Mama Maya segera membuka pintu untuk melihat kedatangan Brisa.
"Siapa ini tamu tidak tahu diri yang datang?" sinis Cheryl pada Brisa yang melempar senyum penuh ledekan padanya.
"Untuk apa kamu pulang kemari? Kamu ingin mengemis karena kamu menjadi gembel di luar sana?" seru Mama Maya pada Brisa.
Meskipun mulut mereka mengatakan hinaan dan cibiran, tapi sebenarnya mata mereka tengah fokus dengan barang-barang yang dikenakan oleh Brisa saat ini.
"Sialan! Apa yang dilakukan oleh gadis ini? Kenapa dia memakai perhiasan banyak sekali? Kenapa dia memakai barang-barang branded mahal yang tidak bisa aku beli?" gerutu Cheryl dalam hati.
"Aku kebetulan lewat sini tadi. Jadi aku memutuskan untuk mampir sebentar," sahut Brisa tidak menghiraukan sedikitpun tatapan sinis dan juga perkataan ketus dari ibu tiri serta saudara tirinya yang menyebalkan itu.
"Mampir? Kamu masih ingat pulang juga?" cibir Mama Maya. "Kalau sudah pergi, ya sudah pergi saja sana! Kamu sendiri memilih untuk minggat, kan? Aku tidak peduli jika kamu tidur di kolong jembatan saat ini."
Mama Maya sengaja melontarkan perkataan-perkataan kejam pada Brisa karena wanita paruh baya itu kesal melihat penampilan Brisa yang berbalut barang-barang mahal. "Dari mana anak miskin ini bisa membeli banyak perhiasan? Ke mana saja dia perginya selama ini, hingga pulang bisa membawa barang-barang mewah seperti ini?" batin Mama Maya juga ikut penasaran.
"Mama tenang saja. Aku kemari bukan untuk mengemis," sahut Brisa tetap tenang di tengah gempuran hinaan yang saat ini menyerang.
"Lalu untuk apa? Pergi saja dari sini kalau kamu tidak mempunyai keperluan!" seru Cheryl.
"Brisa sialan! Kenapa dia bisa mengenakan gaun semahal ini?" batin Cheryl jengkel sekaligus cemburu pada barang-barang yang dimiliki oleh saudara tirinya itu.
"Aku hanya ingin tahu bagaimana kabar keluargaku. Aku juga hanya ingin memberikan kabar tentangku pada kalian. Kalian pasti juga penasaran dengan kehidupanku setelah keluar dari rumah ini kan?" cetus Brisa dengan sombongnya.
Memang inilah tujuan Brisa pulang ke rumah. Gadis itu ingin memamerkan kehidupan mewah yang saat ini ia rasakan dan juga menunjukkan sikap angkuhnya pada orang-orang yang selama ini sudah menginjak-injak harga dirinya.
"Aku boleh masuk ke dalam, kan? Rumah ini masih rumah papaku!" Brisa langsung menerobos masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa ruang tamu tanpa menunggu untuk dipersilakan.
"Siapa yang menyuruh kamu masuk? Keluar sekarang juga!" usir Mama Maya pada Brisa.
"Mama sudah lama tidak bertemu denganku, kan? memangnya Mama tidak rindu padaku? Mama sudah kehilangan pembantu gratis yang rajin seperti aku, kan? Setelah aku pergi, apa Mama tidak kesulitan mengurus rumah ini sendirian?" cibir Brisa sengaja meledek sang ibu tiri.
"Rindu apanya? Hanya orang gila yang akan merindukan anak menyebalkan sepertimu! Kamu tidak pernah diharapkan di rumah ini! Lebih baik kamu tidak perlu kembali!" tukas Mama Maya.
Brisa sudah terbiasa menerima kata-kata kejam dari ibu tiri dan juga saudara tirinya. Tapi Brisa tahu, jika kata-kata kejam yang saat ini dilontarkan padanya memiliki maksud lain. Mama Maya dan Cheryl sengaja mencibir dan menghina Brisa tanpa ampun untuk menutupi rasa iri mereka pada Brisa yang tampil berbeda saat ini.
"Mama tidak perlu berbicara sekasar itu padaku. Aku juga tidak berencana ingin kembali ke rumah reyot ini," ledek Brisa.
Cheryl mengepalkan tangan kuat-kuat dengan amarah di hatinya yang semakin membara. "Rumah reyot? Memangnya kamu sendiri tinggal di mana? Kamu tinggal di istana, hah? Aku tebak kamu pasti hanya tinggal di kamar kecil yang penuh dengan kecoa!" ketus Cheryl.
Tentu saja gadis itu tidak benar-benar berpikir demikian. Mengingat Brisa saat ini telah mengenakan banyak barang mewah, Cheryl mulai berpikir jika saudara tirinya itu saat ini sudah hidup enak.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada Brisa? Tidak mungkin kehidupannya bisa berubah secepat ini, kan? Jelas-jelas dia tidak membawa apa pun saat keluar dari rumah. Harusnya Brisa menjadi gembel di luar sana, kan?" batin Cheryl.
Mama Maya dan Cheryl makin jengkel melihat Brisa yang terus membalas cibiran mereka dan menunjukkan keangkuhan. Ibu dan anak itu makin dibuat kebakaran jenggot karena rasa iri yang semakin menumpuk.
"Kalian benar-benar berpikir aku menjadi gelandangan di luar sana?" tanya Brisa sembari mengusap-usap cincin berlian yang tersemat di jemarinya.
"Brisa sialan! Dia datang kemari hanya ingin pamer saja?" geram Cheryl dalam hati.
"Kamu datang ke sini dengan penampilan norak seperti ini hanya untuk pamer? Kamu pikir kamu bisa membuatku iri? Kamu pikir aku menginginkan barang-barang murah yang kamu kenakan sekarang?" sentak Cheryl pada Brisa.
Brisa tersenyum pada Cheryl sembari memamerkan tas yang ia bawa. "Ini memang hanya barang murah. Untuk apa juga aku memamerkannya padamu?"
Brisa tertawa puas. Gadis itu sudah berhasil membuat ibu dan saudara tirinya kepanasan.
Karena sudah tak bisa menahan kesabaran lagi, Cheryl pun bangkit dari bangku dan bersiap untuk menghajar Brisa yang berani memamerkan banyak barang branded pada dirinya. Namun, sebelum gadis itu melakukan sesuatu pada berita, Papa Loam sudah muncul terlebih dahulu dari balik pintu.
Semua orang yang telah duduk di ruang tamu langsung menoleh ke arah Papa Loam yang baru saja kembali dari kantor. Pria paruh baya itu tentu terkejut melihat putrinya yang sudah pergi dari rumah, tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Brisa?"
Brisa dan Papa Loam saling beradu pandang. Sebenarnya gadis itu sangat rindu dengan ayahnya. Tapi untuk apa juga bisa merindukan orang yang tidak pernah menghargai keberadaannya?
"P-papa?"
"Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Papa Loam pada putrinya itu.
Belum sempat Brisa dan Papa Loam berbicara banyak, Cheryl sudah terlebih dahulu menyala dengan menghampiri ayahnya sambil merengek. "Papa! Untung Papa pulang sekarang! Lihat itu kelakuan anak Papa! Brisa sengaja pulang untuk pamer, Pa!" ujar Cheryl mengadu pada papanya.
"Mas, lihat itu kelakuan putri kamu! Putri kamu pulang kemari hanya untuk mencibir kami," imbuh Mama Maya sengaja membuat Brisa tersudut.
"Pa, lihat penampilan Brisa sekarang! Aku juga ingin perhiasan yang dimiliki oleh Brisa, Pa! Aku juga ingin tas yang dibawa oleh Brisa! Aku juga ingin sepatu yang dipakai oleh Brisa!" rengek Cheryl pada ayahnya bak anak kecil yang ingin meminta permen yang sama dengan anak lain.
Perkataan Cheryl hanya membuat kepala Papa Loam semakin pening. Keadaan perusahaannya sekarang masih carut-marut. Untuk apa juga Papa Loam menghabiskan uang demi membeli barang-barang tidak penting yang diinginkan oleh Cheryl?
"Jangan membuat Papa pusing! Kamu bukan anak kecil lagi, kan?" sentak Papa Loam pada putrinya itu.
Daripada mengurusi Cheryl, Papa Loam lebih tertarik untuk bertanya-tanya mengenai kabar putrinya yang sudah lama meninggalkan rumah. "Kamu baru muncul sekarang? Di mana kamu selama ini?" tanya Papa Loam pada Brisa.
"Aku masih hidup dan tinggal di kota ini. Aku tidak pergi jauh," sahut Brisa singkat.
"Lihat itu anak Papa! Brisa seharusnya menjadi gelandangan sekarang! Tapi Brisa justru bisa membeli perhiasan bagus dan juga barang-barang branded mewah! Aku juga ingin barang-barang yang dimiliki oleh Brisa, Pa! Jika Brisa saja bisa memilikinya, Papa pasti juga mampu membelikannya untukku, kan?" cetus Cheryl kembali membahas permintaannya pada Papa Loam.
Papa Loam mengamati penampilan Brisa dari ujung kepala hingga kaki. Semua yang dikenakan oleh Brisa adalah barang berkelas yang tentunya tidak murah harganya.
"Dari mana kamu mendapatkan semua barang-barang ini? Apa yang kamu lakukan di luar sana sampai kamu bisa membeli semua barang mahal ini?" tanya Papa Loam dengan sorot mata penuh kecurigaan.
****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!