Seorang gadis bernama Rosella Aina baru saja tiba di rumahnya yang sederhana. Dia membuka pintu gerbang yang catnya sudah mengelupas itu, lalu masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, sebab benda persegi panjang itu sudah terbuka.
Dia yakin rumahnya baru saja kedatangan tamu.
Sesaat senyum gadis itu mengembang, lalu sirna seketika ketika melihat ibunya sedang menangis sambil memeluk sang ayah.
Otak Aina langsung bekerja, menerka-nerka penyebab ibunya menangis. Sehingga dia langsung menghambur ke arah dua orang paruh baya itu.
"Ada apa ini, Bu? Kenapa ibu menangis? Apa sakit ayah kambuh lagi?" tanya Aina dengan suara yang terdengar cemas. Hanya itu ada yang di pikirannya sekarang, sebab sudah 5 bulan terakhir ayahnya sakit-sakitan dan terus-menerus keluar masuk rumah sakit.
Kedua orang tua Aina tertunduk dalam, seolah menunjukkan ketidakberdayaan.
"Maafkan ayah, Aina," jawab Bagaskara dengan suara lirih. Yang entah mengapa membuat perasaan Aina menjadi tak enak.
Aina mengangkat kepala hingga membuat tatapannya bertemu dengan netra kuyu itu. Dia ingin sebuah kejelasan mengapa ayahnya meminta maaf.
"Apa maksud Ayah berkata seperti itu? Ayah tidak punya salah pada Aina," ujar gadis berusia 20 tahun itu.
Mendengar pertanyaan putri bungsunya, seketika membuat hati Bagaskara semakin teriris, bahkan sang istri—Dina—semakin mengeluarkan air matanya.
"Tuan Erzan menginginkanmu, Aina. Dan semua ini salah ayah, karena ayah tidak berguna, akhirnya kamu menjadi tumbal," jelas Bagaskara dengan tergugu.
Deg. Jantung Aina berdebar lebih cepat dari biasanya. Dia bukan gadis bodoh yang tidak paham dengan apa yang disampaikan oleh Bagaskara.
Karena hutang yang menumpuk pada pengusaha yang dikenal duda kaya raya itu. Bagaskara harus merelakan putrinya sebagai alat untuk penebus hutang. Sebenarnya Bagaskara memiliki dua orang putri, yaitu Rena dan Aina, tetapi karena Rena sudah menikah.
Hanya Aina lah harapan satu-satunya yang dia punya. Tiga hari lagi Erzan meminta Aina untuk datang ke rumahnya, karena mereka akan menikah secepatnya.
"Ayah tidak serius 'kan? Ayah ingin Aina menikah dengan lintah darat?" jawab Aina dengan perasaan kalut.
"Ayah dan ibu juga tidak setuju, Aina. Tapi Tuan Erzan tidak memiliki toleransi. Setuju atau tidak, kamu harus menikah dengannya. Karena dia sendiri yang akan menjemputmu kalau kamu tidak segera datang!" timpal Dina dengan perasaan sedih. Sumpah demi apapun, andai Dina bisa, dia ingin melakukan apa saja untuk menebus hutang-hutangnya.
Akan tetapi Erzan tidak bisa dibantah. Dia hanya menginginkan Aina menjadi istrinya.
Air mata Aina langsung berlinang, dia tidak tahu harus berbuat apa. Karena dia yakin, kedua orang tuanya juga akan terkena imbasnya.
Ya, sepertinya yang bisa dia lakukan hanyalah pasrah.
Hingga akhirnya hari pernikahan itu tiba, tidak ada satu pun kebahagiaan yang muncul di hati Aina. Karena pernikahan penuh paksaan ini membuat batinnya tersiksa.
Bagaimana bisa dia tersenyum, sementara pria yang berdiri di sampingnya adalah sosok yang tak sedikitpun ada dalam daftar mimpinya.
Pria paruh baya yang lebih pantas menjadi ayah Aina. Karena Erzan memiliki umur tak jauh dari Bagaskara.
Melihat Aina yang terus-menerus melamun, membuat Erzan merasa jengah. Dia mencengkram erat pergelangan tangan Aina, hingga gadis itu menoleh.
Air muka Aina nampak memancarkan kesedihan yang mendalam. Dan Erzan tidak peduli akan hal itu.
"Tersenyumlah di depan semua orang atau kamu ingin aku melakukan sesuatu yang membuatmu menyesal?!" ancam Erzan dengan berbisik. Membuat tubuh Aina gemetar.
Aina hanya bisa patuh, dia mengangguk dan menarik semua air matanya yang nyaris jatuh.
Gadis cantik itu berusaha untuk tersenyum manis. Hingga semua orang yang melihatnya menyangka bahwa Aina bahagia dengan pernikahannya.
Namun, tiba-tiba kedua netra Aina menangkap sekelebat bayangan yang membuat dahinya mengerut. Aina ingin memastikan, tetapi ....
Tap!
Dengan cepat Erzan menggenggam pergelangan tangan Aina. "Tunjukkan senyummu seperti tadi, karena kita akan mengambil foto."
Lagi, Aina hanya sanggup menganggukkan kepala.
***
Halo gaes ada karya baru lagi nih, ini karya sesuai dengan tema lomba ya, jadi jangan ada yang menyangkut pautkan dengan dunia nyata🙏🙏🙏
Jangan lupa dukungannya, vote, like, komen dan bunga setaman💋💋💋
Salam anu👑
Setelah pesta pernikahan itu selesai, Erzan berencana untuk membawa Aina ke rumah utama. Namun, sebelum itu Aina meminta pada Erzan untuk menemui kedua orang tuanya.
"Hanya lima menit, setelah itu kamu harus sudah ada di mobil. Aku tidak suka menunggu!" tegas Erzan dengan wajah datar. Lantas setelah itu dia kembali melanjutkan langkah menuju kendaraan roda empat miliknya.
Sementara Aina langsung berlari untuk menemui Dina dan Bagaskara, sebab dia tidak memiliki waktu banyak untuk sekedar mengobrol dengan kedua orang paruh baya itu.
Melihat kedatangan Aina yang tergopoh-gopoh, Dina pun langsung berinisiatif untuk mencegat langkah Aina. "Ada apa, Nak? Kenapa kamu terlihat terburu-buru seperti itu?"
Aina nampak tersenyum, dan tak terasa air matanya juga ikut mengalir. Namun, secepat kilat Aina menghapus cairan bening itu.
Karena ia tidak ingin membuat Dina dan Bagaskara kembali merasa sedih.
"Mulai malam ini aku akan tinggal di rumah Tuan Erzan, jadi ibu dan Ayah tidak perlu mencemaskan aku, karena aku akan baik-baik saja di sana," jawab Aina berusaha untuk tetap terlihat tegar. Meksipun dia tahu kedua orang tuanya merasa sangat bersalah padanya.
Tak mampu membendung sesak di dalam dadanya, Dina langsung memeluk tubuh Aina. Sementara Bagaskara hanya mampu mengusap-usap bahu putrinya.
"Sekali lagi maafkan kami, Aina. Karena kami benar-benar tidak berdaya, gara-gara kamu kamu harus menanggung ini semua," ujar Dina dengan air mata yang bercucuran.
"Sudahlah, Bu. Semuanya sudah terjadi, aku juga sedang berusaha untuk ikhlas. Jadi, ibu dan ayah cukup do'akan aku saja. Supaya aku menjadi istri yang baik untuk Tuan Erzan," balas Aina.
"Tapi, Aina—"
"Cepatlah naik!" teriak Erzan, memotong ucapan Dina. Karena dia merasa bosan menunggu Aina yang terlalu banyak basa-basi.
"Suamiku sudah menungguku, Bu. Aku harus pergi sekarang. Ibu dan ayah tolong jaga diri ya. Sekali lagi jangan khawatirkan aku," ujar Aina dengan mantap.
Dia melepaskan pelukan Dina, meskipun sebenarnya terasa berat. Lalu melangkahkan kaki ke arah mobil Erzan. Di balik punggung ringkih itu, tetes demi tetes air mata Aina jatuh.
Akan tetapi dia terus menghapusnya dengan cepat, karena dia tidak ingin Erzan tahu.
"Aku sudah memperingatimu, tapi kenapa tidak didengar? Dasar pembangkang!" cetus Erzan saat Aina sudah berhasil duduk di sampingnya.
"Maafkan aku, Tuan," balas Aina seraya menundukkan kepala. Akan tetapi Erzan tak mau mendengar apa yang keluar dari mulut istrinya.
Dia justru meminta supir untuk lekas membawanya ke rumah utama. Di sana dia hanya tinggal bersama para pekerjanya. Sebab dua putra Erzan memilih untuk tinggal di apartemen masing-masing.
Ya, Erzan adalah seorang duda yang memiliki dua anak. Putra pertamanya adalah seorang direktur, yang siap mengikuti jejaknya. Sementara putra bungsunya masih duduk di bangku kuliah.
Tiba di rumah mewah itu, Erzan langsung turun dan meminta pelayan untuk mengantar Aina ke kamar. "Antar dia dan tunjukkan di mana letak kamarnya!"
Setelah mengatakan itu, Erzan melangkah ke arah kamarnya sendiri yang ada di lantai dua. Karena ternyata dia tidak ingin satu kamar dengan istrinya.
Erzan telah menyiapkan satu kamar untuk Aina tepat di sebelah gudang. Dan dia juga tidak memberikan pelayan khusus, sebab Aina hanya akan dia jadikan pembantu berkedok istri.
Jadi, dia tidak perlu mengeluarkan uang setiap bulannya untuk membayar Aina.
"Perkenalkan, Nona, saya Naumi, saya kepala pelayan di sini. Mari biar saya antar Nona ke kamar," ucap Naumi memperkenalkan diri pada Aina.
Gadis cantik itu mengangguk sopan. "Saya Aina, Bi." Lalu mengikuti langkah Naumi untuk menyusuri rumah megah itu.
Semua barang yang ada di rumah ini nampak mahal. Membuat Aina benar-benar merasa kecil.
Hingga tak berapa lama kemudian, keduanya sampai di sebuah ruangan yang pintunya masih tertutup. Aina merasa heran, sebab dia malah dibawa ke tempat yang rasanya tidak mungkin kalau itu kamar Erzan.
"Ini kamar anda, Nona, di lemari juga sudah ada baju ganti dan perlengkapan mandi. Tapi kalau Nona merasa ada yang kurang, Nona tinggal tanyakan saja pada saya, saya ada di dapur," ujar Naumi dengan ramah.
"Terima kasih, Bi. Tapi ngomong-ngomong suami saya ada di dalam 'kan?" tanya Aina dengan sedikit ragu.
"Maaf, Nona, Tuan hanya menempati kamar utama yang ada di lantai dua," jawab Naumi dengan jujur. Membuat kening Aina langsung berkerut, apa maksudnya? Apakah mereka akan tidur secara terpisah.
"Oh, ya sudah kalau begitu saya masuk dulu ya, Bi. Saya sudah sangat gerah."
"Iya, Nona."
Sepeninggal Naumi, Aina langsung membuka pintu kamarnya. Dan seperti yang Naumi katakan, tidak ada Erzan di sana, membuat Aina bernafas dengan lega.
Dia segera masuk dan menghempaskan pantatnya di ranjang. Kamar ini nampak sederhana, dan dia masih belum paham kenapa Erzan melakukan ini semua padanya.
Hingga tiba-tiba kamar Aina kembali terbuka, menampilkan tubuh Erzan yang dibalut handuk kimono.
Aina yang sangat terkejut langsung menegakkan tubuhnya.
Erzan menyunggingkan senyum sinis. "Heuh, apa yang kamu pikirkan? Kamu pikir aku akan memperlakukanmu layaknya ratu?"
Pria itu mendekati Aina, lalu tanpa diduga Erzan mencengkram rahang Aina, hingga wajah gadis itu terangkat. "Jangan besar kepala kamu, perlu kamu ingat bahwa aku tidak akan menyentuh gadis kampung sepertimu!"
Deg!
Sepertinya kehidupan di neraka akan dilalui oleh Aina.
***
Jangan lupa dukungannya gaes😌😌😌
Pagi datang.
"Aina! Aina!" teriak Erzan dari lantai dua, dia ingin segala keperluannya Aina yang menyiapkan. Namun, sedari tadi memanggil nama gadis itu, Aina tak kunjung datang.
"Ke mana gadis kampungan itu? Aina!"
Suara bariton Erzan semakin menggelegar. Hingga terdengar oleh para asisten rumah tangga, termasuk Naumi.
Sontak saja wanita paruh baya itu segera naik, dan melihat Erzan yang mondar-mandir dengan tangan yang bertolak pinggang.
"Ke mana dia?!" tanya Erzan dengan nada menyentak saat Naumi sudah ada di hadapannya.
"Maaf, Tuan, Nona Aina belum keluar dari kamar. Sepertinya dia masih beristirahat," jawab Naumi apa adanya.
Saat ini Aina memang masih tertidur, mungkin karena terlalu lelah meladeni tamu undangan. Dia jadi tidur sangat pulas.
"Benar-benar kelewatan, dia pikir dia bisa seenaknya di rumah ini?" gumam Erzan dengan perasaan kesal. Lantas dia segera mengambil kunci cadangan dan menuruni anak tangga untuk sampai di kamar Aina.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Erzan langsung membuka pintu kamar Aina menggunakan kunci cadangan yang ada di tangannya.
Ceklek!
Api kemarahan Erzan semakin berkobar saat melihat tubuh Aina masih bergelung di bawah selimut. Dengan langkah lebar dia menghampiri Aina, dan langsung menarik kain tipis itu dengan kasar.
"Bangun!" bentak Erzan seraya menggebrak meja nakas, membuat Aina langsung membuka matanya lebar-lebar.
Kantuk di mata Aina seolah hilang, sementara jantung gadis itu berdebar lebih kencang.
"Tu—Tuan?" lirih Aina, lalu dengan cepat mendudukkan diri meskipun kepalanya jadi sedikit pusing.
"Berani sekali kamu bangun setelahku!?" cetus Erzan dengan mata yang menyalak tajam. Membuat Aina kesulitan untuk menelan ludah.
"Maafkan saya, Tuan, saya—"
"Aku tidak ingin mendengar alasan dari mulut kotormu. Lekas bersihkan wajahmu dan naik ke kamarku, siapkan barang-barangku karena aku akan pergi ke kantor!" sela Erzan dengan cepat. Lalu menarik tangan Aina agar segera bangkit dari ranjang.
Aina yang merasa terseret hampir saja kehilangan keseimbangan tubuhnya, andai dia tidak berpegangan pada punggung sofa, mungkin dia sudah jatuh ke lantai.
"Jangan membuatku menunggu, karena itu fatal bagimu!"
Brak!
Erzan keluar dari kamar Aina dan menutup pintu dengan keras. Menciptakan tanda tanya dan ketakutan tersendiri di hati Aina.
"Sebenarnya apa salahku? Kenapa dia selalu marah-marah tanpa sebab?" gumam Aina dengan perasaan sedih bercampur kesal.
Tak ingin membuat Erzan kembali marah, Aina segera membasuh wajahnya. Dia naik ke lantai dua dan mengetuk pintu kamar utama.
"Masuk!"
Ketika mendengar instruksi itu, Aina langsung membuka pintu, dan dia langsung disuguhi ruangan yang begitu mewah dan megah.
Namun, satu yang membuatnya tertegun, yaitu sebuah bingkai foto berukuran besar yang terpajang di dinding.
Gambar seorang wanita, yang Aina yakini bahwa itu adalah mantan istri Erzan.
"Jangan sentuh apapun, kecuali perlengkapan kerjaku!" kata Erzan dengan datar, dan Aina langsung mengangguk sebagai jawaban.
Setelah mengurus keperluan suaminya, Aina pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Dan tak berapa lama kemudian Erzan pun ikut turun, Aina berinisiatif untuk memberikan kopi pada pria paruh baya itu.
Namun, karena tidak berhati-hati, Aina menumpahkan kopi tersebut hingga mengenai sepatu mahal Erzan.
Pyar!
Erzan langsung dibuat mendelik, sementara Aina siap untuk menerima kemarahan suaminya.
"Bersihkan sepatuku dengan bajumu! Dasar gadis ceroboh!" sentak Erzan, entah sudah berapa kali dia membentak Aina, rasanya dia tidak pernah puas.
Aina mematung sesaat, dan akhirnya dia mendekati Erzan dengan bola matanya yang memanas.
"Lakukan dengan cepat, karena aku ada meeting!" sambung Erzan sedikit menendang lutut Aina. Sementara yang lain tidak ada yang berani membela gadis cantik itu.
Erzan tidak tahu, kalau sedari tadi aksinya telah disaksikan oleh salah satu putranya yang diam-diam pulang ke rumah utama.
Sejak subuh tadi Gavin sudah berada di sini, dan dia menyaksikan dengan jelas bagaimana Erzan memperlakukan Aina.
Setelah Erzan pamit berangkat ke kantor, Aina langsung membantu para asisten rumah tangga untuk membersihkan dapur. Baru setelah itu Aina izin untuk membersihkan diri.
Namun, baru saja Aina membuka pintu kamarnya, dia langsung didorong masuk dengan mulut yang dibekap.
Dia ingin berteriak tetapi tidak bisa, hingga yang bisa dia lakukan adalah meronta-ronta.
Namun, tiba-tiba tubuhnya dibalik, dan Aina langsung terbelalak lebar, ketika tahu sosok yang ada di hadapannya.
"Gav?" panggil Aina ketika tangan kekar itu sudah berpindah posisi. Sementara itu Gavin langsung mendorong tubuh Aina ke dinding dan mencium bibir gadis itu.
Bola mata Aina hampir saja keluar mendapati aksi gila Gavin. Dan dia tidak tahu kenapa pemuda ini bisa berada di rumah suaminya.
Ya, sebelumnya Aina dan Gavin adalah sepasang kekasih. Namun, karena Aina tidak diperbolehkan untuk berpacaran sebelum lulus kuliah, mereka menjalin kasih diam-diam.
Hingga suatu ketika Aina meminta putus, tanpa alasan yang jelas. Ya, tepatnya beberapa hari yang lalu. Dan sekarang Gavin tahu, apa yang membuat Aina menyerah pada hubungan mereka.
Karena kemarin dia mendapati kenyataan bahwa Aina telah menjadi ibu tirinya. Bayangan yang Aina lihat adalah bayangan tubuh Gavin yang saat itu datang ke pesta pernikahan ayahnya.
"Aku merindukanmu, Na," ucap Gavin dengan dada yang bergemuruh hebat.
***
Jangan lupa like, komennya gaes🙃🙃🙃
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!