Byuurrr!!!
Genangan air yang ada di jalan raya itu mengguyur tubuh seorang gadis yang sedang berjalan seorang diri di pinggir jalan. "Woy!" teriaknya lalu dia melempar botol kosong hingga mengenai punggung pengendara motor itu.
Pria itu menghentikan motor ninjanya. Dia kini membuka kaca helmnya dan menoleh. "Apaan lo!"
Gadis cantik yang bernama Naya itu mendekatinya. Dia sangat mengenal pengendara motor itu. Si playboy, si tukang bolos, si perokok, dan satu lagi sebutan yang paling penting untuknya adalah si pembalap. Bukan kepanjangan dari pemuda berbadan gelap tentunya, tapi dia adalah ketua dari geng motor yang mempunyai hobi balapan dan katanya sangat hebat, seringkali menjadi pemenang saat melakukan taruhan dengan temannya.
"Arsen!" bentaknya.
"Duh, si kutu buku. Basah gitu aja, tinggal pulang ganti baju. Beres! Lagian lo ngapain jalan di pinggir jalan gini. Biasanya lo juga naik mobil mewah ber-AC milik bokap lo yang wali kota itu."
Naya menunjuk Arsen dengan jari telunjuknya di depan wajahnya. "Jangan bawa-bawa jabatan orang tua!"
Arsen menepis telunjuk Naya. "Gue buru-buru. Gak ada waktu buat dengerin kecerewetan lo!" Arsen kembali menutup kaca helmnya lalu melajukan motornya dengan kencang hingga genangan air hujan dari belakang bannya kembali mengenai Naya.
"Arsen! Ih, awas lo!" Naya membuka kaca matanya yang kini kotor karena air lumpur. Dia mengusapnya dengan ujung bajunya lalu memakainya lagi.
Seperti yang disebutkan Arsen tadi, dia memang kutu buku dan anak wali kota. Menjadi murid teladan dan selalu juara satu di sekolahnya. Tentu saja berbanding terbalik dengan Arsen.
Jika bukan karena suapan orang tua Arsen yang kaya raya, Arsen tidak akan naik ke kelas dua belas. Bahkan saat ini sudah memasuki semester dua tapi Arsen tetap santai dan masih sering membolos.
"Tika mana sih? Katanya janjian di sini tapi sampai sekarang belum muncul. Baju gue udah kotor dan basah gini. Pulang aja ah."
Baru juga Naya memutar langkahnya, Tika menghentikan mobilnya di dekat Naya. Dia kini membuka kaca mobilnya. "Nay, sorry lama. Naik yuk!"
Naya membuka pintu mobil itu dan masuk. Dia duduk di samping Tika yang sedang mengemudi.
"Kita mau ke tempat teman lo dimana? Sorry, baju gue basah dan kotor. Tadi Arsen sengaja nyipratin air comberan dengan motornya itu. Ngeselin tuh anak!"
Tika mulai melajukan mobilnya, dia tersenyum miring dan memiliki sebuah ide. "Kita ke rumah gue dulu aja. Ganti baju, baru nanti ke tempat teman gue. Soalnya teman gue ngadain pesta ulang tahun gak mungkin kan lo pakai baju kotor gini."
"Tapi..."
"Tenang aja orang tua gue lagi di luar kota. Gak papa." kata Tika lagi meyakinkan Naya.
Akhirnya Naya menganggukkan kepalanya. Orang tua Naya dan orang tua Tika memang bermusuhan. Papa Tika gagal menjabat sebagai wali kota karena kalah telak dengan Papa Naya di periode ini. Meski mereka berdua sudah dilarang berteman tapi mereka tetap berteman di belakang orang tua mereka. Itu sebabnya Naya membuat janji dengan Tika di pinggir jalan.
Setelah sampai di depan rumah Tika, mereka berdua masuk ke dalam kamar dan berganti pakaian.
"Lo pakai ini aja deh. Pasti cantik." Tika menyerahkan gaun pendek berwarna putih pada Naya.
"Tapi ini terlalu pendek." Naya menolak tapi Tika terus memaksanya.
"Tapi gue cuma punya gaun di atas lutut. Gak papa, gue juga pakai gaun segini. Sekali-kali kita have fun dan ubah penampilan lo."
Naya akhirnya menuruti keinginan Tika. Dia kini memakai gaun pendek itu. Sangat pas dan cocok di tubuh Naya. Tentu saja terlihat sangat sexy dan menggoda.
"Kacamatanya lo lepas." Tika melepas kacamata Naya hingga membuat mata Naya menyipit.
"Tapi gue gak bisa lihat dengan jelas."
"Gak papa, cuma bentar. Kacamatanya lo simpan di tas aja." Tika memasukkan kacamata Naya ke dalam tasnya lalu dia juga merias wajah Naya. Tika tahu sebenarnya Naya memiliki wajah yang cantik tapi karena Naya selalu memakai kacamata dan tanpa make up membuatnya seperti seorang gadis yang cupu.
"Cantik kan? Ya udah yuk kita berangkat."
Kemudian mereka keluar dari rumah dan kembali masuk ke dalam mobil. Tika mengajak Naya ke suatu tempat yang tidak pernah Naya duga sebelumnya.
...***...
Malam itu, Arsen fokus menatap jalanan yang dia lalui. Dia semakin menambah kecepatan laju motornya. Dia harus menang dari Bara dan mendapatkan uang taruhan itu.
Akhirnya Arsen berhasil mendahului Bara dan sampai di garis finish. Dia menghentikan motornya dan tertawa bersama teman-temannya. Dia kini membuka kaca helmnya lalu menatap Bara yang sedang memukul stang motornya karena kesal kalah dengan Arsen.
"Udah gue bilang, lo gak akan menang dari gue. Mana uang taruhannya!"
"Sial lo! Nanti gue pasti akan kalahin lo!" Bara melempar segebok uang lalu dia pergi dari tempat itu bersama teman-temannya.
"Gue traktir." Arsen mengibaskan segebok uang itu memamerkan pada teman-temannya. "Kalian mau makan-makan dimana?" tanya Arsen. Begitulah kehidupannya, setiap malam dia menjadi penguasa jalanan dan jika dia memenangkannya uang itu dibuatnya foya-foya bersama temannya. Jika dia kalah, dia tinggal minta uang pada Papanya yang kaya raya itu.
"Kita ke klub. Kita minum-minum. Udah lama kita gak minum sampai pagi." kata Dika, salah satu teman Arsen.
"Oke, berangkat!"
Kemudian Arsen dan teman-temannya berangkat menuju sebuah klub malam.
"Ar, mau minum doang atau nge-room sama cewek juga?"
"Kalau bisa dua-duanya, kenapa harus pilih salah satu. Gas kan!" Arsen tertawa dengan keras.
Teman-temannya kini tertawa dengan keras mengikuti Arsen. "Gila lo! Lo gak ada takutnya sama sekali sama bokap lo."
"Gue anak tunggal. Gak mungkin bokap gue coret nama gue dari KK."
"Njirr!!! Lama-lama kena azab lo!"
Mereka masih saja tertawa sambil melajukan motor mereka masing-masing dan saling mendahului.
💕💕💕
.
Karya baru author... Jangan lupa jadikan favorit dan rate bintang 5 ya... ⭐⭐⭐⭐⭐
Naya tak menyangka dia diajak Tika ke sebuah klub malam. Seumur-umur baru kali ini dia menginjakkan kakinya di tempat hiburan malam itu. "Tik, gue pulang dulu aja deh. Gue gak pernah ke tempat ginian. Nanti gue dimarahi sama bokap gue."
Tapi Tika terus menarik tangan Naya hingga membuat Naya terpaksa mengikutinya. "Satu jam aja. Please, lo temani gue. Gue juga gak enak masuk ke tempat ini sendiri."
Naya akhirnya mengiyakan ajakan Tika. Mereka berdua kini masuk ke dalam klub malam dan bergabung dengan teman-teman Tika yang sama sekali tidak Naya kenal.
"Hai, sorry agak telat," kata Tika. "Kenalin ini teman gue namanya Naya."
Beberapa teman pria Tika mengajak Naya berkenalan. Sebenarnya Naya merasa risih karena mereka menatap Naya dengan tatapan aneh. Naya hanya bisa duduk dan berdiam diri sambil menutup rapat kakinya karena kedua paha Naya sangat terekspos.
"Nay, minum dulu." Tika memberikan segelas minuman pada Naya.
Naya tak juga mengambil minuman itu. Dia tidak mau meminum minuman beralkohol.
"Ini cuma air lemon." Tika semakin menyodorkan minuman itu.
Akhirnya Naya mengambil segelas minuman itu dan meminumnya hingga tinggal setengah.
Tika tersenyum lalu menyenggol teman pria yang ada di sampingnya yang bernama Galang itu. "Sabar dulu, tunggu beberapa menit," bisik Tika.
"Gue udah gak sabar. Lo yakin kan dia masih bersegel?" tanya Galang sambil berbisik.
"Yakin, dia aja pacar gak punya."
Sedangkan Naya kini mulai merasa pusing. Dia memijit pelipisnya sendiri berharap rasa pusing itu segera menghilang tapi pandangannya semakin kabur dan tubuhnya kini sudah lemas tak berdaya.
"Lang, saatnya beraksi. Jangan lupa rekam semua adegannya."
"Beres!" Galang menahan tubuh Naya lalu membawanya menuju room yang sudah dia pesan.
...***...
"Minum terus sampai mabuk!" Arsen sudah terpengaruh minuman beralkohol itu. Dia sudah menghabiskan dua botol dan masih akan menambah lagi. "Bentar lagi, gue mau pilih cewek. Kalian semua gak usah ikut, gue gak bisa bayarin kalian kalau masalah yang enak-enak itu."
Arsen berdiri dan berjalan sempoyongan mencari perempuan yang cantik dan sexy, tentunya yang bisa dia ajak one night stand.
Arsen menyipitkan matanya saat melihat seorang lelaki yang sedang memapah seorang perempuan cantik. "Ada cewek cantik dan sexy." Arsen merebut paksa Naya dari rengkuhan Galang.
"Woy, dia cewek gue." Galang akan merebut Naya kembali tapi Arsen menendangnya dengan keras hingga membuatnya terjatuh.
"Gue mau dia, lo aja yang cari cewek lain." Arsen membawa Naya ke kamar yang juga sudah dia pesan. Sepertinya dia tidak sadar jika yang dia bawa saat ini adalah Naya.
"Hei!" Galang mengejarnya lagi tapi Arsen sudah mengunci pintu kamar itu. "Sial!"
"Ada masalah apa?" tanya Tika saat mendengar keributan itu.
"Itu, temen sekolah lo yang ketua geng motor, dia bawa Naya masuk."
"Apa? Maksud lo Arsen?"
"Iya, Arsen."
"Sial! Bisa gagal rencana gue."
"Ah, mantap!" terdengar suara Arsen dari dalam kamar itu yang membuat Tika dan Galang semakin kesal.
"Tuh cewek udah dipakai lagi sama Arsen. Sial!" Galang berdengus kesal. Dia sudah bergairah malam itu tapi gagal.
Tika mengambil ponselnya lalu menyuruh temannya untuk menghubungi kedua orang tua Naya dan Arsen. "Biar gue laporin sama orang tua mereka, biar mereka dapat hukuman." Setelah memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas, Tika mengajak Galang pergi dari tempat itu tapi Galang menahannya.
"Karena gue gagal ngelakuin sama Naya, sebagai gantinya gue mau sama lo."
Tika berdecak lalu menarik tangan Galang. "Tapi jangan di sini. Gue gak mau kedua orang tua mereka tahu kalau gue juga ada di sini."
...***...
"Kepala gue pusing banget." Naya mulai membuka matanya. Sepertinya hari sudah mulai pagi, tapi matanya masih sangat berat untuk terbuka. "Gue dimana?" gumam Naya. Dia melebarkan matanya dan mengedarkan pandangannya. Saat dia melihat ke sisi kirinya dia sangat terkejut, ada Arsen yang sedang tidur tengkurap dan hanya memakai celana pendeknya.
"Aaaa!!! Kenapa lo ada di sini!" teriak Naya yang membangunkan Arsen.
Arsen memutar badannya hingga kini dia terlentang. Dia juga masih belum sadar sepenuhnya. "Gak tahu. Lo siapa?"
Naya melihat tubuhnya, dia memang masih memakai pakaiannya meski sudah lusuh dan tersingkap. "Arsen, lo udah apain gue!"
Menyadari suara itu, seketika mata Arsen terbuka dengan sempurna. Dia kini duduk dan menatap Naya yang ada di sampingnya. "Naya! Semalam gue sama lo?"
Naya memukuli dada Arsen, "Lo udah ngapain gue? Kenapa lo bisa ajak gue ke tempat kayak gini?"
Arsen kini menahan tangan Naya yang memukulinya agar berhenti. "Gue juga gak tahu. Apa yang lo rasain sekarang? Itu lo sakit gak? Ada rasa ganjel gak?"
"Itu apa maksud lo? Gue gak ngerti."
Arsen menghela napas panjang dan menepuk jidatnya. "Tau ah. Pikir aja sendiri."
"Arsen, kalau bokap gue tahu, gue bisa dibunuh. Pokoknya lo harus tanggung jawab. Tapi gue gak mau sama lo. Idih, amit-amit!"
Arsen menutup bibir Naya dengan telunjuknya. "Sssttt, bisa diam gak? Gue juga lagi mikir dan ingat-ingat kejadian semalam."
"Lo!" Naya menepis jari Arsen yang ada di bibirnya.
Arsen terus menatap Naya. Ada satu tanda merah di leher Naya, jangan-jangan dia benar-benar melakukannya bersama Naya. Dia menggeser tubuh Naya dan mencari bercak-bercak di sprei yang mungkin muncul karena sebuah pertempuran tapi sama sekali tidak ada. "Lo masih pe ra wan gak sih?"
"Maksud lo apa tanya kayak gitu?"
"Kalau lo masih pe ra wan lo harusnya ngerasain sakit atau apa karena ini pertama kalinya buat lo. Tapi lo gak ngerasain apa-apa, jangan-jangan lo udah..."
Satu tamparan mendarat di pipi Arsen. "Breng sek lo! Ini salah lo, kenapa lo jadi nuduh gue!"
Arsen mengusap pipinya lalu dia turun dari ranjang dan memakai bajunya. "Gue balik. Terserah lo mau di sini atau gimana."
Naya juga turun dari ranjang dan menarik rok pendeknya. "Lo mau ninggalin gue sendiri di sini?"
"Kan lo yang ke sini sendiri. Bukan tanggung jawab gue." Setelah memakai jaketnya, Arsen mendekatkan dirinya pada Naya. "Lagian lo ngapain pakai rok mini kayak gini. Jadi ini sisi lain dari lo. Lo sama aja kayak cewek kaya lainnya."
"Gue..." Naya menghentikan perkataannya saat mengingat kejadian semalam. Ya, dia bersama Tika lalu dipaksa memakai rok mini itu dan diajak ke klub lalu dia minum dan kemudian tidak ingat apa-apa. "Semalam gue sama Tika, lalu..." Naya menutup mulutnya dan menangis. "Tega sekali Tika jebak gue kayak gini."
"Drama banget! Gak ada gunanya lo nangis." Arsen kini membuka pintu, tepat saat kedua orang tuanya dan orang tua Naya berada di depan pintu.
"Papa!" kata Arsen dan Naya secara bersamaan.
💕💕💕
.
Like dan komen ya...
"Papa!" kata Arsen dan Naya secara bersamaan.
Pak Aji segera menarik putrinya keluar dari kamar itu. "Apa yang kamu lakukan di sini? Ngapain kamu pakai baju kayak gini? Papa cari kamu semalaman, untung ada teman kamu yang bilang kalau melihat kamu di klub malam. Jangan buat malu Papa. Bagaimana kalau media sampai tahu perbuatan kamu ini."
"Pa, Naya gak ngapa-ngapain. Naya juga gak tahu kenapa Naya bisa ada di sini sama dia." kata Naya.
"Jadi maksud kamu, kamu dijebak sama dia!" tunjuk Pak Aji pada Arsen.
Arsen menggelengkan kepalanya. "Tidak Om, saya tidak mengajak dia ke tempat ini. Dia yang ke sini sendiri."
"Arsen!" Seketika Pak Tama menjewer telinga Arsen. "Papa sudah berulang kali bilang sama kamu jangan ke klub malam, tapi kamu masih saja bandel. Pasti kamu juga habis balapan lagi kan!"
"Aduh, iya Pa." Arsen mengusap telinganya yang terasa panas karena jeweran dari Papanya.
"Saya tidak mau tahu, pokoknya anak Bapak harus bertanggung jawab. Saya tidak mau wartawan sampai tahu masalah ini."
"Bapak pikir saya juga tidak bingung, apa kata client saya kalau sampai tahu perbuatan anak saya ini."
"Kita gak lakuin apa-apa." kata Naya sekali lagi.
"Naya, Papa tidak bisa dibohongi. Ini apa?" Pak Aji menyentuh leher Naya yang memerah bekas dari hisapan Arsen.
Naya hanya meraba lehernya. Dia tidak tahu apa yang membekas di lehernya. Apa jangan-jangan Arsen sudah menghisapnya seperti vampir yang kehausan darah.
"Arsen, kamu masih sekolah, sudah melakukan perbuatan asusila seperti ini. Kalau dia sampai hamil, memang kamu bisa menghidupi anak kamu dan anak orang," kata Pak Tama lagi. Keterbatasan waktunya bersama Arsen membuatnya tidak bisa mengawasi tingkah laku Arsen.
"Papa peduli apa sama aku. Selama ini Papa dan Mama juga sibuk sendiri."
Pak Tama menghela napas panjang dan mencekal tangan Arsen saat dia akan pergi. "Papa dan Mama bekerja siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan kamu. Tapi kamu bilang, kita tidak peduli sama kamu." Habis sudah kesabaran Pak Tama menghadapi putra semata wayangnya itu. "Pak Aji, kita bicarakan masalah ini di rumah." Pak Tama menggeret tangan putranya.
"Kita bicara di rumah saya saja," kata Pak Aji. Mereka semua keluar dari klub yang telah tutup itu lalu masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil, Naya beralih memeluk Mamanya yang sedari tadi hanya terdiam tak membelanya. "Ma, Mama percaya kan sama Naya. Naya dijebak, Naya tidak melakukan ini semua."
"Naya, Mama kecewa sama kamu. Kamu jangan mencari alasan. Mama tahu akhir-akhir ini kamu banyak berubah. Kamu masih berteman kan sama Tika? Mama sudah melarang kamu berteman sama dia tapi kamu masih saja dekat."
Naya hanya menundukkan pandangannya. Iya, dia salah tidak mendengarkan larangan Mamanya, sekarang dia baru tahu ternyata Tika adalah musuh dalam selimut.
"Kamu gak seperti kakak kamu yang pintar dan selalu bisa membanggakan orang tua."
Naya kini menatap jendela, air mata itu kembali menetes di pipinya. Dia tidak mau lagi mendengar Mamanya membandingkan dirinya dengan kakaknya yang baru saja lulus dari universitas luar negeri dan akan terjun ke dunia politik.
Selama ini Naya sudah berusaha menjadi anak yang baik, penurut, dan rajin belajar. Bahkan dia selalu juara satu di sekolahnya. Tapi saat dia melakukan kesalahan yang sebenarnya tidak dia perbuat seperti ini, dia justru tidak mendapat pembelaan dari kedua orang tuanya dan disalahkan.
Beberapa saat kemudian, mereka sampai di rumah. Mobil Pak Aji dan Pak Tama masuk ke dalam halaman rumah Pak Aji yang berpagar tinggi itu.
"Silakan masuk. Kita bicarakan masalah ini di dalam. Semoga ada solusi yang terbaik," kata Pak Aji.
Kemudian mereka semua masuk ke dalam rumah dan duduk berjejer di ruang tamu. Bu Nita menutup paha putrinya dengan bantal karena roknya sangat pendek. "Naya, jangan pernah pakai baju seperti ini lagi!"
Naya hanya terdiam. Dia kini menatap tajam Arsen yang ada di depannya. Dia tidak bisa membayangkan apa yang dilakukan dia padanya semalam.
"Pak Aji, saya minta maaf atas perbuatan anak saya," kata Pak Tama memulai pembicaraan. "Saya tahu Anda seorang walikota, pasti tidak mau jika hal ini sampai terdengar ke media atau warga. Begini saja, bagaimana kalau kita nikahkan saja mereka."
"Gak mau!" jawab Arsen dan Naya secara bersamaan.
"Naya masih sekolah Pa. Naya gak mau menikah sama bad boy kayak dia."
"Lo pikir gue mau sama lo! Kayak gak ada cewek lain aja."
"Arsen! Kamu berani berbuat harus berani bertanggung jawab! Papa cuma ingin kasih kamu pelajaran, dan setelah menikah kamu harus keluar dari rumah dan menghidupi istri kamu seorang diri. Agar kamu tahu bagaimana susahnya mencari uang." bentak Pak Tama.
Seketika Arsen berdiri. "Papa. Kalau Papa mau usir aku dari rumah gak papa. Tapi gak harus menikah dengan dia!"
"Kalau kamu lari dari tanggung jawab, saya akan laporkan kamu ke polisi."
Mendengar perkataan Pak Aji, seketika Arsen kembali duduk. Dia hanya bisa membuang napas kasar. Sial sekali kali ini.
"Jadi Papa setuju dengan hukuman ini. Pa, Naya gak melakukan apapun sama Arsen. Papa tega sekali."
"Naya, sebelum media dan yang lainnya tahu masalah ini. Masalah ini harus segera diselesaikan," kata Pak Aji dengan tegas.
Naya berdiri dan meninggalkan mereka semua. Dia masuk ke dalam kamarnya lalu menutup pintunya rapat.
Mentang-mentang dia anak pejabat, apakah dia harus dituntut sempurna dan setelah melakukan kesalahan lantas dia dibuang.
"Oke, kalau memang ini mau Papa sama Mama." Naya mengambil koper yang ada di atas lemari lalu memasukkan beberapa pakaian dan semua perlengkapan sekolahnya.
Sedangkan di ruang tamu, mereka semua masih membicarakan masalah ini. "Saya sudah menghubungi petugas KUA yang bisa dipercaya. Kita nikahkan mereka di rumah ini hari ini juga dan kamu tetap di sini jangan kabur." kata Pak Aji lalu dia berdiri dan akan menemui putrinya.
Arsen menghela napas panjang. "Apa Papa gak menunggu keputusan Mama?" tanya Arsen.
"Mama kamu masih diluar negeri, dia sibuk."
Arsen tersenyum miring. "Mama mana peduli sama aku."
"Arsen jaga omongan kamu!"
"Memang benar, dari bayi yang mengurus aku hanya babysitter. Mama mana pernah peduli sama aku."
"Arsen, jangan buat masalah semakin buruk. Papa akan kasih kamu rumah sendiri yang sudah lengkap. Kamu tinggal menempati saja. Kamu belajar cari nafkah sendiri, agar kamu bisa menghargai kedua orang tua kamu yang banting tulang bekerja untuk memenuhi kehidupan kamu."
Arsen mengalihkan pandangannya. Sebentar lagi kehidupannya benar-benar akan berubah 180 derajat.
💕💕💕
.
Like dan komen ya...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!