“Kalian tidak bisa kemana- mana lagi! Menyerahlah dan serahkan anak itu” Seorang pria berambut pirang dengan pedang yang berkilauan seperti es ditangannya. Ia berteriak kepada sepasang suami istri yang kini terpojok di pinggir jurang.
Sang istri memeluk bayi yang masih kecil dengan wajah lucu, itu adalah anak keduanya. Sang suami berdiri di depan istrinya seolah melindungi keduanya dari sang pria berambut pirang.
“Sia- sia! Kau pikir dapat menghalangiku?” Pria berambut pirang itu berkata dengan ejekan. Pedang ditangannya kini bersinar terang. “Rasakan seranganku ini!” pedang pria itu berubah menjadi ribuan es yang sangat kecil namun tajam.
“Walau kekuatan kami telah dilumpuhkan oleh kalian, tapi ingatlah bahwa masa dimana kerajaan Elemental itu akan berakhir ditangan anakku. Ia akan membalas dendam kedua orang tuanya!” Sang suami berkata dengan tegar, ia memberikan tatapan penuh cinta pada istri dan anaknya sebelum menggunakan tubuhnya sebagai tameng untuk keduanya.
“Tidak!! Remor!” Sang istri berteriak histeris saat tubuh suaminya diterjang oleh belasan es yang sangat tajam. Sang suami mengecup kening istrinya itu sebelum akhirnya terjatuh dengan tubuh yang kaku.
Sang istri menatap pria berambut pirang itu dengan sangat marah, “Kakak, kenapa kau sangat tega untuk menyakiti keluarga adikmu sendiri?!”
Pria berambut pirang itu tersenyum kecil, “Karmila, kau dan suamimu dari awal hanyalah media untuk pengorbanan kerajaan. Kekuatan dan bakat kalian adalah yang terbaik diantara yang terbaik, sementara anak kalian akan mewarisi bakat dari kalian berdua. Seberapa bagus bakatnya itu? Keponakan ku itu adalah persembahan terbaik untuk para dewa”
Karmila menggeleng tidak percaya dengan pikiran kakaknya itu. “Kerajaan Elemental memang telah melakukan banyak trik kotor untuk bisa bertahan sampai hari ini! Yakinlah kak, dimasa depan keponakanmu itu akan datang dan membalaskan semua kejahatan yang kakak dan para petinggi kerajaan!”
Setelah mengatakan hal tersebut Karmila melepaskan kalungnya yang berbentuk bintang bersudut 8, lalu memakaikannya pada bayinya. “Nak, hiduplah dengan baik. Kami akan mengawasimu dari surga” Karmila tersenyum sambil mencium kening anaknya.
Ia kemudian berbalik menatap kakaknya itu dengan penuh kebencian. “Kakak mengenalku dengan sangat baik bukan? Maka kakak pasti lupa bahwa aku memiliki tubuh peledak, walau mungkin kekuatanku telah disegel tapi tubuh peledak masih dapat digunakan”
Wajah pria pirang itu berubah, ia sungguh melupakan hal itu. Mengerti apa yang akan dilakukan adiknya, pria itu menggunakan pedang ditangannya untuk membuat ribuan es tajam untuk membunuh Karmila.
“Terlambat!” Karmila berbalik badan, ia membuang bayinya ke dalam jurang bersamaan dengan tubuhnya mulai ditusuk oleh belasan es yang tajam.
Kbomm!
Tubuh Karmila meledak bagaikan bom yang besar menghancurkan bibir jurang es disana. Adapun pria pirang itu kini terlempar dengan luka berat. “Sialan!” Pria itu berusaha berdiri dan melihat ke dalam jurang.
Ia berharap bayi itu masih ada namun nyatanya dasar jurang tertutupi oleh kabut yang tebal membuatnya tidak dapat melihat apa- apa. “Karmila!!” Pria priang itu akhirnya berteriak marah ke langit membuat disekitarnya terguncang.
~~
Sepuluh tahun kemudian.
Langit yang cerah di desa Wind Gaze, menandakan pelatihan anak- anak muda dimulai. Seorang pelatih berdiri tegap dengan wajah penuh kekejaman menatap belasan anak dan puluhan remaja di depannya.
Ditangan pelatih tersebut sebuah cambuk dari rantai setebal telunjuk balita siap untuk menyentuh kulit anak- anak disana. “Kalian sangat malas! Bagaimana kalian bisa menjadi Pengendali Elemen yang hebat jika kuda- kuda kalian saja sangat lemah!”
Trang! cambuk besi mendarat di salah satu tubuh anak berambut merah. Cambuk itu menyentuh kakinya dan membuat bekas disana.
“Tegakkan punggungmu!” ucap pelatih itu.
Anak berambut merah itu mengerang kesakitan tapi tidak mengeluh. Ia dengan cepat memperbaiki posisinya seperti yang diperintahkan. Pelatih mengangguk puas lalu berjalan menuju yang lainnya.
“Posisi kuda- kuda menguji fokus kita sebagai calon pengendali elemen. Ketika pikiran kita senantiasa fokus maka energi yang ada di dalam tubuh dapat mudah dikendalikan. Semakin kuat kendali kita pada energi itu maka semakin banyak elemental yang dapat kita kendalikan.”
Semua anak- anak mendengarkan dengan penuh perhatian pada pengajaran sang pelatih, anak berambut merah itu mengangkat tangannya. “Pelatih, apakah kita dapat memilih elemen yang dapat kita kendalikan?”
Pelatih itu menjawab, “Sejauh yang saya ketahui, kita tidak dapat memilih elemen yang dapat kita kendalikan sebab itu tergantung pada energi yang ada di dalam tubuhmu. Di dalam tubuh manusia, terdapat berbagai macam unsur elemen.
Mulai dari tanah, api, angin, air, cahaya, kegelapan, Logam dan lain sebagainya. Namun tidak semua elemen itu memiliki intensitas unsur yang sama, beberapa ada yang lebih tinggi dari yang lainnya. Ketika seorang mengendalikan elemen, maka unsur elemental paling tinggi yang ada pada energi tersebutlah yang akan menjadi dasar pengendalian elemen kita”
Pelatih itu kemudian membuka telapak tangannya, sebuah pusaran angin terbentuk disana. “Contohnya saja ini! Unsur elemen paling tinggi didalam energi saya adalah elemen Angin membuat saya dapat mengendalikan angin. Contoh lainnya adalah 8 dari 10 orang di desa ini memiliki elemen Angin sebagai elemen pengendalinya.”
“Tapi Apakah ada pengendali yang dapat menggunakan 2 hingga 3 elemen sekaligus?” tanya anak berambut merah itu lagi.
Pelatih itu mengangguk, “Diluar sana banyak orang yang memiliki 2 hingga 3 elemen, mereka yang memilikinya adalah kaum bangsawan atau memiliki garis keturunan yang unik. Mereka juga jauh lebih dipandang dibandingkan kita para pengendali 1 elemen” Ia berhenti sejenak sambil menutup matanya. Lalu angin super besar datang dan menghantam anak- anak disana membuat mereka berteriak ketakutan.
“Tapi pengendali 1 elemen tidak dapat dipandang rendah. Jika kita telah mengendalikan elemen dengan sangat baik maka kekuatan kita tidak akan kalah dengan mereka yang memiliki 2 hingga 3 elemen. Sebab itu semuanya tergantung pada kerja keras kita bukan pada berapa banyak elemen yang dapat kita kendalikan” Lanjut pelatih itu setelah menghentikan anginnya.
Semua anak- anak bersorak kagum melihat kekuatan yang dimiliki oleh sang pelatih. Mereka bersemangat untuk menjadi sepertinya. Berbeda dengan anak berambut merah yang kini tenggelam dengan pemikirannya sendiri.
“Latihan hari ini cukup sampai disini. Besok saya ingin tidak ada kesalahan dalam posisi kuda- kuda kalian semua” ucap pelatih itu membubarkan anak- anak.
“Rinto, apakah kakekmu ada di rumah? Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan padanya” pelatih itu memanggil anak berambut merah.
Anak yang bernama Rinto itu mengangguk, “Ya! Kakek ada dirumah, paman bisa pulang bersamaku”
Pelatih itu tersenyum kecil menyetujui ajakan Rinto. Keduanya kemudian berjalan bersama.
Di perjalanan, Rinto sering menanyakan pertanyaan- pertanyaan mengenai pengendalian elemen atau seputar unsur elemen pada sang Pelatih.
“Yang perlu kau lakukan untuk saat ini adalah berlatih fokus. Ketika kau telah berhasil merasakan energi yang ada pada tubuhmu maka kau bisa menanyakan segalanya pada paman.” Diakhir penjelasannya, pelatih itu memberikan arahan pada Rinto.
Bukannya ia tidak ingin menjawab pertanyaan dari Rinto melainkan berpikir jika itu akan mengalihkan fokus utama dari Rinto.
Kakek Rinto adalah seorang mantan tentara disalah satu kota besar, tapi sekarang tidak lagi sebab usianya yang telah tua. Ia akhirnya kembali ke desa Wind Gaze dan menjadi sesepuh disana.
“Kakek! Paman Roy ingin menemuimu” Rinto berlalu masuk ke dalam rumah yang sederhana sambil memanggil kakeknya, dibelakangnya pelatih yang tidak lain bernama Roy mengikutinya.
Tidak lama, seorang pria tua muncul dari dapur, wajahanya dipenuhi keriput serta janggut dan rambutnya telah memutih. “Biasakan salam dulu sebelum masuk bukan berteriak” Pria itu memarahi Rinto.
Mendapat teguran dari kakeknya, Rinto tersenyum kecut.
“Sudahlah, masuk dan ganti bajumu” Kakeknya kembali berkata. Rinto menurut dan berjalan masuk sementara itu Roy yang melihat kakek Rinto segera menunduk hormat.
“Tuan Ouyang, apa kabar” pelatih Roy menyapa.
“Tidak buruk seperti kemarin. Pelatih Roy tidak biasanya anda kemari, apakah ada sesuatu yang terjadi?”
Pelatih Roy mengangguk, “Tuan Ouyang, ini sudah 5 tahun sejak kota Vermilion merekrut tentara muda. Tahun ini, kota itu telah mengirimkan undangan kepada desa kita”
Tuan Ouyang mengangguk, “Lalu apakah kau telah menemukan bakat- bakat baik selama 5 tahun terakhir?”
Dengan senyum kecut diwajahnya, pelatih Roy menggeleng, “Semakin tahun desa Wind Gaze mengalami kemunduran, saya tidak memiliki kandidat yang cocok untuk di rekomendasikan.”
“Menjadi tentara memang tidak mudah, dibutuhkan kerja keras dan tekad yang kuat! Desa Wind Gaze telah ada selama tahun- tahun tak terhitung jumlahnya hanya bisa menghasilkan beberapa tentara hebat saja. Seingatku, selain saya hanya kau yang berhasil menjadi tentara selama kurung waktu 60 tahun ini bukan?” Kakek Ouyang berkata dengan prihatin.
Pelatih Roy tersenyum kecil, “Bakat dari desa kecil seperti kita tidak banyak yang bisa bersaing di kota besar. Akan sangat beruntung jika berhasil menjadi Tentara biasa dan sangat luar biasa jika mencapai bintang 3 seperti anda”
Ouyang menggeleng, “Bahkan dengan bintang 3 sekalipun masih menjadi golongan terendah di kota. Jika tidak maka mungkin saya tidak akan pulang di desa ini, menghabiskan waktu tua dengan sulit”
Tuan Ouyang sebenarnya adalah tentara bintang 3 di kota Vermilion. Bakatnya menjadi yang tertinggi di desa Wind Gaze, meski begitu ia hanya bisa mencapai tentara bintang 3. Di kota besar seperti Vermilion, tentara bintang 3 masihlah prajurit tingkat bawah yang tidak memiliki kedudukan yang berarti.
Hanya jika seorang berhasil lolos menjadi seorang Dentarion yang memimpin 10 orang tentara bintang 3 dapat memiliki kedudukan disana, itupun masih sangat rendah. Diatas Dentarion adalah Centurion yang memimpin 10 orang dentarion. Adapun diatasnya disebut sebagai pemimpin legiun dengan 100 centurion setiap legiunnya.
“Jika saya berhasil menjadi pengendali Lanjutan bintang 1 mungkin saya akan menjadi dentarion, sayang sekali itu tidak terjadi” tuan Ouyang berkata dengan sangat kecewa.
Pelatih Roy dengan cepat menghibur, “Saya yakin anda akan menjadi pengendali lanjutan bintang 1 tidak lama lagi dan menjadi orang terkuat di desa Wind Gaze!”
Tuan Ouyang menggeleng pelan, ia tidak setuju dengan perkataan pelatih Roy. “Umurku sudah sangat tua, sangat sulit untuk meningkatkan kekuatanku untuk saat ini. Saya juga tidak lagi berniat kembali ke kota Vermilion dan ingin menghabiskan sisa hidupku didesa ini”
Pelatih Roy tidak membantah jawaban tuan Ouyang, ia kembali menanyakan masalah tentang undangan perekrutan tentara untuk kota Vermilion.
“Saya melihat bakat dari Rinto juga diatas rata- rata, jika saja undangan ini tiba setahun hingga dua tahun lebih lama maka Rinto akan memenuhi syarat menjadi perwira di kota Vermilion”
Tuan Ouyang berdiri dari tempatnya sambil menghela nafas, “Beberapa tahun telah berlalu semenjak kejadian itu. Rinto telah menjadi remaja dan akan segera pergi, rasanya saya tidak rela melepaskannya menuju dunia luar yang amat kejam dan berbahaya”
Namun kemudian Rinto tiba- tiba muncul dan memeluk kakeknya itu dengan sangat erat sambil berkata dengan tegas, “Saya tidak akan meninggalkan kakek! Tidak akan pernah!”
Ouyang sangat tersentuh dengan tindakan Rinto, ia tahu anak itu menguping pembicaraan keduanya sejak awal namun bukannya marah, Ouyang semakin memeluk Rinto dengan penuh kasih sayang. “Kau tidak boleh berbicara seperti itu. Ingat impianmu menjadi seorang pengendali elemen yang kuat, kau harus menggapainya. Bukan terjebak di desa ini dan malah membuatmu membuang bakat yang ada”
“Rinto tidak ingin meninggalkan kakek! Biarkan Rinto menjadi manusia biasa asalkan bisa menemani kakek setiap hari” Rinto memelas, ia benar- benar menyayangi kakeknya itu.
Pelatih Roy bertanya, “Apakah Rinto tidak ingin menjadi seperti kakek Ouyang? Menjadi seorang tentara bintang 3 yang disegani?”
Rinto terdiam lalu menggeleng perlahan, “apa artinya itu semua tanpa kehadiran kakek?”
Pelatih Roy terdiam sementara Ouyang tersenyum tipis mendengar jawaban Rinto.
Ouyang sebenarnya bukanlah kakek asli dari Rinto sebab ia belum memiliki istri satupun. Ia mendapatkan Rinto ketika sedang dalam misi peperangan di pegunungan bersalju jauh dari kota Vermilion.
Ketika itu, Ouyang mendengar suara bayi menangis di antara pebukitan yang sangat tinggi. Merasa aneh, Ouyang mencari sumber suara dan mendapati sesosok bayi tengah menangis tanpa mengenakan pakaian berbaring di tanah bersalju yang dingin.
Karena kasihan, Ouyang mengambil bayi tersebut lalu membuatnya merasa hangat. Barulah saat itu, Ouyang menyadari jika bayi itu telah dibuang oleh seseorang yang tidak memiliki hati. Ia kemudan membawa bayi itu kembali sambil memberikannya nama sebagai Rinto.
Sejak kecil, Rinto bercita- cita menjadi pengendali Elemen yang hebat dan mendapatkan pangkat yang tinggi di bidang militer. Sebab itu dari umur 6 tahun, Rinto telah merengek untuk mengikuti pelatihan tentara dan elemen dibawah kepelatihan Pelatih Roy.
“Rinto tidak usah mengkhawatirkan kakek. Disini kakek akan menunggu Rinto kembali sambil mengenakan seragam tentara yang gagah dan meraih mimpi yang diinginkan oleh Rinto!” Tuan Ouyang berusaha membujuk Rinto.
Undangan yang diterima sebenarnya meminta desa Wind Gaze mengirimkan seluruh remaja yang berada di pelatihan akhir untuk mengikuti ujian perwira kota Vermilion. Walau umumnya, usia 10 tahun seperti Rinto belum mencapai tahap akhir namun Rinto berbeda.
Ia telah masuk ke pelatihan jauh lebih awal dari anak lainnya juga kecerdasan yang ia miliki lebih mengagumkan membuatnya menjadi salah satu remaja pelatihan akhir untuk tahun ini. Sebab itu Ouyang sangat sedih mengingat Rinto tidak lama lagi akan meninggalkannya menuju kota Vermilion.
“Rinto, persiapkan dirimu. Besok dan beberapa hari kedepan kau tidak perlu mengikuti pelatihan bersama teman- temanmu dipelatihan akhir. Kalian harus beristirahat dengan cukup sebab minggu depan, saya akan membawa bola uji unsur untuk menguji apakah anda telah berhasil menjalin interaksi dengan energi yang ada dalam tubuh kalian atau tidak!”
Pelatih Roy pamit pulang tidak lama kemudian, sementara Rinto masih dilanda kebingungan. Ia ingin menjadi pengendali elemen namun disisi lain ia sangat menyayangi kakeknya sehingga tidak ingin meninggalkannya.
Seminggu kemudian, Ouyang membawa Rinto menuju lapangan pelatihan. Disana Pelatih Roy dan beberapa anak pelatihan akhir lainnya juga telah datang dan bersiap. Kali ini Ouyang juga penasaran unsur apa yang dibangkitkan oleh Rinto. Mengingat kebangkitan unsur juga biasanya berkaitan dengan kondisi alam tempat tinggal dan garis keturunan mereka.
“Saya belum mengetahui siapa orang tua Rinto dan keturunan mereka. Namun ada baiknya jika garis keturunannya tidak mempengaruhi Rinto. Saya lebih suka ia membangkitkan unsur Angin” Ouyang berharap dalam hati.
Pelatih Roy menyapa tuan Ouyang begitupula dengan anak- anak lainnya. Mereka sangat menghormati Ouyang karena pelatih Roy sering menceritakan identitas Ouyang pada mereka. Beberapa bahkan ingin menjadi seperti Ouyang dimasa depan.
Kakek tua itu hanya tersenyum tipis melihat antusias anak- anak, ia tidak membantah ketika mendengar mereka ingin menjadi sepertinya. Namun ia berharap ada beberapa dari mereka tahun ini yang akan melampauinya dimasa depan.
“Kalian semua sudah siap? Kita akan memulai ujiannya!” Pelatih Roy bertanya pada anak- anak.
Setidaknya ada lebih dari 20 remaja yang menjalani ujian. Beberapa dari mereka jauh lebih tua dari rata- rata yang lain namun tidak ada yang melewati batas 20 tahun. Sebab itu beberapa anak yang tidak lulus ujian tahun sebelumnya bisa mengikuti ujian kali ini, berharap pada kesempatan terakhir mereka.
Pelatih Roy kemudian mengeluarkan sebuah bola mutiara kaca. Ukurannya kecil, hampir mirip dengan bola tenis. Dengan sedikit sentuhan, bola itu melayang sendiri diudara membawa ketakjuban yang luar biasa pada anak- anak.
“Bola ini adalah bola penguji Unsur. Walau mereka adalah senjata sihir tingkat rendah namun mereka masih sangat berharga di kota Vermilion!” ucap Pelatih Roy.
Seorang gadis muda berumur 14 tahunan mengangkat tangannya dan bertanya dengan rasa ingin tahu, “Apakah bola itu dijual sangat mahal?”
Pelatih Roy menggeleng, “Walau kita bisa menjualnya namun harganya akan sangat tinggi! Desa Wind Gaze berhasil mendapatkannya berkat usaha dari tuan Ouyang!”
Ouyang mendengar pujian dari pelatih Roy hanya tersenyum tipis, Tidak ada yang tahu selain dirinya jika ia mendapatkan bola itu dengan menukar semua poin jasa yang ia miliki. Yang seharusnya poin jasa itu cukup unruk memenuhi Ouyang menjadi seorang Dentarion. Sayang sekali bakatnya tidak sejalan dengan poin jasa yang ia miliki.
Daripada membuang poin jasa dengan percuma, ia sampai pada pemikiran untuk memberikan sesuatu pada desa Wind Gaze yang bermanfaat jangka panjang.
“Tenanglah walau itu hanya peringkat rendah namun ia sudah dapat mendeteksi 2 elemen dalam sekali waktu. Sebab itu tidak perlu khawatir jika unsur elemen kalian tidak terbaca” pelatih Roy menambahkan.
Rinto dan yang lainnya mengangguk paham. Pelatih Roy kemudian memanggil salah satu dari mereka yang menjadi peserta tertua kali ini. Ia hampir mencapai usia 21 tahun dan beberapa bulan kemudian akan menjadi 21 tahun dan tidak memenuhi syarat dalam ujian.
Ia maju kedepan lalu berdiri di depan bola Uji Unsur. Karena anak itu telah melakukan ujian sebelumnya membuatnya tidak perlu arahan dari pelatih Roy. Meski begitu, pelatih Roy masih saja menjelaskan kepada mereka semua tata caranya.
“Yang pertama kalian harus merasakan energi yang ada dalam tubuh kalian lalu membawanya keluar dan memasukkannya ke dalam bola Uji Unsur. Ketika bola unsur itu bergetar kecil menandakan jika kau berhasil berinteraksi dengan energi.
Selanjutnya bola unsur akan menganalisis energi yang ada dalam tubuh kalian dan unsur dominan yang kalian miliki. Jika itu unsur api maka bola unsur akan berubah warna menjadi merah dengan kobaran api semu dalamnya.
Sementara jika itu elemen air, maka bola berubah menjadi warna biru gelap dengan gelombang air semu di dalamnya. Adapun elemen Angin, ia berubah menjadi warna hijau cerah dengan sedikit kebiruan, terdapat pusaran angin semu di dalamnya....”
Pelatih Roy menjelaskan setiap elemen yang ia ketahui pada mereka semua. Rinto benar- benar penasaran apakah elemen yang akan ia kuasai. Bersamaan dengan selesainya penjelasan pelatih Roy, anak yang pertama telah selesai mengalirkan energinya menuju bola uji unsur.
Bola itu bergetar kecil membuat anak itu tersenyum bahagia. Tak lama kemudian bola itu berubah menjadi hijau cerah lengkap dengan pusaran angin kecil di dalamnya.
“Selamat! Keberuntungan sungguh terikat padamu nak. Jika ujian kali ini diadakan beberapa bulan kemudian maka kau tidak akan pernah menyadari potensimu menjadi pengendali!” Pelatih Roy memuji.
Anak itu mengangguk bahagia, lima tahun lalu ia gagal membuat bola unsur bergetar dan membuatnya gagal dalam ujian. Tahun ini ia berhasil, langkahnya menjadi pengendali telah dipastikan.
Pelatih Roy memanggil yang kedua setelah bola unsur kembali ke bentuknya yang semula. Sama seperti anak yang pertama, yang kedua juga adalah orang yang gagal pada ujiannya lima tahun lalu. Pelatih Roy tidak mengajarkan langkah- langkahnya pada anak itu karena ia telah mengerti.
Namun tiga puluh detik telah berlalu namun tidak ada reaksi dari bola uji elemen. Pelatih Roy menggeleng pelan dengan nada prihatin. “Tidak semua orang dapat menjadi pengendali elemen. Bersabarlah!”
Anak kedua itu berjalan dengan lesuh, ia segera pulang dengan wajah penuh kekecewaan. Kali ini perasaan Rinto kembali berubah, diliputi oleh rasa takut jika membayangkan dia di posisi anak itu.
Tanpa disadari orang ketiga dan keempat juga telah selesai, masing- masing dari mereka tidak berhasil menggetarkan bola uji elemen. Sementara orang kelima berhasil membuat bola itu berubah warna menjadi kuning kecoklatan dengan bongkahan batu semu ditengahnya.
Dari 5 yang gagal lima tahun yang lalu, 2 berhasil menemukan peluangnya sementara 3 dari mereka harus pasrah dengan nasib mereka.
Setelah itu giliran anak- anak tahun ini, Pelatih Roy harus turun tangan dalam mengerahkan mereka. Yang pertama tentu saja gagal diteruskan orang ke dua hingga ke lima yang juga gagal. Anak- anak yang lainnya begitu khawatir melihat rekan mereka banyak yang tidak berhasil.
Barulah ketika orang ke 8, bola unsur itu bergerak dan menampilkan pusaran angin semu. Dilanjutkan oleh orang ke 9 dan 10 yang juga sama- sama menampilkan pusaran angin semu. Namun untuk dua orang selanjutnya mereka masih menelan kegagalan.
Gadis yang bertanya di awal mendapat gilirannya, urutan ke 15. Ia melangkah maju dengan ragu- ragu sebelum menyentuh bola uji unsur. Ketika tangannya menyentuh bola uji unsur itu bergetar kecil lalu mulai menampilkan warna biru gelap dengan gelombang semu menandakan ia dapat menjadi pengendali air. Gadis itu sangat senang ketika ia berhasil.
“Sekarang giliranmu!” Ouyang berbisik pelan kearah Rinto.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!