Pernikahan Amira dan Sofyan yang telah mereka bina hampir dua puluh tahun memang tidak di karuniai keturunan. Padahal mereka telah berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan buah cinta mulai dari pengobatan Dokter ahli, Pengobatan tradisional, Hingga mengadopsi seorang bayi untuk memancing kehamilan seperti yang orang dahulu katakan. Namun hingga detik ini mereka tidak di beri kepercayaan untuk menimang seorang anak meskipun keduanya dinyatakan sehat dan tidak memiliki masalah kesuburan.
Dua puluh tahun pernikahan mereka yang hanya tinggal menghitung hari membuat Amira dan Sofyan sudah terbiasa tanpa hadirnya seorang anak di tengah-tengah mereka. Terlebih mereka juga telah memiliki Sherly yang mereka anggap seperti anak kandung sendiri sejak masih bayi sehingga terkadang mereka lupa jika Sherly hanyalah anak angkat yang mereka rawat dari keluarga miskin yang tak mampu membesarkannya.
Kini Sherly telah menginjak usia remaja dan tak lama lagi akan merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh belas. Selain tumbuh menjadi remaja yang cantik, Sherly juga menjadi pribadi yang ceria dan mudah bergaul. Namun terkadang hal itu juga yang membuat Amira seringkali merasa cemas jika Sherly terlambat pulang atau pergi dengan teman prianya.
Seperti hari ini, Amira yang sejak beberapa jam terakhir merasakan keresahan di hatinya memutuskan untuk pulang lebih awal dari Butik yang menjadi tempatnya untuk mengisi kesunyian ketika suaminya bekerja dan Sherly menimba ilmu di sekolahnya. Meskipun biasanya ia akan pulang setengah jam sebelum suami atau anaknya pulang, Namun kali ini Amira memutuskan untuk pulang lebih cepat karena merasakan perasaan yang tidak bisa seperti ia khawatir pada suami mataupun anaknya.
"Virnie saya pulang dulu yah," ucap Amira pada salah satu pegawainya.
"E-ya Bu hati-hati." saut Virnie yang langsung melihat Bosnya setengah berlari meninggalkan Butik.
Sepanjang jalan mengendarai mobil, Amira semakin merasa resah, Hatinya benar-benar merasa tidak tenang seperti akan ada sesuatu hal besar yang akan terjadi pada dirinya hingga membuatnya beberapa kali ia nyaris menabrak pengendara mobil lain maupun pejalan kaki yang menyebrang di depannya.
"Ada apa dengan ku, Kenapa hatiku resah seperti ini," ucap Amira setelah menginjak rem mendadak setelah menyadari dirinya kembali hampir mengebrak seseorang.
"Tok... Tok... Tok..."
Amira tersentak ketika ada seseorang yang mengetuk kaca pintu mobilnya. Melihat beberapa orang menunggunya di luar mobil, Amira dengan panik membuka pintunya.
"Keluarrrr...!!!" teriak seorang pria yang berada di barisan paling depan pintu mobilnya.
Begitu pintu terbuka, Pria itu langsung menarik tangan Amira dan menyeretnya keluar dari mobil.
"Lihat apa yang sudah kamu lakukan!" hardik pria itu sembari melepaskan tangan Amira kehadapan wanita yang tersungkur di tanah.
"Kamu telah menabraknya, Bagaimana kalau dia mati!"
Meskipun Amira merasa tidak sampai menabraknya, Tapi Amira mengikuti permintaan mereka dengan mendekati wanita itu.
Dengan kerendahan hatinya ia pun meminta maaf.
"Maafkan saya Bu..." lirih Amira.
"Enak aja cuma minta maaf, Tanggung jawab dong!" saut salah satu orang yang berada di lokasi dan di iyakan oleh warga lainnya.
"Sudah-sudah!" ujar wanita yang hampir tertabrak mobil Amira.
"Saya tidak papa, Saya yang tidak berhati-hati saat menyebrang." lanjutnya lagi.
"Gak bisa begitu dong, Biar bagaimana pun dia ini juga salah, Kalau di biarin nanti dia tidak akan jera dan akan terus membawa mobil dengan kecepatan tinggi yang akan membahayakan keselamatan orang lain!"
"Saya akan lebih berhati-hati lagi Pak saya benar-benar meminta maaf karena saya lalai. Sekarang juga saya akan mengantarnya beliau ke klinik terdekat." saut Amira.
"Tidak apa-apa Mbak, Sepertinya Anda sedang buru-buru pergilah."
"Tapi Bu..."
"Sudahlah saya tidak papa..."
"Ibu beneran gak papa?"
"Iya beneran..."
"Huuu...!!!" seru semua orang yang kemudian berlalu pergi setelah wanita yang hampir saja tertabrak mobil Amira tidak memperpanjang masalah dan membiarkan Amira melanjutkan perjalanannya.
Tidak mau mengulang kesalahan, Meskipun hatinya masih merasa resah Amira berusaha tenang dan membawa mobilnya jauh lebih hati-hati dari sebelumnya. Sepanjang perjalanan bibirnya tak berhenti berdoa agar sesuatu buruk tidak terjadi kepada dirinya maupun suami dan anaknya yang sudah menjadi separuh hidupnya.
"Semoga tadi bukan pertanda buruk yang akan terjadi." batin Amira yang tetap fokus menatap ke depan.
Setelah perjalanan lebih dari tiga puluh menit akhirnya ia sampai di rumah. Ia meninggalkan mobilnya di luar pagar dan berlari masuk. Kakinya terhenti sejenak saat melihat mobil Sofyan telah terparkir di garasi.
"Kok tumben Mas Sofyan sudah pulang." batin Amira yang kemudian kembali berlari kedalam.
Tidak melihat Sofyan di semua sudut ruangan, Amira pun menuju lantai atas untuk menuju kamarnya. Tangga demi tangga Amira lewati, Namun kakinya terhenti ketika mendengar suara gaduh di ruang kerja Sofyan yang letaknya bersebelahan dengan kamarnya.
Terdengar suara barang-barang berjatuhan dari meja.
Karena merasa penasaran, Amira perlahan mendekati pintu dan semakin mendengar jelas sura dari dalam ruangan itu. Namun kali ini terdengar seperti suara gelas pecah dan di ikuti pekikan kecil suara manja seorang wanita.
Seketika jantungnya seperti berhenti berdetak memikirkan siapa wanita yang berada di dalam ruangan itu. Dengan tangan gemetar, Amira memberanikan diri membuka pintu ruangan yang tertutup rapat.
Ckleekkk...!!!
Duarrr....!!! seperti tersambar petir di siang bolong, Amira merasa seluruh dunianya runtuh menimpa dirinya.
"Amira...!?"
"Ibu...!"
Kedua tubuh polos yang tak lain suami dan anak angkat yang telah Amira rawat sejak bayi kini tengah menyatu di atas meja yang biasa digunakan untuk suaminya mengerjakan pekerjaan kantor yang bisa di kerjakan dari rumah.
Jari-jari lentik yang dulu menggenggam kedua jarinya saat Amira mengajarinya berjalan, Kini tengah mencengkeram kedua bahu suaminya dengan penuh ga*irah seperti masih menagih apa yang belum Ayah Angkatnya berikan. Pun demikian dengan tangan Sofyan yang masih memegang kedua pinggang Sherly seakan masih ingin melanjutkan hajatnya yang belum tuntas.
Bersambung...
📌 Setelah lebaran berlalu, Kini saatnya kembali beraktivitas, Kita halu kembali, Dukung terus karya ini yah, Terimakasih 🤗❤️
Melihat tubuh polos yang dulu ia mandikan dan kini telah tumbuh sempurna tengah berada di pelukan sang suami, Amira melangkah mendekati mereka yang belum berubah dari posisinya, Membuat Sofyan menurunkan kedua tangannya dan mencoba mengikis jarak dari Sherly. Namun belum sempat itu terjadi, Amira langsung menghentikannya.
"Tidak usah! Santai saja," ucap Amira yang sekuat hati menahan air matanya supaya tidak menetes di hadapan suami dan anak angkat yang tega berkhianat di rumah yang Amira anggap sebagai surganya.
"Kenapa malu-malu Aku sudah terbiasa melihatmu dalam keadaan polos," ucap Amira menatap tajam suaminya.
"Dan kamu juga Sherly, Bahkan dari usia mu yang baru menginjak satu minggu Aku yang memandikan mu, Bahkan ketika kamu telah beranjak dewasa dan jatuh sakit, Aku yang memandikan mu, Aku sudah melihat setiap inci tubuhn mu, Jadi apa yang akan kalian sembunyikan dariku?!"
"Amira..." lirih Sofyan berusaha menenangkan Amira.
"Tunjukan bagaimana permainan kalian Mas!"
"Amira Aku bisa jelasin, Ayo kita..." Amira langsung menghempaskan tangan Sofyan dan kembali melanjutkan kemarahannya.
"Tunjukkan bagaimana permainan Sherly yang tidak bisa ku lakukan sehingga Mas tega mengkhianati ku dan bermain dengan nya, Anak yang sudah kita angkat seperti anak kandung kita sendiri!" teriak Amira.
"Amira! Sudah cukup kita bisa bicarakan ini baik-baik," ucap Sofyan sembari memungut pakaian Sherly yang berserak di lantai. Kemudian dengan penuh perhatian Sofyan mendekati Sherly dan menutup tubuhnya dengan pakaian itu, Membuat Amira yang melihatnya semakin terbakar dan langsung menarik pakaian itu hingga tubuh polos Sherly kembali terekspos.
"Amira!" bentak Sofyan.
"Kenapa? Apa kalian masih memiliki rasa malu?"
"Kamu sudah keterlaluan Amira!"
"Wah... Yang selingkuh kamu, Aku yang keterlaluan?"
Tidak memiliki jawaban atas apa yang Amira katakan, Sofyan mengambil kemejanya untuk menutupi tubuh polos Sherly.
kemudian dengan penuh kebapak'an Sofyan membimbing Sherly keluar dari ruangan tersebut. Namun Amira tidak tinggal diam, Ia segera mengeluarkan ponselnya dan mencoba merekam mereka yang hanya menutupi bagian intinya.
Masih tidak puas hanya merekam dari belakang, Amira berlari kedepan mereka untuk merekam wajahnya. Namun dengan cepat Sofyan merebut ponsel Amira dan melemparkannya hingga terjatuh ke lantai bawah.
Melihat ponselnya jatuh, Amira berlari kebawah, Berharap ponselnya masih bisa terselamatkan. Namun yang terjadi layar ponselnya hancur dan mati total.
Amira menatap keatas, Melihat Sofyan dan Sherly yang juga menatapnya seperti ikut memastikan apakah ponselnya mati atau tidak. Setelah melihat ponsel Amira tidak lagi menyala, Sofyan pun kembali membimbing Sherly ke kamarnya.
Dengan lemas, Amira melangkah ke atas, Menuju kamarnya yang dulu menjadi tempat beristirahat ternyamannya. Namun seketika semua itu telah berubah. Suami yang selama ini begitu sempurna di matanya, Anak yang ia sayangi seperti anak kandungnya telah berbuat sesuatu yang tidak pernah Amira bayangkan sebelumnya.
"Sudah berapa lama kalian berselingkuh di belakang ku?" tanya Amira begitu menyadari langkah Sofyan yang memasuki kamar.
"Katakan! Sudah berapa kali kalian berhubungan badan!?"
Sofyan hanya terdiam tak menjawab pertanyaan yang Amira ajukan.
"Sampai hati kamu Mas, Sampai hati kamu melakukan ini padaku, Terlebih pada Sherly yang kita besarkan bersama-sama." Amira menjeda ucapannya.
"Aku pikir dengan memberitahukan kebenaran jika Sherly anak angkat kita, Dan tetap memberitahu dia tentang ibu kandungnya, Memintanya tetap berhubungan baik dengan keluarga kandungnya membuat dia semakin merasa dilimpahkan kasih sayang, Tapi apa yang terjadi, Sherly tidak pernah menghargai usaha ku maupun kasih sayang tulus yang Aku curahkan, Dia hanya menyayangi mu, Bahkan kasih sayangnya melebihi kasih sayang anak kepada Ayahnya.
Bak gayung bersambut kamu juga menerimanya dengan senang hati, Membuat dirinya menggantikan posisi yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh seorang istri!"
Mendengar semua apa yang Amira katakan Sofyan menundukkan kepalanya seakan menyesali apa yang sudah ia lakukan.
Bersambung...
Amira tak bisa lagi menahan air mata yang sejak tadi ia tahan.
Ia terduduk lemas menyangga kepalanya dengan kedua tangannya.
Amira sama sekali tidak menyangka jika suaminya yang selama ini begitu romantis dan mengayomi dirinya sekalipun pernikahan mereka hampir berjalan dua puluh tahun tanpa seorang anak yang terlahir dari rahimnya sanggup menghianati dirinya sekejam itu.
"Setidaknya lakukan itu dengan wanita lain, Jangan dengan putri kita," ucap Amira di sela-sela tangisnya.
"Amira... Maafkan Aku, Aku benar-benar khilaf, Ntah setan apa yang merasuki pikiran ku sehingga Aku sanggup berbuat demikian kepada Sherly, Anak yang Aku rawat dengan tanganku sendiri."
"Keluar Mas!"
"Amira..."
"Aku bilang keluar!"
Dengan nafas beratnya, Sofyan bangkit dan terpaksa meninggalkan Amira yang masih berderai air mata.
Setelah meninggalkan kamar Amira, Dengan ragu Sofyan melangkah ke kamar Sherly. Ia berdiri beberapa menit seolah berpikir keputusan untuk mendatangi kamar anak angkatnya setelah apa yang baru saja terjadi.
Mengingat bagaimana Amira menangis, Sofyan yang sudah memegang gagang pintu, Mengurungkan niatnya dan berbalik badan meninggalkan kamar Sherly. Namun baru beberapa langkah Sofyan berjalan. Sherly keluar dan menghentikannya.
"Ayah..."
Sofyan pun menghentikan langkahnya tanpa menoleh beberapa menit. Kemudian menit berikutnya Sofyan menoleh ke belakang menatap Sherly yang berdiri di ambang pintu, Memakai kemeja yang tadi hanya untuk menutupi tubuhnya sekedarnya. Tapi kali ini Sherly telah memakainya dengan benar meskipun tanpa bawahan sehingga kemeja putih panjang itu hanya menutupi setengah pahanya dan memperlihatkan paha mulusnya.
"Ayah..." ucap Sherly lagi dengan nada yang terdengar begitu manja di telinga.
Sherly melangkah mendekati Ayah angkatnya yang hanya terdiam mematung menatapnya, Seakan bingung apa yang harus di lakukan.
"Apa Ayah marah padaku?" tanya Sherly dengan mencebikan bibir seraya memasang wajah memelas sehingga siapapun yang melihat pasti tidak akan tega memarahinya bahkan akan cenderung gemas ingin mencubit pipinya.
"Tidak Sayang... Ini bukan salahmu," ucap Sofyan sesuai harapan Sherly yang langsung mencubit lembut pipi kenyalnya.
Merasakan sentuhan jari telunjuk dan ibu jari Ayah angkat yang masih di pipinya, Sherly kembali menatap nakal Sofyan, Bahkan ia langsung menjulurkan lidahnya dan memberi ji*latan pada ibu jari itu dengan tatapan yang super sensual. Membuat benda kebanggaan Sofyan tegak dengan sendirinya.
Seperti yang sudah ahli dalam bercinta, Sherly tersenyum smirk dan langsung memasukan ibu jari Sofyan ke mulutnya, Memberi esapan menggoda sehingga Sofyan tidak tahan lagi dan mendorong masuk tubuh Sherly ke kamarnya.
Tidak memikirkan lagi istri yang tengah menangis di kamarnya, Sofyan mendorong tubuh Sherly ke atas ranjang dan langsung menindih tubuh sintal sang anak angkat seperti seekor singa yang ingin memangsanya.
Dengan penuh rasa bahagia Sherly menerima setiap sentuhan Ayah angkatnya tanpa memikirkan ibu yang telah mengangkatnya menjadi putrinya memberi kasih sayang setulus hatinya serta kehidupan yang layak bahkan bisa dikatakan lebih dari berkecukupan.
Suara desa*han serta tubuh yang meliuk-liuk bak cacing kepanasan membuat Sofyan semakin bersemangat untuk menggarap tubuh Sherly yang tadi sempat tertunda karena kedatangan Amira.
"Akhhhhh... Ayaaahhh... Ahhh... Ahhh..."
"Sherly panggil Aku Sayang," ucap Sofyan di sela-sela hentakkan nya.
"Ss-sayaaang... Ahhh... Sssshhh..."
Kenikmatan yang mereka rengkuh sekali tidak cukup untuk keduanya mengakhiri permainan, Mereka hanya mengatur nafas beberapa menit untuk kembali melanjutkan permainan berikutnya dan benar-benar melupakan jika perbuatan mereka akan lebih menyakiti Amira yang tengah menangis di kamarnya.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!