NovelToon NovelToon

Mendadak Kawin Kontrak

Batal Nikah

Mikaela kini tengah berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya sambil menggigit ujung kuku, hatinya gelisah. Di luar sana, keluarga besar sedang menantinya, ingin segera mengantar ke pelaminan. Dua keluarga besar pun sudah berkumpul demi menyaksikan acara sakral putra-putri mereka.

"Mika!!" teriakan mulai terdengar beserta ketukan pintu. Pemilik suara itu sangat ia kenali, Sekar, ibu kandung Mikaela. "Cepat nak, di luar pak penghulu sudah menunggu!" terdengar tidak sabaran, karena putrinya terlalu lama di dalam kamar, yang katanya ingin menenangkan diri sejenak.

"Iya mah! Sebentar lagi!" Balas Mikaela. Kebaya yang ia kenakan sudah dilepas, riasan di wajah dan kepala pun sudah ia hapus. Satu tas berukuran sedang sudah penuh dengan perlengkapan penting miliknya. Mikaela tidak mau melanjutkan pernikahan ini. Cinta untuk sang kekasih berubah menjadi benci, wajah tampan kekasihnya pun terlihat memuakkan di matanya saat ini.

Dua hari sebelum pernikahan, Mikaela memergoki Roy, kekasihnya yang tengah asik bercumbu dengan Dona di apartemen milik Roy. Dona ini adalah musuh bebuyutannya, kedua perempuan itu sudah bermusuhan sejak masa kuliah hingga sekarang.

Sakit sekali rasanya melihat pria yang sebentar lagi akan menikah dengannya berselingkuh. Tanpa pikir panjang, meskipun hatinya hancur dan merasa tidak rela, Mikaela memutuskan untuk membatalkan pernikahan yang sebentar lagi di langsungkan.

Roy yang bermulut manis dan berhati busuk, berhasil membujuk kedua orang tua Mikaela. Pria itu menyangkal atas tuduhan yang dilayangkan oleh Mikaela. Ia malah memutar balikan fakta jika Mikaela sendiri yang tengah berselingkuh dengan sahabatnya, Angga.

"Gue harus kabur! Amit-amit nikah sama bajingan tengik itu!" Keputusannya sudah bulat, ia akan pergi dari rumah ini. Setidaknya sampai situasi sudah lebih tenang baru kembali.

Mikaela membuka jendela kamar, melempar tasnya lebih dulu, kemudian ia naik dan melompat keluar.

"Astaghfirullah, non Mika!" pekik mbok Darmi yang memergoki anak majikannya hendak kabur. Padahal di ruang tamu dan halaman rumah sudah ramai dengan tamu undangan.

"Ssttt... Diem mbok!" Mikaela segera memperingati wanita paruh baya yang sudah puluhan tahun mengabdikan diri di keluarga ini untuk menutup mulutnya.

Mbok Darmi mengangguk. "Kenapa mau kabur non? Di luar udah di tungguin."

"Aku gak mau nikah sama cowok tukang selingkuh mbok." jawabnya dengan berbisik. Kepalanya mengitari sekitar, mengawasi situasi. "Please mbok, bantu aku kabur. Jangan bilang-bilang mama sama papa."

"Tapi non, mbok gak berani." Mbok Darmi serba salah, ia takut terkena marah oleh tuan dan nyonya besar.

"Ish! Mbok nih.. udah mbok tinggal diem aja kalo ditanya-tanya tentang aku." Katanya. Ia harus segera pergi sebelum orang-orang menyadari ia tidak ada di kamar.

Terdengar helaan nafas dari mbok Darmi. "Lewat belakang aja non, sepi, yang lain pada sibuk bantuin di depan."

"Makasih mbok." Bergegas Mikaela pergi ke pintu belakang. Secepatnya ia harus meninggalkan rumah ini.

Tujuannya saat ini, ia akan pergi ke stasiun. Mikaela akan pergi ke kampung halaman nenek buyutnya di Jawa Tengah. Walau hanya sekali pernah ke sana sewaktu kecil, tetapi Mikaela yakin akan sampai dengan selamat. Hanya tempat itu yang aman untuk pelariannya.

***

"Mika!!!!" teriak Sekar yang menyadari putrinya telah kabur. Ia nyaris limbung jika sang suami tak cepat menangkapnya.

Kedua tangan Roy terkepal kuat. Ia tidak menyangka Mikaela akan nekat kabur di  acara penting ini. Satu kesalahannya karena terayu oleh bujukan Dona untuk bersenang-senang.

Roy, pria modern yang sudah terbiasa melakukan one night stand. Selama berpacaran dengan Mikaela, ia bosan karena Mikaela tidak mau di sentuh. Kekasihnya itu sangat lugu dan cantik. Itu yang membuat Roy jatuh hati padanya. Maka dari itu, untuk menghilangkan kebosanan, Roy mencari kepuasan pada wanita lain. Sedangkan calon istrinya hanya diperuntukkan pada Mikaela. Laki-laki brengsek juga menginginkan gadis baik-baik untuk teman hidupnya. Wanita lain hanya untuk hiburan semata.

Sesal tiada guna, Mikaela telah mengetahui kebusukannya. Naas, ia di pergoki sebelum pernikahan terjadi. Roy masih mengingat jelas raut pias wajah Mikaela saat memergokinya di apartemen.

"Roy!" seru Mikaela. Ia berdiri mematung, memandangi Roy yang tengah mencumbu wanita di bawahnya. Air mata pun menetes deras tanpa di pinta, mewakili perasaannya yang hancur karena di khianati.

Roy dan wanita itu tersentak, mereka terkejut dengan kehadiran Mikaela. Roy menyudahi kegiatannya, lalu bangkit dari atas tubuh partner-nya.

Kedua mata Mikaela membeliak ketika mengenali wajah si wanita. "Dona!!" seru Mikaela. Hatinya semakin hancur saja, ternyata wanita itu adalah musuhnya!

"Baby, jangan salah paham!" Ucap Roy. Pria itu tidak mau kehilangan Mikaela hanya karena wanita yang belum lama ia kenal. "Aku gak ada apa-apa sama cewek itu." Ia meraih tangan Mikaela namun segera di tepis. 

Mikaela menatap tajam Roy. "Gak ada apa-apa kamu bilang!" Serunya. Sudah ketahuan di depan mata masih saja mengelak. Dasar brengsek! 

"Emangnya aku buta hah! Kalian nyaris telanjang, kalo aku gak dateng kalian pasti lebih dari ini kan?" terka Mikaela. Ia bukan perempuan bodoh yang tidak mengerti situasi ini. Walau tidak mahir melakukannya, nyaris buta pengalaman, Mikaela tahu apa yang sedang Roy dan Dona lakukan.

Dona tertawa di tengah ketegangan itu. "Makanya, jadi cewek tuh harus bisa nyenengin pacar sendiri, jadi cowok Lo gak cari cewek lain buat pelampiasan." Dengan bangganya Dona mengatakan itu. Rasanya senang sekali merebut milik musuhnya itu.

"Menjijikkan! Puas Lo, bikin hubungan gue ancur!" seru Mikaela. 

"Kalian saling kenal?" Tanya Roy, ia sama sekali tidak menyangka kalau kedua wanita ini saling mengenal.

"Cewek pecun ini musuh gue!" balas Mikaela. "Mulai detik ini, hubungan kita berakhir!" Mikaela melepaskan cincin pertunangan, lalu melemparkannya pada Roy. 

"Baby! Tunggu.. ini salah paham!" Roy mengejar Mikaela. Namun sayang kekasihnya itu berlari cepat menuju lift dan menghilang. "Aargghh! Sial!" 

Roy kembali ke apartemen, ia menatap tajam Dona yang sudah merapikan pakaiannya. "Sialan Lo! Lo jebak gue!" 

Dona tertawa. "Yupsss... Dan gue berhasil!"  Dona mendekat pada Roy. "Gue bisa gantiin Mika. Gue lebih segalanya dari Mika." 

"Mimpi Lo!" Roy mendorong bahu Dona agar menjauh. Lebih segalanya dari Mikaela? Cih! Mikaela calon istri idaman baginya. "Pergi sana!"

"Roy! Bagaimana ini?" suara Wulan, ibu dari Roy, berhasil membuyarkan lamunannya. Wanita paruh baya itu tak kalah cemasnya.

Roy mengusap wajahnya dengan kasar. "Aku akan cari Mika mah." Sungguh Roy menyesal! Ia tidak mau kehilangan Mikaela.

Tamu undangan perlahan membubarkan diri. Pernikahan yang batal telah menjadi topik perbincangan lingkungan sekitar. Ini baru acara di pagi hari, malam hari nanti pesta perayaan pernikahan yang diadakan di hotel bintang lima sudah dipastikan gagal. Bukan hanya rugi materi saja, kedua keluarga besar pun harus menanggung malu.

Tinggal di desa

Mikaela tiba di tempat tujuan setelah menempuh perjalanan kurang lebih delapan jam lamanya. Desa ini cukup terpencil letaknya, dari pusat Kabupaten, tetapi sudah cukup modern. Terbukti jalanan teraspal dengan licin, meskipun tidak lebar seperti jalan utama di ibu kota.

Rumah sederhana dengan halaman luas, Mikaela tersenyum saat melihat rumah peninggalan eyangnya. Ia telah sampai, itu artinya Mikaela selamat dari pernikahan yang mungkin saja akan menjeratnya dengan penderitaan.

Rumah ini tidak satupun dari cucu-cucu almarhum eyang Sucipto menempatinya. Mereka sudah memiliki kehidupan sendiri dengan keluarganya di ibu kota. Sedangkan anak tunggalnya pun sudah berpulang, ayah dari Sekar dan Burhan. Meskipun tidak ada lagi yang menempati, tetapi rumah tersebut sangat bersih dan rapih. Itu karena ada yang bertugas membersihkannya.

"Mbak.. siapa ya?" Wanita berpakaian daster lengkap dengan kain jarit yang membelit pinggul sampai bawah itu mendekat, lalu bertanya pada Mikaela. Dilihat, gadis yang asing serta penampilannya bukan seperti gadis desa pada umumnya, ia curiga.

Mikaela tersenyum ramah. "Saya Mikaela.. cucu eyang Sucipto." ucapnya. Mungkin dengan menyebut nama eyangnya, wanita itu bisa mengenali.

"Oalahhh... cucu buyut eyang Sucipto yang ada di kota? Putra ne sinten? Bu Sekar atau pak Burhan?" tanyanya dengan logat bahasa yang begitu khas sekali mencerminkan orang Jawa tulen.

"Mama Sekar.." jawab Mikaela.

"Oalahhh udah gede ayu pisan." Wanita yang bernama Lastri itu sempat melihat Mikaela sewaktu kecil. "Ayu kaya artis. Tadi saya kira artis yang mau manggung di Balai desa nyasar ke sini. Bening pisan, alus maning." ujarnya sambil mengelus tangan Mikaela yang sudah ada di genggamannya. Ia sempat mengira Mikaela itu seorang biduan terkenal yang nanti malam akan meramaikan acara di balai desa. "Saya ini mbak Lastri, tetangga rumah ini, Bu Sekar juga yang nyuruh saya buat bersih-bersih di rumah ini." Mbak Lastri antusias sekali menyambut kedatangan Mikaela sampai tak henti berceloteh.

"Bu Lastri, tolong jangan bilang aku ada di sini ke mama aku ya." Mendengar jika mbak Lastri ini mengenal dekat dengan mama Sekar, Mikaela segera memperingati mbak Lastri agar tidak mengatakan dirinya ada di rumah eyang Sucipto.

"Eh?" Ia terkejut. "Iya.. iya.. nanti gak bilang sama bu Sekar." Mbak Lastri langsung menyanggupi untuk menutup mulut.

Kemudian mbak Lastri membawa Mikaela masuk ke dalam rumah. Menunjukkan kamar yang dulu ditempati oleh Sekar.

Mikaela cukup senang, karena rumah ini di lengkapi dengan perabotan elektronik modern, seperti lemari pendingin, televisi berlayar tipis, mesin cuci, dapur pun tidak begitu buruk, bukan tungku yang memerlukan kayu bakar agar menghasilkan api untuk memasak. Mikaela bisa menggunakannya.

"Ini semua mama non Mikaela yang ngisi, rumah di renovasi juga sama mamanya non. Kalo pak Burhan mah boro-boro mau, inget pulang buat nengokin kampung halaman sendiri juga gak." Wanita itu mulai mengoceh. Biasa, mamak-mamak suka bergosip! "Eh, kok malah jadi curhat. Non Mika bisa langsung istirahat, kasurnya bersih kok baru di ganti tadi pagi. Kebetulan banget non Mika dateng."

"Maksih Bu Lastri." ucapnya sambil tersenyum. Mikaela memang ingin beristirahat, tubuhnya terasa pegal setelah melakukan perjalanan panjang.

"Panggil bi Lastri aja jangan ibu, kaya priyayi." Ucapnya tersenyum. "Mau saya masakin apa?"

"Emm.. apa aja bi."

"Yo wis, nanti kalo udah jadi thak bangunin." Mbak Lastri pergi untuk menyiapkan makanan.

Malam harinya mbak Lastri datang kembali membawa makanan untuk Mikaela. Kali ini ia datang tidak sendirian.

"Ini non Mika, makan seadanya." ujar mbak Lastri sambil menghidangkan lauk pauk beserta nasi. "Kenalkan, ini Ajeng anak bibi. Mungkin umur kalian gak jauh beda." Mbak Lastri mengenalkan putrinya pada Mikaela.

"Terimakasih bi." ucapnya. Kemudian ia menyambut jabatan tangan dari perempuan bernama Ajeng itu. "Aku Mikaela, panggil aja Mika."

Ajeng mengangguk canggung. "Saya Ajeng, mbak." Usia mereka tidak jauh berbeda, Ajeng lebih muda tiga tahun dari Mikaela.

Di rumah yang cukup besar ini, Mikaela takut kalau tinggal sendirian. "Emm.. Ajeng, tinggal di sini aja ya, nemenin aku. Aku takut sendirian." Pintanya.

Ajeng yang masih canggung mengangguk, menurut saja apa kata Mikaela. "Iya mbak."

Mereka bertiga lanjut makan malam bersama. Mikaela yang memiliki kerendahan hati tidak masalah makan bersama mbak Lastri dan Ajeng. Ia malah seneng memiliki teman baru di desa ini.

***

Keesokan harinya, Mikaela di temani Ajeng pergi ke pasar untuk membeli sayuran dan perlengkapan lainnya yang tidak ada di rumah. Mikaela ini tidak pandai memasak, tetapi ia akan belajar mulai dari sekarang, mengingat dirinya akan tinggal jauh dari orang tua.

"Mbak Mika bisa masak?" Ajeng sudah mulai berani mengakrabkan diri. Ia heran kenapa gadis cantik yang berasal dari kota ini mau repot-repot memasak. Biasanya yang ia tahu itu gadis-gadis kota enggan terjun ke dapur.

Mikaela menyengir. "Hehe.. gak pinter banget sih, cuma bisa lah dikit dikit, sekalian belajar jadi istri idaman, bisa masakin suami." Khayalannya begitu manis, membayangkan ketika berkeluarga nanti, Mikaela menjadi ibu rumah tangga yang perhatian pada suaminya dan anak-anaknya. Ia akan sepenuh hati mencurahkan kasih sayangnya pada keluarga. "Ini masih lama gak sih, kok gak nyampe-nyampe?" tanyanya. Kedua gadis itu tengah menaiki sepeda motor milik Ajeng untuk pergi ke pasar.

"Bentar lagi mbak." jawab Ajeng yang tengah fokus mengemudi sepeda motornya. "Panas ya? Takut jadi item ya? Hehe.." selorohnya.

"Hihi.. iya panas, untung aku tadi pake sunscreen." ucapnya.

Mikaela Nugraha, gadis dari keluarga yang berkecukupan, tidak miskin dan juga tidak kaya seperti konglomerat. Ayahnya seorang direktur Bank swasta. Ibunya seorang dosen di universitas negeri, tetapi sudah memutuskan untuk pensiun dini. Mikaela sendiri memiliki adik laki-laki bernama Arjuna Nugraha, yang kini masih menempuh pendidikan di universitas di Jakarta. Jadi jangan heran kalau Mikaela harus membiasakan diri dan beradaptasi di lingkungan di desa ini.

Tiba di pasar, Mikaela berusaha mengabaikan bau tak sedap. Biasanya ia menemani mama Sekar berbelanja di pasar modern. Lagi-lagi Mikaela sudah memprediksinya, ia pun memakai masker penutup hidung.

"Eh, mas Jaka! Beli apa mas, tumben sendiri?" Seru Ajeng menyapa seorang laki-laki yang tak sengaja berpapasan dengan mereka.

Pria berperawakan tinggi besar dengan tubuh proporsional pun balik tersenyum. "Beli pupuk, mas Karyo lagi gak bisa." jawabnya.

Mikaela membeku ketika pria bernama Jaka itu tersenyum padanya. Manis sekali...

"Kenalin mas, ini mbak Mika. Cucunya eyang Sucipto." Ajeng memperkenalkan Mikaela pada Jaka.

Senyuman Jaka semakin lebar saja, jantung Mikaela pun terus bertalu saking terkesimanya dengan pria ini.

"Mbak! Mbak Mika!" suara Ajeng membuyarkan lamunan Mikaela yang entah sedang memikirkan apa.

"Eh.." pekik Mikaela.

"Mbak Mika ini di ajak kenalan sama mas Jaka diem aja. Orangnya jadi pergi tuh.. gak enak aku mbak!" ujar Ajeng. Ia merasa tak enak hati, karena Mikaela mengacuhkan Jaka.

"Eh.. aku tadi.." bukan maksud mengabaikan. Tetapi Mikaela asik menikmati senyuman manis Jaka sampai tak sadar.

"Udahlah, ayo mbak keburu siang nanti pada abis." Ajeng menarik tangan Mikaela agar mengikutinya.

"Jeng, tadi namanya siapa? Aku lupa?" tanya Mikaela penasaran.

"Mas Jaka." jawab Ajeng santai.

Mikaela senyum-senyum sendiri. Sepertinya ia terkesima pada pandangan pertama. Lalu apa dia sudah melupakan Roy? Semudah itukah hatinya berpaling?

Mikaela tidak tahu saja kalau pria yang ia taksir adalah seorang petani. Jika tahu? Mikaela akan berpikir seribu kali untuk tertarik pada pria itu.

Minta di lamar

Jaka, pria sederhana yang sudah tiga tahun ini menggantikan ibu dan neneknya mengurus sawah dan kebun. Kedua orang yang sangat berarti di hidupnya telah berpulang. Mereka meninggal dunia dikarenakan wabah yang sempat mengguncang dunia. Ibu dan neneknya salah satu korban yang terkena wabah tersebut.

Jaka sendiri kini hidup ditemani bibi Nenti, adik dari ibunya. Karena hanya wanita itu keluarga satu satunya yang tersisa. Diusianya yang sudah setengah abad, bibi Nenti masih menyendiri. Beliau tidak berminat untuk berumah tangga, entah apa alasannya.

"Jaka, tadi kamu di cariin Putri. Katanya kamu di telpon gak di angkat angkat. Ada penting katanya.." ujar bibi Nenti menyampaikan kabar kekasih Jaka yang datang bertamu, untuk menanyakan keberadaan Jaka yang sulit di hubungi.

"Hape ku low bat bi, tadi aku ke pasar lupa belum di cas." Jaka merogoh kantong celananya, mengambil ponsel miliknya yang sedari tadi bersemayam di dalam sana.

"Yaudah nanti cepetan hubungi Putri. kayaknya penting."

"Iya bi." Jaka lekas masuk ke kamarnya untuk mengisi daya, ponselnya itu sudah terdapat banyak retakan di layar. Tapi masih berfungsi dengan baik. Pria itu sama sekali tidak memikirkan trand anak muda jaman sekarang, yang selalu mengutamakan gaya.

Jaka dan Putri sudah dua tahun menjalin hubungan. Jaka beruntung sekali mendapat kekasih seperti Putri. Gadis kembang desa, yang di perebutkan banyak lelaki.

Banar saja setelah ponsel berhasil menyala, banyak pesan masuk dari kekasihnya. Mereka pun bertemu janji untuk bertemu di tempat biasa.

Karena ingin bertemu dengan kekasih hatinya, Jaka harus berpenampilan baik. Setidaknya harus rapih dan wangi meskipun pakaian yang ia kenakan tidak lah bagus dan mahal.

Di pematang sawah, dekat dengan gubuk kecil, Jaka dan Putri bertemu.

"Mas! kamu dari mana saja? hape mas gak aktif? aku cari di rumah kamu gak ada." baru saja bertemu, Putri langsung mencecar banyak pertanyaan.

"Aku tadi ke pasar, beli pupuk. Hape aku low bat lupa gak di cas, Put." jawabnya jujur. Jaka pria setia yang tidak neko-neko. Melirik gadis lain pun tidak semenjak resmi menjalin hubungan dengan Putri.

Putri memaklumi. Lalu ia menarik lengan Jaka. "Mas, ada yang mau aku omongin. Ini penting!"

Jaka mengangguk. "Tapi jangan di sini. kayaknya bentar lagi ujan. Kita ke warung mbak Sulis aja yuk?" ucapnya, mengajak Sulis ke salah satu warung kopi terdekat.

"Iya, di sini banyak nyamuk." Putri setuju.

Keduanya pun berjalan beriringan menuju warung kopi mbak Sulis.

Putri, seorang bidan yang baru bertugas beberapa bulan ini. Ia menerima Jaka apa adanya, yang hanya seorang Petani. Jaka pria tampan dan sangat menyayanginya, itu sudah cukup bagi Putri. Terlebih Jaka tipe pria pendiam, tidak suka jelalatan pada gadis lain.

"Mas, kapan kamu mau melamar ku?" ucap Putri tiba-tiba. Gadis itu tak tahan menahan mulutnya untuk tidak bersuara. Terlalu lama kalau menunggu sampai ke warung mbak Sulis.

Jaka tersenyum, "Aku lagi nabung dulu, Put. Nanti kalau uangnya udah cukup, aku berniat melamar mu." pria itu serius dalam hubungan ini. Jaka ingin mempersunting Putri.

Putri mendengus. "Gak bisa secepatnya?" ucapnya. "Mas, aku dijodohin sama ibu bapak. Kalau bisa secepatnya kamu lamar aku mas." kekhawatirannya selama ini terucap juga. Putri hanya ingin menikah dengan mas Jaka, pria yang ia cintai. Tetapi kedua orangtuanya sudah menyiapkan jodoh untuknya. Mereka bilang bulan ini akan datang ke rumah untuk menyampaikan keseriusan.

Jaka terdiam. Uangnya masih belum cukup untuk meminang seorang gadis. Apalagi kekasihnya ini bukan dari keluarga biasa. Pasti membutuhkan banyak uang. "Tapi put..."

"Mas! aku gak mau nikah sama orang lain. Mas Jaka harus lamar aku secepetnya!"

Terdengar helaan nafas berat. "Bukan aku gak mau put, tapi uang ku belum cukup."

"Jangan pikirkan uang dulu! yang penting kamu datang ke orang tua ku." katanya. Setidaknya kalau Jaka datang menemui kedua orangtuanya, Jaka sudah beritikad baik dalam menjalin hubungan dengan Putri. Masalah uang bisa di cari nanti.

Jaka mengangguk, menyanggupi. "Baik, aku akan datang besok malam."

Senyum Putri mengembang kembali. Keresahan Gadis itu perlahan menguar. Ia percaya kalau Jaka memang serius dengannya.

***

Rupanya mbak Lastri tidak bisa di percaya, ia menghubungi Sekar, mengatakan jika Mikaela berada di kampung.

Kabar yang sangat melegakan bagi Sekar. setidaknya putrinya tidak pergi jauh. Ia masih bisa menyusul Mikaela ke kampung.

"Mama istirahat dulu, setelah sehat betul baru kita susul Mika." kata suaminya, Dimas. Kesehatan Sekar terlalu lemah untuk melakukan perjalanan jauh. Wanita itu harus memulihkan kesehatannya lebih dulu.

"Iya pah. Kita harus susul Mika." balas Sekar menurut.

Pernikahan putrinya gagal, hal itu sangat mempermalukan nama besar keluarga. Bukan itu saja, pertemanan dengan Wulan - ibu dari Roy semakin memburuk. Wulan tidak terima diperlakukan dengan cara seperti ini. Putranya ditinggal di pelaminan. Sungguh sangat melukai harga diri keluarga besar Wulan.

Tetapi Roy masih kekeh ingin menikahi Mikaela. Pria itu tidak mau kehilangan kekasihnya. Ia harus mendapatkan Mikaela kembali dengan cara apapun!

"Bagaimana kondisi mama?" Roy masih rutin berkunjung ke rumah Mikaela. Pria itu pun tak canggung sedikitpun memanggil Sekar dengan sebutan mama. Padahal pernikahannya dengan Mikaela sudah batal.

"Sudah lebih baik." jawab Sekar. "Roy, tante rasa kamu gak perlu lagi menjenguk tante. Ibu mu pasti melarang." sebenarnya Sekar pun risih dengan perlakuan Roy. Anak muda ini seperti memaksakan keadaan agar tetap baik-baik saja. Sekar tidak bisa menjanjikan apapun. "Mungkin Mika memang bukan yang terbaik buat mu, Roy. Kamu masih bisa cari wanita yang lebih sempurna dari Mika." kata Sekar.

"Gak! gak mah! Roy tetap akan menikahi Mika. Pernikahan kami hanya tertunda, bukan batal!" ucapnya percaya diri.

Dengan keputusan Mikaela yang terbilang nekat. Sekar menjadi curiga kalau semua tuduhan putrinya pada Roy ini benar adanya. Roy berselingkuh dengan cara menjijikkan. Dan Mikaela melihat dengan mata kepalanya sendiri.

"Aku masih menerima Mika apa adanya, mah. Aku akan melupakan kesalahan Mika yang udah duain aku." Roy tetap menuduh Mikaela tanpa bukti.

"Tapi rasanya gak mungkin Mika selingkuh dengan Angga. Mereka temenan sejak kecil." Sekar ingin kejujuran dari mulut Roy sendiri.

"Sahabat bisa saja jadi cinta mah." ujar Roy.

Sekar terdiam, ia tidak mau membahas masalah ini lagi. Sekar jadi mengingat peristiwa gagalnya pernikahan. Semua orang mencecernya, meminta pertanggung jawaban atas kelakuan putrinya. Belum lagi mendengar gunjingan tetangga yang selalu ingin tahu!

Sekar yang tak sepenuhnya percaya pada Roy, menyembunyikan keberadaan Mikaela yang saat ini tengah di kampung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!