Freya mengepalkan tangannya sangat kuat, wajahnya yang cantik tampak memerah penuh amarah. Tatapan matanya begitu tajam seolah bisa membelah apa saja yang ada didepannya. Wanita berusia 21 tahun itu tengah menyaksikan kemesraan sang Ayah dengan seorang wanita antah berantah yang tiba-tiba hadir di kehidupan mereka.
"AYAH!" Freya berteriak berang, tas yang sejak tadi tergantung dilengannya langsung ia lempar dengan keras hingga mengejutkan kedua orang tidak tahu diri itu.
"Freya?" Morgan yang tadinya sibuk berasyik-masyuk dengan wanitanya langsung menghentikan aktivitasnya tatkala putrinya datang.
"Hal menjijikan apa ini Ayah? Makam Ibuku bahkan belum kering, tapi dengan teganya Ayah bercum bu dengan wanita ini?" Freya masih berteriak tidak terima. Karena Ibu kandungnya baru saja meninggal satu Minggu yang lalu, tapi Ayahnya malah bersikap seperti ini.
"Freya, jaga bicaramu. Mulai sekarang kau harus sopan kepadanya, karena dia adalah calon Ibu tirimu," ujar Morgan memperingatkan putrinya.
Freya membesarkan matanya syok, sama sekali tidak menyangka jika kata-kata itu akan keluar dari mulut Ayahnya. Freya lalu mengalihkan pandangannya kearah sosok wanita yang akan menjadi Ibu tirinya itu. Meski sudah cukup berumur, tapi wanita itu terlihat sangat terawat.
"Ayah, what the fuckkk? Aku tidak akan menerima wanita ini menjadi Ibu tiriku sampai kapanpun! Bagiku Ibuku hanya satu, dan selamanya akan selalu seperti itu!" teriak Freya sama sekali tidak terima jika Ayahnya akan menikah lagi, dalam bayangannya pun dia tidak rela, apalagi harus benar-benar terjadi.
"Terserah kau mau setuju atau tidak, Ayah sudah memberitahu, besok pernikahan akan dilangsungkan, dan Ayah harap kau tidak membuat masalah," ujar Morgan, tanpa memperdulikan ketidaksetujuan dari Freya, pria yang sudah bau tanah itu malah mengajak kekasihnya Andriana masuk kedalam kamar mereka.
"Ayah keterlaluan! Aku tidak akan menerima ini semua! Arghhhhhhhh ..." Freya berteriak-teriak dan membanting apa saja yang ada didepannya, berharap Ayahnya akan mau merubah pikirannya.
Namun, apa yang diinginkan Freya tidak pernah terjadi. Ayahnya tetap melangsungkan pernikahan sesuai keinginan pria itu. Freya begitu hancur, tapi juga tidak berdaya. Disaat seperti ini tidak ada satupun orang yang merangkulnya untuk sekedar mengatakan kalau semua akan baik-baik saja.
Semua harapan yang masih tertinggal kini sudah benar-benar hancur sia-sia. Dan Freya kian tenggelam dan terlupakan.
******
Freya menghisap rokoknya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Asap tampak sudah mengepul memenuhi sekitar wajahnya dan ditangan satunya terlihat ia memegang satu gelas brandy yang siap diteguknya.
"Frey, lu nggak balik? Ini udah jam 3, besok bukannya ada kelas?" Nanda menepuk-nepuk pelan lengan Freya, bermaksud membangunkan.
"Balik kemana lagi? Gue nggak punya rumah," sahut Freya acuh, tidak begitu peduli juga dengan perkataan sahabatnya, karena baginya ia tidak punya rumah saat ini.
"Aduh Frey, jangan gitulah, ini udah malem banget, gue antar lu pulang, buruan." Nanda masih berusaha membuat sahabatnya itu sadar, meskipun terlihat sekarang sudah mabuk berat karena sudah puluhan botol alkohol dihabiskan oleh Freya.
"Ck, lu kalau mau pulang, pulang aja deh. Gue lagi eneg lihat muka pelakor itu. Biarin gue disini sendiri," tukas Freya mendorong tubuh sahabatnya dengan kasar.
Setelah Ayahnya memutuskan akan menikah lagi, sudah berbulan-bulan Freya menghabiskan hidupnya di club' malam dan kecanduan dengan barang-barang haram itu. Ia hanya akan pulang untuk mengganti baju dan pergi ke kampus, selebihnya ia tidak akan tidur dirumah karena baginya rumah itu adalah neraka.
"Nggak bisa Frey, disini bahaya kalau lu sendirian." Nanda masih tidak mau pergi, mengingat bagaimana bahayanya tempat itu.
"Tenang aja, nanti gue minta Devan jemput gue. Lu pulang aja."
Mendapatkan jawaban seperti itu dari Freya, akhirnya Nanda mau tidak mau meninggalkan wanita itu sendirian di club', ia juga tidak bisa terlalu lama berada disana karena besok akan pergi ke kampus.
Sedangkan Freya terus melanjutkan aktivitasnya, meneguk minuman haram itu sampai kepalanya sangat berat. Ditambah pil ekstasi yang mulai bekerja membuat Freya seperti mengalami hal-hal yang begitu indah.
"Ah ... sial, kenapa lampu itu terus berputar-putar. Kepalaku sakit sekali," gumam Freya bangkit, meninggalkan tempat itu dan berjalan keluar, matanya sudah enggan untuk terbuka hingga membuat jalannya sempoyongan.
"Devan, anak itu ... kemana dia? Apa masih bersama para ja la ng ..." Freya bergumam-gumam sendiri seraya terus berjalan, ia beberapa kali menabrak tembok karena pandangannya yang begitu kabur.
Saat melewati sebuah ruangan yang sedikit terbuka pintunya, Freya terkekeh-kekeh sinis. Dia seperti sedang melihat Andriana, Ibu tirinya yang sedang asyik bergoyang di pangkuan pria muda.
"Wanita itu ... bertingkah polos didepan Ayahku, tapi dia benar-benar menjjikan," ucap Freya memilih tidak menghiraukan Andriana, toh jika ia mengadukan perbuatannya itu kepada Ayahnya, pria itu tidak akan percaya, lebih baik biarkan saja.
Freya segera meninggalkan tempat itu dengan berusaha payah. Ia hampir saja sampai diloby utama, namun tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang dari belakang.
"Oh shittt, siapa lu? Gue mau pulang," ucap Freya menepis tangan pria itu.
"Kenapa harus pulang? Tidak ingin bersenang-senang?" ucap pria itu menarik pinggang Freya hingga tubuh mereka menempel erat.
"Ah sial, jangan menyentuhku. Enyahlah ..." kata Freya kembali mendorong pria itu, namun kekuatannya terlalu lemah hingga pria itu dengan mudah melumpuhkannya.
"Jangan berlagak jual mahal, aku tahu kau pasti suka, nikmati saja baby ..." Pria itu mendorong Freya ke salah satu toilet dan memerangkap tubuh Freya di dinding, ia mencoba melecehkan wanita itu dengan mencium bibirnya.
"Brengsek! Aku tidak mau," kata Freya mengelak, ia menggerakkan kepalanya menghindari ciuman dari pria itu.
Namun, lagi-lagi pria itu lebih lihay, sepertinya mereka sama-sama dalam pengaruh alkohol membuat pria itu juga tidak bisa berfikir jernih. Freya sendiri lama-lama mulai melemah kekuatan berontaknya, tapi ia masih mencoba bertahan.
"Lepaskan aku brengsek! Arghhh, siapapun tolong aku!" teriak Freya mencoba mempertahankan bajunya yang akan ditarik paksa.
"Dasar ja la ng, jangan sok jual mahal kau," bentak pria itu terus memaksa Freya.
Hingga tiba-tiba ada seorang pria yang entah datang darimana langsung melibas kepala pria itu, dan berhasil membuat Freya terlepas.
"Bang sat! Tidak bisakah kau mencari mangsa lain!"
Bugh
Freya mendengar pria itu mengumpat kesal, ia mencoba membuka matanya, tapi pandangannya terlalu buram untuk melihat siapa yang sudah menolongnya. Sekilas ia hanya tahu jika pria itu memiliki tubuh tinggi tegap, dan setelah itu ia tidak tahu apapun lagi, hanya mendengar suara orang yang bertengkar dan mengumpat.
Happy Reading.
TBC.
Hay everyone, balik lagi dicerita author Virzha.
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya.
Semoga suka.
"Ah ... euhmmm ... aku suka baby ... ah ... Lebih cepat! Akhhhhhhhh ..."
"Arghhhhhhhh!!!!"
Suara de sa han seorang pria dan wanita saling bersahutan memenuhi kamar yang terlihat sangat luas. Ranjang yang bergoyang itu menandakan ada gerakan yang cukup kerasa diatasnya, terlihat sangat acak-acakan. Bantal dan selimutnya entah terlempar kemana saja.
"Lagi baby, oughhhh ...." Seorang wanita yang tampak sudah berumur namun masih terawat tampak melenguh pelan tatkala lawan mainnya melepaskan penyatuan mereka. Ia masih memejamkan matanya meresapi kenikmatan dunia yang baru saja diraihnya, tapi rasanya masih belum puas mengingat bagaimana perkasanya pria yang telah disewanya.
Sean menarik sudut bibirnya, ia tidak menggubris perkataan wanita itu dan memilih memunguti bajunya sendiri.
"Hari ini cukup sampai disini Baby, kita sudah menghabiskan 4 jam. Kau juga butuh istirahat," ujar Sean melempar senyum mautnya kepada wanita itu.
"Lagi, aku akan memberikanmu bonus. Atau mungkin kau bisa ikut pulang ke rumahku, suamiku sedang keluar kota," ujar wanita itu lagi, benar-benar belum puas meski sudah 4 jam bercinta dengan sangat panas dan tanpa jeda.
Lagi-lagi Sean hanya tersenyum, ia tetap memunguti bajunya lalu pergi ke kamar mandi dan memakinya. Sebelum itu, ia sempat membersihkan dirinya, mengguyur seluruh tubuhnya dengan air yang mengalir dari shower.
Sean membiarkan air itu membasahi tubuhnya, seolah ingin membersihkan bekas-bekas wanita yang masih menempel ditubuhnya. Namun, meskipun ia membersihkannya tidak akan mungkin membuat dirinya juga benar-benar bersih.
Sean menghela nafas panjang, tidak mau mengingat-ingat hal yang membuat hatinya mengharu biru. Ia lebih memilih menyelesaikan acara mandinya dan memakai bajunya kembali lalu pergi meninggalkan tempat itu.
"Baby, aku akan pergi sekarang. Apa aku perlu memesankan taksi untukmu?" ujar Sean masih bersikap baik kepada sumber uangnya itu.
"Tidak usah, seharusnya kau saja yang mengantarku. Kenapa kau menolak?" sahut wanita itu tersenyum manja pada Sean, berharap Sean akan tergoda lagi dengan wajahnya itu.
Namun, tentu saja hal itu tidak akan terjadi. Bagi Sean ia hanya akan bekerja seperti perjanjian yang telah dibuat. Jika waktunya sudah habis, maka ia akan benar-benar pergi.
"Kalau begitu, aku akan pergi. Semoga harimu menyenangkan Baby. Terima kasih bonusnya, hubungi saja Anton jika kau membutuhkanku lagi," kata Sean menunjukkan ponsel yang terlihat sebuah transaksi disana, ia menyempatkan dirinya untuk mencium mesra bibir wanita itu sebelum pergi.
Tujuannya tentu ingin memberikan efek terpesona kepada wanita yang baru saja dipuaskannya. Sean yakin, wanita itu pasti akan menghubungi Anton untuk meminta jasanya lagi.
******
Sean meninggalkan kamar sewanya seraya menghisap rokoknya dalam-dalam, ia tidak langsung pulang karena menunggu temannya Anton yang memiliki perkejaan yang sama dengannya.
Seseorang Gigolo? Yeah, Sean menganggap itu adalah perkejaan karena memang itulah yang ia lakukan setiap hari. Memuaskan wanita satu dan wanita lainnya. Dia hanya tinggal membuat wanita itu terus men de sah maka uang akan mengalir di rekeningnya.
Saat Sean sedang menikmati rokoknya, ponselnya terdengar berdering membuat ia segera mengangkatnya, ternyata Anton yang sudah menghubunginya.
"Lu dimana?" Tanya Sean tanpa basa-basi.
"Gue kayaknya nggak bisa pulang, lu balik aja gue ... ah honey, biarkan aku menghubungi Sean dulu."
Sean mendengus kecil mendengar suara Anton, tanpa melihat pun ia tahu jika saat ini Anton masih ditahan oleh partnernya.
"Gue tahu, kalau gitu gue pulang duluan." Sean mematikan sambungan telepon saat dirasa sudah cukup tahu informasi tentang temannya Anton yang tidak bisa pulang malam ini.
Sean menghabiskan rokok terakhirnya lalu membuang puntungnya. Ia sudah bersiap untuk pulang tapi matanya tidak sengaja menangkap bayangan yang menarik perhatiannya. Awalnya tidak ingin perduli, tapi hati Sean seolah tertarik untuk melihatnya.
"Lepaskan brengsek! Aku tidak mau!" Sayup-sayup Sean mendengar suara wanita yang berteriak-teriak, ia bergegas melangkahkan kakinya dan ia seketika terkejut saat melihat seorang wanita yang dipaksa oleh seorang pria.
Tanpa ba-bi-bu, Sean langsung melibas kepala pria itu dengan tendangan dikakinya sampai pria itu terjungkal.
"Bang sat! Tidak bisakah kau mencari mangsa lain!" umpat Sean kembali melesatkan tendangannya ditubuh pria itu hingga tidak lagi bisa berdiri.
"Cih, cuma segitu doang belagu," decih Sean meludah kelantai. Sean lalu menghampiri seorang wanita yang hampir dilecehkan itu.
"Halo, Nona? Apa kau bisa mendengarku?" Sean mencoba menyentuh lengan wanita itu, namun tiba-tiba tubuh wanita itu malah ambruk kepelukannya.
"Kepala gue sakit banget ..." Freya merintih pelan tatkala merasakan kepalanya berdenyut-denyut tidak karuan, seolah ada sesuatu yang menghantamnya dengan keras.
"Kau mabuk, katakan dimana rumahmu, aku akan mencarikan taksi," ujar Sean.
Freya tidak menyahut, kepalanya benar-benar sakit hingga ia tak tahan rasa sakitnya dan dirinya langsung tak sadarkan diri begitu saja.
"Hei, kau ...," Sean menghentikan ucapannya, ia menghela nafas panjang saat tahu jika Freya sudah pingsan duluan.
"Kenapa juga dia harus pingsan disaat seperti ini, menyebalkan," gumam Sean diiringi dengusan kecilnya, ia padahal hari ini sangat lelah dan ingin tidur cepat, tapi malah bertemu dengan wanita ini.
"Kemana aku harus membawanya? Apa aku bawa kerumah saja?" Sean bergumam lagi, ia melihat Freya yang benar-benar sudah tidak berdaya seperti itu.
Menyadari jika Freya mabuk hingga teler membuat Sean lagi-lagi mendesis pelan. "Semua wanita memang sama saja," gerutu Sean akhirnya mau tidak mau membawa Freya menggendongnya pergi meninggalkan toilet itu dan membawanya pulang kerumah.
Selain tidak tahu alamat Freya, ini juga sudah jam 3 pagi, bisa saja rumah wanita ini sangat jauh dan akan membuang waktunya dengan sia-sia.
*******
Sean membawa Freya ke rumah pribadinya yang terlihat minimalis, ia lagi-lagi harus menggendongnya karena Freya masih tidak sadarkan diri. Sean lalu membawa wanita itu ke kamarnya, ia membantu melepaskan sepatu hak tinggi wanita itu dengan perlahan agar tidak membangunkan.
"Hei!" Freya tiba-tiba berseru membuat Sean kaget, ia menoleh dan melihat Freya sudah duduk.
"Kau sudah bangun?" Sean mendesis sebal, ia sudah bersusah payah menggendong wanita itu tapi malah bangun.
Freya tidak menjawab, ia mengerutkan dahinya menatap Sean lekat-lekat. Tidak tahu apa yang ada dipikiran Freya saat ini, tapi ia terus mendekatkan wajahnya kearah Sean.
"Kalau kau sudah baik-baik saja, aku-" Sean membulatkan matanya kaget saat Freya tiba-tiba memegang pipinya lalu mencium bibirnya dengan lembut. Bibir wanita itu tampak malu-malu mengecupi bibirnya.
Sean yang sudah pro dalam berciuman merasa ciuman Freya itu sangat buruk, secara impulsif ia malah menekan tengkuk Freya dan memperdalam ciuman itu. Mengigit bibir kecil Freya hingga terbuka lalu menyusupkan lidahnya kedalam rongga mulutnya.
Ciuman itu cukup lama dan dalam, kedua orang asing yang tidak saling mengenal berciuman dengan begitu panas. Tapi Sean menghentikannya sebelum hasratnya kembali bangkit. Nafas keduanya terengah-engah dan Freya melempar senyuman manisnya lalu tertidur kembali.
Sean berdecih pelan. "Selain pemabuk yang buruk, dia juga sangat payah dalam hal ciuman," desis Sean menarik sudut bibirnya melihat Freya yang meringkuk di kasurnya.
Meksipun Sean seorang Gigolo yang memuja wanita, tapi ia tidak pernah sekalipun mengambil kesempatan dalam kesempitan. Ia langsung meninggalkan kamarnya setelah membenarkan selimut pada Freya.
Happy Reading.
TBC.
Cast Visual.
Sean Bagaskara_
Freya_
Freya terbangun saat merasakan sinar matahari yang begitu menyilaukan. Ia merasakan kepalanya berdenyut-denyut sangat pusing, membuat ia mengerang kesakitan.
"Arghhh, kepala gue sakit banget," ucap Freya menyeret tubuhnya agar terduduk, ia memegang kepalanya yang terasa ingin pecah. Sepertinya ia terlalu banyak minum semalam.
"Dimana ini gue," gumam Freya mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar yang menurutnya sangat asing itu.
Freya lalu mengingat-ingat apa yang terjadi semalam, tapi ia tidak ingat apapun. Jika sudah meminum alkohol dan pil ekstasi memang membuat Freya lupa segalanya.
"Bodo amatlah, yang penting gue masih hidup sekarang. Gue harus pergi kemana ini," ujar Freya enggan untuk memikirkan apa yang sudah terjadi, lagipula jika ia kenapa-kenapa Ayahnya juga tidak akan peduli. Bahkan kalau ia mati mungkin hanya akan dicari jasadnya lalu dikuburkan begitu saja.
Freya mencoba turun dari ranjang yang berukuran sangat besar itu. Namun, kepalanya terlalu sakit membuat ia sedikit terhuyung. Mungkin jika tidak ada tangan yang melingkar dipinggangnya, Freya akan jatuh menghantam lantai.
"Berhati-hatilah," tegur Sean menatap Freya sedikit tajam.
Freya mengerutkan dahinya saat melihat pria asing didepannya, ia sontak langsung menjauhkan tubuhnya dari pria itu.
"Siapa kau?" seru Freya menatap Sean lekat-lekat, merasa tidak pernah melihat pria itu dimanapun.
"Apa kau sudah sembuh? Dimana rumahmu? Aku akan mengantarmu pulang, orang tuanmu pasti sedang menunggumu." Sean tidak menjawab keingintahuan Freya, ia lebih memilih bertanya hal lain.
"Tidak perlu bertingkah sok baik, katakan apa maumu? Kenapa kau bisa ada disini?" Ujar Freya menatap Sean begitu curiga, ia juga sempat melihat penampilan Sean yang tampak santai namun entah kenapa justru terlihat begitu tampan.
"Kau ini lucu sekali, ini rumahku, jelas aku ada disini. Jika kau sudah baik-baik saja, segeralah pergi, aku juga ada urusan lain," ucap Sean menggelengkan kepalanya, baru pertama kali ini ia bertemu dengan seorang wanita yang mencurigainya seperti itu.
Padahal biasanya para wanita yang bertemu dengannya akan langsung memasang wajah genit dan sok cantik untuk menarik perhatiannya. Tapi wanita ini?
"Tanpa kau suruh pun aku juga akan pergi," sungut Freya mendengus sebal, ia lalu mengambil tas dan sepatunya untuk bersiap pergi.
Namun, sebelum ia pergi, ia mengehentikan langkahnya dan menatap Sean dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Tunggu dulu, semalam apa terjadi sesuatu diantara kita?" Tanya Freya begitu curiga, matanya menyipit seolah menatap Sean seolah penjahat ke la min.
Sean mengangkat alisnya, ia sempat gugup sesaat karena pertanyaan itu. Seketika saja ingatannya langsung melayang pada saat mereka berciuman semalam.
"Memangnya apa yang sudah kita lakukan? Apa kau tidak mengingat apapun?" Sean justru balik bertanya.
"Aku yang bertanya padamu brengsek! Jangan bilang semalam kau-"
"Hei Nona, sejak tadi sepertinya kau selalu berpikir aku ini seorang pria mesum yang suka mencari kesempatan dalam kesempitan. Jika aku memang pria seperti itu, saat ini kau pasti sudah tidur telanjang di ranjang ini," sergah Sean sebelum Freya menuduhnya yang tidak-tidak.
"Apa?" Freya melotot kesal, ia langsung menatap tubuhnya sendiri yang masih menggunakan pakaian lengkap. "Bisa saja kau memakaikan baju padaku lagi setelah kau melakukannya, iya 'kan? Dasar pria ca bul!" seru Freya.
Sean terkekeh-kekeh geli, merasa ucapan Freya itu sangat konyol sekali. "Sudah, jangan teruskan, lebih baik kau sekarang pulang saja. Orang tuamu pasti sudah menunggu anaknya pulang dirumah. Lain kali jangan mabuk lagi, kau sungguh pemabuk yang buruk," ujar Sean menggelengkan kepalanya, benar-benar geli karena Freya menuduhnya seperti itu.
Lagipula mana mungkin Sean memperkosa wanita itu, sedangkan setiap saat saja sudah banyak wanita yang mengantri untuk membuka selang kangannya untuk Sean.
"Hei, mau pergi kemana kau? Aku tidak terima ya, kalau kau terbukti macam-macam, aku akan melaporkanmu ke polisi," teriak Freya mengikuti Sean yang berjalan keluar terlebih dulu.
"Laporkan saja Nona, jika memang aku terbukti bersalah, maka aku akan tanggung jawab," sahut Sean begitu santai, ia mengabaikan Freya yang terus mengikutinya dan memilih meminum bir di salah bar pribadi miliknya.
"Jadi benar kau sudah melakukan hal itu padaku?" Freya semakin syok, ia mengikuti Sean mengambil bir yang ada disana lalu meneguknya tanpa canggung.
"Hal apa?" Sean mengangkat alisnya, tidak terlalu mengerti apa yang dikatakan Freya.
"Hal itu ...," Freya men de sah kesal, bagaimana ia bisa menjelaskan pada Sean tentang apa yang dimaksudnya.
"Kau dan aku ... ehm ..." Freya ragu-ragu mengatakannya, ia akhirnya membuat gerakan dengan kedua tangannya seperti sedang berciuman.
"Pffffttttttt ...," Sean langsung menyemburkan bir yang diminumnya karena tingkah Freya itu. Ia tertawa terbahak-bahak merasa hal itu lucu sekali.
"Kenapa kau malah tertawa? Katakanlah, apa kau sudah melakukan hal itu padaku?" Sergah Freya begitu geram, ia sedang sangat serius malah ditertawakan.
"Hahaha, kau ini memang aneh sekali. Seharusnya kau itu bisa merasakan apa yang sudah terjadi padamu. Apa kau pikir aku akan tertarik dengan wanita yang memiliki dada rata sepertimu?" ujar Sean masih tertawa saja, ia malah melirik dada Freya yang masih tertutup dengan baju ya yang seksi itu.
"Apa?" Freya semakin syok hingga mulutnya menganga, ia segera menutup dadanya dadanya dengan kedua tangan. "Dasar pria mesum, ca bul! Beraninya kau menghinaku!" Teriak Freya tanpa ragu langsung memukul Sean menggunakan tasnya.
"Aduh, aduh, kenapa kau malah marah? Aku berbicara kenyataan!" Sean pun berteriak kaget, ia mencoba menghindari pukulan yang dilesatkan oleh Freya.
"Bodo amat! Kau memang me sum!" Freya terus melanjutkan tingkahnya, memukuli Sean karena benar-benar tidak terima dadanya dibilang rata.
Sean sendiri mencoba menghalau pukulan itu, namun karena Freya cukup cepat memukulinya, Sean langsung saj meraih tangan wanita itu lalu menariknya dengan keras.
"Akhhhhhhhh!" Teriak Freya terkejut saat tubuhnya terjatuh kedalam pelukan Sean.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Keduanya saling pandang dengan tatapan yang sulit diartikan. Sean terus menatap Freya lekat-lekat, dari mata, hidung dan bibirnya yang sangat indah. Melihat bibir itu darah Sean tiba-tiba berdesir hebat, apalagi mengingat ciuman mereka semalam.
Freya sendiri langsung terperangkap dengan tatapan mata Sean yang menghanyutkan. Baru pertama kali ini ia bertemu pria yang menurutnya sangat tampan.
"Sean, daritadi gue hubungin lu, ternyata-"
Keduanya tersentak saat terdengar suara orang yang memasuki ruangan itu. Freya sendiri langsung melepaskan dirinya dari Sean dan sempat melirik pria itu dengan sangat kesal.
"Woho, ada tamu spesial, siapa Nona cantik ini?" celetuk Anton menatap Freya dengan tatapan penuh minat.
Freya tentu semakin kesal melihat tatapan Anton itu. Ia menggelengkan kepalanya seraya pergi dari tempat itu, tak lupa ia mengacungkan jari tengahnya untuk Sean.
"Oh, badass sekali wanita itu, siapa dia?" Tanya Anton merasa tertantang dengan sosok Freya yang menurutnya sangat berani itu.
"Bukan siapa-siapa, gue mau mandi dulu." Sean tidak menjawab rasa penasaran Anton, karena dia sendiri penasaran akan sosok Freya yang menurutnya sangat menarik itu. Benar-benar sangat berbeda dengan wanita yang selama ini pernah kenal.
Dia wanita yang sangat unik, aku harus menemukannya kembali suatu saat nanti.
Happy Reading.
TBC.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!