NovelToon NovelToon

Anna Holand : The Oliheim Witch

Chapter 01 : Tanpa Kepala, Tanpa Tangan Kanan

Prolog.

Bersamaan embusan angin malam sunyi sosok itu berjalan menembus jalanan, di bawah cahaya rembulan yang baru memunculkan sinarnya sesosok itu telah melewati perlintasan pertigaan yang sepi.

Banyak misteri yang ditunjukan dari penampilannya. Jika seseorang melihatnya mereka akan senang bertanya bagaimana orang ini bisa melihat? Dan apa yang terjadi dengan tangan kanannya? Pasalnya ia tidak memiliki kepala dan hanya memiliki satu tangan saja. Selain itu, keseluruhannya merupakan hal normal yang dimiliki seorang wanita.

Gaun berenda pemakaman serta sepatu hak tinggi yang sekilas terlalu tinggi untuk dikenakan seseorang.

Sosok itu telah berdiri di depan sebuah gerbang besi tua dengan tanaman Ivy menjalar di sekitarnya, tanpa harus menggunakan tangannya gerbang itu terbuka hingga menghasilkan suara decitan mengerikan.

Itu bukan bangunan tua ataupun sebuah pemakaman, itu hanya sebuah panti asuhan yang berada di bagian luar kota yang terlupakan.

***

Anna Holand begitulah orang-orang memanggilku di tempat ini, aku sudah ditinggalkan sejak kecil karenanya aku tidak begitu ingat kenapa aku berada di tempat ini, sementara semua orang bermain di taman aku hanya duduk di ayunan dengan sebuah buku di tanganku.

Aku menyukai hal-hal seperti mistis dan juga petualang karenanya tidak banyak orang yang mau berbicara denganku.

Walau secara hakikatnya aku gadis cantik dengan mata biru serta rambut perak sebahu, aku benar-benar kesepian. Tapi ayolah, siapa peduli.

Hanya aku yang tidak diadopsi bahkan setelah umurku menginjak 15 tahun.

Ketika malam hari aku selalu pergi ke tempat ini juga dan malam ini aku tidak pernah menyangka bahwa ada hal yang mengejutkan terjadi padaku, di depanku sesosok wanita tanpa kepala dan tangan kanan menyodorkanku sebuah koper.

Anehnya aku tidak merasa takut.

"Apa kau ingin aku mengambilnya?"

Dia jelas tidak mungkin bisa menjawab pertanyaanku, setelah urusannya selesai dia berjalan kembali ke arah gerbang yang menutup secara tidak terduga lalu menghilang bersama cahaya bulan yang tertutup awan.

Apa-apaan itu? Teriakku dalam hati.

Aku segera membuka isi koper, di sana ada satu set seragam yang aneh, satu tongkat panjang serta sebuah buku dengan mantra-mantra yang bisa dibilang terdengar aneh juga.

Dari semuanya ada sebuah tiket kereta serta tulisan diterimanya aku di sebuah sekolah yang tidak pernah aku dengar sebelumnya.

"Apa dia menyuruhku untuk pergi dari sini?" pikirku dalam hati selagi memain-mainkan tongkat yang hanya sepanjang kurang dari 30 cm.

Aku memeriksa mantra di dalam buku. Sulit untuk mempercayai hal ini, yang jelas semua ini adalah perlengkapan penyihir.

Aku akan berterima kasih jika ada seseorang yang mau menjelaskan semua ini, aku pikir ini hanya mimpi jadi kurasa ketika tidur koper ini akan hilang sendirinya.

Dan hasilnya.

Aku memegangi kepalaku dengan frustasi.

"Ini bukan mimpi?"

Masih ada satu hari dari jadwal keberangkatan karenanya aku ingin menjelaskan semuanya pada ibu asuhku.

"Jadi begitu, kurasa sudah waktunya kamu pergi Anna."

"Pergi? Ke tempat yang tidak jelas ini?" aku secara spontan membalasnya demikian.

"Iya, saat kamu ditinggalkan di sini ada surat yang mengatakan bahwa suatu hari kemungkinan kamu harus pergi dan ketika itu terjadi tolong biarkan dirimu untuk melakukannya. Apapun itu, aku akan selalu mendukungmu Anna walaupun kamu dijuluki gadis aneh."

"Itu terlalu kasar ibu asuh, apa salahnya dengan membaca buku setiap hari."

Ibu asuh hanya tertawa kecil. Ia dengan santai merapihkan pakaianku dan mengantarkanku ke sebuah stasiun kereta yang sebenarnya sudah lama tidak beroperasi. Banyak orang lain juga di sekitarku yang membuatku bingung apa mereka semua salah tempat.

Pemandangan orang tua yang mengantarkan anaknya pergi sekolah adalah hal yang terjadi di sini.

"Kalau begitu Anna, aku harus kembali. Jaga dirimu dan pastikan bahwa kamu mengirim surat nanti."

"Aku mengerti, sampai jumpa ibu asuh."

Aku melambaikan tangan ke arahnya hingga sosoknya menghilang seutuhnya. Semuanya terasa tidak wajar bahkan seharusnya tempat ini tidak ada.

Chapter 02 : Keberangkatan

Seorang secara tidak terduga menepuk pundakku, sesaat aku pikir ini motif hipnotis namun sepertinya aku salah, di sampingku seorang gadis seumuran berambut pirang panjang telah melirik ke arahku.

"Kamu terlihat bingung, kamu baik-baik saja?"

Mata kuningnya menatapku dengan khawatir.

"Apa perutmu sakit?"

"Tidak, kepalaku yang terasa sakit, sebenarnya tempat apa ini dan juga kemana kita pergi?"

Ia memasang wajah terkejut, ekpresinya sedikit menjengkelkan.

"Kamu pasti amnesia, kita ini penyihir sudah jelas kita harus pergi ke sekolah penyihir."

Aku sudah menduga hal itu dari awal, aku hanya perlu seseorang menjelaskannya. Aku mengatakan hal tersebut.

"Kita para penyihir selama ini berbaur di dunia manusia normal namun sesungguhnya kita juga punya tempat berbeda di tempat lain."

"Jadi kamu ingin bilang seperti dunia lain."

"Bisa dibilang begitu namun sesungguhnya itu dunia sama yang tersembunyi dari dunia ini."

Aku bisa mengerti apa yang coba dia katakan.

"Benar juga, namaku Sarah Gretel, namamu?"

"Anna Holand."

Kami saling berjabat tangan.

"Kamu datang sendirian?"

"Ibu asuhku sudah pergi, kamu sendiri?"

"Keluargaku juga, seharusnya mereka melihatku saat naik kereta."

Aku juga merasa demikian.

Banyak yang ingin aku tanyakan tapi aku memilih untuk menyimpannya dalam hati saja.

Tak lama kemudian kereta yang aku anggap tidak pernah ada datang secara mengejutkan, keretanya sendiri menggunakan bahan bakar batu bara jadi bisa dilihat jelas bahwa asap mengepul dari cerobongnya. Aku dan Sarah duduk bersama sampai seorang laki-laki berambut coklat muncul dengan banyak koper di tangannya.

Ia memiliki mata berwarna serupa.

"Apa tempat ini kosong, boleh aku duduk di sini?"

"Silahkan," balas Sarah atau sejujurnya aku lebih suka mengusir laki-laki ini.

"Namaku Marick Douglas."

"Anna Holand."

"Sarah Gretel, sepertinya kamu membawa banyak barang di sana."

"Aku hanya berjaga-jaga, aku membawa selimut perlengkapan lainnya serta payung."

"Kita sebenarnya diberikan asrama seharusnya barang-barang seperti itu tidak usah dibawa."

"Benarkah?"

Sebenarnya aku juga tidak tahu, tapi jika itu benar maka aku akan sangat terbantu. Aku memulai percakapan ke sisi yang lain.

"Lalu sihir seperti apa yang bisa kalian gunakan?"

"Fufu aku kira Anna tidak akan tertarik dengan itu, maka izinkan aku menunjukannya."

Sarah mengeluarkan tongkat dari balik jubahnya. Dia menunjuk ke arah tangan yang lain yang di atas telapak tangannya ada permen.

"Levirus."

Perlahan permen itu naik lalu melayang di udara.

"Bagaimana? Kalau kamu sudah ahli bukan hal sulit untuk melayangkan seseorang atau pun orang lain."

"Itu mengagumkan tapi hanya sihir biasa, ini baru luar biasa."

Giliran Marick yang mengeluarkan tongkatnya.

"Ignium," satu kata itu menciptakan api kecil di ujung tongkatnya. Mirip lilin kurasa.

"Aku bisa membuat api cukup besar tapi itu akan berbahaya jika melakukannya."

Dia menghilangkannya secepat mungkin, itu akan merepotkan jika seseorang menegurnya. Sarah mengembungkan pipinya.

"Aku juga bisa melakukannya."

Sebaiknya aku melarangnya, ketika aku melirik ke arah luar aku menyadari bahwa ujung rel yang seharusnya ada tidak ada.

"Tunggu, apa itu? Jangan bilang kereta ini akan terjun bebas ke bawah."

"Orang tuaku bilang begitu, seharusnya kereta ini tidak bisa dilihat siapapun kecuali penyihir."

"Kenapa kamu tidak bilang dari awal?"

"Eh, bukannya itu pengetahuan umum," balas Sarah.

Terlambat untuk mempersiapkan diri, kereta yang kami naiki benar-benar jatuh ke bawah jurang, aku sesaat menutup mataku, ketika aku membuka mata kembali aku menyadari bahwa kereta ini telah terbang di langit.

"Lihat ada burung."

"Ini memang mengagumkan," ucap Marick sesuai yang aku rasakan sekarang.

Chapter 03 : Akademi Stonehart

Sebelumnya aku hanya gadis biasa dan sekarang aku penyihir, sungguh banyak kejutan yang tidak terduga.

Kereta mulai mendarat kembali pada jalurnya dan bergerak layaknya hal yang aku ingat semestinya.

"Nah Anna, kamu terlihat berbeda dibandingkan kami. Kamu punya rambut perak apa keluargamu berasal dari keluarga bangsawan?" tanya Sarah disusul Marick yang memiliki pandangan yang sama.

"Aku juga sempat berfikir demikian tapi yang membuatku aneh bahwa kamu malah duduk bersama kami di gerbong ekonomi."

"Soal itu aku hanya gadis yang tinggal di panti asuhan, bahkan meski kalian berdua bertanya hal demikian aku tidak tahu bahwa aku penyihir setelah beberapa hari sebelumnya."

"Heh?"

Keduanya tampak terkejut tapi itu wajar saja, dibandingkan aku, mereka sudah diajarkan sihir sejak kecil meskipun selama mereka berada di dunia normal sihir itu tidak begitu saja ditunjukkan pada siapapun.

Dari yang aku ketahui bahwa ada larangan untuk seorang penyihir sembarangan menunjukannya di depan orang normal.

"Kamu pasti kebingungan."

"Awalnya seperti itu tapi sekarang aku tidak merasa demikian... aku sering membaca buku-buku tentang dunia sihir tapi tidak disangka aku memiliki pengalaman yang sama."

"Inspirasi dunia sihir di dalam buku sebenarnya diambil dari sini wajar itu terlihat sama dengan aslinya, permisi bisa aku mendapatkan cemilan."

"Silahkan."

Marick makan seperti seorang yang lapar.

"Ini sangat enak, aku jarang makan-makan hal seperti ini."

"Kau benar-benar menjijikan," ucap tajam Sarah.

Aku tidak menyalahkannya karena mengatakan itu, hampir seluruh mulut Marick belepotan coklat dan snack.

Aku sedikit senang bahwa keberangkatan pertamaku, bertemu dengan kedua orang ini. Selagi menikmati perjalanan santai ini aku mendengarkan penjelasan singkat tentang akademi yang akan kami kunjungi.

Akademi Stonehart telah berdiri cukup lama, saat perburuan para penyihir beberapa penyihir terkuat menciptakan pelindung untuk membagi dunia menjadi dua bagian, pertama dunia normal dan satu lagi dunia sihir yang tidak terjangkau siapapun.

Dengan begitu penyihir bisa hidup tanpa konflik apapun. Selama berabad-abad para penyihir mulai membangun peradaban, seperti kota-kota serta desa-desa walaupun kebanyakan memilih tinggal di dunia normal yang jauh modern.

Tidak ada namanya kerajaan dan negara, semua orang bertanggung jawab dengan kehidupan masing-masing meski begitu di dunia ini diciptakan sebuah hukum untuk menjaga semuanya terkendali dan sebuah organisasi bernama aliansi penyihir di bentuk dengan beberapa orang-orang kuat memimpin di dalamnya.

Tidak ada yang tahu seperti apa mereka, yang jelas ketika ada kekacauan mereka akan muncul untuk memperbaikinya.

Bagiku semuanya terdengar keren.

Kami tiba di akademi yang dimaksud yang keseluruhannya terlihat seperti kastil dengan tembok persegi mengelilinginya. Kereta berhenti di depan akademi dan pergi kembali setelah semua orang turun, rel yang ditinggalkannya juga menghilang begitu saja, para senior berjubah hitam menyambut kami setelah turun dari sapu terbang mereka sebagai bentuk penyambutan.

"Untuk para murid baru, tolong ikuti kami... semuanya akan langsung diberikan kelas sesuai yang ditentukan."

Aku melihat.

Bagaimana mereka menentukan asrama? Apa dengan meletakkan topi di atas kepalamu seperti di novel Harry Potter.

Aku penasaran dengan itu.

Dan ternyata jawabannya berbeda.

Kelas ditentukan dari latar belakangmu, kekayaan, kekuatan dan juga kemampuanmu dalam tes.

Pada akhirnya aku yang tidak tahu apa-apa soal penyihir berada di asrama paling bawah yaitu asrama ke empat.

Hal yang bagus dari semuanya bahwa kelas ini diisi oleh orang-orang ramah.

"Kalian juga Sarah, Marick?"

"Aku tidak cocok untuk berada di kelas atas."

Padahal dia sangat pintar.

"Aku juga demikian lagipula aku miskin."

Entah kenapa rasanya terdapat diskriminasi kuat di tempat ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!