Mulut ternganga dan air mata mengalir di pipinya, kaki Aldiro membeku karena tidak dapat mengalihkan pandangannya saat ia melihat kekasihnya bersama pria lain. Aldiro bisa melihat kalau kedua orang itu sedang berciuman, dan ia yakin kalau ada sesuatu yang terjadi di antara mereka.
Ketidak percayaan berkerumunan di pikiran Aldiro, bertanya pada diri sendiri apa kesalahannya. Ia mengepalkan tangannya dan menggigit bibir bawahnya sampai berdarah saat ia keluar dari apartemen Elina.
Suara bantingan pintu yang cukup keras seharusnya cukup memberi tahu kedua pengkhianat itu.
Aldiro mendorong setiap orang yang menghalangi jalannya saat ia akan menuju apartemen yang jarang ia tempati, citra baik yang ia miliki selama tiga tahun terakhir ini kabur karena rasa sakit yang menusuk hatinya.
Tiga tahun yang lalu Aldiro hanyalah seorang pria yang buruk, pria sampah yang tidak berguna. Ia sering merokok dan sering berhubungan **** dengan wanita sembarangan. Menggunakan narkoba dan bahkan sering menyiksa seseorang yang tidak ia sukai.
Tapi semua itu berubah semenjak kehadiran Elina, wanita itu berhasil merubah semua sikap buruk Aldiro. Tapi sekarang Elina mengkhianatinya.
Sialan !
Bangsat. !
Aldiro berteriak sekeras yang ia bisa bersama tangannya meninju cermin. Bibirnya terus meneriakkan kutukan pada Elina, matanya memancarkan kilatan merah yang di takuti semua orang. Ia menatap pantulan dirinya sendiri pada cermin yang sudah pecah itu, darah segar menetes membasahi lantai.
Siapa yang peduli ?, Tidak ada yang namanya cinta semuanya hanyalah kebohongan sialan.
Aldiro mendengar hatinya bicara bersamaan dengan suara keras vas bunga yang baru saja ia lemparkan ke dinding. Ia merasa dadanya di tusuk berulang kali, perlahan tubuhnya terduduk sambil bersandar ke dinding. Air matanya keluar bagaikan air terjun, setiap tetes air mata itu mengingatkan kebersamaan nya dengan Elina yang selalu bahagia.
Sambil mencengkram pakaiannya, Aldiro berteriak memanggil nama Elina sekali lagi. Selama ini ia terlalu bodoh karena terlalu percaya pada Elina, ia bodoh karena percaya yang namanya cinta.
*
*
*
"Ini minumlah !" Ucap Erlan setelah meletakkan minuman dingin di atas meja. Ia menatap Aldiro yang sejak tadi menatap ponselnya yang dia pegang. Lingkaran hitam di sekitar mata bengkak Aldiro menyatakan kalau pria itu sedang tak baik-baik saja, dan tentu saja Erlan tau alasannya. Beberapa malam terakhir ini Aldiro menghubunginya dalam kondisi mabuk dan mengatakan semuanya.
Tapi untungnya sekarang Aldiro hanya mengurung diri di apartemen dengan alkohol dan rokok. Erlan sudah takut kalau harus kembali menjemput Aldiro di tahanan polisi seperti tiga tahun yang lalu.
Erlan menghela napas saat ia menyadari akan sangat sulit berbicara pada seseorang yang sedang patah hati. Tak berapa lama sekelompok wanita dari tim balet lewat.
"Berani-beraninya wanita itu melakukan ini pada Aldiro, penipu itu harus di hukum. Demi tuhan aku sangat membencinya"
"Wajahnya yang polos menunjukan tidak terjadi apa-apa"
"Jangan terlalu berisik, aku yakin dia akan kesini, tadi aku melihatnya bersama pacar barunya"
"Terserah, suatu hari nanti aku akan memberi pelajaran pada dia"
Mereka semua tertawa seraya berjalan menuju meja kosong, hingga seorang guru tampan datang membuat tawa mereka berhenti.
Erlan menghela napas, sedikit kesal karena mendengar komentar itu beredar. Ia hendak duduk di sebelah Aldiro namun terhenti saat melihat dua orang yang baru saja memasuki kantin.
Erlan menelan ludah saat melihat kepala Aldiro terangkat setelah mendengar suara seseorang yang sangat ia kenal.
"Aku tidak lapar" ucap Elina setelah menghela napas.
"Ayolah, aku yang traktir" desak Dekta.
"Tapi...."
"Sudah jangan membantah, pokoknya kamu harus makan aku yang traktir" Dekta bersi keras dengan menampilkan senyum lembut.
Erlan melirik Aldiro yang saat ini tangannya sudah terkepal, mata merahnya melihat kebelakang dimana ada meja tempat Aldiro dan Elina sering makan bersama selama tiga tahun terakhir ini. Tapi semuanya berubah hanya dalam beberapa hari.
Menyingkirkan tangan Erlan dengan kasar, Aldiro berdiri dan berjalan keluar dari kantin.
"Aldiro" panggil Erlan berteriak membuat Elina tersentak kaget.
"Al, tunggu !"
Aldiro tetap tuli dengan teriakan Erlan, saat ia melewati Elina yang sengaja menghindari tatapan matanya membuat Aldiro mencibir.
Aldiro dengan sengaja menyenggol bahu kanan Dekta, membuat pria itu hampir jatuh ke lantai akibat benturan yang terlalu keras. Aldiro menyeringai sementara Dekta mendesis. Ia hendak menyerang balik Aldiro namun segera di hentikan Elina.
Aldiro mendengus lagi, mulutnya sedikit terbuka karena tidak percaya. Ia tidak percaya apa yang baru saja ia saksikan dengan kedua matanya. Tangan lembut Elina melingkar di lengan Dekta.
Memelototi orang-orang di sekitarnya, Aldiro meludahkan air liurnya ke sepatu Dekta yang mengkilap. Seluruh pengunjung kantin tersentak dengan wajah memucat karena kaget dengan apa yang Aldiro lakukan. Sambil menyeringai dengan kemenangan yang tidak menyenangkan Aldiro keluar.
Aldiro mencengkram minumannya dengan keras, mengabaikan tangan seorang wanita yang sedang membelai pa-hanya, karena kini matanya tertuju pada seorang wanita saja yaitu Elina.
Di sana Elina masih tersenyum kecil saat duduk di sudut klub, yang akan menjadi tempat ulang tahun Kemal. Terlepas dari asap-asap berwarna, lagu-lagu liar yang ceria, dan orang-orang yang meneriakkan masalah dengan cara menari dan bermesraan. Elina masih terlihat seperti makhluk manis yang tidak bersalah. Ia memberikan senyum manis pada orang-orang yang melewati mejanya.
Meja wanita itu kosong kecuali sekaleng coca cola, yang Aldiro tau minuman favoritnya. Elina tidak pernah menyukai alkohol jenis apapun karena ia menganggapnya 'tidak sehat'. Wanita itu adalah wanita yang paling lugu yang pernah di temui Aldiro dan mungkin juga itu adalah alasan Aldiro tidak menyukainya sejak awal. Jatuh cinta pada Elina masih menjadi misteri bagi Aldiro. Dan sekarang hati Aldiro sangat hancur oleh penampilan malaikat yang lugu itu tetapi berubah menjadi wanita penipu.
Cinta Sialan....
Membawa segelas minuman keras ke bibirnya, mata Aldiro melirik Elina yang terlihat tak nyaman sambil membuka tas kecilnya. Ekspresi wanita itu panik seraya mengeluarkan ponselnya dan Aldiro langsung merasakan darahnya mendidih karena pikirannya dengan cepat berasumsi nomor siapa yang coba di hubungi Elina sekarang.
Merasa akan segera meletus, Aldiro menarik wanita yang tidak ia kenal di sampingnya. Membenturkan bibirnya ke bibir wanita itu, ia bisa mendengar sorak sorai dan teriakan dai teman-temannya di masalalu. Yang mendorongnya untuk melakukan adegan panas. Setelah beberapa menit berciuman Aldiro menarik diri, kembali melihat ke arah Elina yang mana sekarang wanita itu sedang memperhatikannya.
Seringai muncul di wajah Aldiro saat dia melihat kedua mata Elina terbelalak kaget, dan sesuatu menggelitik hati Aldiro tetapi ia mengabaikannya, ia tahu persis apa arti mata Elina.
Seringai Aldiro langsung menghilang saat melihat Dekta datang. Tangan Aldiro mencengkram tempat kaca ketika melihat Elina berdiri, rasanya ia ingin melemparkan tubuh Dekta ke dinding terdekat untuk melampiaskan amarah nya.
"Sayang, ayo berciuman lagi !" Ucap wanita yang ada di samping Aldiro, belahan dadanya sengaja di pamerkan. Sementara tangannya kembali membelai paha Aldiro.
Sementara Aldiro masih terus memperhatikan Dekta dan Elina yang berjalan menuju kamar mandi, matanya semakin merah karena marah. Apalagi saat melihat tangan Dekta melingkar di pinggang Elina.
"Pergi kau pela-cur"
Tawa dan berbagai ejekan terdengar di telinga Aldiro, namun pria itu memilih tak peduli. Ia kembali mengambil segelas alkohol lagi dan menghabiskan isinya dalam satu tegukan penuh.
*
*
*
Aldiro merasa Elina menahan napas, punggung wanita itu bersandar ke dinding. Kepalanya kembali di miringkan kesamping dan itu membuat Aldiro marah.
"Bicaralah !" Aldiro meraung, memamerkan matanya yang terkenal berbahaya dan di pasangkan dengan suara parau yang membuat Elina tersentak.
"A-aku harus pergi" ucap Elina dengan lembut, masih enggan untuk menatap Aldiro.
Aldiro menggigit bibir bawahnya, mengepalkan tangannya dan meninju dinding tepat di samping wajah Elina, membuat Elina melompat kaget tapi Aldiro tak peduli. Ia sudah muak, drama macam apa yang sedang di mainkan oleh Elina untuknya. Yang di inginkan Aldiro hanyalah memiliki Elina.
"Sialan kau El, Sialan" Aldiro kembali meraung saat tangannya menyentuh dagu Elina, dengan kasar ia menarik wajah Elina hingga menghadapnya kemudian menempelkan bibir mereka berdua.
Tangan Elina berusaha mendorong tubuh Aldiro tapi dengan cepat pria itu memegang tangannya dan memperdalam ciumannya. Aldiro dengan kasar menggigit bibir bawa Elina membuat mulut wanita itu terbuka, pria itu mengambil kesempatan memasukan lidahnya hingga erangan lembut keluar dari bibir Elina membuat tubuh Aldiro memanas seketika.
Lampu merah klub berkelap-kelip di sepanjang lorong remang-remang yang kosong menuju kamar mandi bersamaan dengan getaran musik dansa ceria yang datang dari dalam. Namun Aldiro tak terpengaruh, ia terus mencicipi daging kenyal milik Elina.
"Hentikan, Al !" Elina merintih dan tanpa sadar melengkungkan punggungnya saat mulut Aldiro perlahan turun dan mulai menghisap dan menggigit lehernya. Lidah Aldiro dengan terampil menjilat dan menghisap daging Elina, dengan sengaja memberikan sebuah ******.
Napas Elina tercekat, wajahnya memerah, bibirnya sedikit terbuka, dan matanya mulai terpejam mungkin karena kenikmatan saat Aldiro mulai menyatukan tubuh mereka.
Seolah-olah merasakan bibir dan jari Aldiro mulai menjadi lebih agresif, mata Elina terbuka dan mendorong Aldiro menjauh dengan seluruh kekuatannya. Keduanya terengah-engah, mencari udara di sekitar mereka.
"Aku harus pergi," ucap Elina, dadanya masih terlihat naik-turun, mata nya masih menghindari untuk bertemu mata Aldiro.Dengan pandangan sekilas ke wajah Aldiro, Elina pergi dan tidak menoleh ke belakang.
Bahkan tidak sama sekali.
Aldiro ditinggalkan sendirian di lorong, lampu berkelap-kelip dari lampu bohlam kecil di dinding dan langit-langit. Ia mengepalkan tangannya dan meninju dinding terdekat.
"Sial, brengsek" Umpat Aldiro, ia menginginkan Elina kembali tapi semuanya terlalu menyakitkan karena wanita itu pergi bahkan tanpa menoleh ke arahnya.
Kemal memperhatikan saat Elina menarik napas dalam-dalam, bahunya terlihat seolah-olah ia sedang memikul beban dunia.
"Apa kamu baik-baik saja ?" Tanya Kemal, berita tentang Aldiro dan Elina putus sudah menyebar ke semua orang.
Dan tentu saja kabar ini tak luput dari pengetahuan Kemal.
Elina sudah memberitahunya tentang apa yang sudah terjadi, namun sejauh ini Kemal belum memutuskan kepada siapa ia harus berpihak.
Setelah perpisahan tersebut, pertemanan mereka yang terdiri dari Elina, Dekta, Erlan, Aldiro dan Kemal tampak nya terpecah menjadi dua. Mungkin karena sudah bersahabat sejak kecil akhirnya Erlan memihak pada Aldiro, sedangkan Dekta menjadi kekasih Elina. Dan setelah banyak pertimbangan Kemal memutuskan untuk bermain adil, ia tetap berada di antara keduanya.
"Aku baik-baik saja" jawab Elina berbohong.
Namun tentu saja Kemal tau, bagaimana mungkin wanita itu baik-baik saja sekarang.
Kemal berusaha melakukan apa saja supaya Elina tak sendirian, meskipun ia tak menyukai apa yang telah di lakukan Elina, namun sebagai seorang teman ia tak ingin meninggalkan apapun yang terjadi. Kemal yakin Elina memiliki alasan mengapa ia melakukan ini, suatu alasan yang tidak boleh di ketahui oleh Aldiro untuk saat ini..
Semenit kemudian Kemal mulai melihat Elina memasang ekspresi khawatir, Elina menatap Kemal dengan serius dan mengucapkan beberapa kata yang sebenarnya tidak Kemal harapkan. Meskipun pada akhirnya Kemal hanya bisa menghela napas sambil melirik ke arah Elina secara diam-diam.
"Baiklah, beri aku waktu sebentar" ucap Kemal dengan tegas dan jelas.
Klub mulai lebih liar dari yang Kemal duga, orang-orang di lantai dansa lebih banyak melakukan hal mesum dari pada menikmati pesta ulang tahun, sialan memang padahal ini adalah hari ulang tahunnya. Pikir Kemal sambil berjalan menuju meja dimana ada Aldiro dan Erlan disana.
Wanita bergaun pendek berkerumunan di sekitar meja mereka, berciuman dan tertawa setelah melakukannya. Lagi, Kemal mendesah melihat pemandangan ini.
"Hai kawan-kawan, apa kalian menikmati pestanya ?" Tanya Kemal dengan senyum di wajahnya.
Para lelaki itu mengangguk membuat Kemal tersenyum penuh rasa syukur, setidaknya ia tak menjadi tuan rumah yang buruk kalau begini, ia menoleh kesamping saat Erlan menatapnya, pria itu menggerakkan kepalanya menunjuk ke arah Aldiro, membuat Kemal segera melirik pria yang sedang mabuk itu.
Aldiro masih saja menatap Elina.
Padahal di sampingnya ada yang sudah putus asa membelai pa-ha Aldiro tapi Aldiro terus mengabaikannya, pria itu terus meneguk minumannya sedangkan matanya masih menatap Elina.
"Al" panggil Kemal.
Aldiro kembali meneguk minumannya sampai gelas itu kosong sebelum beralih menatap Kemal. "Ada apa ?"
"Bisakah kita bicara sebentar ?" Kemal menunjukan senyum simpatiknya seperti biasa, dan itu membuat alis Aldiro mengkerut.
"Apa yang ingin kau katakan ?" Tanya Aldiro dengan nada kesal, Erlan mengucapkan kata maaf dengan cepat pada Kemal atas sikap Aldiro barusan.
"Aku ingin bicara padamu secara pribadi" Kemal mencoba tersenyum lagi.
Aldiro mendengus kemudian kembali menuangkan minuman keras itu lagi, dengan nada kesal ia menjawab "Katakan saja disini"
Kemal memperhatikan saat pria itu membawa minumannya ke bibir, sedangkan matanya masih menatap satu orang yang berada di meja ujung sana. Entah sudah berapa gelas yang Aldiro habiskan.
"Ini tentang Elina" ucap Kemal lembut.
Saat itulah kepala Aldiro menoleh dan menatap wajah Kemal, membuat Kemal yakin kalau Aldiro bertanya melalui tatapannya apa ada kabar baik yang ia bawah.
"Oh, ada apa dengan penipu itu ?" Kata-kata Aldiro penuh dengan kepahitan, matanya berkilat di ruangan redup klub itu, rasa sakit dan kesedihan terlihat jelas disana.
Kemal menghela napas "Elina bilang kau tidak boleh minum terlalu banyak"
Wajah Aldiro langsung berubah marah, namun ia berusaha menenangkan diri. Kemal bisa melihat pria itu mencengkram kuat gelas di tangannya "lalu apa lagi ?"
Kemal langsung menelan ludah, inilah yang ia hindari, Aldiro banyak menanyakan tentang Elina.
"Hanya itu ?, Dia mengatakan supaya aku tidak minum terlalu banyak ?" Aldiro tertawa terbahak sambil menggelengkan kepalanya, ia kembali meneguk minuman di gelasnya.
"Kenapa dia tidak mengatakannya sendiri ?, Apa dia takut kalau aku mengalami kecelakaan setelah ini ?"
"Al.." baik Kenal maupun Erlan menatap Aldiro, mata mereka terbelalak kaget, keduanya begitu terkejut mendengar ucapan Aldiro barusan.
"Apa dia benar-benar peduli ?" Aldiro bertanya, matanya menunjukan kalau dia benar-benar mabuk.
Dulu sejak Aldiro dan Elina masih berpacaran, Aldiro jarang minuman keras jenis apapun, karena Elina tidak menyukainya dan akan selalu memarahi Aldiro. Dan hanya sebuah tatapan tajam Aldiro langsung membuang botol-botol minumannya ke tempat sampah.
"Tentu saja dia peduli" jawab Kemal.
"Tapi kenapa dia selingkuh dariku Kemal ? ,Jadi bagaimana mungkin dia peduli padaku, dia itu hanya wanita penipu" Aldiro mengoceh sambil tertawa sedih, kepalanya menggeleng tak percaya.
Erlan dan Kemal saling pandang, tak berapa lama Erlan bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah Aldiro.
"Al, ayo kita pulang" ucap Erlan sambil berusaha memegang tangan Aldiro, namun dengan cepat pria itu menepis tangannya.
"Aku tidak mau, aku masih ingin minum..gelas ini lebih baik dari pada berurusan dengan hidupku yang menyebalkan sekarang"
Erlan mencoba menarik tangan Aldiro untuk berdiri, tapi Aldiro justru mendorong tubuh Erlan menjauh.
"Al, kamu sudah mabuk jadi biarkan Erlan yang mengantarmu sekarang !" Kemal berusaha membantu.
"Kamu tidak mengerti bagaimana perasaan ku, kamu enak masih bisa bicara dengannya, sedangkan denganku dia tidak mau bicara sama sekali" Aldiro bergumam, menelan rasa pahit dalam mulutnya.
"Al, ayo pulang se-" kata-kata Erlan langsung terpotong begitu saja oleh Aldiro.
"Diam kau ! Aku sedang bicara dengan Kemal"
Kemal mendesah "Apa kamu ingin Elina melihatmu seperti ini ?"
Aldiro terdiam, ia memang mabuk sekarang tapi Kemal tau kalau pria itu masih sadar apa yang terjadi dan apa yang ia dengar.
"Elina bilang, kalau kau mabuk maka biarkan Erlan mengantarmu pulang"
"Apa yang akan di lakukan Elina sebagai balasannya jika aku menuruti keinginannya ?" Tanya Aldiro, matanya yang terpejam menunjukkan kesedihan yang mungkin di rasakan hatinya saat ini.
"Dia bilang dia akan berbicara dengan mu"
Kepala Aldiro terangkat "Benarkah ?"
Kemal tersenyum gugup "Ya, tentu saja"
Aldiro membungkuk dan membiarkan kepalanya beristirahat di sofa, matanya terpejam "katakan juga padanya kalau dia juga harus menciumku sebagai balasan"
"Baiklah" balas Kemal seraya menghela napas.
Ini pertama kalinya Kemal berada dalam situasi seperti ini, dan ia berharap ini akan menjadi yang terakhir. Ia melirik ke arah Elina yang sedang mengerutkan keningnya. Mungkinkah wanita itu khawatir melihat Aldiro di bawah oleh Kemal dan Erlan menuju luar klub.
Kemal menggelengkan kepalanya seraya menghela napas, pasangan ini adalah pasangan paling rumit yang pernah ia temui.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!