NovelToon NovelToon

Tertambat Bad Boy Insyaf

Membenci Geng Motor

Di sebuah rumah sederhana, tepatnya di kediaman keluarga Jhonson saat ini sedang berduka, karena anak bungsu mereka seorang laki-laki telah meninggal dunia akibat pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh segerombolan geng motor di jalanan. Hal tersebut membuat sang Kakak, Diandra Olivia Jhonson sangat membenci geng motor dan berjanji tidak akan pernah mau berhubungan dengan pria yang terlibat dengan geng motor.

"Di, aku turut berduka cita ya atas kepergian Adik kamu. Semoga Dion tenang di sana dan pelakunya akan segera ditangkap," kata Sasa, sahabat Diandra dari masa sekolah SMP sampai sekarang mereka sudah berkuliah di semester 6 dan bahkan juga mengambil jurusan yang sama.

"Iya, terimakasih ya Sa atas doanya dan kamu juga sudah ikut mengantar adik aku sampai ke tempat peristirahatan terakhirnya," ucap Diandra.

"Iya sama-sama Di. Nggak mungkin lah aku nggak datang ke sini, kamu itu sahabat aku dan aku juga sudah kenal dekat Dion. Jujur aku juga sedih dan masih nggak percaya kalau Dion sudah nggak ada. Kamu yang sabar ya Di, mudah-mudahan tidak akan ada lagi korban pengeroyokan dari geng motor," kata Sasa.

"Iya Sa, aku benar-benar muak dan sangat membenci geng motor. Ingat janji aku bahwa aku tidak akan pernah mau kenal dengan apapun yang berhubungan dengan geng motor, sampai kapanpun. Apalagi sampai merasakan jatuh cinta dengan pria yang bergabung dalam geng motor," ucap Diandra dengan tatapan tajam.

Sasa yang mengerti akan perasaan sahabatnya saat ini pun hanya bisa mengusap pundaknya dengan lembut, untuk menenangkan hatinya.

*****

"Kamu mau kemana? Sudah aku katakan kamu tidak akan bisa pergi dariku Sinta!" Teriak Bram saat melihat istrinya itu hendak pergi dengan membawa koper.

"Sudah aku katakan juga bahwa aku akan pergi dengan pria yang bisa memenuhi semua keinginanku, yang selalu ada waktu untukku, tidak sepertimu yang selalu sibuk dengan duniamu sendiri," ucap Sinta.

Di saat itu seorang pria muda berusia 23 tahun yang merupakan anak dari pasangan suami istri itu pun baru saja pulang dan merasa sangat sakit hati, karena lagi-lagi ia harus melihat pertengkaran kedua orang tuanya itu.

Kenzo Matthew, anak tunggal Bram Matthew dan Sinta Arisa, merasa hidupnya akhir-akhir ini sangat tertekan karena kurangnya kasih sayang di dalam keluarga. Ayahnya yang selalu sibuk dengan pekerjaan, serta ibunya yang selalu sibuk berselingkuh dan mencari kesenangan di luar, sehingga tidak pernah memperhatikannya. Membuat Kenzo pun menjadi seorang bad boy dan bergabung dengan geng motor. Bukan hanya itu saja masalah yang dialami Kenzo, tetapi karena sebelumnya ia juga pernah mempunyai masa lalu yang kelam karena ditinggal oleh kekasihnya yang juga berselingkuh hingga hamil, lalu menikah dengan pria yang menghamilinya.

Kenzo hanya bisa berdiri di depan pintu melihat kepergian ibunya yang keluar dari rumah dan langsung saja masuk ke dalam mobil yang yang diyakini milik pria selingkuhan ibunya itu. Di saat itu pun terlihat Bram yang hendak berlari mengejar istrinya, tetapi ditahan oleh Kenzo.

"Sudahlah Pi, untuk apa lagi Papi mengejar Mami. Mami sudah memilih kebahagiaannya sendiri," kata Kenzo.

"Tahu apa kamu soal ini. Kamu itu tahunya hanya main saja, pergi pagi, pulang malam, sama sekali tidak pernah mengerti kondisi keluarga!" Bentak Bram yang langsung saja pergi meninggalkan Kenzo.

Kenzo pun menangis dalam hatinya, hatinya benar-benar hancur merasakan sakit yang luar biasa. Hingga di saat itu pun, dengan penuh amarah ia keluar dari rumah dan kembali menaiki motornya, lalu melajukan motornya itu tak tentu arah tujuannya.

*****

Hingga pada akhirnya Kenzo pun memutuskan untuk pergi menemui teman-teman lamanya karena ia tidak tahu harus pergi kemana lagi untuk saat ini.

Plok … plok … plok …

Terdengar suara tepuk tangan menyambut kedatangan Kenzo saat ia baru memasuki markas sebuah geng motor.

"Welcome to markas Kenzo. Suatu kehormatan karena mantan ketua geng motor kita datang berkunjung ke markas ini. Ada apa? Bukankah kau tidak mau lagi bergabung dengan geng motor, kau hanya ingin bermain motor sendiri tanpa bergabung dengan kami," kata Andre yang merupakan ketua Geng Motor Eagle yang baru.

"Aku datang karena aku akan bergabung di geng motor ini kembali," ucap Kenzo.

"Welcome back Kenzo, bukankah sudah kami katakan jika pintu markas ini akan selalu terbuka lebar untukmu," ucap Riko, wakil ketua Geng Motor Eagle dan juga sahabat dekat Kenzo.

Para anggota lainnya juga ikut mengucapkan selamat atas kembalinya Kenzo ke geng motor mereka. Akan tetapi di saat itu terlihat jika Andre sangat tidak menyukai karena ia akan merasa tersingkir dengan kedatangan Kenzo kembali.

Memang sudah beberapa bulan ini Kenzo sudah tidak tampak lagi ke markas, sehingga mereka mengira jika Kenzo sudah tak lagi mau bergabung dengan mereka. Akan tetapi pada kenyataannya, kini Kenzo memilih bergabung karena menurutnya lebih baik untuk melupakan masalah-masalah yang saat ini dihadapinya, yang telah merubah dirinya menjadi bad boy.

*****

Pagi menyingsing dengan cepat, sudah beberapa kali alarm berbunyi tetapi mata Diandra tampak berat, seakan lengket untuk membuka matanya itu. Akan tetapi di saat itu pun ia melihat jam beker yang ada di atas nakasnya itu dan merasa sangat terkejut, karena saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 07.30.

"Hah gawat, kok bisa kesiangan gini sih. Mana jadwal dosen killer jam 08.00 lagi, duh … bisa tamat," gumam Diandra yang begitu panik.

Ia pun bergegas beranjak dari tempat tidur menuju ke kamar mandi dan mandi secepat kilat, lalu memakai pakaiannya. Pasalnya tadi malam ia tidak bisa tidur karena merindukan sang ibu yang telah meninggal 1 tahun lamanya serta adiknya yang menyusul 1 bulan yang lalu, sehingga membuatnya bangun kesiangan.

Setelah itu pun ia terburu-buru untuk segera keluar dari rumah untuk mencari kendaraan umum. Kini Diandra memberhentikan taksi yang kebetulan di saat itu lewat di depan rumahnya dan langsung saja sang supir melajukan taksi menuju ke universitas tempatnya menuntut ilmu.

Saat di perjalanan, Sasa sahabatnya itu pun tak henti-hentinya meneleponnya, sehingga Diandra menjawab teleponnya.

"Halo Di, kamu dimana sih. Kenapa telepon aku dari tadi nggak diangkat?" Tanya Sasa dari sebrang telepon, suaranya yang begitu nyaring seakan hendak memecahkan gendang telinga Diandra.

"Duh … berisik banget sih. Aku masih di jalan nih," jawab Diandra.

"Ya ampun Di, kamu kesiangan ya? 10 menit lagi dosen killer sudah mau masuk kelas. Kamu sudah dekat 'kan Di?" Tanya Sasa panik.

"Masih jauh Sa, tadi sempat terkena macet juga," jawab Diandra yang tentunya lebih panik daripada sahabatnya itu.

"Ya sudah buruan ya, bisa-bisa kamu nggak dapat nilai kalau terlambat. Kamu tahu sendiri 'kan konsekuensinya," kata Sasa mengingatkan.

"Iya, iya. Bawel banget sih," gerutu Diandra.

Di saat itu tiba-tiba saja …

Chit …

Sang supir memberhentikan taksinya secara mendadak karena ada motor yang tiba-tiba menyalip dan berhenti mendadak tepat di depannya di sebuah persimpangan jalan. Padahal taksi yang hendak belok ke kiri itu seharusnya bisa langsung jalan, tetapi terhambat karena motor tersebut.

Din … din …

Supir taksi membunyikan klakson, tetapi sama sekali tak digubris oleh pengendara motor tersebut.

"Ada apa Pak?" Tanya Diandra.

"Maaf Nona, di depan ada motor yang berhenti mendadak dan menghalangi jalan kita.

Dengan sangat kesal, Diandra pun langsung turun dari taksi tersebut dan menghampiri seseorang yang mengendarai motor sport. Diandra sangat yakin jika orang tersebut adalah bagian dari geng motor yang sangat dibencinya.

"Heh, turun kamu!" Bentak Diandra sembari memukul jok motor tersebut.

Sehingga seorang pria yang mengendarai motor itu pun langsung membuka helm yang dikenakannya, lalu menoleh ke arah Diandra, serta menatapnya dengan tajam.

Bersambung …

Tawuran

Keduanya saling bertatapan sejenak, hingga di saat itu pun Diandra ingat tujuannya menghampiri pria tersebut.

"Heh kamu itu tidak punya mata ya, kamu bisa lihat 'kan jika di sini ada taksi, kenapa kamu harus berhenti mendadak seperti itu? Aku ini sedang buru-buru," oceh Diandra yang begitu kesal.

Akan tetapi pria tersebut malah memutar bola matanya malas, lalu mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Hei kamu itu budek ya? Atau kamu nggak bisa ngomong?" Tanya Diandra karena melihat pria tersebut hanya diam saja.

"Sudah puas ngomel-ngomelnya?" Tanya pria tersebut.

Lalu pria itu mengenakan helmnya kembali dan melajukan motornya itu tanpa memperdulikan Diandra sama sekali.

"Heh, pria tidak tahu sopan santun!" Teriak Diandra, hingga pria tersebut bersama motor sport-nya sudah tak terlihat lagi dari pandangan matanya.

Din … din …

"Nona, ayo kita pergi dari sini. Jika tidak malah kita yang akan menyebabkan kemacetan," ucap supir taksi yang membunyikan klakson taksinya itu.

Langsung saja Diandra masuk ke dalam taksi tersebut, lalu kembali melanjutkan perjalanan menuju ken kampus.

*****

Setibanya di kampus, Diandra tampak berlarian menuju ke kelasnya. Akan tetapi sayangnya pada saat itu ia melihat sang dosen yang sedang memberikan materinya dan itu artinya Diandra memang sudah terlambat, bahkan sangat-sangat terlambat karena sudah lebih 15 menit dari seharusnya ia hadir. Di saat itu Diandra berdiri di samping jendela yang kebetulan ada sahabatnya duduk di samping jendela tersebut.

"Hust … ." Diandra memanggil sahabatnya itu dengan suara isyarat.

Sasa yang mendengar akan hal itu pun segera saja melihat ke arah sahabatnya, lalu Diandra memberikan isyarat kepada Sasa agar ia bisa masuk ke dalam kelas.

"Apakah kalian mengerti?" Tanya dosen, sehingga membuat Sasa pun terkejut dan langsung melihat ke arah dosen tersebut.

Sembari ia memikirkan cara bagaimana caranya agar bisa membuat Diandra masuk ke dalam kelas.

Lalu Sasa berjalan mendekati dosen dan ia pun menanyakan 1 materi yang ia katakan tidak mengerti dan meminta untuk mendengar penjelasannya secara langsung, sembari menghalangi dosennya itu agar tidak melihat ke arah pintu.

Dengan seperti itu, segera saja Diandra membuka pintu secara perlahan, lalu masuk ke dalam kelas.

"Berhenti!" Teriak dosen dengan tegas.

Sayangnya dosen tersebut sudah melihat Diandra, hingga pada akhirnya Diandra dan juga Sasa yang diduga telah bersekongkol dengan Diandra diusir keluar dari kelas dosen tersebut. Dan setelah kelas berakhir, mereka berdua diminta untuk menemui dosen tersebut di ruangannya.

*****

"Pak, maaf ya Pak. Saya sama sekali tidak bermaksud kok, tapi memang tadi saya kasihan Pak melihat Diandra. Karena jika dia tidak mengikuti materi Bapak, 'kan pastinya dia akan sangat ketinggalan. Karena materi Bapak ini benar-benar sangat penting," ucap Sasa yang mencoba untuk membela dirinya dan juga sahabatnya itu.

"Iya Pak, maafkan kami ya. Kami janji tidak akan melakukan hal ini lagi. Tadi saya itu terkena macet Pak di jalan, maka dari itu saya terlambat," terang Diandra.

"Itu hanya alasan kamu saja, buktinya teman-teman kamu yang lain tidak ada yang terlambat," kata dosen killer itu.

"Maaf Pak, sebenarnya tadi malam saya tidak bisa tidur, sehingga membuat saya menjadi bangun kesiangan. Tapi saya juga tidak bohong kok Pak, kalau di jalan tadi saya memang terkena macet," ucap Diandra yang berkata jujur.

"Sekarang saja kamu baru berkata jujur. Keputusan saya sudah bulat, kalian berdua tidak boleh mengikuti kelas saya sampai semester ini berakhir.

"Hah?" Diandra dan Sasa sama-sama terkejut mendengarnya.

"Jangan dong Pak, tolong kami Pak. Materi Bapak benar-benar sangat penting Pak untuk hidup kami di kampus ini, tolong ya Pak," ucap Sasa memohon.

"Iya Pak, beri kami hukuman lain saja ya," pinta Diandra pula.

"Saya akan tetap mengizinkan kalian berdua untuk masuk ke kelas saya berikutnya, tetapi dengan hukuman kalian harus membersihkan seluruh toilet kampus yang ada di lantai bawah," kata dosen tersebut.

"Tapi Pak-" bantah Sasa, tetapi langsung saja dicela oleh sahabatnya itu.

"Iya Pak siap. Apapun hukumannya pasti akan kamu lakukan, termasuk apa yang Bapak katakan tadi. Yang penting kami bisa mengikuti kelas Bapak yang selanjutnya," kata Diandra menyetujui.

*****

"Duh … capek banget. Ini semua gara-gara kamu tahu nggak Di, kalau tadi kamu nggak terlambat dan tidak menerima hukuman dari dosen killer itu, kita tidak akan seperti ini. Ini sih gila, kita membersihkan 10 toilet di hari yang sama, dari siang sampai kampus sudah terlihat sepi seperti ini dan kita masih berada di sini," kata Sasa yang tampak bersandar lesu.

"Ya aku minta maaf deh. Terus mau bagaimana lagi? Daripada kita tidak bisa ikut kelas dosen killer sampai akhir semester dan nantinya kita harus mengulang lagi di semester ini bagaimana? Aku nggak mau Sa. Kamu 'kan tahu sendiri bagaimana usaha Papa aku yang hanya bekerja sebagai karyawan biasa di perusahaan Papa kamu untuk menguliahkan aku. Saat ini aku juga belum mendapatkan pekerjaan lagi, supaya aku bisa membantu Papa," kata Diandra yang membuat Sasa pun terdiam dan tampak sedih.

Memang kondisi keuangan keluarga Diandra tidak sebaik kondisi keluarga Sasa. Sasa merupakan anak tunggal dari pasangan yang kaya raya, sehingga apapun yang dimintanya selalu dituruti. Akan tetapi jika Sasa menawarkan bantuan berupa uang kepada Diandra, pasti Diandra selalu menolaknya, meskipun keduanya sudah bersahabat cukup lama. Bagi Diandra dengan ayahnya bisa bekerja di perusahaan ayah Sasa saja sudah membuat Diandra merasa bersyukur dan berterimakasih.

"Ya sudah, semuanya juga sudah terjadi 'kan. Kalau begitu sekarang kita cari minuman segar, setelah itu aku antar kamu pulang ya," kata Sasa yang memang sudah sering mengantar sahabatnya itu pulang, meskipun terkadang Diandra suka menolaknya dengan alasan tidak mau merepotkan Sasa.

"Oke," jawab Diandra yang merasa tubuhnya sudah sangat lelah, sehingga ingin cepat-cepat pulang ke rumah.

Lalu mereka berdua pun pergi meninggalkan kampus dan menuju pulang ke rumah.

*****

Saat di dalam perjalanan, tiba-tiba saja ada kemacetan yang membuat orang-orang tampak menjauh dan juga tidak berani melewati jalan tersebut. Diandra dan Sasa pun segera saja turun dari mobil untuk melihat apa yang sedang terjadi.

"Pak, ini ada apa ya? Kenapa jalanan jadi macet seperti ini, lalu kenapa kalian semua menjauh?" Tanya Diandra kebingungan.

Itu Nona, di depan sana ada tawuran antar geng motor. Jadi tidak ada yang berani mendekat karena takut menjadi sasarannya," jawab seorang bapak paruh baya.

"Geng motor lagi? Ini benar-benar keterlaluan," umpat Diandra. "Sa, kita harus ke sana sekarang, aku tidak mau ada yang menjadi korban lagi setelah Adik aku," ucapnya yang langsung berjalan mendekati tempat dimana terlihat para pria yang sedang tawuran.

Dengan cepat Sasa berlari mengejar dan menarik tangan sahabatnya itu.

"Jangan gila deh Di, kamu mau cari mati. Kalau kamu ke sana yang ada kamu yang akan dikeroyok oleh mereka. Lebih baik kamu nggak usah ikut campur," kata Sasa yang kebetulan ucapannya itu didengar oleh orang di sekitar.

"Iya Nona, lebih baik Anda jangan ikut campur. Tenang saja kami sudah menelepon polisi dan sebentar lagi polisi akan datang," kata seorang pria muda.

"Tuh kamu dengar sendiri 'kan. Jadi jangan nekat untuk mengantar nyawa ke sana. Memangnya kamu pikir dengan kamu ke sana, mereka akan berhenti tawuran, mereka akan mendengar ucapan kamu, begitu?" Kata Sasa yang membuat Diandra pun terdiam dan membenarkan apa kata sahabatnya itu.

Wi … yu … wi … yu

Saat mendengar suara sirine mobil polisi, membuat para geng motor yang terlibat tawuran dan diduga sebagian adalah mahasiswa itupun segera saja bubar dan melarikan diri dengan berlarian ke segala arah. Akan tetapi banyak juga di antara mereka yang tertangkap oleh polisi.

Hingga di saat itu pun ada beberapa orang yang tampak sedang berlari ke arah Diandra dan Sasa. Salah satunya malah tidak sengaja menabrak Diandra yang membuat keduanya pun sama-sama terjatuh dengan posisi berpelukan dan tubuh Diandra yang ada di atas tubuh pria tersebut.

Bersambung …

Semakin Tak Peduli

Keduanya sama-sama terkejut karena tidak menyangka akan terjadi kejadian seperti saat ini. Meskipun pria di balik helm itu bisa melihat wajah Diandra dengan sangat jelas, akan tetapi Diandra tidak bisa melihat wajah yang tertutup kaca helm tersebut. Sehingga di saat itu pun Diandra tersadar dan langsung saja beranjak dari tubuh pria tersebut. Begitu juga dengan pria itu yang langsung saja bangun dan hendak melarikan diri.

"Heh sini kamu! Kamu mau lari kemana? Kamu harus menyerahkan diri," kata Diandra yang menarik tangan pria itu.

Akan tetapi semuanya sia-sia, karena tenaga pria tersebut lebih kuat sehingga ia pun bisa melepaskan tangannya dari genggaman Diandra dan segera kabur.

"Ayo naik," kata salah satu teman pria tersebut yang menghampirinya menggunakan motor sport.

Hingga pria itu pun langsung saja naik dan mereka melarikan diri sehingga bebas dari kejaran polisi. Lalu kedua pria itu berhenti di salah satu tempat yang menurut mereka sudah aman.

"Bagaimana? Apa kau sudah cukup lega?" Tanya Riko.

"Ya, untung saja kau cepat datang. Lagipula aku tadi bisa terlambat melarikan diri juga gara-gara wanita gila itu. Sepertinya aku sudah pernah bertemu dengan wanita itu sebelumnya, tetapi yang jelas setiap bertemu dengannya, aku selalu saja sial," ucap Kenzo.

"Oh ya? Apa maksudmu wanita yang tadi menarik tanganmu itu?" Tanya Riko.

"Ya, dia memintaku untuk menyerahkan diri kepada polisi. Aku rasa itu orang sakit jiwa," jawab Kenzo.

"Memangnya apa yang terjadi dengan kalian tadi, sampai dia menarik tanganmu dan memintamu untuk menyerahkan diri ke polisi? " Tanya Riko lagi.

"Tadi aku tidak sengaja menabraknya, lalu kita berdua sama-sama terjatuh. Tetapi dia menimpa tubuhku, kenapa harus dia yang jadi marah-marah," gerutu Kenzo dengan kesal.

Sehingga membuat Riko pun tersenyum menatap wajah sahabatnya itu.

"Kenapa kau menatapku dan tersenyum seperti itu?" Tanya Kenzo.

"Tidak apa-apa, aku sudah lama saja tidak mendengarmu mengoceh karena seorang wanita," kata Riko.

"Ah sudahlah kau tidak perlu membahas itu lagi. Sekarang kita pikirkan bagaimana teman-teman kita yang sudah tertangkap oleh polisi," kata Kenzo.

"Ya, kau benar, kita harus menolong mereka, tidak mungkin kita membiarkan mereka kesusahan," kata Riko.

"Lebih baik kita bahas soal ini dengan ketua geng yang baru. Dia tidak bisa membalikkan telapak tangannya begitu saja, sementara anggota kita berada di kantor polisi. Yang aku lihat dia juga melarikan diri terlebih dulu daripada kita," kata Kenzo.

"Ya sudah, lebih baik sekarang kita ke markas," ajak Riko.

Lalu mereka berdua pun kembali melanjutkan perjalanan menuju ke markas Geng Motor Eagle.

*****

"Di, kamu baik-baik aja 'kan?" Tanya Sasa saat mereka dalam perjalanan menuju pulang ke rumah.

"Iya aku baik-baik aja kok, kamu nggak usah khawatir ya," jawab Diandra.

"Iya, lagipula 'kan kamu yang menimpa cowok itu. Asik dong peluk-pelukan sama cowok yang nggak dikenal, aku yakin deh pasti cowok itu cakep," ledek Sasa.

"Apaan sih Sa, cowok pakai helm seperti gitu dibilang cakep. Aneh-aneh aja deh kamu. Lagipula cowok itu anak geng motor, mau secakep apa pun tetap aja nggak ada yang benar. Pakai tawuran di jalan lagi, benar-benar meresahkan," gerutu Diandra yang terlihat sangat kesal.

"Sudah, kamu tuh nggak boleh lah terlalu membenci geng motor seperti itu, gimana coba kalau tiba-tiba jodoh kamu anak geng motor? Lagipula nggak semua anak geng motor itu buruk kok," ujar Sasa.

"Whatever, aku tetap nggak akan pernah tertarik sama anak geng motor. Kamu 'kan sudah dengar sendiri aku bilang kalau aku nggak mau kenal sama cowok atau apapun yang berbau dengan geng motor," ucap Diandra mengingatkan.

"Hm, lihat aja nanti," cibir Diandra, lalu ia pun fokus untuk menyetir.

Sedangkan Diandra memutar bola mata malas, lalu pandangannya juga lurus ke depan.

Hingga tidak berapa lama kemudian mereka telah tiba di rumah Diandra, Sasa pun langsung berpamitan pulang ke rumah meskipun Diandra sudah menawarkannya untuk mampir. Karena Sasa juga merasa tubuhnya begitu lelah setelah tadi mereka membersihkan toilet dan ingin cepat-cepat beristirahat di rumah.

Begitu pula dengan Diandra, karena tubuhnya begitu lelah, selesai makan malam ia pun langsung berpamitan kepada sang ayah untuk langsung tidur dan terbangun keesokan harinya.

*****

"Pagi Pa, ucap Diandra yang melihat ayahnya sedang menyiapkan sarapan berupa nasi goreng untuk mereka berdua.

Ya semenjak kepergian ibunya, ayahnya itu sudah terbiasa untuk menyiapkan sarapan. Bahkan malam hari jika Diandra sudah lelah, maka ayahnya jugalah yang akan menyiapkan makan malam untuk mereka.

"Pagi anak Papa, sudah bangun kamu?" Tumben cepat bangunnya," kata Danu Oliver Jhonson, ayah Diandra.

"Iya Pa, soalnya tadi malam aku capek banget, jadi tidurnya cepat dan bangunnya juga nggak kesiangan deh," jawab Diandra.

"Oh … ternyata ada bagusnya juga ya kamu dihukum seperti itu, jadi tidak tidur larut malam," ucap Danu.

"Ih … Papa, malah diledekin lagi anaknya," gerutu Diandra yang mengerucutkan bibirnya itu.

"Jangan ngambek dong, Papa 'kan hanya bercanda. Oh iya Papa minta maaf ya, kemarin Papa buru-buru pergi dulu karena ada meeting di perusahaan. Pak Harry meminta Papa menangani suatu proyek untuk pertama kalinya dan jika berhasil, Papa akan dipromosikan naik jabatan," ucap Danu.

"Oh ya? Bagus dong Pa, aku doakan mudah-mudahan Papa berhasil ya Pa. Ayahnya Sasa itu benar-benar baik banget ya," ucap Diandra.

"Terima kasih ya Sayang doanya. Kamu benar, selama Papa bekerja, baru kali ini Papa bertemu dengan bos yang baik seperti Papanya Sasa. Ya mungkin juga karena dia adalah ayah dari sahabat kamu, untuk itu Pak Harry ingin menolong Papa," ucap Danu.

"Ya nggak seperti itu juga lah Pa. Memang Om Harry itu baik, baik banget malahan, sama seperti anaknya. Tapi jika Om Harry memberikan kepercayaan kepada Papa, itu juga karena keahlian Papa. Aku yakin kok suatu saat nanti Papa pasti akan sukses lagi seperti dulu," ucap Diandra mengingat jika dulu memang ayahnya itu pernah memiliki perusahaan sendiri meskipun kecil. Akan tetapi gagal dan bangkrut karena ditipu oleh temannya sendiri.

"Terimakasih ya Sayang," ucap Danu lalu memeluk sang buah hati.

Sejak kepergian sang ibu lalu disusul oleh adiknya, kini Diandra hanya hidup berdua saja sang ayah. Mereka hidup saling menyayangi, Diandra sangat berbahagia memiliki ayah yang begitu baik dan tulus seperti Danu. Ia berjanji suatu saat nanti akan membuat ayahnya bangga dan selalu membahagiakan orang tuanya itu.

*****

Berbeda halnya dengan kediaman keluarga Matthew, meskipun saat ini Kenzo hanya tinggal berdua bersama dengan ayahnya, ia sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang dari Bram meskipun ia adalah anak satu-satunya. Bahkan semenjak kepergian ibunya, ayahnya semakin terlihat acuh tak acuh dan semakin tak peduli terhadap anaknya sendiri. Hanya uang saja yang bisa ia berikan kepada Kenzo, tanpa memikirkan bagaimana kehidupan Kenzo.

"Mau kemana kamu Kenzo?" Tanya Bram saat melihat Kenzo yang sudah rapi dan hendak pergi.

"Ya mau ke kampus lah Pi, memang mau kemana lagi," jawab Kenzo.

"Ke kampus mana maksud kamu? Kamu lihat ini," ucap Bram sembari mencampakkan selembar kertas, hingga melayang di atas meja.

Kenzo pun langsung saja mendekati Bram yang duduk di ruang keluarga, lalu meraih kertas tersebut. Setelah membacanya, Kenzo sangat terkejut melihat apa yang tertulis di atas kertas itu.

Bersambung …

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!