Suara permintaan maaf terdengar begitu memelas tapi hati enggan menyambut hingga usapan lembut di lengan kanannya mengalihkan perhatian menghadirkan kenyamanan. Seulas senyum menjadi pemenang. Tatapan mata ceria nan meneduhkan memabukkan tak terelakkan.
"Okay, kita kembali ke Indonesia tapi dengan satu syarat." putusnya menyetujui keinginan gadisnya yang merajuk. "Jangan keluar dari mansion tanpa diriku. Deal?"
Ia hanya ingin memastikan semua baik hingga sengaja mengasingkan gadis itu dari tanah Indonesia selama sebulan terakhir. Bukan bermaksud egois tetapi sungguh kondisi tidak memungkinkan. Apalagi ketika mengingat perkataan dokter membuat dia harus menjaga gadisnya dengan baik.
Sekilas kenangan kembali mengetuk ingatan. Rasa takut menerkam hati tak mampu ia jabarkan. Tubuhnya masih gemetar mengingat hari itu bahkan tak berani menoleh ke belakang. Apalah dayanya? Ketika masa lalu kembali tanpa diminta.
Lampu meja operasi menyala hingga berjam-jam seakan tak berkesudahan. Duduk menikmati penantian dalam tekanan. Tatapan mata berusaha menemukan jalan pulang. Jangankan berpikir, napas pun ia kesulitan.
Suara derit pintu mengalihkan kegelisahan yang merutuki ketidakadilan. Langkah kaki seorang dokter disambut dengan perasaan tak karuan. "Bagaimana kondisinya, Dok?"
"Sebaiknya ke ruangan saya, Tuan. Pasien akan dipindahkan ke ruang ICU. Mari!" ajak dokter yang menjadi pemimpin team operasi kali ini.
Ajakan sang dokter, membuatnya hanya bisa diam tanpa pertanyaan lagi. Pria berjas putih itu terlihat begitu serius bahkan langkah kaki berjalan begitu cepat mengabaikan para suster yang menyapa. Tujuan tak jauh karena ruangan si dokter hanya berjarak satu lorong dari ruang operasi.
Pak Dokter membuka pintu ruangan, lalu mempersilahkan masuk keluarga dari pasiennya. Pria itu juga segera duduk di kursi kerja, kemudian mengunduh berkas yang memang sudah melalui komputer. Sehingga rumah sakit memiliki sistem modern demi mempermudah pekerjaan semua orang.
Duduk saling berhadapan dan menunggu penjelasan. Suara mesin printer mengalihkan perhatian. Kertas putih bertinta hitam yang kemudian disodorkan ke arahnya, "Ini hasil laporan dari pasien. Sebelumnya saya minta maaf karena tidak bisa melakukan lebih dari yang kami bisa."
"Menurut hasil dari pemeriksaan, pasien mengalami hilang ingatan atau yang kita kenal amnesia." sambung Pak Dokter bersambut napas tertahan dari keluarga pasien.
Jelas sekali kekhawatirannya begitu besar, "Apakah amnesia sementara atau?" Tak ingin melanjutkan hingga pertanyaan itu digantung tetapi si dokter memahami apa maksudnya.
Selembar kertas ditunjukkan. Dimana di atas kertas itu juga hasil CT scan otak dari pasien yang baru saja menjalani operasi. Terlihat jelas kerusakan yang membuat cedera cukup parah. Satu harapannya keselamatan sang pasien tetap aman meski harus hilang ingatan.
"Seseorang akan mengalami amnesia sementara dengan waktu yang berbeda-beda, jika pembuluh darah di sekitar otak mengalami kelainan, misalnya otak kecil cedera dan terhimpit akibat tekanan saat benturan keras terjadi. Sementara itu, jika cedera akibat benturan hanya mencederai dinding otak, amnesia yang terjadi mudah disembuhkan.
"Pasien mengalami amnesia traumatis atau yang dikenal juga dengan post traumatik. Amnesia traumatis terjadi karena cedera pada kepala yang diakibatkan oleh kecelakaan, benturan, pukulan atau jatuh dari ketinggian. Ingatan yang hilang akan bergantung pada bagaimana trauma atau kerusakan pada area otak yang dialami.
"Amnesia jenis ini dapat membuat seseorang kehilangan ingatan secara sementara atau permanen. Namun, pengidap amnesia membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh, terutama jika cedera cukup parah dan mengenai bagian otak besar, kecil, dan tengah."
Dokter mengambil kertas lain, lalu meletakkan di atas kertas CT scan. "Saya tidak bisa memastikan pasien akan mengingat semua ingatan masa lalunya berapa lama tapi pasien masih bisa disembuhkan dengan melakukan serangkaian perawatan."
"Anda harus sangat memperhatikan dan hati-hati karena ingatan itu bisa saja semakin rusak atau sembuh jika menangani dengan cara tidak benar. Saya akan memberi rekomendasi dokter yang kini bertugas di London. Apakah ini bisa membantu Anda?" tanya Pak Dokter membuat hati keluarga pasien merasa lebih baik.
Tak peduli dengan hal lainnya. Saran itu langsung diterima. Dihari yang sama penerbangan darurat menjadi pilihannya membawa gadis pencuri mimpi agar mendapatkan perawatan terbaik. Ia tak tahu apa yang diinginkan takdir tapi memahami satu hal. Gadis itu menjadi tanggung jawab utamanya.
Kenangan itu mengubah kehidupan single menjadi suami dadakan. Masih terekam jelas bagaimana gadisnya berpikir hubungan mereka begitu dekat tanpa ada jarak. Tak ingin memberikan penekanan yang bisa semakin merusak syaraf, ia hanya menyetujui semua saran dokter spesialis.
Uluran tangan menyambut harapan baru kembali menyadarkan ia akan masa kini. Gadis yang selama sebulan selalu disisinya berhasil mewarnai kehidupan dengan warna pelangi. Meski amnesia bukan berarti karakteristik dari gadisnya berubah.
"Of course, Mr. Madness." jawabnya bersambut tawa pelan yang membuat kedua matanya menyipit.
Ia ingin sekali saja dunia tahu, dialah kesayangan sang tuan muda nan dingin sejagat raya. Sombong? Tidak, ia hanya bersyukur mendapatkan suami yang sangat mencintainya bahkan bisa menjadi sahabat.
Kebahagiaan nyata yang kini hadir dalam hidupnya akan selalu menjadi alarm untuk bersyukur. Betapa takdir bergulir bak irama musik. Ketika satu rasa terenggut, rasa lain hadir menyentuh emosi yang tak mampu terungkap. Ingin rasanya mengatakan bahwa ia sangat mencintai gadis itu lebih dari apapun.
"My shine, mau ke Indonesia kapan?" tanyanya menggoda sang kekasih hati karena tak ingin terlalu buru-buru. Padahal ia tau jika gadisnya ingin segera di Indonesia.
Tatapan mata menelisik bersama hilangnya senyum di bibir. "Mr. Madness!"
Kedekatan itu begitu nyata dengan rasa semu tak terarah. Satu sisi sang tuan muda yang memiliki kebenarannya sedangkan sisi lain sang gadis yang hanya menerka kehidupannya begitu sempurna. Takdir begitu pelik tak berharap tuk dirangkai.
Kebersamaan keduanya selalu saling mengasihi tapi di belahan bumi lain, ada hati yang tak sanggup lagi bernapas. Sentuhan rindu menepis asa. Lara yang tak kunjung terobati kian membara membakar hatinya. Deru napas tak lagi sama seperti ia yang entah kemana.
Semua tak lagi sama hingga kehidupan menjadi derita tak berujung. Sampai kapan harus bertahan? Lelah tetapi masih merengkuh sisa harapan. Hati yakin akan pertemuan meski entah kapan.
Mata yang terpejam menikmati kesendirian berteman dinginnya guyuran air shower hingga ia tersentak karena tiba-tiba mendengar suara lembut memanggilnya. Suara yang selalu dirinya rindukan. Tak menunggu lagi, ia beranjak dari bawah shower seraya menyambar handuk.
Tubuhnya yang kekar dengan wajah dingin tanpa senyuman. Lirikan mata menatap penuh kebencian akan pantulan siluet bayangannya sendiri. Bekas luka sayatan di punggung yang dibiarkan mengering tanpa ingin melakukan operasi terlihat begitu menyakitkan.
"Ya, katakan!" titahnya dengan pasti begitu menjawab panggilan dari seseorang tanpa menyentuh benda pipih yang tergeletak di atas ranjang.
.
.
.
Jangan lupa, Subscribe, like, comment, ya😘
Finally meet lagi ama para pemain Istri Rasa Depkolektor 🥰 .😇
Panggilan singkat yang memberikan laporan selalu menyisakan rasa kecewa yang semakin dalam, ia merasa dunia begitu kejam. Apa dosanya selama ini hingga harus menerima luka tanpa obat. Rasanya seperti dibuang dari dunia kasih sayang.
Takdir yang memberikan ujian tanpa bertanya. Yah, kakinya masih kuat berdiri tetapi siapa yang melihat rapuhnya perasaan di dalam hati? Selalu berakhir pada kehampaan. Kemelut emosi menjadi jawaban tak bertuan.
"Butterfly, dimana kamu? Aku sangat merindukanmu. Kenapa Allah memisahkan kita dengan cara seperti ini? Astafirullah, maafkan hamba yang selalu mengeluh, Ya Allah." gumamnya seraya menatap bingkai foto yang tergeletak di atas nakas samping kanan tempat tidurnya.
Ranjang king size tak lagi menjadi daya tariknya, semua berubah sejak kekasih hatinya menghilang tanpa jejak. Sakit di tubuh tak sebanding rasa takut dan bersalah di dalam jiwa. Ia merasa menjadi suami tak berguna.
Sejenak berpikir apa yang selama ini dilakukannya. Sebulan terakhir kehidupannya berubah menjadi neraka. Bagaimana menjelaskan? Kata-kata saja tak lagi ada. Satu yang menjadi penjelasan. Kehilangan istri adalah hari terburuk di sepanjang hidupnya.
Pikiran melanglang buana mencari kebenaran di tengah ketidakpastian. Sadar akan kenyataan tak semudah membalikkan telapak tangan. Ternyata sebanyak apapun uang ketika takdir berkata lain, maka tak lagi berguna.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang bersambut panggilan tak asing. Ia mendengar tetapi enggan menjawab sehingga sang sahabat masuk kamar tanpa permisi. Setiap pagi akan selalu menjadi rutinitas yang sama.
Nampan sarapan dengan sebutir obat diletakkan ke atas meja. Lirikan matanya tertuju pada pria yang berdiri termenung menatap foto mesra di atas nakas. Hati tak memungkiri ia pun merasa kehilangan.
Namun yang lebih membutuhkan sang adik tentulah Reyhan. Pria itu terlihat tegar meski hati hancur tanpa sandaran. Rumah menjadi senyap karena keheningan para penghuninya. Apa lagi yang harus dilakukannya?
"Rey, makan dulu!" Bagas duduk di sofa menunggu saudaranya yang terlihat enggan berganti pakaian. "Reyhan Aditya! Makanan ini untuk Asma. Apa kamu tidak mau?"
Rey terkekeh menanggapi perkataan Bagas. Ingin menjelaskan setiap ucapan semakin menikam hati dan emosi. "Nando, aku akan kembali ke kantor. Jangan khawatir tentang apapun lagi."
"Are you sure? Lihat saja dirimu, inikah singa yang selalu menjadi kebanggaan Asma? Aku tidak buta hingga mengabaikan luka dari matamu." sindir Bagas sedikit tak bisa menahan diri.
Rey bersikap seolah semua baik, tapi dia tahu akan usaha pria itu melakukan pencarian istrinya sejak hari kecelakaan. Bukannya mengejek atau berusaha melarang. Akan tetapi perusahaan masih aman dan tidak ada perubahan sedangkan hati sang saudara seperti lahar yang siap membakar orang-orang sekitarnya.
"Lalu apa maumu? Aku seperti ini terus mau sampai kapan?" tanya Rey seraya mengalihkan perhatian dengan langkah kaki menghampiri Bagas yang menatapnya sendu.
Manusia itu rumit. Bibir dengan tegas mengatakan apa dan tatapan mata berkata lain. Selama sebulan ia sadar terlalu menyusahkan semua orang bahkan Bagas semakin menjadi bayangan di setiap langkahnya. Pria itu sanggup menanggung semua pelampiasan yang dia berikan.
"Rey, kembalilah bekerja jika hatimu ingin tapi aku tidak ingin kamu mendengar semua omongan di luar sana. Makan sarapannya dulu, aku akan siapkan mobil." tegas Bagas beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan mendekati Rey. "Semua akan kembali baik, percayalah cinta kalian saling menguatkan."
"Istriku pasti kembali 'kan?" Suara lirih yang terdengar menyayat hati menggetarkan rasa, tatapan mata luka berbalut kabut kerinduan.
Direngkuhnya tubuh sang saudara ke dalam dekapan. Jujur saja, ia tak mampu lagi menjawab pertanyaan yang mengubah arah kehidupan. Akhir dari obrolan menjadi pelukan saudara yang berusaha saling menguatkan.
Obrolan kedua pria itu selalu menghakimi rasa. Tak terasa pipinya basah oleh air mata. Rumah yang hangat menjadi dingin sedingin badai salju. Ia pikir setelah mendapat kehidupan bebas, maka bisa saling melengkapi.
Namun yang terjadi justru tragedi. Sekilas ingatan tak mampu terabaikan. Ingatannya kian menelusup mencari kebenaran. Tak seorang pun menyangka kehilangan itu nyata tanpa diminta. Jangankan ilmu pengetahuan, kebenaran saja terlihat seperti kepalsuan.
Di tengah kehangatan keluarga tiba-tiba Rey kembali pulang tapi hanya seorang diri. Pria yang pergi honeymoon bersama sang istri justru datang dengan luka di tubuh. Semua orang bertanya yang didapat hanya kebisuan. Pria itu mendadak berubah menjadi patung.
Suara tamparan yang keras bergema di seluruh ruang tamu membuat semua orang terkejut. Bagas yang biasanya tenang justru mengangkat tangan menghadiahi Rey jejak tangan tanpa perasaan. Kebingungan kian melanda hingga kabar buruk keluar dari pernyataan seorang suami.
"Kami mengalami kecelakaan saat perjalanan ke bandara dan Asma menghilang dari jalanan dengan lukanya yang parah. Aku tidak tahu harus mencarinya kemana lagi." ucap Rey tak bertenaga.
Pernyataan yang berubah menjadi kepanikan karena Rey jatuh tak sadarkan diri. Dokter mengatakan pria itu mengalami trauma yang semakin besar dan rasa takut mempengaruhi kesehatan. Sehingga meminta keluarga untuk memperhatikan emosi sang tuan kulkas.
Buru-buru menghapus air mata begitu melihat Bagas semakin mendekat. Tatapan mata yang selalu nakal entah hilang kemana. "Ada telepon untukmu." Diberikannya ponsel yang masih menyapa tetapi suara sudah dibisukan. "Aku tunggu di ruang makan."
Bagas hanya mengangguk seraya menerima panggilan dari salah satu kliennya. Pria itu menutup pintu kamar Rey kemudian berjalan menuruni anak tangga. Obrolan serius dari sang penelepon membuatnya menahan napas. Tatapan mata menelusuri dinding rumah yang kini dipenuhi bingkai foto potret kehidupan.
Yah, Rey melakukan semua yang diinginkan Asma tanpa terkecuali bahkan membuat rumah semakin dipenuhi kenangan manis. Dari sudut manapun kini foto keluarga bisa ditemukan tak terkecuali ruangan khusus yang diubah menjadi gallery. Ruangan yang menjadi kamar kedua sang saudara.
"Saya akan menghubungi Anda lagi. Terimakasih atas tawarannya, assalamu'alaikum." Panggilan diakhiri secara sepihak. Ia rasa tidak terlalu membutuhkan klien baru hanya untuk menambah kesibukannya.
Prioritas utamanya adalah menjaga Rey tetapi bukan berarti mengabaikan perusahaan. Keterpurukan yang dialami saudaranya menjadikan hidupnya sebagai sandaran utama. Lagi-lagi ia melihat hati dingin yang rapuh dan itu semakin dalam.
Langkah kaki terus berjalan hingga sampai di ruang makan. Sarapan sederhana yang terlihat lezat hanya saja selera makannya tak lagi ada. "Kenapa belum makan? Kamu tidak lapar?"
"Bagaimana denganmu? Sejak semalam tidak makan apapun 'kan. Jadi, ayo kita makan bersama dan jangan menolak. Demi Ka Asma." bujuknya membuat Bagas menurut.
Sarapan sepiring nasi goreng ayam dengan cita rasa sambal padang. Jika yang menikmati orang sehat dan bahagia, pastilah akan ketagihan. Sayangnya dua insan itu hanya mencoba saling menguatkan di tengah rasa kehilangan.
"Fay, aku sudah memikirkan ini baik-baik. Sebelumnya aku minta maaf tapi bisakah kita tunda acara pertunangan yang sudah direncanakan. Aku tahu, ini tidak adil untukmu hanya saja ...," ucap Bagas merasa bersalah pada gadis yang sudah ia janjikan kehidupan untuk bersama hingga maut memisahkan.
Tatapan mata saling bertaut menyelami dalamnya rasa yang masih berusaha untuk saling memahami satu sama lain. Situasi yang ada mengharuskan pengorbanan dilakukan. Tentu disebut ketidakadilan tapi mau bagaimana lagi?
Usapan tangan menghentikan pengakuan Bagas yang pasti tak bermaksud mempermainkan dirinya. "Hubungan kita dimulai karena Ka Asma. Aku tak mempermasalahkan keputusanmu karena itu juga keputusanku. Kita bisa melewati kesulitan bersama-sama dan Rey membutuhkan tempat berpulang yaitu kita sebagai keluarga."
"Terimakasih sudah mau bersabar untuk hubungan kita. Aku merasa keluarga ini beruntung karena kehadiranmu dan Asma. Kalian berdua selalu bisa menjadi penenang kala badai menerjang. Tetaplah di sisiku dan jangan lepaskan tanganku.
"Fay, kamu tahu, awalnya aku berpikir kenapa Asma begitu menyayangimu dan sebulan ini, jawaban sudah menyadarkan diriku bahwa kamu mencuri hati tanpa niat. Terimakasih telah bertahan dengan pria emosian sepertiku." Lega hatinya mendengar dukungan sang kekasih.
Gadis itu menganggukkan kepala dengan seulas senyum menghiasi wajahnya. Hati tak seorangpun tahu tetapi kejujuran selalu menjadi kenyataan yang dinanti. Kebenaran itu tak mengubah keadaan hanya saja menjadi alarm untuk memperbaiki diri.
Sesi sarapan berakhir dengan perbincangan dari hati ke hati antara Bagas dan Fay. Seperti biasa, keduanya berangkat ke kantor bersama tapi kali ini tampak berbeda karena Rey ikut bersama mereka. Sudah diputuskan kehidupan harus tetap berjalan meski dunia tak lagi bersinar terang.
"Apa agenda hari ini?" tanya Rey setelah masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang.
Mobil Bagas di penuhi berkas meskipun rapi. Tetap saja tidak enak dipandang. Seketika ia sadar telah melupakan tanggung jawab seorang pemimpin. Sadar akan fakta menjadi parasit yang tidak berguna. Apakah cinta bisa mengembalikan rasa yang tiada?
"Berkas rapat hari ini, pertemuan terakhir dengan wakil CEO yang katanya akan menyetujui proposal dengan catatan Ka Rey datang seorang diri dan bukan diwakilkan." Fay menyodorkan map biru tua ke belakang yang langsung diterima Rey.
Map itu adalah berkas sebuah proyek baru yang seharusnya sudah deal setengah bulan lalu. Akan tetapi selalu dibatalkan karena pertemuan tak sesuai keinginan klien. Bagas harus menghadapi masalah tapi tak sekalipun berniat mengusik waktu berduka sang saudara.
Beberapa saat membaca berkas yang langsung bisa dipahami tanpa bertanya. Syaratnya tidak dipermasalahkan tapi bisnis tetap bisnis. Ketika klien tidak mempercayai saudaranya, maka ia harus memberikan pelajaran yang setimpal.
"Nando, berikan aku ponselmu!" titah Rey membuat Bagas menatapnya intens. Melihat sang saudara yang enggan, ia beralih menatap ke arah gadis yang duduk di depan. "Fay, hubungi klien yang menyusahkan saudaraku!"
"Rey, apa harus melakukan itu?" Bukan takut hanya saja tatapan tak suka Rey jelas memiliki makna lain. Hatinya merasa jiwa pebisnis pria satu itu semakin kuat tetapi lebih pada kepemilikan.
Perdebatan itu membuat Fay menghela napas pelan. Sebenarnya tak ingin ikut campur hanya saja melihat situasi semakin tegang menghasilkan ketidaknyamanan. "Kalian berdua bisa tidak berhenti berdebat? Kita masih di jalan, mau kecelakaan?"
Peringatan Fay menyudahi perdebatan kedua sahabat rasa saudara itu, sedangkan di tempat lain terjadi kehebohan yang membuat semua orang sibuk melakukan pekerjaan dengan terburu-buru. Tak seorangpun dibiarkan tenang karena ulah nyonya rumah. Nyonya besar yang menguasai wilayah istananya.
Suara lembut nan tegas memberi perintah ini itu hingga semua pelayan kelimpungan karena terlalu cepat diberikan perintah hingga kedatangan seorang pria dewasa yang berumur membuat hati lega. Mereka berharap mendapatkan belas kasihan, yah setidaknya bisa meneguk segelas air putih.
"Ma, kamu tidak jadi hias kamar putra kita?" tanyanya yang mengalihkan perhatian seorang wanita dengan penampilan anggun nan elegant. "Zahra masih di luar negeri, tentu kamu sendiri yang harus menemaniku memilih dekorasi kamar Al."
"Hmm, bilang saja Papa tidak bisa. Mama masih nunggu beberapa barang yang baru diantar dari toko. Ngomong-ngomong, Papa mau ke kantor?" tanya balik sang istri seraya membenarkan kancing jas suaminya.
"Hari terakhir bekerja, Ma. Setelah hari ini, semua akan diurus putra kita, lagi. Mau ikut?" tawarnya tak melepaskan kesempatan merengkuh pinggang wanitanya.
Tatapan mata penuh kasih sayang menghantarkan kehangatan. Pasutri yang selalu bahagia dengan cinta sederhana mereka. Rumah tangga sempurna tetapi bukan pura-pura. Kehidupan memberikan segalanya meski tanpa diminta.
Kemesraan itu membuat para pelayan membubarkan diri. Mereka tak ingin jadi obat nyamuk, apalagi serempak seperti demo dadakan. Keharmonisan keluarga majikan memanglah patut dicontoh bagi mereka yang memiliki kehidupan kurang lengkap harus belajar arti bersyukur.
Tak jauh berbeda dari pasutri itu, kemesraan lain juga mewarnai pasangan yang baru saja duduk di kursi VVIP salah satu pesawat terbang kelas bisnis. Tatapan teduh yang selalu memberikan perlindungan membuat sang kekasih hati merasa aman damai sentosa.
"Tidurlah! Akan ku bangunkan setelah sampai di Indonesia." ucapnya seraya merentangkan tangan membiarkan kepala gadis yang duduk disebelah kanan bersandar di bahunya.
Kondisi tubuh masih lemah bahkan terlalu banyak aktivitas bisa menjadi penyebab sakit dadakan. Mengingat kondisinya sendiri, gadis itu mengangguk menerima ajakan menjemput mimpi tak berperasaan. Ditemani usapan lembut yang menenangkan.
Mata yang terpejam dengan tangan saling berpegangan. Hatinya merasa keputusan kali ini tidak benar tapi demi kebahagiaan serta senyuman sang kekasih, maka apapun bisa dilakukan. Andai saja bisa terus menetap di London mungkin kehidupan akan lebih baik.
Sesaat ikut memejamkan mata meredam rasa dalam helaan napas panjang nan pelan. Keegoisan hatinya hanya karena ingin selalu bersama sang pujaan hati bahkan karena tak ingin kehilangan. Ia telah memutuskan tidak mencari tahu identitas gadis yang kini terlelap dalam pelukannya.
Terlalu sulit bagiku mendapatkan wanita sebaik dirimu. Kamu mungkin melupakan siapa dirimu sendiri tapi aku melihat kebenaran di matamu tanpa mengenal rasa takut. Apakah masa lalu mengubah jalan hidup kita? Indonesia bisa menjadi alasanmu meninggalkan diriku.~gumam hati pria itu dengan degupan jantung tak seirama.
Rumit ketika menjabarkan keadaan yang ada karena kebenaran itu sebagian dari sandiwara. Entah cinta, ego atau kesadaran diri yang akan mengubah takdir sang waktu. Perjalanan selama enam belas jam kurang menjadi begitu singkat dan berakhir dalam kepasrahan diri. Suasana bandara tampak seperti biasa, ramai karena menjadi pusat penerbangan internasional.
Mobil sedan dengan plat Jakarta yang datang menjadi kendaraan perjalanan selanjutnya. Sang sopir yang melihat kedatangan tuan mudanya bergegas membukakan pintu mobil bagian belakang. "Malam, Tuan. Selamat datang di Indonesia."
Tak ada jawaban selain anggukan kepala pelan. Tuan muda yang menggendong seorang gadis dengan hati-hati memasuki mobil. Ternyata berita yang tersebar di mansion benar adanya. Kini pewaris keluarga Zafran telah memiliki pasangan hidup.
Setelah memastikan semua barang bawaan masuk ke bagasi. Pak supir kembali masuk ke dalam mobil, lalu menyalakan mesin. "Tuan mau pulang kemana?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!