Alexandria, mama dari si kembar Valexa dan Deondria terpaku saat membaca email yang isi nya dia harus menghadiri undangan ke luar negeri untuk urusan perusahaannya William Group yang tidak bisa diwakilkan.
“Aku harus meninggalkan Valexa Deondria dan Papa nya untuk sementara waktu.” Gumam Alexandria yang belum mengirim konfirmasi kehadirannya.
“Nanti aku diskusikan dengan Kak Deo saja.” Gumam Alexandria yang akan meminta pertimbangan pada suaminya.
“Siapa tahu aku boleh mengajak Valexa dan Deondria.” Gumam Alexandria sambil tersenyum membayangkan hebohnya kedua anak nya jika boleh ikut bersama nya.
Waktu terus berlalu dan tidak terasa sudah sore hari. Sang Sekretaris nya pun sudah pamit untuk pulang lebih dahulu. Alexandria pun bersiap siap untuk pulang. Rencana nya Vadeo sang suami akan menjemput nya. Setelah menutup lap top nya dia langsung meninggalkan ruang kerja nya di William Group. Dia akan menunggu suami nya di lantai bawah agar Sang suami tidak perlu naik ke lantai atas.
Saat dia keluar dari pintu terdengar langkah langkah kaki kecil berlari larian mendekati diri nya.
“Mamaaaa atu datang...” teriak suara dua anak kecil yang berlari lari yang tidak lain adalah Valexa dan Deondria.
“Aca, Aya jangan berlari.” Teriak Vadeo Jonathan, sang Papa yang melangkah di belakang Valexa dan Deondria. Vadeo lebih suka memanggil anak kembarnya dengan panggilan Aca dan Aya.
“Cudah tebuyu tangen Mama..” teriak Aca dengan lantang
“Iya bial cepet , ayo yayi Pa..” sambung Aya yang juga dengan suara lantang
“Hoyyyyeeee tita cudah campe.” Ucap mereka berdua sambil memeluk kaki Alexandria. Alexandria pun lalu menekuk lututnya agar kepala nya bersejajar dengan kepala kedua anak anak nya itu, lalu mereka bertiga saling berpelukan dan berciuman.
“Sudah harum dan cantik cantik.” Ucap Alexandria sambil masih menciumi wajah kedua anaknya.
“Iya Ma.. udah mandi.” Jawab mereka berdua.
“Papa yang mandiin?” tanya Alexandria yang lalu menoleh dan mendongak sebab merasa sang suami sudah berada di dekat nya
“Iya dong.” Jawab Vadeo sambil mencium puncak kepala Alexandria. Tadi Valexa dan Deondria memang tidak mau ditinggal oleh orang tua nya bekerja, tidak mau juga masuk ke sekolah play group nya, alasannya bosan di sekolah. Dan akhirnya mereka berdua memilih ikut kerja di kantor Vadeo. Sementara Alexandria bekerja di William Group.
Vadeo lalu mengendong Valexa dan Deondria digendong oleh Alexandria. Mereka berempat melangkah untuk keluar dari gedung William Group menuju ke tempat mobil nya terparkir.
Beberapa menit kemudian mereka berempat sudah masuk ke dalam mobil. Valexa alias Aca duduk di jok depan di samping Vadeo sang Papa yang mengemudikan mobil. Sedangkan Deondria alias Aya duduk di jok belakang kemudi di samping Alexandria, Sang Mama.
Mobil berjalan pelan pelan menuju mansion Jonathan tempat tinggal mereka berempat bersama Opa dan Oma Jonathan.
“Pa yuyus aja ye depan dangan beyok ke kiyi nanti macet Pa.” Suara Valexa memberi saran pada sang Papa yang fokus mengemudikan mobilnya.
“Jalan ke Mansion kita kan harus belok kiri.” Jawab Vadeo sambil sekilas menoleh ke arah Valexa yang tampak serius melihat ke arah depan.
“Pa lewat yuyus aja nanti bayu beyok, putang cedikit tapi tidak macet.” Ucap Valexa lagi kini menoleh ke arah Papanya dan ekspresi wajah nya tampak serius saking serius nya berbicara hingga mulut mungilnya mengerucut ke depan.
“Iya Pa, ada yame yame di cana.” Saut Deondria tapi agak santai nada bicaranya.
Alexandria yang paham akan kelebihan anak anak nya lalu mengecek kondisi lalu lintas lewat aplikasi di hand phone nya.
Sesaat kemudian...
“Benar Pa, jalan macet, ada kecelakaan.” Ucap Alexandria setelah selesai melihat situasi dan berita lalu lintas lewat hand phone nya.
“Hmmm..” gumam Vadeo lalu dia pun siap siap menjalankan mobilnya ke jalur yang lurus.
“Anak anakku kenapa intuisi nya sangat tajam ya.” Gumam Vadeo dalam hati dan tampak dia fokus pada kemudi mobilnya namun masih memikirkan kelebihan kedua anaknya itu.
“Ih Mama dan Papa itu tidak pelcaya pada kita.” Ucap Valexa sambil bersedekap tangannya dengan wajah tampak kesal.
“Cebel dech, mayah pelcaya pada apikaci ga pelcaya pada anaknya cendiyi.” Ucap Valexa lagi.
“Percaya Sayang, Cuma memastikan saja he... he...” ucap Vadeo sambil tertawa kecil
“Cama aja namanya ga pelcaya.” Saut Deondria yang juga bibirnya cemberut mengerucut. Alexandria yang duduk di samping nya dibuatnya gemas lalu menunduk dan mencium bibir anaknya yang mengerucut itu sambil tertawa kecil.
“Iya pate pate ngecek cegaya.” Ucap Valexa masih dengan nada kesal.
“Bukan ngecek tapi memastikan.” Ucap Vadeo sambil tangan kiri nya mengusap usap sebentar puncak kepala Valexa, gemas.
“Pucing baaaca oyang dewaca.” Saut Deondria yang kini sudah dipangku oleh Alexandria.
Sementara itu di bandara Soekarno Hatta, seorang laki laki Bule memakai kaca mata hitam dan salah satu tangannya menarik koper hitam nya yang berukuran sedang. Laki laki itu berjalan dengan kaki terpincang pincang keluar dari terminal kedatangan dari penerbangan internasional. Dia lah Richie Bach, orang yang pernah berniat jahat akan membawa kabur dokumen dokumen Vadeo agar perusahaan otomotif Vadeo ditutup karena bermasalah dengan perpanjangan izin. Dan tembakan dari Alexandria membuat kaki nya itu terpincang pincang jalannya. Kini dia datang ke Indonesia ingin balas dendam.
“Mana Amel katanya menjemputku.” Gumam Richie dalam hati sambil pandangan mata nya melihat ke arah orang orang penjemput para penumpang.
Dan tidak lama kemudian pandangan mata nya menangkap satu sosok wanita cantik nan sexy berjalan cepat menuju ke arah nya. Richie pun tersenyum.
“Hallo Richie kamu semakin tampan.” Ucap wanita cantik dan sexy itu saat sudah berada di depan Richie berjarak dua meter.
“Hey Amelia aku kira kamu tidak datang.” Ucap Richie yang kini jarak dia dengan wanita cantik dan sexy itu sudah semakin dekat. Mereka berdua pun lalu saling berpelukan dan cipika cipiki.
“Aku tidak mungkin ingkar janji, demi kamu.” Ucap Amel dengan kerlingan mata menggoda.
Mereka berdua pun terus berjalan menuju ke tempat mobil Amelia terparkir.
Dan tidak lama kemudian, mereka sudah ada di dalam mobil Amelia dan mobil berjalan meninggalkan lokasi bandara menuju ke hotel tempat Richie menginap.
“Bagaimana rencanamu Rich?” tanya Amel dengan pandangan mata tetap fokus ke depan tanpa menoleh ke samping ke arah Richie.
“Seperti yang kamu tahu, kaki ku menjadi cacat permanen. Aku harus ambil dua anak nya itu. Biar dia tahu rasa.” Jawab Richie dengan nada serius
“Kamu mau culik kedua anak Alexa?” tanya Amel sambil terus fokus pada kemudi mobil nya.
“Iya, dan akan aku didik dua anak itu menjadi penjahat kelas kakap biar mereka menghancurkan orang tua nya sendiri ha... ha... ha...” jawab Richie sambil tertawa.
“Aku akan puas sepuas puas nya ha... ha...” ucap Richie lagi dan terus saja mulut nya tertawa membayangkan bisa terbalas dendamnya.
“Tapi Rich, pengawasan mereka berdua sangat ketat. Dua anak itu ikut play group tapi tidak sembarang orang bisa masuk ke lokasi play group itu. Harus memiliki id card khusus.” Ucap Amelia yang sudah tahu di mana Valexa dan Deondria bersekolah.
“Masuk ke dalam mansion Jonathan atau William pun juga sangat susah.” Ucap Amel lagi dengan nada serius masih tanpa menoleh pada Richie.
“Pakai strategi dong.” Saut Richie.
“Besok akan aku atur. Yang terpenting kamu bantu aku. Aku belum terbiasa di negeri ini, sangat asing buat ku.” Ucap Richie selanjutnya.
“Aku akan bantu kamu Rich.” Ucap Amel dengan mantap. Dan mobil yang dikemudikan oleh Amelia pun terus melaju menuju ke hotel tempat penginapan Richie.
Dan malam hari nya di mansion Jonathan, tepatnya di kamar Vadeo dan Alexandria. Mereka berempat sedang dalam acara santai santai.
“Pa, lihat ini.” Ucap Alexandria yang sedang duduk di sofa sambil memperlihatkan layar hand phone nya pada suami nya yang sedang duduk di karpet bawah di depan nya. Vadeo sedang bermain monopoli dengan kedua anak nya.
“Dua minggu? lama sekali?” gumam Vadeo saat sudah membaca email undangan meeting buat Alexandria.
“Bagai mana kalau aku ajak si kembar Pa?” tanya Alexandria sambil mengusap usap leher belakang Vadeo.
“Tidak boleh.” Jawab Vadeo dengan cepat
“Siapa yang menjaga mereka. Di mansion ada aku masih ditambah Opa dan Oma nya masih dengan dua pengasuh saja kewalahan untuk mengurus mereka.” Ucap Vadeo selanjutnya sambil menatap kedua buah hati nya yang sibuk dengan mainannya.
“Kamu nanti malah tidak bisa bekerja karena direpotkan oleh mereka.” Ucap Vadeo lagi yang kini menatap Alexandria yang duduk di sofa di dekatnya.
“Bagai mana kalau sama Kak Deo juga.” Ucap Alexandria yang kini sambil memijit mijit punggung Vadeo.
“Tidak bisa Al, Jonathan Co juga sedang membutuhkan aku. Aku juga masih pikir pikir untuk cari waktu ke Jerman, Edwind sudah menanyakan terus. Nanti aku terlalu banyak izin dari Jonathan Co.” Ucap Vadeo sambil menepuk nepuk pelan paha Alexandria sebagai ungkapan rasa sayang, sebenarnya dia juga ingin mengantar istrinya itu namun waktu tidak memungkinkan.
“Pa, atu dan Aya tidak meyepotkan kok, atu dan Aya pengen itut Mama.” Ucap Valexa sambil menatap Vadeo Papa nya.
“Iya Pa, atu dan Aca mau bantu Mama.” Tambah Deondria yang juga menatap wajah Vadeo sang Papa nya.
Vadeo yang masih berpikir pikir, dia mendapat giliran melempar dadu mainan monopoli dan muncul enam titik, dia pun melempar dadu lagi. Dan pionnya dijalankan oleh Valexa dan Deondria. Dan tiba tiba kedua bocah itu tertawa dengan riang..
“Papa bayal atu...” teriak mereka berdua sambil menengadahkan tangan mungilnya sebab pion Vadeo yang pertama berada di property milik Valexa dan langkah pion kedua berada di property milik Deondria. Vadeo pun menghitung uang mainannya dan memberikan pada Valexa.
“Bayal atu juda...” ucap Deondria yang masih menengadahkan tangan mungilnya sebab Vadeo belum membayarnya.
“Bangkrut dech Papa...” ucap Vadeo yang memperlihatkan uangnya habis.
“Utang Bank Aleca Pa...” teriak mereka berdua sambil menatap Sang Mama yang duduk di sofa yang di samping ada tatanan rapi uang uang mainan karena Alexandria yang disuruh anak anak nya menjadi Bank di permainan monopoli mereka.
Waktu pun terus berlalu dan tiba saat nya Alexandria harus siap siap ke New York untuk urusan bisnis nya. Akhir nya dia harus berangkat dengan ditemani oleh sekretaris dan pengawal pribadi nya. Orang tua dan mertua nya juga sang suami tidak mengizinkan si kembar ikut dibawa.
“Atu akan cedih yama tidak becama Mama.” Ucap Valexa yang sejak tadi berada di dekat Alexandria
“Mama tayo cudah celece cepet puyang ya.” Ucap Deondria yang juga tidak jauh dari mereka.
“Iya Sayang, Aya dan Aca ingin oleh oleh apa?” tanya Alexandria sambil mengusap usap kepala kedua anak nya.
“Ga ingin apa apa Ma.” Jawab Valexa sambil menatap wajah Sang Mama dengan sendu.
“Hanya ingin Mama jaga diyi baik baik dan cepet puyang dengan celamat.” Ucap Deondria sambil menggeleyot di pangkuan Alexandria.
“Sudah siap Mama Sayang?” tanya Vadeo yang siap akan mengantar isterinya ke bandara.
“Harus siap Pa, sebenarnya tidak siap meninggalkan twins.” Ucap Alexandria sambil menciumi wajah ke dua anak nya.
“Atu juda tidak ciap Ma..” ucap Valexa dan Deondria secara bersamaan.
“Percayakan padaku, aku akan menjadi hot Papa.” Ucap Vadeo sambil memeluk tiga perempuan tercintanya.
“Ayo berangkat.” Ucap Vadeo lalu dia menggendong kedua puteri nya. Alexandria berjalan di samping mereka. Dua pengasuh Valexa dan Deondria tampak menarik koper Alexandria dan membawakan satu tas keperluan twins.
Mereka semua turun ke lantai bawah tampak Tuan dan Nyonya Jonathan sudah berdiri di bawah menunggu mereka. Sesampai di bawah Tuan dan Nyonya Jonathan memeluk Alexa dan memberi nasehat nasehat. Mereka berdua pun berjanji akan menjaga Valexa dan Deondria selama Alexa pergi tugas. Mereka semua lalu berjalan menuju ke pintu utama Mansion dan keluar dari pintu utama Mansion.
Tampak mobil sudah siap. Sang pengawal sudah berdiri di dekat mobil. Sedangkan Pak Sopir sudah standby di dalam mobil. Sedangkan sekretaris pribadi Alexandria langsung berangkat dari rumahnya ke bandara nanti ketemuan di bandara.
Mobil terus melaju menuju ke bandara, akan tetapi tiba tiba...
“Pa.. ada yang menituti tita loh..” suara Valexa dengan lantang.
“Siapa? tenang saja, ada Papa ada Mama dan ada Om pengawal.” Ucap Vadeo yang duduk memangku Valexa sambil mempererat pelukannya pada tubuh mungil Valexa.
“Papa tuh ceyayu tidak pelcaya .. “ ucap Deondria dengan santai
“Dia oyang jahat.” Ucap Valexa lagi dengan nada serius sambil menatap wajah Sang Papa.
“Ma...” ucap Vadeo sambil menoleh menatap Alexandria agar mengecek dengan menggunakan aplikasi nya.
“Mobing itam Ma adak dauh dayi tita.” Ucap Valexa lagi yang paham jika Sang Papa meminta sang Mama untuk mengecek dengan apa yang sudah dia katakan.
“Mungkin hanya kebetulan saja dia juga lewat jalan yang sama dengan kita.” Ucap Vadeo untuk menenangkan mereka berdua.
“Pasti dech endak pelcaya.” Ucap Aca dan Aya secara bersamaan sambil tangannya bersedekap di dada dengan bibir yang mengerucut ke depan. Vadeo yang gemas lalu menciumi kedua anaknya itu.
Alexandria yang sudah mengecek lewat aplikasi terlihat tampak tenang, sebab mobil hitam yang mengikuti dalam jarak jauh dan aman.
Mobil terus melaju menuju ke bandara. Dan beberapa menit kemudian mobil sudah memasuki lokasi bandara. Keluarga kecil Vadeo dan sang pengawal turun dari mobil. Tampak sang sekretaris pribadi Alexandria sudah berada di terminal keberangkatan, tampak juga keluarga William ada di sana. Mereka semua berjalan menyambut kedatangan keluarga kecil Vadeo.
Sesaat kemudian sudah tiba saat nya Alexa dan dua orang pengantarnya untuk masuk ke ruang cek in. Valexa dan Deondria memeluk erat sang Mama sambil menciumi pipinya dan tak ada tangis di antara mereka.
“Hati hati ya Ma...” ucap Vadeo bersamaan dengan suara Valexa dan Deondria. Mereka semua pun saling melambaikan tangan setelah Alexandria sudah berjalan menuju ke ruang cek in bersama sekretaris dan pengawal.
Setelah Alexa masuk ke dalam ruang cek in. Vadeo dan kedua anak nya berbincang bincang sejenak dengan keluarga William. Setelah itu mereka pulang ke mansion nya masing masing.
Valexa dan Deondria digendong oleh Sang Papa, meskipun mereka berdua tidak menangis akan tetapi ekspresi wajah nya tampak sedih.
Mobil Vadeo pun sudah kembali datang, dan mereka segera masuk ke dalam mobil. Mobil terus melaju untuk kembali ke mansion.
“Sayang apa masih ada yang mengikuti kita?” tanya Vadeo yang duduk diapit oleh kedua anak nya.
“He.. He... endak ada yadi Papa cayangku...” ucap Valexa sambil tertawa kecil dan tangan mungilnya memeluk Sang Papa.
“Berarti tadi hanya kebetulan saja mobil hitam itu lewat di jalan yang sama dengan jalan yang kita lewati.” Ucap Vadeo sambil mengecup puncak kepala dua anak nya itu.
“Tapi dia oyang jahat.” Ucap Deondria sambil menoleh dan mendongak menatap wajah Sang Papa.
“Ada Papa di sini.” Ucap Vadeo sambil memeluk kedua anak nya itu.
“Pa, kacian Mama ya tidak ada yang peyuk.” Ucap Deondria lagi.
“Iya kita peluk dari jauh ya.” Ucap Vadeo yang tiba tiba kangen dengan istri nya yang baru beberapa menit berpisah.
Sementara itu di sebuah hotel berbintang. Richie masih duduk di sofa sambil menelepon beberapa orang suruhan nya untuk mengerjakan tugas tugas nya. Termasuk untuk observasi tempat sekolah Valexa dan Deondria maupun mansion Jonathan dan mansion Willam. Semua tempat yang biasa disinggahi oleh kedua anak itu.
Setelah mendapat laporan Richie memutus sambungan teleponnya lalu menaruh hand phone nya lagi ke dalam saku kemeja nya.
Sesaat ada dering suara dari hand phone Richie yang baru saja dimasukkan ke dalam saku kemeja nya itu. Richie pun segera mengambil lagi hand phone nya, dan saat di lihat di layar tertera nama kontak Amelia sedang melakukan panggilan suara. Richie pun dengan segera menggeser tombol hijau.
“Rich berita bagus, orang yang aku kirim untuk memata mata i mereka, baru saja melaporkan katanya Alexandria pergi ke luar negeri anak anak nya tidak diajak.” Suara Amelia di balik hand phone Richie dengan nada senang.
“Ha.. ha... bagus itu nanti saat menculik mereka bisa untuk alasan menyusul Mama nya pasti mereka akan mudah ikut kamu.” Ucap Richie sambil tertawa.
“Jadi aku yang harus mengeksekusi mereka.” Ucap Amelia meminta kepastian.
“Iya, katanya kamu menginginkan Papa nya.” Ucap Richie dengan santai, dia sudah tahu jika Amelia pengagum Vadeo sejak lama akan tetapi tidak tergapai.
“Apa tidak ada orang lain, aku di belakang layar saja Rich.” Ucap Amelia karena dia tidak mau terlihat jahat di depan Valexa dan Deondria apalagi Vadeo.
Pagi hari di kamar Vadeo situasi dan kondisinya tampak super heboh. Valexa dan Deondria tidak mau dimandikan oleh kedua pengasuh nya mereka berdua mau nya dimandikan oleh Sang Papa. Oma Jo mau memandikan mereka berdua juga tidak mau.
“Ogahhhh pokoknya dimandiin Papa...” teriak Mereka berdua dengan suara sangat lantang. Oma Jo yang juga berada di kamar itu pun akhirnya hanya bisa menatap Vadeo, anak laki laki nya agar turun tangan memandikan Valexa dan Deondria, yang masih berkutat di atas tempat tidur sambil menaruh banyak mainan nya di atas tempat tidur.
“Kamu urus anak anakmu, biar Opa Jo ke Jonathan Co lebih pagi.” Ucap Oma Jo dan selanjutnya melangkah keluar dari kamar Vadeo. Akhirnya Opa Jo harus menunda lagi masa pensiun nya, harapan bisa menikmati masa pensiun di usia muda sirna.
Vadeo yang sudah memakai baju kerja nya itu pun akhirnya menggendong kedua anak nya menuju ke kamar mandi. Valexa dan Deondria tertawa terkekeh kekeh dalam gendongan Sang Papa. Vadeo dengan kesabaran super dewa terus melangkah menuju ke kamar mandi untuk memandikan kedua anaknya. Valexa dan Deondria, mereka berdua tertawa bahagia apalagi sudah sukses membuat baju Vadeo basah kuyup, kedua nya tampak puas. Harapan mereka berdua agar Sang Papa tidak jadi bekerja dan tetap tinggal di mansion bermain main dengan mereka berdua.
“Kalian ya... sudah membuat baju Papa basah semua.” Ucap Vadeo yang sudah selesai memandikan kedua anak nya. Tubuh mungil mereka pun kini sudah memakai bath rope. Dan mereka berdua lalu berlari meninggalkan kamar mandi sambil tertawa riang. Sedangkan Vadeo melepas semua baju nya yang basah kuyup dan kembali lagi memakai bath rope.
Sesaat Vadeo sudah keluar dari kamar mandi dan memakaikan baju seragam anak anaknya.
“Pa atu tuh cebenalnya mayas cetoyah.. “ ucap Valexa sambil jari jari mungilnya mempermainkan rambut rambut kepala Vadeo karena Vadeo jongkok di depannya sambil merapikan baju seragamnya.
“Iya anya nanyi nanyi dan main main gitu gitu aja atu tuh bocen..” ucap Deondria yang setuju dengan ucapan saudara kembarnya.
“Atu maunya beyajal cama Mama..” ucap Valexa kemudian dengan nada sendu.
“Acik talo beyajal cama Mama.” ucap mereka berdua secara bersamaan.
“Tetap harus sekolah sayang agar punya banyak teman.” Ucap Vadeo yang sudah selesai memakaikan baju seragam buat mereka berdua. Akhirnya kedua anak itu pun menurut pada Sang Papa dan mereka berangkat ke sekolah diantar oleh Vadeo yang selanjutnya Vadeo menuju ke Jonathan Co setelah selesai mengantar Valexa dan Deondria.
Selama di sekolah Valexa dan Deondria tidak membuat kehebohan, mereka berdua menurut pada Ibu Guru dan bersahabat dengan teman temannya. Cuma kalau sudah bosan dua mulut mungil itu terlihat sedikit manyun.
Dan waktu pulang sekolah pun tiba. Mobil yang menjemput Valexa dan Deondria sudah masuk ke dalam halaman sekolah itu. Sang pengasuh yang sudah membawa kartu identitas sebagai penjemput pun turun dari mobil dan berjalan menuju ke ruang kelas mereka untuk menjemput Valexa dan Deondria. Kedua anak itu pamit pada Ibu Guru dan pada teman temannya yang masih menunggu jemputan.
Valexa dan Deondria lalu masuk ke dalam mobil mereka berdua duduk di jok belakang kemudi. Sedangkan sang pengasuh duduk di samping Pak Sopir. Mobil terus melaju meninggalkan lokasi sekolah.
Sesaat kedua bocah itu saling menoleh dan saling tetap.
“Ada mobing itu yagi..” gumam mereka secara bersamaan. Mereka berdua merasakan ada mobil hitam yang kemarin mengikuti mereka saat mengantar sang Mama ke bandara.
“Non... kita mampir super market dulu ya.. ada beberapa yang harus dibeli.” Ucap sang pengasuh sambil menoleh ke belakang menatap Valexa dan Deondria
“Tenapa tidak tadi aja watu mo jemput..” teriak Deondria dengan lantang.
“Hmmm maksud saya mungkin Nona Nona sekalian mau beli es krim atau makanan kesukaan Nona Nona kan bisa pilih sendiri.” Ucap Sang pengasuh memberi alasan nya.
“Hmmm.” Desah resah mereka berdua. Sebab mereka merasakan ada alarm bahaya.
“Talo ngantal tita puyang duyu jimana, atu yaji nda mau es kim.. “ ucap Valexa mencoba bernegosiasi.
“Cuma bentar Non, sekalian biar tidak bolak balik, nanti Nanny pulang langsung ada kerjaan lainnya.” Ucap Sang pengasuh.
Dan akhirnya mobil pun masuk ke lokasi super market. Mobil penguntit pun mengikuti mobil mereka.
“Muntin tebetuyan caja..” ucap Deondria mencoba menenangkan sodara kembarnya yang tampak gelisah dan juga menenangkan hatinya sendiri yang sebenarnya juga turut gelisah.
Sang pengasuh segera turun dari mobil. Karena tubuh kedua bocah itu mendapatkan alarm bahaya maka keduanya tetap duduk manis di dalam mobil. Mereka berdua tidak mau turun. Sang pengasuh pun tampak heran sebab biasanya mereka berdua suka jika diajak belanja dan akan memilih makanan kesukaan mereka berdua.
Dan....
Baru saja sang pengasuh itu berjalan beberapa meter dan Pak Sopir pun belum juga mematikan mesin mobil nya. Tiba tiba pintu mobil bagian depan yang baru saja untuk turun oleh Sang pengasuh terbuka dengan keras dan masuk seorang laki laki bertubuh tinggi besar dan langsung menutup pintu mobil dan mengarahkan senjata tajam ke perut samping Pak Sopir yang masih bengong kaget.
“Jalankan mobil. Cepat!” perintah laki laki bertubuh tinggi besar itu. Sambil mengarahkan senjata tajamnya ke perut Pak Sopir.
“Dan kunci semua pintu dan jendela!” perintahnya lagi.
Dengan tangan gemetar Pak Sopir itu menjalankan semua perintahnya, mobil keluar dari lokasi super market. Laki laki bertubuh besar itu, tampak memakai sabuk pengamannya. Menoleh sebentar ke arah tempat duduk Valexa dan Deondria, tampak kedua bocah itu duduk dengan menyandarkan punggungnya di sandaran jok mobil.
“Turuti perintahku ke mana kamu harus membawa mobil ini ha... ha....” ucap laki laki bertubuh tinggi besar itu sambil tertawa dan kini tubuh dan pandangan matanya sudah terarah ke depan. Pak Sopir menganggukkan kepala dan tangannya masih terlihat gemetar, dahi dan pelipis nya sudah terlihat mulai berkeringat.
Mobil terus melaju meninggalkan lokasi super market. Dan mobil hitam yang tadi menguntit masih terparkir manis di tempat parkir super market. Masih ada dua orang yang berada di dalam mobil itu.
“Tidak usah kita ikuti mereka, aku rasa satu orang dengan tubuh besar dan kekar itu tidak kesulitan untuk menghadapi Pak sopir dan dua bocah kecil. Kita awasi saja pengasuh yang masih ada di super market, agar dia tidak lapor pada polisi.” Ucap seorang laki laki di dalam mobil hitam itu pada temannya yang masih duduk di jok kemudi.
“Aku lapor pada Bos Amel, kalau pekerjaan sudah terlaksana dengan baik.” Ucap nya lagi lalu dia mengambil hand phone nya dan selanjutnya terlihat mengusap usap layar hand phone nya untuk menghubungi Amelia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!