Di sebuah rumah mewah yang berpenghuni dengan dua orang sebagai suami dan istri, seorang wanita yang cantik sedang menyirami tanaman di halaman belakang dengan riangnya.
Sesekali ia bersenandung kecil di sela-sela kegiatannya, namun tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang dan membuat wanita itu terkejut tapi dia juga sangat hafal wangi parfum pria yang memeluk nya itu.
"Mas, kau ini kebiasaan sekali," ucap nya.
"Istri ku sudah minum obat belum?" tanya seseorang itu yang ternyata suami si wanita itu.
"Sudah dong," jawabnya.
Wanita yang sedang menyiram tanaman itu bernama Sarah, wanita berhati lembut yang bahkan tidak pernah meninggikan suaranya pada siapapun, termasuk suaminya sendiri.
Wanita yang cukup beruntung karena memiliki suami yang juga penyayang dan penyabar tapi dia tidak memiliki keberuntungan dari kesehatan, karena sebuah penyakit yang mematikan bahkan tidak ada lagi kesempatan untuk ia sembuh.
Dan suami nya yang bernama Atnan Widjaya. Atnan Widjaya adalah seorang pengusaha di bidang properti, ia memulai bisnisnya semenjak masih muda dan disitulah ia selalu di juluki sebagai seorang pengusaha muda yang sukses di kotanya. Pria yang sangat mencintai istrinya bahkan di hari-hari masa sulit Sarah, yang harus menjalani pengobatan dan harus bolak-balik rumah sakit.
"Sayang aku lapar, hari ini kau memasak apa untuk ku?" tanya Atnan dengan meletakkan dagunya di pundak istrinya dengan manja.
"Aku memasak Rendang dan sayur sup kesukaan mu, kalau begitu kamu tunggulah disini, aku akan menyiapkan nya," ucap Sarah dan iapun berlalu pergi masuk ke dalam rumah dan menyiapkan makanan untuk suaminya.
Atnan turut memperhatikan langkah istri tercintanya, ada rasa nyeri pada hatinya, ia takut, takut akan perpisahan dengan istrinya.
"Mas akan berusaha semaksimal mungkin, sayang…" gumam Atnan.
Sarah menyiapkan makanan dan menatanya di atas meja, namun saat ingin mengambil alat makan tiba-tiba sesuatu keluar dari hidungnya. Darah, ya sudah kesekian kalinya darah mimisan itu keluar dari hidungnya yang mancung. Dan itupun tidak pernah ia beritahu pada Atnan.
"Astaghfirullah." Sarah segera membersihkan darah yang keluar dari hidungnya di wastafel tempat mencuci piring, setelah memastikan tidak ada darah yang keluar lagi, pikiran nya jauh melayang, ia berpikir bahwa hidupnya tidak akan lama lagi dan siapa yang akan menjaga suaminya kelak.
Menyiapkan makanan di atas meja, Raganya ada disana namun tidak dengan jiwanya yang merasa terambang di kayangan karena memikirkan penyakitnya.
Sarah adalah tipe wanita penyayang dan bersifat apapun yang dia mau harus terwujud salasatu nya adalah keinginan nya yang akan mencarikan jodoh untuk suaminya sebelum ia pergi menghadap sang illahi.
Saat Sarah masih melamun memikirkan siapa pengganti dirinya untuk mengurus suami nya, tiba-tiba suaminya memanggil nya kembali dan membuyar kan lamunannya.
"Kamu kenapa sayang," ucapnya dengan lembut.
Darah menoleh dan tersenyum dengan lembut, akankah dia akan terus melihat wajah tampan suaminya lagi, batin Sarah.
"Tidak apa-apa, Mas. Oh ya makanan sudah siap, ayo kita makan," ajak Sarah dan Atnan mengangguk.
Mereka makan dengan hening karena memanglah Atnan semenjak kecil sudah di ajarkan dengan tata tertib makan yang baik.
Setelah selesai dengan makan nya, Sarah memberanikan diri nya untuk mengatakan sesuatu yang sudah sejak lama terpendam di hatinya.
"Mas, aku mau bicara," ucap Sarah.
"Bicara lah, seperti nya serius sekali," jawab Atnan dengan senyum di wajah nya yang terus terhias untuk istrinya.
"Emmm, mas kata dokter kan penyakit ku terus saja bertambah parah dan tidak ada harapan untuk aku sembuh, kalau aku pergi nanti siapa yang mengurus mu." Ucap Sarah dengan hati-hati.
Raut wajah Atnan yang semula tersenyum lembut setelah mendengar penuturan Sarah istrinya, raut wajah Atnan tiba-tiba berubah drastis. Datar dan dingin.
"Tubuh ku lengket, aku mandi dulu," ucap Atnan menanggapi ucapan Sarah. Bukan tanpa alasan dia mengucapkan kalimat itu, karena dia sangat membenci perkataan Sarah, karena menurutnya kesembuhan hanya ada di tangan Tuhan, bukan seorang dokter.
Atnan sudah beranjak dan ingin berlalu namun Sarah menahannya dengan menggenggam pergelangan tangan Atnan dengan eratnya.
"Mas tunggu! mau sampai kapan Mas terus menghindar dari kenyataan, aku mempunyai satu permintaan dan mas harus menuruti nya," ujar Sarah lagi dengan tegasnya.
Atnan menghela nafasnya dengan berat dan kembali duduk di kursinya. "Permintaan apa? Aku harap kali ini bicara mu tidak melantur," ucap Atnan dengan memasang wajah masamnya.
"Menikahlah lagi tapi dengan pilihan ku," ucap Sarah dan lagi-lagi Atnan tidak menyukai ucapan Sarah yang menurutnya sangat keterlaluan.
"Sarah istri ku, kematian hanya ada di tangan sang pencipta, bukan di tangan seorang dokter, bisa saja aku yang berpulang duluan, jadi aku mohon jangan berbicara macam-macam ya," ucap Atnan dengan lembut, dengan tangannya yang mengusap sayang pada pipi Sarah yang memucat.
Tanpa mengucapkan apapun lagi, Atnan pergi begitu saja menuju kamarnya meninggalkan Sarah di meja makan.
Sarah memandang kepergian suaminya dengan tatapan nanar, getaran ponsel terdengar dari arah meja makan, nama seorang pengacara keluarga lah yang tertera di sana.
''Ya selamat sore,'' ucap Sarah setelah mengangkat panggilan masuk itu.
'' Iya pak pengacara, Kalau begitu simpanlah baik-baik berikan itu pada suami ku kelak jika aku sudah tidak ada,'' ucap Sarah yang kemudian memutuskan sambungan telepon karena melihat suaminya berjalan ke arahnya.
''Mas? Ada apa?'' Sarah meletakkan ponselnya di dekat lengannya.
'' Sayang, aku sudah memutuskan, besok kita akan terbang ke Singapura,'' ucap Atnan tiba-tiba yang tentunya membuat Sarah terperangah kaget.
'' Hah? ke Singapura? mau apa mas?'' Mata Sarah mengikuti arah langkah Atnan yang kemudian duduk didepannya.
'' Kau akan menjalani pengobatan di sana, aku juga sudah menghubungi kenalan dokter hebat di sana.''
''Tapi mas.''
''Tidak ada tapi- tapian, lebih baik kau istirahat dan biarkan ini semua aku yang membereskan nya,'' ucap Atnan dengan lembut. Menarik tangan Sarah dengan pelan agar Sarah beranjak dan pergi.
Sarah berlalu dengan kebimbangan, ia benar-benar bingung karena suaminya yang keukeuh akan kesembuhan nya yang bahkan dia sendiri tidak yakin.
Sarah memasuki kamarnya dan menuju sebuah lemari besar yang ada di pojok ruangan, lemari yang selalu terkunci rapat dan hanya dia serta PRT nya yang tau letak kuncinya dimana.
Sarah membuka dengan perlahan dan ada sebuah kotak hitam di dalamnya yang ternyata isinya peralatan kematian dia nanti, dari sebuah kain penutup jenazah dan kain kafan yang akan dia kenakan, lengkap sudah ada di sana.
Air mata menetes tanpa permisi melihat itu semua.
''Mas, bagaimana pun kau menolak kenyataan ini, tapi tetap aku memang akan pergi dari sisi mu, tapi aku akan senang dan tenang kalau kau setuju untuk menikahi siapa yang nanti akan menjaga mu,'' gumam Sarah dengan tetesan air mata kesedihan nya.
Sarah tidak pernah menyerah membujuk suaminya untuk menikah lagi atas pilihannya walaupun sudah sering sekali Atnan menjawab dengan tegas kalau dia benar-benar tidak mau membahas itu.
" Kenapa dia selalu saja menolaknya, aku melakukan ini, hanya demi kamu, mas. Aku mengkhawatirkan kehidupan mu saat aku tiada," gumam Sarah.
" Aku membenci permintaannya, kenapa istri ku tidak bisa memahaminya sedikitpun, mana sanggup aku menikahi gadis lain ataupun membicarakan pernikahan disaat masih menjadi suami mu," gumam Atnan dalam hatinya.
Sarah saat ini berada di kamarnya karena sedang membereskan isi lemarinya, ya Sarah wanita yang rajin, pekerjaan apapun yang bisa ia lakukan akan di lakukan nya sendiri tanpa meminta bantuan pembantu rumahnya.
Ponselnya berdering yang ternyata adik dari ibunya lah yang menghubungi nya.
"Tante Iis," gumam Sarah yang langsung menjawab panggilan dari orang yang di sebut dengan sebutan Tante Iis itu.
"Halo Tante, bagaimana kabar Tante," ucapnya setelah mengangkat panggilan masuk itu.
"Baik Sarah, Sarah maaf kalau Tante mengganggu waktu kamu, tapi Tante memang harus menghubungi kamu," ucap Tante Iis.
"Memangnya ada apa Tan?"
"Begini Sar, Om mu di tugaskan untuk bekerja di luar negri dalam waktu yang lama, Tante juga sudah mengajak adik mu tapi dia keukeuh tidak mau karena alasan sudah nyaman bersekolah di sini, lantas Tante harus apa? Apa dia tinggal bersama mu saja sementara, kalau pekerjaan Om mu selesai biar adikmu tinggal bersama kami lagi," jelas Iis, Tante Sarah panjang lebar.
"Oh begitu ya Tan, ya sudah biar dia tinggal bersama ku saja, Tante tidak perlu khawatir, dia juga kan adik ku sendiri," balas Sarah dengan kekehan nya.
"Haaahhhh! kalau begitu Tante bisa lega mendengar nya, nanti biar tante bicarakan dulu dengan adikmu," jawab nya.
Panggilan itu berakhir dengan Tante Iis yang mengakhiri nya.
Ada senyum yang terlukis di wajah cantik Sarah, namun hanya Sarah lah yang tau makna dari senyum itu. Entah ide gila apa yang saat ini Sarah pikirkan tapi ia benar-benar menaruh harap di balik rencananya.
Suara mobil terdengar dari palataran rumah yang tidak lain itu adalah mobil Atnan yang baru saja tiba dari kantornya.
Sarah berlarian menuju pintu utama untuk menyambut kedatangan suaminya karena itu sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu.
"Mas, sudah pulang, berikan padaku" ucap Sarah dengan lembut yang langsung menyambar tas dan jas suaminya yang masih berada di tangan suami nya.
"Iyah mas merindukan istri mas ini," goda Atnan pada Sarah.
"Issshhh gombal, ya sudah Mas mau mandi dulu atau langsung makan?" Tanya Sarah menawari makan.
"Mandi dulu tapi bersama istri ku ini," ucap Atnan yang langsung menggendong tubuh Sarah dengan satu kali hentakan dan membawanya ke kamar mereka.
Sarah terus saja tertawa karena tingkah Atnan yang terlampau membuat dirinya bagaikan ratunya.
Atnan membawa Sarah ke kamar mandi dan mulai membukakan baju istrinya untuk ia mandi bersama dengan istrinya.
Beberapa waktu kemudian setelah melakukan apa yang seharusnya suami istri lakukan di kala sedang terhanyut dalam sebuah kemesraan di antara mereka, akhirnya mereka pun keluar dari dalam kamar mandi yang hanya menggunakan handuk di masing-masing tubuhnya.
Sarah tersenyum sendu melihat dirinya yang masih bisa melayani sang suami dengan sebaik mungkin, "Hanya ini yang bisa aku lakukan, Mas. Sampai tiba waktunya berakhir," ucpanya dalam hati.
"Bagaimana segar kan?" goda Atnan dan membuat wajah Sarah memerah karena malu.
"Jangan menggoda ku," balasnya yang membuat Atnan tertawa senang karena berhasil menggoda istrinya.
'' Sayang, sepertinya rencana untuk kau mengajak ku ke Singapura harus di undur deh,'' celetuk Sarah.
'' Kenapa?''
'' Adik ku akan tinggal bersama kita,'' jawab Sarah.
Atnan yang mendengar ucapan istrinya hanya diam dengan menganggukkan kepalanya.
.
Di sisi lain, di sebuah rumah sederhana, seorang gadis yang masih berusia 19 tahun dan masih duduk di bangku sekolah menengah kejuruan, sedang di bujuk dengan wanita yang di panggilnya dengan sebutan ibu.
"Biar aku tinggal disini saja ya Bu, aku tidak mau tinggal bersama kakak Sarah," rengek gadis itu.
"Nak' kakak Sarah 'kan kakak mu, kenapa kamu tidak mau tinggal bersama dia, hem?"
"Ka Sarah 'kan sudah memiliki suami, aku tidak enak kalau harus tinggal bersama dengan mereka, berbeda lagi kalau ka Sarah masi sendiri pasti aku mau," jawab gadis itu.
"Ya sudah kalau begitu kamu harus ikut dengan ibu dan ayah," tegas Iis pada anak gadisnya.
Lagi-lagi gadis itu menolak, bisa di maklumi seorang gadis belasan tahun itu yang masih mementingkan egonya sendiri sampai Iis pun tidak sanggup lagi untuk membujuknya.
Iis berlalu masuk ke kamarnya untuk meminta suaminya bergantian membujuk anaknya.
Karena bujukan seorang ayah bisa di bilang paling ampuh pada setiap anak gadisnya, sampai anaknya yang sedari tadi menolak tawaran Iis akhirnya menyetujui nya karena bujukan dari pria yang di anggap sebagai ayahnya.
"Ya sudah Ambar setuju," pasrahnya.
Ya gadis itu bernama Ambar Putri, dia adalah anak angkat Iis yang tidak lain adalah anak dari mendiang kakaknya yang tak lain adalah ibu kandung dari Ambar sendiri.
Karena pernikahan Iis dan suaminya tidak bisa memiliki momongan, akhirnya memutuskan untuk mengangkat Ambar untuk menjadi anak mereka, dari semenjak Ambar masih bayi saat sehari setelah dilahirkan nya, yang bersamaan perginya sang kakak yang menderita komplikasi setelah melahirkan.
Tapi biar begitu ia tidak sama sekali menganggap Ambar adalah anak angkat, karena keduanya sudah saling sepakat akan menganggap Ambar sebagai anak mereka sendiri.
Ambar termenung seorang diri di kamarnya, dia memikirkan akan bagaimana bersikap dengan kakaknya kelak, sungguh dia tidak terlalu akrab dengan Sarah, biarpun Sarah adalah kakak kandung-nya.
Tapi dia benar-benar tidak mau ikut dengan Iis dan suaminya, karena Ambar bukan tipe gadis yang gampang berbaur, dia membutuhkan waktu cukup lama untuk akrab dengan orang lain.
Dan Sarah? Tapi dia kakaknya bukan orang lain bukan.
Di saat ia termenung, ponselnya berdering, bukan telpon masuk ataupun pesan singkat yang masuk, itu adalah sebuah peringatan dari kalender yang ia atur, karena tepatnya hari ini adalah hari kematian ibu kandungnya.
Ya, dia mengetahui semuanya, bahwa dia bukanlah anak dari Iis Aryanti, melainkan hanya anak angkat dan Iis Aryanti sebenarnya adalah bibinya yang dia panggil sebagai ibu.
Mata bulatnya menatap langit-langit kamar, walaupun dia tidak pernah menatap langsung wajah ibunya, dia mengenal sosok ibunya yang melahirkannya dan kalah dijalan Allah. Ada rasa sesal, sesal karena dirinya dilahirkan seorang ibu harus lenyap, tapi itulah takdir tuhan yang maha esa, pertaruhan nyawa harus terjadi disaat seorang ibu mengambil keputusan untuk menjadi seorang wanita yang mulia.
Di dalam mobil taxi, seorang gadis sangat enggan keluar dari sana walaupun sedari tadi sang ibu membujuknya untuk segera turun.
Dia Ambar dan Ibu angkat nya, Iis Aryanti. Mereka telah sampai di kediaman Sarah dan Atnan namun Ambar masih enggan untuk tinggal di sana entah karena apa tapi memang Ambar sangat tidak menyukai seseorang yang menurutnya asing di matanya.
"Bu, tapi Ambar tidak mau tinggal disini," rengek Ambar dengan manja membuat Iis menghela nafasnya dengan panjang.
"Ya sudah kalau begitu biar kamu ikut saja dengan ibu dan ayah ke Singapura," sahut Iis pada Ambar.
"Ih ibu," akhirnya Ambar menuruti ucapan Iis untuk keluar dari mobil dan ikut masuk ke dalam rumah Sarah.
Setelah membayar ongkos taxi, Iis menggandeng tangan Ambar untuk ikut dengan nya ke dalam rumah.
Iis mengetuk pintu nya dan di bukakan dengan seorang pembantu yang bekerja di sana.
"Saya Iis, Tante nya Sarah," ucap Iis memperkenalkan diri nya.
"Njeh Nyonya, silahkan masuk," ucap pembantu itu mempersilahkan Iis dan Ambar masuk.
Pembantu Sarah berpamitan untuk memanggilkan Sarah yang ada di kamarnya.
Iis menarik lembut tangan Ambar untuk duduk di sofa yang ada di ruang tamu. Ambar duduk dengan ragu, matanya terus memperhatikan sekelilingnya.
Memikirkan, apa iya dia akan betah di sini? batin Ambar.
Hanya menunggu beberapa menit, akhirnya Sarah pun datang dan menyambut kedatangan Iis dan adik kandungnya dengan hangat.
"Tante, Ambar… ," ucap Sarah dengan wajah yang tersenyum bahagia, Sarah sangat senang karena dia sudah lama tidak berjumpa dengan Ambar adiknya dan baru kali ini di beri kesempatan untuk bertemu.
Tangannya mengusap lembut kepala adiknya yang sepertinya masih merasa canggung pada dia.
"Sarah, apa kabar nak?"balas Iis yang langsung memeluk keponakannya.
"Kabar ku sedikit membaik Tante, tapi tidak tau kalau besok, heheh…" gurau Sarah dengan kekehannya.
"Hussstt, jangan bicara seperti itu, tente selalu berdoa agar kau di beri kesehatan," ucap Iis yang sudah tau tentang penyakit Sarah yang memang penyakit dari keturunan mendiang sang ibu, adiknya sendiri.
"Aamiin, aku selalu berharap seperti itu, tapi kalau memang sudah takdir mau di kata apa 'kan Tan," jawab Sarah tersenyum getir.
"Aahhh, kenapa jadi membicarakan tentang penyakit sialan ini, duduk lah Tan, Ambar. Aku akan menyiapkan minum dan cemilan untuk teman berbincang kita," ucap Sarah lagi dan dia pun pamit permisi menuju dapur.
Bisa saja Sarah memerintahkan pembantu nya untuk membuatkan minuman namun begitulah Sarah, yang sangat suka bergerak karena menurutnya dengan cara bergerak akan membuat nya merasa lupa dari penyakit yang di deritanya.
"Bu, biar saya saja yang membuatnya," ucap pembantu nya, namun dengan halus Sarah menolak nya dan menyuruh pembantu nya mengerjakan pekerjaan lain.
Setelah selesai membuat minuman dan menyiapkan beberapa cemilan untuk di bawanya ke ruang tamu, dia pun membawanya menggunakan nampan dan berjalan menuju dimana Iis dan Ambar berada.
"Maaf ya Tan, lama," ucap Sarah.
"Ah kamu repot-repot segala, oh ya kemana suami mu, Sar?" tanya Iis.
"Mas Atnan belum pulang dari kantornya, Tan," jawab Sarah dan Iis hanya mengangguk-angguk.
"Lalu apa suami mu tau, kalau Tante akan datang?"
Sarah mengangguk, "Tentu saja, aku sudah mengatakannya kok, Tan."
"Bu, ka Sarah, Ambar boleh ke taman belakang tidak, mau mencari udara segar," izin Ambar.
"Iya sayang, silahkan. Ini juga kan rumah kamu buat apa meminta izin segala," jawab Sarah dan Ambar pun pergi meninggalkan Iis dan Sarah yang tengah mengobrol.
"Tan, aku mau berbicara serius sama Tante," ucap Sarah dengan suara yang sangat pelan.
"Apa Sar?''
"Dokter sudah memprediksi bahwa hidup ku tidak akan lama lagi, hanya hitungan bulan aku akan pergi meninggalkan mas Atnan suami ku dan kalian semua, aku sangat mengkhawatirkannya, bagaimana kalau mas Atnan tidak ada yang mengurusnya," lirih Sarah dengan wajah sendu nya.
"Sar, hidup jodoh dan maut hanya ada di tangan yang maha kuasa, jangan berpikiran yang tidak-tidak," ucap Iis menyela ucapan Sarah. Walaupun dia juga tahu sebenarnya kecil kemungkinannya untuk bebas dari penyakit yang diderita Sarah.
"Aku tau Tan, tapi bagaimana kalau itu kenyataan. Maka dari itu, aku sudah memikirkan sebuah rencana. Untuk menikahkan mas Atnan pada orang agar ada yang bisa menjaga nya kelak jika aku tidak ada nanti," ucapan Sarah sungguh membuat Iis tercengang.
"Kau ini ada-ada saja, baru kali ini aku mendengar ada seorang istri mau mencarikan jodoh untuk suaminya!"
"Bukan hanya sekedar mencari Tan, tapi aku sudah mendapatkan nya," ucap Sarah dengan wajah bahagia nya.
"Siapa? Lagipula memangnya Atnan setuju."
"Pasti setuju," ucap Sarah dengan rasa keyakinannya.
"Memangnya siapa, wanita mana yang mau di jadikan madu dari wanita secantik dirimu?"
"Semoga dia setuju," gumam Sarah yang ternyata Iis mendengar nya.
"Dia siapa?" Tanya Iis lagi yang mulai penasaran.
"Ambar," jawab Sarah dengan percaya dirinya.
"Haahh!!! Apa kau gila Sar, dia adik mu, tidak mungkin dia mau menjadi madu dari kakaknya sendiri, lagipula aku juga tidak sama sekali menyetujuinya!" Iis menentangnya dengan tegas, entah apa yang ada di pikiran Sarah kali ini, sehingga berpikir kalau akan menikahkan Ambar dengan suaminya sendiri, walaupun memang tidak ada larangan untuk itu.
Hanya saja apa mereka juga menyetujuinya? Banyak yang Iis pertimbangkan dalam benaknya.
"Mau tidak mau dia harus mau, dan setuju atau tidak Tante dengan keputusan ku, aku akan tetap menjalani misi ku untuk menikahkan adik ku dengan Suami aku!" Keukeuh Sarah dengan pendirian nya.
'' Sar apa kamu sadar kalau kamu sudah bertindak sejauh ini, pasti ada konsekuensinya?'' ucap Iis dengan kesal.
'' Tante, aku juga tidak akan ceroboh kok, lagipula aku sudah menuliskan surat wasiat untuk mas Atnan yang ku titipkan pada pengacara ku, untuk memberikan nya kelak nanti aku sudah tiada,'' ucap Sarah dengan suara yang pelan.
'' Tapi Sar, adik mu masih kecil,'' ujar Iis yang masih berusaha agar Sarah bisa memikirkan lagi apa yang ingin dia lakukan.
'' Aku mohon Tan…'' pinta Sarah dengan memohon.
'' Haahhh, terserah katamu saja, tapi jika nantinya Ambar menolak nya aku harap tidak akan ada masalah,'' ucap Iis dengan kesal nya, ia benar-benar tidak menyetujui perjodohan antara anak angkatnya dengan suami keponakannya sendiri. Yaitu Kaka ipar Ambar juga.
Terlebih lagi Iis menginginkan Ambar bisa menyelesaikan pendidikannya bukan begini maunya. Rasa sesal pun hinggap pada diri Iis karena sudah membawa Ambar ke rumah Sarah, keputusannya benar-benar salah besar!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!