NovelToon NovelToon

Aisyah Bukan Istri Mandul

Bab 1

Desakan mama mertuanya membuat Aisyah tidak bisa tidur dengan nyenyak sekalipun Azam suaminya terus menenangkan dirinya. Azam sudah berjanji pada Aisyah tidak akan mengikuti permintaan konyol dari mamanya. Sekalipun Aisyah tidak bisa memberikan apa yang diinginkan oleh mamanya, Azam tetap tidak akan meninggalkan Aisyah. Selamanya hati dan cintanya tak akan pernah terbagi untuk wanita lain.

"Aish .... sudahlah, jangan kamu pikirkan ucapan mama. Mending saat ini kita fokus dalam proses pembuatannya saja. Biarkan waktu yang akan menjawab usaha dan kerja keras kita. Aku yakin, hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha kita," hibur Azam saat Aisyah masih termenung diatas tempat tidur.

Hati mana yang tidak terasa sakit saat sang mama mertua memberikannya dua pilihan antara berpisah atau tetap berada di samping suaminya. Jika Aisyah tidak ingin berpisah dengan Azam, maka dia harus siap jika Azam akan menikahi wanita lain demi mendapatkan keturunan. Namun, jika dia tidak setuju maka pilihannya adalah bercerai dengan Azam. Sungguh permintaan yang tidak bisa dipilih, karena Aisyah sangat mencintai suaminya dan dia juga tidak mau berbagi suami dengan wanita lain.

"Bagaimana aku tidak memikirkannya Mas, sementara sampai detik ini aku belum juga hamil," keluh Aisyah dengan lemah.

"Semua ini telah ditentukan oleh Allah. Mungkin Allah punya rencana lain dibalik semua ini berlapis saat ini kamu masih kuliah. Mama saja sangat keterlaluan."

"Mas ... apakah aku egois jika aku tidak mau berpisah denganmu dan aku juga tidak mau berbagi suami dengan wanita lain?" Kini Aisyah mulai terisak.

Azam segera meraih tubuh Aisyah untuk masuk kedalam pelukannya. Tangan membelai rambut panjang yang hitam lekat, karena selama ini ditutup oleh hijab.

Bukan hanya Aisyah saja yang tidak terima dengan permintaan mamanya. Dia sendiri juga merasa sangat keberatan dengan permintaan itu. Bagaimana bisa mamanya setega itu menyuruh dirinya menikah lagi, sementara dia saja sudah mempunyai istri. Bukankah pernikahan mereka juga baru satu tahun berjalan dan saat ini Aisyah juga masih kuliah? Lalu mengapa saat ini mamanya bersikeras meminta cucu?

"Mama sudah sangat keterlaluan. Tapi kamu tenang saja aku tidak akan memilih salah satu dari di antara dua pilihan itu. Kamu adalah istriku, selamanya akan menjadi istriku dan aku tidak akan pernah untuk menduakanmu. Sekarang kamu tidurlah! Besok kamu ada kelas pagi!" ujar Azam pada istrinya.

Aisyah mengangguk dengan pelan dan mengikuti apa yang dikatakan oleh suaminya. Dengan pelan dia merebahkan tubuhnya dengan hati yang masih terasa sesak.

Ya Allah ... cobaan apa ini? Mengapa mama Maya memberikan dua pilihan yang sangat berat? Apa yang harus aku lakukan? Sungguh aku tidak mau berpisah dengan Mas Azam begitu juga aku tidak mau di madu. Salahkah aku yang egois ini? Ya Allah, hanya Engkaulah yang bisa membolak-balikkan keadaan. Jika aku memang ditakdirkan tidak bisa memiliki anak, maka aku meminta kepada Engkau tiupkanlah ruh malaikat kecil agar rumah tangga kami tidak diambang kehancuran. Bukankah Engkau tidak menyukai perceraian?

Aisyah menumpahkan segala keresahannya dalam hati, karena hanya dengan cara seperti itu dia bisa merasa lebih tenang. Dia tahu jika Allah sedang menyiapkan sesuatu yang akan indah pada waktunya. Meskipun saat ini dia harus menahan rasa sakit yang amat mendalam.

Setelah memastikan jika istrinya sudah terlelap dalam tidurnya, Azam segera turun dari tempat tidur dan langsung menelepon mamanya untuk menarik lagi apa yang telah diucapkan tadi siang. Namun, karena sang Mama sudah sangat menginginkan seorang bayi, wanita itu bersikeras pada keputusannya yang menginginkan Azam untuk menikahi wanita pilihannya.

Mamanya sudah membulatkan keinginannya. Bahkan dia juga sudah menyimpan wanita yang akan dinikahi oleh Azam.

"Ma, tolong jangan ikut campur dalam rumah tangga kami. Aku dan Ais bisa memberikan apa yang Mama inginkan tapi beri kami waktu. Bukankah mama tau jika saat ini Ais masih kuliah? Tolong pengertiannya, Ma!" Azam memohon pada mamanya melalui sambungan telepon.

"Keputusan Mama sudah bulat, Zam! Kamu pikir Mama enggak malu liat semua teman-teman Mama sudah menggendong cucu sementara Mama belum. Sementara kalian itu sudah nikah lama, Zam! Seharusnya kamu yang harus ngertiin Mama!"

Azam memejamkan matanya. Rasanya hanya sia-sia saja berbicara dengan mamanya yang tidak akan bisa dibujuk.

"Pokoknya mama tunggu jawaban Ais secepatnya, karena Minggu depan anak temen mama pulang dari Mesir. Dan mama segera melamarnya untukmu!" Seketika mamanya langsung menutup telepon dan membuat Azam mengacak kasar rambutnya..

"Astaghfirullahaladzim ... sebenarnya mama sedang di rasuki jin apa, sih?" gerutu Azam sambil membuang nafas kasarnya.

...***...

Halo selamat datang dan selamat membaca novel receh ini. Semoga kalian terhibur

Bab 2

Waktu satu Minggu yang diberikan oleh mama Maya berlalu begitu saja. Kini Aisyah harus memberikan sebuah keputusan antara berpisah dengan Azam atau bersedia untuk di madu.

Wanita mana yang akan sanggup untuk memilih diantara dua pilihan yang sangat berat. Hanya orang-orang berhati besar yang mau di madu oleh suaminya.

Keringat dingin telah bercucuran saat Asiyah masuk kedalam rumah megah milik mertua. Azam yang berada di samping Aisyah berusaha untuk menguatkan sang istri. Apapun yang terjadi, Azam akan mempertahankan Aisyah. Dia tidak ingin bercerai dengan istrinya.

"Assalamualaikum." Aisyah dan Azam secara bersamaan mengucapkan salam.

"Waalaikumsallam."

Terdengar balasan salam dari dalam rumah, tetapi mama Maya tidak keluar menyambut anak dan menantunya yang baru saja sampai.

Aisyah dan juga Azam pun langsung menyalami mamanya yang saat ini sedang menerima seorang tamu. Dengan senyum yang memerkah, mamanya pun segera memperkenalkan tamunya.

"Azam ... Ais ... kenalin ini adalah Azizah, anak temen mama yang pernah mama ceritain itu." Tanpa rasa bersalah mama Maya memperkenalkan Azizah pada pasangan suami-istri itu. Tanpa kecuali sudah tahu maksud dan tujuannya Mama Maya mengundang keduanya untuk pulang ke rumah.

Hati Aisyah rasanya seperti teriris saat harus bersalaman dengan Azizah, wanita yang digadang-gadang oleh mama mertuanya untuk menjadi istri baru suaminya. Betapa hancur hati Aisyah saat ini.

Aisyah merasa tidak sebanding dengan wanita yang saat ini berada di depannya. Selain mempunyai wajah yang cantik, Azizah juga seorang lulusan dari Universitas terkenal di kota Kairo. Namun, Aisyah tidak habis pikir mengapa Azizah mau untuk menjadi duri dalam rumah tangga orang lain.

Seharusnya sebagai seorang wanita, Azizah bisa merasakan sakit jika berada di posisi Aisyah.

"Ais ... jadi bagaimana keputusanmu?" tanya mama Maya yang sudah tidak sabar lagi untuk menunggu jawaban dari Aisyah.

"Ma ... sudah Azam katakan jika Azam tidak setuju dengan rencana Mama. Azam dam Aisyah sedang berusaha dan berikhtiar agar segera mendapatkan apa yang Mama inginkan, tetapi tidak dengan cara Azam menikahi wanita lain, Ma! Ma ... tolong mengertilah! Bukankah Mama adalah seorang wanita? Bagaimana jika mama diperlakukan oleh mertua Mama, seperti Mama memperlakukan Ais seperti ini. Apakah tidak terasa sakit? Azam tetap bersikeras menentang keinginan mamanya.

Namun, karena sebuah tekanan dari berbagai sudut akhirnya membuat Mama Maya nekat untuk mengambil sebuah keputusan yang sangat berat. Karena hanya dengan cara seperti itu dia bisa segera mendapatkan cucu.

"Tekad Mama sudah bulat, Zam! Lagian Iza juga tidak keberatan jika kamu menjadikan dia istri kedua. Jadi sekarang bagaimana keputusan Ais? Apakah ingin bercerai atau tersedia untuk dimadu?"

Aisyah sudah memikirkan sebuah jawaban yang akan diberikan untuk mama mertuanya. Meskipun sakit, dia tidak akan menyesal dengan keputusan yang dibuatnya.

"Mas Azam .. maafkan Ais! Bukan Ais tidak sayang dan cinta sama Mas Azam, tapi Ais tidak sanggup untuk berbagi suami dengan wanita lain. Ais memilih mundur. Semoga dengan keputusan Ais ini Mas Azam bisa segera memberikan apa yang diinginkan oleh mama."

Aisyah menyeka jejak air matanya yang jatuh membasahi pipinya. Helaan napas panjang terdengar begitu berat. Rasanya terlalu berat untuk membuka mulut, tetapi Aisyah harus memberikan jawabannya saat ini juga.

"Mas Azam ... maafkan Ais," ucapnya dengan pelan. Dadanya terasa sangat sesak, tetapi dia harus segera memberitahu jawaban akan keputusannya.

"Ais memilih mundur, Ma. Ais tidak akan sanggup jika harus berbagi suami dengan wanita lain. Semoga keputusan Ais ini adalah keputusan yang terbaik untuk Mama, Mas Azam dan juga .... Azizah," ucap Aisyah dengan lemah.

Mendengar keputusan yang diambil sepihak oleh istrinya tentu saja membuat Azam tidak terima. Susah payah dia membela untuk mempertahankan sang istri, namun pada akhirnya Istrinya memilih untuk menyerah.

"Ais! Kamu ngomong apa? Bukankah kita sudah sepakat untuk menolak pilihan ini? Kita bisa lalui badai ini bersama dan kita akan membuktikan jika kamu akan segera menjadi ibu untuk anak-anakku. Ais, kamu tidak serius kan? Katakan sekali lagi jika kamu tidak serius dengan keputusanmu itu!" desak Azam yang tidak terima akan keputusan istrinya.

"Tidak, Mas! Aku tidak sedang bercanda. Maafkan aku yang tak sanggup untuk di madu. Semoga setelah perpisahan ini, Mas Azam bisa segera menjadi seorang ayah. Maafkan aku yang tidak bisa menjadi ibu untuk anak-anak Mas Azam."

Azizah yang sejak tadi hanya menjadi seorang pendengar merasa sangat bersalah. Bukan keinginannya untuk menghancurkan rumah tangga seseorang, tetapi Azizah terpaksa melakukannya. Semua itu karena sedikit hutang yang dimiliki oleh ibunya yang sampai saat ini belum juga luas. Karena ibu Azizah tak kunjung melunasi, akhirnya mama Maya meminta Azizah untuk menikah dengan Azam.

Azizah yang belum mengetahui jika ternyata Azam sudah menikah, dia pun mengiyakannya begitu saja dan Azizah baru mengetahui dari beberapa menit yang lalu, jika ternyata Azam telah mempunyai seorang istri.

Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan saat ini? Sungguh hamba tidak tahu jika ternyata mas Azam telah memiliki seorang istri. Seandainya hamba tau jika akan menjadi orang ketiga maka, hamba tidak akan menyetujui perjodohan ini. Batin Azizah dengan rasa bersalahnya.

...#BERSAMBUNG#...

Bay the way, mampir juga ke novel KISAH YANG TERTINGGAL, ya ☺️

Hanya Cuplikan Bab!

Baru saja kaki Bunga hendak melangkah ke dalam ruangan, tiba-tiba sesosok dari belakang menerobos diantara Bunga dan Candra yang hendak masuk.

"Aduh .... " Bunga mengaduh karena bahunya terasa sedikit sakit akibat ditabrak begitu saja.

Tak ada kata maaf, seorang pria yang menabrak Bunga langsung nyelonong untuk duduk ditempatnya.

"Bunga, kamu gak papa kan?" Candra memastikan.

Bunga menggeleng dengan pela sambil mengelus bahunya. "Aku enggak apa-apa, kok. Siapa sih, dia? Kayak aku gak pernah liat dia di kelas ini deh," gumam Bunga.

"Dia anak baru, tapi songong," celetuk Candra. Karena kesal tak ada permintamaafan dari mahasiswa baru, Candra langsung berteriak, "Hei ... anak baru, jangan sok belagu! Minta maaf enggak sama Bunga!"

"Udahlah, Can! Aku enggak apa-apa." Bunga berjalan pelan untuk menuju ke bangkunya.

Sejenak, mata Bunga langsung terperanjat saat melihat sosok yang dikatakan mahasiswa baru oleh Candra. Sosok yang begitu familiar untuknya. Dari bentuk wajah, bola mata hingga bibir, Bunga masih bisa mengenalinya, meksipun telah lima belas tahun berlalu. Kali ini Bunga tidak salah untuk mengenali, karena tak banyak yang berubah dari pria itu.

Seketika jantungnya berdetak lebih kencang saat menyadari jika mahasiswa baru itu tak lain adalah teman semasa kecilnya dulu. Bibirnya terasa kelu untuk menyebut nama Alvaro.

"Ngapain kamu lihatin aku?" ketusnya pada Bunga.

Bunga hanya bisa menelan kasar salivanya. Belum sempat Bunga bersuara, dosen pengajar sudah masuk kedalam ruangan. Ingin sekali Bunga menyapa Alvaro dan menanyakan bagaiman kabarnya. Dengan siapa dan dimana dia tinggal saat ini. Sungguh segudang pertanyaan memenuhi kepalanya.

"Bunga kamu baik-baik aja kan?" tanya Chandra yang merasakan kegelisahan Bunga.

"Aku enggak apa-apa kok, Can," jawab Bunga dengan gugup.

Bersamaan dengan itu mahasiswa yang tak lain adalah Alvaro hanya melirik sekilas kearah Bunga yang kebetulan duduk di sampingnya.

Alvaro yang ternyata juga masih mengingat wajah Bunga, tak sedikitpun ingin menanyakan kabar Bunga. Bahkan Alvaro terlihat seperti orang yang tak mengenali Bunga.

Kenapa aku harus bertemu dengannya lagi. Jika aku tau dia kuliah disini, aku tidak akan pindah ke universitas ini.

Hampir 45 menit Bunga menahan diri dan ketika materi telah usai, dia pun segera menghadap kearah Alvaro yang sedang mengemasi perlengkapannya.

"Kamu Alvaro kan? Masih ingat sama aku enggak? Aku Bunga, teman sewaktu kita sekolah di TK." Bunga berusaha menyapa Alvaro lebih awal karena kepalanya sudah tak sanggup untuk menampung berbagai pertanyaan yang dipikirkan.

Dengan ketus, Alvaro menjawab, "Maaf, aku enggak ingat." Kemudian dia pun beranjak pergi meninggalkan Bunga.

Dada Bunga kembali berdenyut. Rasanya sangat nyeri hingga ulu hati. "Mengapa Varo tidak mengingatku? Apakah aku telah banyak berubah hingga dia sama sekali tak mengenaliku?" pikir Bunga dengan heran.

Lanjut ke lapaknya ya 🥰

Bab 3

Sekuat apapun Azam berusaha untuk mempertahankan Aisyah, tetap saja dia tidak mampu karena Aisyah bersikeras untuk meminta berpisah. Semua itu dilakukan agar mama mertuanya merasa bahagia, karena sebentar lagi dia akan mempunyai cucu dari wanita pilihannya.

"Ais ... tolong jangan pergi!" Azam memohon kepada Aisyah agar tidak meninggalkan rumahnya. Namun, Aisyah yang sudah membulatkan tekadnya memilih untuk keluar dari rumah Azam, karena Aisyah memilih berpisah dari Azam. Untuk apa bertahan jika pada akhirnya dia sendiri yang akan menderita, karena tak sanggup untuk berbagi suami dengan wanita lain.

"Mas Azam ... maafkan jika aku belum bisa menjadi wanita sempurna untuk Mas Azam dan keluarga. Aku harus pergi karena sebentar lagi rumah ini akan ditempati oleh penghuni baru. Semoga pernikahan Mas Azam dengan Mbak Iza berjalan dengan lancar dan kelak Mas Azam segera diberikan momong. Aku akan melihat kebahagiaan mad Azam dari kejauhan," ucap Aisyah dengan mata yang telah berkaca-kaca.

Seberapa keras Azam memohon jika Aisyah memilih untuk berpisah, Azam bisa apa? Azam tidak bisa berbuat apa-apa.

"Ais ... aku tidak bisa menahanmu jika kamu memang ingin bekerja di rumah ini. Tetapi harus kamu ingat sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau untuk bercerai. Selamanya kamu akan tetap menjadi istriku."

"Tidak bisa, Mas! Kamu tidak boleh egois! Sekalipun poligami tidak dilarang, tetapi aku tidak akan sanggup untuk di madu, Mas. Bagiku satu cinta untuk satu orang. Mungkin jodoh kita sampai di sini. Ku harap mas Azam lebih bahagia untuk kedepannya." Tak terasa air mata pun membasahi pipi Aisyah. Karena tidak ingin menahan rasa sesak terlalu lama Aisyah pun langsung berpamitan kepada Azam, karena taksi yang dipesannya telah menunggu dirinya.

"Mas ... sekali lagi aku minta maaf jika selama aku banyak merepotkan mas Azam. Aku pergi ya. Assalamualaikum." Langkah Aisyah terasa sangat berat tapi dia harus tetap pergi.

Mas Azam, maafkan aku.

Dunia Aisyah terasa runtuh saat mobil taksi perlahan meninggalkan pekarangan rumah Azam yang baru mereka tempati satu tahun terakhir ini. Semua mimpinya terkubur dalam karena dirinya yang tak kunjung hamil. Padahal sebelumnya mereka berdua sudah sepakat untuk menunda kehamilan karena saat ini Aisyah masih kuliah. Tapi mama Maya tidak memberikan waktu lebih untuk Azam dan Aisyah memproses lagi.

..

Semua cerita tinggal kenangan. Namun, Aisyah harus tetap harus meneruskan hidupnya meskipun Azam di sampingnya.

Kedua orang tua Aisyah merasa sangat terkejut dengan keputusan yang diambil oleh anaknya. Namun, mereka tetap menghargai keputusan Aisyah, karena jika mereka ada di posisi Aisyah saat ini, mereka pun akan memilih berpisah daripada bertahan tetapi menyakitkan.

"Maaf bapak, Nak. semua ini salah bapak yang terlalu mempercayai keluarga Azam. Padahal bapak tahu saat itu kamu masih duduk di bangku SMA. Seharusnya bapak berpikir dua kali saat akan dipinang oleh Azam. Semua ini adalah bapak. Jika kamu marah, marahlah dengan bapak," sesal Pak Ali, bapak Aisyah.

Aisyah menggelengkan kepalanya dengan pelan. Dia tidak membenarkan apa yang diucapkan oleh ayahnya, karena dia sendiri juga telah menyetujui saat Azam ingin meminangnya.

"Bapak jangan menyalahkan diri Bapak. Semua adalah takdir. Kita hanya bisa perencanaan tetapi Allah yang menentukan. Aisyah dan Mas Azam sudah berusaha, tetapi Allah belum memberikan kepercayaan kepada Ais. Dan Ais tidak sanggup juga harus berbagi suami dengan wanita. Ais tidak sanggup, Pak ... " Kini tangis Aisyah pecah dalam dekapan ibunya.

Sebagai seorang ibu, Halimah bisa merasakan bagaimana perasaan anaknya saat ini. Tidak mudah untuk berbagai suami dengan wanita lain dan menurut Halimah keputusan Aisyah adalah keputusan yang sudah tepat, meskipun dalam agama berpoligami itu tidaklah dilarang. Namun, jika tidak sanggup lebih baik mundur, daripada harus merasakan sakit yang teramat dalam.

"Iya, Nak ... ibu tahu bagaimana perasaanmu saat ini. Jika ibu ada di posisi kamu saat ini, mungkin ibu akan memilih pergi. Kamu sudah mengambil keputusan yang tepat, Nak. Mungkin kamu dan Azam tidaklah berjodoh. Ibu yakin jika saat ini Allah sedang merencanakan sesuatu yang akan indah pada waktunya. Kamu harus kuat, Nak!" timpal ibunya.

"Ibu ... " Aisyah pun semakin kuat menumpahkan isak tangisnya.

"Ais ... kamu anak yang kuat. Jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri, Nak. Jikapun saat ini kamu belum hamil, tetapi bukan berarti kamu tidak bisa hamil. Ibu yakin semua ini karena belum waktunya saja." lanjut ibunya lagi.

Mungkin akan terasa sangat sakit dengan keputusannya berpisah dengan Azam, karena saat ini Aisyah yang sangat mencintainya.

Mas Azam .. maafkan Aisyah tidak bisa menjadi istri yang sempurna untuk Mas Azam dan memilih untuk pergi meninggalkan Mas Azam.

...****...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!