NovelToon NovelToon

Cinta Ketua Geng Motor

Bab 1. Tawuran antar geng

Suasana sebuah jalan raya cukup menegangkan. Pasalnya, telah terjadi tawuran antar geng motor yang membuat pengguna jalan lain, tidak berani lewat di sana. Mereka takut kena sabetan pedang dan celurit yang di jadikan senjata oleh anggota geng motor tersebut.

Warung dan tempat umum lainnya memilih menutup tempat mereka untuk menghindari amukan anggota yang motor yang sedang berantem. Beberapa orang anggota geng motor telah terlihat terluka. Tetapi mereka masih saja saling mengayunkan senjata.

Perkelahian antara geng motor Starly dan geng motor Singa tersebut, memang kerap terjadi di daerah tersebut hingga meresahkan masyarakat sekitar. Mengganggu aktifitas mereka mencari rezeki.

Beberapa orang telah melaporkan perkelahian tersebut kepada polisi. Sebelum polisi datang, mereka ternyata sudah kabur terlebih dahulu. Mereka seperti memiliki naluri bahwa polisi akan segera datang.

Rupanya, mereka sudah menghitung waktu hingga polisi datang ke tempat kejadian. Sepuluh menit waktu efektif perkelahian mereka dan mereka akan langsung pergi apapun hasilnya. Pemenang akan di tentukan, dengan berhasilnya mereka melarikan diri dari kejaran polisi.

Dua orang anggota geng motor Singa, yang terluka akhirnya tertangkap oleh polisi. Hal itu membuat geng motor Singa, merasa dendam. Karena mereka telah dinyatakan kalah dan harus meninggalkan daerah tersebut.

Galang, ketua geng motor Starly merasa puas dengan hasil perkelahian tersebut. Setelah kemenangan itu, mereka mengadakan pesta minuman keras di markas mereka.

Anggota geng motor Starly terdiri dari 7 pemuda yang masih berusia antara 18 tahun hingga 20 tahun. Ketua geng mereka yang bernama Galang, seorang mahasiswa semester 2 yang lebih sering berada di markas daripada berada di kampus.

Usia Galang, baru 19 tahun. Tetapi, selain karena dia sangat pemberani, juga karena orangtuanya kaya dan memiliki banyak uang, Galang diangkat menjadi ketua geng motor Starly.

Dalam kondisi setengah mabuk, Galang memutuskan untuk pulang ke tempat kostnya, sementara yang lain masih berada di markas.

"Gue pulang dulu. Perasaan gue tidak enak. Mungkin karena gue udah dua hari ini nggak bisa tidur," ucap Galang kepada anak buahnya.

"Oke, Bos. Seharusnya Bos sekarang bisa beristirahat dengan tenang, karena geng Singa udah kalah dari kita. Mereka nggak bakalan berani bertingkah lagi," sahut Dira, anggota paling muda, 18 tahun, seorang pelajar SMA.

"Bos, jangan lupa besok malam. Bos sekarang mesti istirahat agar bisa menang," kata Very, 19 tahun, teman sekampus Galang.

"Tentu, aku nggak akan lupa. Kalian teruskan pestanya," jawab Galang.

Galang bergegas pergi meninggalkan markas menuju tempat kostnya dengan mengendari sepeda motornya dengan kecepatan tinggi.

Siapa sangka, sejak keluar dari markas besarnya, beberapa orang mengikutinya dengan menggunakan sepeda motor juga. Saat berada di tempat yang agak sepi, mereka memepet motor Galang dan salah satu dari mereka menendang motor Galang hingga jatuh.

Galang yang dalam kondisi setengah mabuk, segera dihajar oleh orang-orang tersebut tanpa ampun. Tubuh Galang babak belur tetapi mereka terlihat belum puas. Salah satu dari mereka mengeluarkan sebuah pisau.

"Apa Lo yakin pingin tusuk dia?" tanya salah satu diantara mereka.

"Gue yakin, gue nggak peduli berurusan dengan polisi. Kalau bisa, gue akan habisi dia sekalian. Gue kagak takut sama tu bocah," jawab pemuda yang memegang pisau yang bernama Tora.

Tanpa menunggu lama, pemuda itu langsung menusuk perut Galang. Tak ada ada suara teriakan Galang karena Galang dalam kondisi tidak sadarkan diri. Darah mengalir dari luka tusukan tersebut dan mereka bergegas meninggalkan Galang.

"Sudah cukup. Ayo pergi sebelum polisi datang."

Mereka pergi tanpa peduli dengan kondisi Galang yang tidak bergerak sama sekali. Orang akan mengira jika Galang sudah meninggal.

Saat itu, sebuah sepeda motor berhenti karen melihat tubuh Galang yang tergeletak begitu saja di jalan. Seorang gadis cantik bernama Shella Amalia turun dari sepeda motornya. Mendekati Galang yang dipenuhi bercak darah.

Hampir dia berteriak, tetapi Shella menyadari bahwa malam sudah sangat larut dan hampir tidak ada orang lain yang lewat. Shella membuka helm Galang dan saat melihat luka di bagian perut Galang, Shella mengambil penutup peralatannya untuk mengikat perut Galang.

Shella, gadis cantik dengan rambut sebahu. Kesehariannya kuliah sambil bekerja membantu ayahnya yang menjual fried chicken. Shella memiliki tubuh yang agak kecil berusaha mengangkat tubuh Galang, tetapi ternyata dia tidak kuat.

Beberapa menit kemudian, ayahnya lewat dan dia berteriak memanggilnya.

"Ayah, tolong Shella!"

Suara teriakan Shella mengagetkan Pak Darman, ayah Shella. Lebih kaget lagi saat dia melihat pakaian Shella dipenuhi bercak darah dan berusaha mengangkat tubuh seseorang.

"Shella, siapa dia? Kenapa tubuhmu penuh dengan darah?" tanya Pak Darman panik.

"Ayah, tolong dia. Kasihan," kata Shella sambil menangis.

Shella teringat kecelakaan yang menimpa Kakaknya beberapa tahun yang lalu. Karena terlambatnya pertolongan, kakaknya akhirnya meninggal kehabisan darah.

Tanpa pikir panjang, mereka bergegas membawa Galang menuju ke rumah sakit terdekat. Mereka tidak ingin kejadian pada kakaknya Shella akan terjadi pada Galang.

Galang segera mendapatkan perawatan darurat dan ditangani dengan beberapa dokter.

Shella yang masih syok dan panik, duduk di kursi tunggu dengan pakaian yang dipenuhi bercak darah Galang. Ayahnya, menemani Shella sambil berusaha menenangkan Shella.

"Shella, sudah. Jangan menangis lagi. Pemuda itu tidak akan kenapa-napa," kata Pak Darman tenang.

"Shella takut dia meninggal seperti Kakak. Shella seperti melihat Kak Dani. Saat kecelakaan itu, tidak ada yang berani menolongnya karena takut berurusan dengan polisi. Kalau saja, mereka mau membawa Kakak ke rumah sakit, Kak Dani masih ada harapan hidup," kata Shella disertai isak tangisnya.

Pada saat itu, seorang perawat keluar dan meminta Shella mencari donor darah untuk Galang.

"Pasien kehilangan banyak darah. Dia membutuhkan darah segera. Golongan darah pasien AB," kata perawat sambil menatap Shella.

"Suster, golongan darah saya O. Tolong ambil saja darah saya," kata Shella sambil mengusap air matanya.

"Apa kamu yakin, Shella?" tanya ayahnya.

"Shella yakin, Ayah. Suster, bisa sekarang?" tanya Shella sudah tidak sabar.

"Mari ikut saya," kata Suster.

Shella mengikuti langkah suster untuk pemeriksaan. Setelah dipastikan darah Shella cocok dengan Galang, Dokter segera mengambil darah Shella untuk didonorkan pada Galang.

Proses penyelamatan Galang berlangsung cukup lama. Untung ada darah dari Shella sehingga Galang masih bisa bertahan hidup. Setelah Galang ditempatkan di ruang perawatan, Shella dan Pak Darman harus mengurus biaya rawat inap meski hanya dengan uang muka. Saat itu, mereka hanya memiliki uang sebesar 700 ribu, hasil dari berjualan hari itu. Mereka menggunakan uang itu untuk uang muka.

Pak Darman meminta Shella untuk segera pulang agar ibunya tidak khawatir. Shella menuruti keinginan ayahnya sementara ayahnya akan menunggui Galang hingga sadar untuk bisa menghubungi keluarganya.

Sampai di rumah, Shella bergegas mandi dan berganti pakaian karena takut ibunya akan melihat pakaiannya yang penuh darah. Shella menemui ibunya yang sudah selesai melakukan sholat malam.

"Ibu, Shella pulang," kata Shella pelan.

"Mana ayahmu? Kenapa ayahmu belum pulang?" tanya Bu Rasti khawatir.

"Ayah, berada di rumah sakit," jawab Shella.

"Apa, rumah sakit?" tanya ibunya panik.

Tiba-tiba, ibunya langsung pingsan mendengar kata rumah sakit. Shella sangat panik melihat ibunya pingsan.

"Ibu, ibu kenapa?"

...****************...

Bab 2. Galang tersadar

Shella segera memindahkan ibunya ke tempat tidur dengan susah payah. Untungnya tubuh ibunya tidak terlalu berat bagi Shella. Dia segera mengambil minyak kayu putih dan dioleskan ke dada ibunya. Lalu di dekatkan ke hidung ibunya agar ibunya mencium bau minyak kayu putih tersebut.

Beberapa menit telah berlalu dan akhirnya ibunya mulai sadar dari pingsannya. Shella tersenyum dan menarik napas berat karena dadanya terasa sesak. Kini dia bisa bernapas lega melihat ibunya mulai membuka matanya.

"Ibu, bagaimana perasaan ibu, apa sudah lebih baik?" tanya Shella sambil menatap ibunya sedih.

"Ibu, hanya kaget saja. Bagaimana dengan ayahmu?" Ibunya balik bertanya.

"Tadi Shella belum selesai bercerita. Ayah si rumah sakit karena menolong korban tabrak lari. Tadi Shella juga ikut ke sana, tapi ayah meminta Shella untuk pulang agar ibu tidak khawatir. Uang hasil jualan kita hari ini, semuanya untuk uang muka biaya perawatan orang yang kami tolong. Sekarang, kita tidak memiliki uang sepeserpun," jawab Shella sambil menghela napas berat. Shella takut jika ibunya kaget lagi.

"Masalah uang, ibu tidak peduli. Yang terpenting kalian berdua tidak kenapa-napa. Untuk modal besok, ibu akan ambil dari simpanan ibu. Bagaimana kondisi orang itu?" tanya Ibunya.

"Baik. Untung kami belum terlambat. Shella sudah sangat ketakutan saat itu. Shella membayangkan, pasti Kak Ferdi juga dalam keadaan seperti itu saat kecelakaan terjadi. Shella hampir putus asa. Tapi sekarang, Shella lega, bisa membantu orang itu, hingga nyawanya masih bisa tertolong," jawab Shella dengan mata berkaca-kaca.

"Syukurlah. Besok, kita belanja sekaligus mengirim makanan untuk ayahmu," kata Bu Rasti.

"Karena ibu sudah tidak apa-apa, Ibu istirahat dulu. Shella masih harus mengambil motor Shella yang masih tertinggal di tempat kejadian," kata Shella.

"Sendirian?" tanya ibunya khawatir.

"Ibu, kejadiannya dekat komplek kita. Nanti motor dia aku titip di rumah Didi," jawab Shella. Didi adalah sahabat Shella yang rumahnya tidak jauh dari kejadian tersebut.

Esok harinya, Shella dan Bu Rasti pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Galang dan sekaligus mengirimkan sarapan untuk Pak Darman. Awalnya, Shella tidak ingin ibunya ikut ke rumah sakit, tetapi ibunya terus memaksa ikut.

"Ibu pingin lihat orang itu. Ibu pingin merasakan senangnya melihat seorang korban kecelakaan masih bisa selamat," kata ibunya sebelum pergi.

"Ibu yakin, tidak akan pingsan lagi?" tanya Shella khawatir.

"Ibu yakin, Ibu akan baik-baik saja," jawab Bu Rasti.

Sepeda motor Rasti berhenti tepat di depan rumah sakit. Shella segera memarkirkan motornya lalu mengajak ibunya menuju ruang rawat inap Galang. Di depan pintu, Shella dan ibunya berhenti saat melihat ayahnya tertidur di kursi sambil bersandar di ranjang pasien.

Shella dan Bu Rasti saling berpandangan sesaat. Shella bergegas membuka pintu dengan perlahan karena takut ayahnya akan terbangun.

"Shella, apakah kamu kenal orang ini?" tanya ibunya. Bu Rasti melihat dengan seksama wajah Galang yang masih tampak tampan karena wajahnya tidak terluka.

"Tidak, Bu."

"Oh. Ibu akan bangunkan ayahmu untuk sarapan. Kamu gantikan ayahmu sebentar," titah ibunya. "Pak, bangun. Ibu datang membawa sarapan. Makanlah dulu. Nanti keburu dingin."

Pak Darman membuka mata perlahan. Dia tersenyum saat melihat sosok istrinya ada disampingnya.

"Ibu datang?"

"Iya. Sarapan dulu, biar Shella yang menggantikan Bapak sebentar. Ayo!" ajak Bu Rasti.

Mereka keluar dari ruang perawatan Galang untuk sarapan. Sementara, Shella menggantikan ayahnya menjaga Galang. Shella sedih melihat kondisi Galang yang masih belum sadarkan diri. Meskipun saat itu Galang memakai helm, tetap saja mungkin ada benturan yang membuat Galang belum sadarkan diri.

Shella duduk sambil sesekali menatap wajah Galang. Sepertinya Shella pernah melihat Galang, tetapi dia lupa dimana. Saat Shella berusaha mengingat, Galang tiba-tiba mulai sadarkan diri. Melihat tangan Galang bergerak-gerak, Shella bergegas keluar memberitahu ayah dan ibunya.

"Ayah, Ibu. Dia sudah sadar! teriak Shella.

"Cepat kamu panggil Dokter!" titah ayahnya.

Shella bergegas memanggil dokter dan dokter segera memeriksa kondisi Galang. Semu akhirnya bisa bernapas lega karena dokter mengatakan jika Galang sudah melewati masa kritisnya. Sekarang semua sudah aman terkendali. Hanya luka tusukan yang paling parah. Untungnya tidak terlalu dalam sehingga tidak mengenai organ dalamnya.

Setelah dokter keluar, Pak Darman mulai menginterogasi Galang.

"Nama kamu siapa? Kami tidak menemukan identitas apapun dalam tubuhmu. Beri tahu nomor telepon orangtuamu agar bisa kami hubungi. Mereka pasti sangat khawatir saat kamu tidak pulang semalaman," tanya pak Darman.

"Nama aku Galang. Bisakah, tidak perlu menghubungi keluargaku?" tanya Galang dengan suara agak pelan.

"Tidak bisa. Orangtuamu pasti sangat khawatir sekarang. Apalagi melihat kondisi kamu yang seperti ini," jawab pak Darman.

"Mereka tidak akan khawatir padaku. Hidup atau mati mereka tidak akan peduli," kata Galang sepertinya menyimpan luka batin yang dalam.

"Mana ada orangtua yang tidak peduli pada anaknya? Setiap orangtua pasti mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ayo, berikan nomor telepon orangtuamu," kata pak Darman lagi.

"Ayah, mungkin dia lupa nomor ponsel orangtuanya. Jangan dipaksa lagi. Biarkan dia beristirahat. Dia baru saja sadar dan baru bebas dari kematian. Sebaiknya kita pulang saja," kata Shella menengahi.

"Iya, Pak. Ayo pulang dulu. Bapak perlu mandi dan beristirahat juga. Biarkan Shella di sini menjaganya. Kasihan kalau membiarkan dia sendirian di rumah sakit, tanpa keluarga," kata Bu Rasti.

"Baiklah. Shella, hari ini kamu tidak ada mata kuliah. Jadi kamu bisa jaga dia. Kamu tidak perlu bantu ayah di warung. Biar ibu yang bantu ayah. Kamu pastikan, setelah dia baikan, kamu minta nomor telepon keluarganya," pesan ayahnya.

"Iya, Ayah. Shella usahakan," jawab Shella sambil tersenyum.

"Ibu dan Ayah pergi dulu. Jika ada apa-apa, cepat kamu hubungi kami. Nanti siang, ayahmu akan mampir membawakan makan siang kamu," kata Bu Rasti.

Shella hanya mengangguk saja mendengar perkataan ibunya. Shella menatap kepergian ayah dan ibunya. Beruntung sekali, Shella memiliki orangtua seperti mereka. Meskipun kehidupan mereka serba pas-pasan, tetapi keluarga mereka saling menyayangi.

Melihat Galang memejamkan matanya lagi, Shella bermain ponsel agar tidak ikut mengantuk. Tiba-tiba pintu terbuka dan seorang pria dan wanita terlihat panik saat melihat Galang dalam kondisi terluka. Mereka ternyata orangtua Galang.

Mereka berjalan mendekati Shella yang berdiri saat melihat mereka masuk.

"Kamu yang menyelamatkan anakku?" tanya Bu Mila.

"Benar," jawab Shella singkat.

"Terima kasih atas bantuan kamu. Semoga Allah membalas kebaikan kamu, Nak," kata Bu Mila.

"Aamiin. Karena sekarang Bapak dan Ibu sudah datang, saya pamit pergi," kata Shella berpamitan.

"Silakan."

Shella melangkah keluar dari ruangan tersebut. Baru saja sampai di pintu keluar, terdengar suara Bu Mila memarahi Galang.

"Kamu ini kapan bisa sadar. Setiap hari selalu membuat kami ini khawatir dengan ulah kamu. Kenapa bisa, aku memiliki anak seperti kamu?" kata ibunya marah.

"Sudahlah, Ma. Galang masih muda, nanti dia juga pasti akan tahu sendiri mana yang baik dan mana yang buruk," kata Pak Varo.

"Lo bukan ayah gue, Lo nggak perlu sok perhatian sama gue!" teriak Galang penuh kemarahan.

"Galang, bicara yang sopan dengan ayahmu. Atau ...," kata Bu Mila berhenti karena seperti sulit untuk melanjutkan kata-katanya.

"Atau apa, Mami mau tampar Galang lagi seperti dulu? Silakan, lagian juga Galang nggak akan bisa mengelak," sahut Galang ketus.

Shella tidak tahan melihat semua itu. Ingin rasanya dia kembali untuk melerai pertengkaran mereka. Terapi, Shella hanya orang luar yang tidak pantas ikut campur urusan keluarga mereka.

...****************...

Bab 3. Bukan keluarga

"Galang, meskipun dia hanya ayah tirimu, tetapi dia tetap Ayahmu. Dia sudah membesarkan kamu hingga sebesar ini. Kamu sudah cukup dewasa dan harusnya kamu bisa mengerti dan menghilangkan kebencian yang ada di hatimu pada Ayahmu. Galang kami mencintaimu, jadi tolong terimalah Ayah Varo sebagai Daddy kamu seperti kedua kakakmu," kata Bu Mila sedih.

Shella tidak sanggup lagi mendengar perdebatan mereka. Sungguh sangat pelik urusan keluarga mereka.

Shella melangkah pergi meninggalkan ruang perawatan Galang. Selesai sudah tugas Shella menjaga Galang. Sekarang, Galang sudah bertemu dengan kedua orangtuanya, meskipun ada sedikit perdebatan.

Shella berpikir positif saja. Seorang ibu pasti sangat mengkhawatirkan anaknya. Tetapi memang cara mereka mengungkapkan yang berbeda. Ibunya terlihat sangat marah pada Galang, karena terlalu khawatir dengan kondisi Galang.

Shella memutuskan untuk kembali ke tempat jualan ayahnya. Hari ini mereka sangat sibuk karena setiap hari libur pasti banyak pasangan muda mudi yang datang untuk membeli fried chicken.

Tempat jualan ayahnya, memang tidak terlalu luas. Di dalamnya hanya terdapat beberapa pasang meja kursi. Kalau sedang rame, ayahnya menyediakan tempat duduk di luar warung. Tempat jualan Pak Darman, tidak semewah restoran jadi diberi nama Warung Gaul Fried chicken.

Sekitar jam 9 malam, semua sudah habis terjual. Saatnya mereka pulang. Sebelum pulang, Pak Darman mengecek semua barang-barang telah di bersihkan oleh karyawannya yang ada 2 orang. Sementara Shella dan ibunya menunggu sambil mengobrol.

"Mbak Sella, Bu Rasti. Kami pulang dulu. Assalamualaikum," pamit kedua karyawan mereka yang sudah selesai mengerjakan tugasnya.

"Wa'alaikum salam," jawab Bu Rasti dan Shella bersamaan.

"Shella, bukannya kamu menjaga Nak Galang, kenapa kamu ke sini?" tanya Ibunya.

"Orangtuanya sudah datang, Bu. Jadi Shella memutuskan untuk pulang. Tugas kita sudah selesai menjaga Galang. Kita juga sudah mempertemukan Galang dengan keluarganya," jawab Shella. "Tapi, dari mana mereka tahu, bukannya kita belum menghubungi mereka?"

"Didi tadi menghubungi ayahmu, katanya dia menemukan dompet dan ponsel Galang di tempat kecelakaan itu. Ayahmu yang meminta, Didi untuk menghubungi nomor orangtuanya," jawab ibunya.

"Oh, begitu," gumam Shella.

"Shella, ibu. Ayo pulang. Malam ini kita istirahat yang cukup. Besok, kita harus menyiapkan pesanan Pak Rafael," kata Pak Darman.

Shella dan Bu Rasti mengikuti langkah Pak Darman keluar warung. Setelah mengunci pintu, mereka langsung pulang.

Keesokan harinya, keluarga Shella disibukkan dengan pesanan Pak Rafael. Pak Rafael adalah pelanggan tetap yang memesan 100 porsi Fried chicken setiap dua Minggu sekali. Pesanan ini akan diantarkan ke sebuah panti asuhan.

Shella sebenarnya sangat penasaran dengan Pak Rafael. Katanya dia masih muda tetapi sudah berhasil menjadi direktur di perusahaan ayahnya. Yang membuat Shella tertarik adalah hatinya yang baik dan tulus.

Shella dan Pak Darman mengantarkan pesanan 100 fried chicken dengan menggunakan mobil pick up yang mereka sewa. Sesampainya di panti asuhan, Pak Darman menyerahkan 100 porsi Fried chicken pada ibu ketua panti. Dan selesailah tugas mereka

Dua bulan kemudian, Shella dan Pak Darman kembali mengantarkan pesanan 100 porsi Fried chicken pesanan Pak Rafael, ke panti asuhan. Rupanya kaki ini ada acara ulang tahun Panti asuhan tersebut.

Banyak tamu undangan yang hadir di sana. Mereka adalah para donatur tetap Panti asuhan tersebut, juga para pengurus dan jajarannya.

Makanan yang disediakan bukan hanya fried chicken dari tempat Pak Darman, tetapi masih banyak lagi, makanan lain yang mereka sediakan.

Shella sudah selesai menyerahkan pesanan kepada pengurus panti. Awalnya, Shella ingin mengajak ayahnya pulang, tetapi saat melihat ayahnya berbincang dengan seseorang, Shella membatalkan niatnya.

Shella lalu berjalan-jalan dan melihat-lihat suasana kemeriahan pesta hari itu. Tanpa sengaja, dia menabrak seorang pria yang sangat tampan dan berwibawa. Shella dengan cepat meminta maaf sambil menundukkan wajahnya.

"Ma-maaf, Pak. Saya tidak sengaja?" ucap Shella terbata-bata.

Pria tersebut tampak dingin menatap Shella. Shella sampai merasa merinding ketakutan. Pria tersebut tidak berkata apa-apa dan langsung melangkah pergi tanpa menghiraukan Shella. Seolah Shella tidak ada.

Shella sedikit kecewa dengan sikap pria tersebut. Apa salahnya menghargai orang lain dengan hanya tersenyum saja, orang sudah merasa dihargai.

"Shella, sini sebentar," panggil Ibu kepala Panti.

Shella bergegas mendekati Ibu Wedari yang sedang bersama beberapa pendonor tetap Panti asuhan ini. Mereka terlihat sangat rapi dan elegan karena mereka semua dari orang-orang yang berkelebihan harta.

"Ada apa, Bu Wedari, ada yang bisa Shella bantu?" tanya Shella gugup.

"Ini, ada yang berminat mau investasi. Katanya usaha fried chicken kamu, besar prospeknya dimasa depan," jawab Bu Wedari.

Shella tersenyum senang mendengar perkataan Bu Wedari.

"Perkenalkan ini Bu Sofia, ibunya Pak Rafael," kata Bu Wedari lagi.

"Sofia," ucap Bu Sofia lembut. Bu Sofia mengulurkan tangannya pada Shella.

"Shella," sambut Shella

"Kalian ngobrol santai dulu. Siapa tahu ada kabar bagus. Bisa kerjasama," kata Bu Wedari sambil tersenyum. " Ibu menyapa tamu yang lain."

Shella menemani Bu Sofia berbincang-bincang dan mereka terlihat sangat cocok. Bu Sofia memutuskan untuk berinvestasi di Warung Gaul ayahnya Shella.

"Rafael, coba ke sini sebentar!" teriak Bu Sofia.

Rafael berjalan perlahan ke arah ibunya. Shell seperti terkena hipnotis saat melihat Rafael. Pria yang dingin itu adalah Rafael. Pelanggan tetap di warung ayahnya. Shella sedikit kecewa terhadap dirinya sendiri yang beranggapan bahwa Rafael adalah sosok yang hangat. Tetapi ternyata malah sebaliknya.

"Ada apa, Ma?" tanya Rafael.

"Ini lho, anak pemilik Warung Gaul. Namanya Shella. Mama ingin berinvestasi di sana," kaya Bu Sofia.

"Terserah Mama saja," jawab Rafael dingin.

"Maksud Mama, nanti kamu yang tangani, ya? Soalnya Mama sudah banyak urusan lain," kata Bu Sofia lagi.

"Kalau sudah banyak kegiatan, kenapa mesti cari lagi?"

"Sudahlah, Rafael. Pokoknya Mama mau investasi, titik."

"Baiklah, Rafael akan sempatkan waktu, untuk mengurusnya. Tapi Rafael tidak bisa setiap hari datang ke sana," jawab Rafael.

Akhirnya mereka sepakat untuk melakukan kerja sama. Pak Darman sangat senang bisa mengembangkan usahanya ini dan akan membuka cabang baru di kota lain. Impian Pak Darman akan menjadi kenyataan. Memiliki usaha yang maju di bidang kuliner.

Selesai acara di Panti, Shella dan ayahnya bergegas kembali ke Warung Gaul untuk kembali berjualan. Setibanya di Warung, ada beberapa pemuda sedang mengendarai sepeda motor dengan suara yang sangat bising. Mereka mencoba mengganggu Warung Pak Darman.

"Kami mau 10 porsi Fried chicken. Nggak pake lama!" teriak salah satu dari mereka masih diatas sepeda motornya.

"Tolong tunggu sebentar," kata Pak Darman yang berlari keluar.

"Udah gue bilang, jangan pake lama. Dasar pria tua, udah pikun kali. Nggak denger omongan gue," kata satunya.

"Cepetan, atau bakal kita hancurin tempat ini!" teriak Dewa, ketua geng motor Harimau.

Shella dan semua yang ada di Warung Gaul Pak Darman, menjadi ketakutan. Mereka segera membuat 10 porsi Fried chicken untuk mereka.

Disaat mereka sedang beraksi, dari kejauhan tampak serombongan orang yang juga naik kendaraan bermotor. Mereka berhenti tepat di depan geng Harimau.

Mereka saling beradu suara motor, hingga menimbulkan kebisingan yang memekakkan telinga.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!