Seorang pria dan wanita tengah asik bercumbu. Pekerjaan mereka sedikit senggang, hingga akhirnya membawa mereka ke dalam ciuman yang panas. Percumbuan mereka sudah dimulai dari sepuluh menit yang lalu.
"Sshhh," desaah sang wanita.
Desaahan yang lolos dari mulut wanita yang sedang dicumbunya membuat gelora napsu semakin membara. Tangan si pria dengan lihai membelai paha sedangkan tangan satunya lagi membuka kancing baju wanita tersebut.
Tak tinggal diam, si wanita juga melakukan hal yang sama. Dia bahkan sudah mulai meremas kejantanan milik pria yang bercumbu dengannya.
Sheeva membuka pintu ruang kerja Amaar secara perlahan. Saat masuk ke dalam, Sheeva membelalakan matanya melihat apa yang terjadi di sana. Tangannya mengepal dengan kuat, rahangnya mengeras.
"Amaar, Amora!" teriak Sheeva lantang dengan amarah yang membara.
Amaar, calon tunangannya itu tengah bercumbu dengan wanita lain. Wanita tersebut yaitu Amora, yang tak lain adalah sekretaris pribadi Amaar. Bagaimana tak kaget, Sheeva melihat dengan mata kepalanya sendiri pakaian Amaar dan Amora hampir terlepas dari tubuhnya masing-masing.
Sheeva berjalan tergesa masuk ke dalam ruangan. Napas wanita itu tersengal hebat melihat calon tunangannya tengah bercumbu mesra dengan wanita lain.
"Gila ya, kalian selingkuh di belakang gue!" seru Sheeva. Tatapan mata tajam bagai seekor burung elang yang sedang mengintai mangsanya.
"Apaan sih, berisik banget!" timpal Amora dengan santai, seraya merapikan bajunya yang berantakan.
Setelah bercumbu dengan calon tunangan Sheeva, Amora sama sekali tak terlihat merasa bersalah. Justru, wanita seksi itu tampak tenang. Dia melihat ke arah Sheeva dengan tatapan menantang.
"Heh, lo murahan banget, ya. Mau-mau aja sama calon tunangan orang!" bentak Sheeva.
"Cowok lo aja mau sama gue, masa iya mesti gue tolak. Makanya, kalau punya cowok dijaga jangan sampai direbut wanita lain." Tersenyum smirk mencoba memprovokasi Sheeva.
"Dasar gatel, murahan, lo cocoknya temenan sama ulat," timpal Sheeva.
"Jaga mulut lo!" bentak Amora. Dia sama sekali tidak takut pada wanita yang ada di depannya. Sekalipun Sheeva adalah calon istri dari pemilik perusahaan, dia tak akan gentar sedikit pun.
"Lo yang jaga mulut, bukan gue! Udah kegatelan, enggak tahu diri! Lo sadar enggak kalau cowok yang lo embat itu calon tunangan gue."
Dengan santai Amora menjawab, "Bodo amat. Emang gue pikirin!"
Sheeva dan Amora beradu mulut, keduanya tak ada yang mau mengalah. Sheeva mengamuk, bahkan hendak menampar Amora, tetapi Amaar menahannya. Sheeva semakin geram, karena Amaar membela sekretaris pribadinya.
"Jangan pernah menyentuh Amora, Va!" sergah Amaar sambil mencekal pergelangan tangan Sheeva yang hendak melayangkan tamparan di wajah sang sekretaris. Lantas pria itu menepis tangan Sheeva dengan kasar.
"Aku akan laporkan perbuatan bejat kamu ke keluarga kita!" ancam Sheeva dengan wajah merah padam. Dada wanita itu kembang kempis menahan amarah yang telah meledak-ledak.
Amaar tersenyum smirk. "Aku rasa itu hanya sia-sia, Sheeva," timpal pria itu. Tidak ada rasa takut sama sekali terpancar dari sorot mata pria itu.
"Aku akan bilang kalau kamu selingkuh, bercumbu dengan wanita lain di belakangku," tambah Sheeva.
Amaar tampak diam sejenak, dia mendengarkan ancaman yang dilontarkan oleh calon tunangannya. Sheeva merasa kalau Amaar sekarang sudah mulai takut dengan ancamannya. Namun, ternyata tidak, Amaar malah tersenyum lebar seraya menatap ke arah Sheeva.
"Silakan saja, aku yakin tidak akan ada yang percaya. Mereka akan menganggap kamu pembual karena tidak ada bukti yang jelas," ucap Amaar.
Wajah Sheeva semakin memerah, dia marah. Sheeva hanya kasihan pada mamanya karena telah berbaik hati pada calon menantu sebrengsek Amaar. Apa yang dikatakan oleh Amaar ada benarnya, keluarga mereka pasti tidak ada yang percaya karena tidak ada barang bukti.
"Emang cocok banget kalian, sama-sama berengsek!" ujar Sheeva menatap kedua orang yang ada di hadapannya.
Amora dan Amaar seolah menganggap Sheeva angin lalu. Mereka bagaikan iblis yang tak peduli perasaan Sheeva saat ini.
"Sampah!" ujar Sheeva sambil menyenggol pundak Amora kencang hingga tubuh sang sekretaris sedikit bergoyang ke sebelah kanan.
Niat hati memberi titipan bekal makan siang untuk Amaar, Sheeva justru terkejut akan perbuatan calon tunangannya yang tega selingkuh di belakangnya. Dia berlalu begitu saja meninggalkan Amaar dan Amora yang tengah menatap aneh kepadanya. Kalau bukan karena dipaksa Salwa, dia pun tak sudi berada dalam satu ruangan sama dengan dua manusia sialan itu.
"Emang sialan mereka berdua! Kalau gue enggak datang hari ini pasti enggak akan tahu bagaimana prilaku Amaar yang sesungguhnya," kata Sheeva lirih.
Sheeva mempercepat langkah kakinya menuju parkiran. Dia segera masuk ke dalam mobil dengan kekesalan dan amarah yang menggebu-gebu. Sheeva mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.
"Amora pasti mau balas dendam ke gue karena dulu waktu SMA, dia selalu berada di urutan kedua setelah gue. Ah, awas aja lo, Amora. Gue enggak bakalan biarin lo menang dari gue!" teriak Sheeva di dalam mobil.
Jalanan cukup senggang, Sheeva bisa lebih leluasa melajukan mobilnya dengan kencang. Di sepanjang perjalanan, Amora dan Amar terus disebutnya. Sheeva tidak fokus berkendara, hingga akhirnya dia menabrak seseorang.
"Astaghfirullah!" pekik Sheeva kaget. Kakinya yang jenjang menginjak pedal rem dalam-dalam.
...***...
Sheeva menutup mulut tak percaya ketika dirinya menabrak seseorang. Dia merutuki kebodohannya karena telah lalai berkendara. Akibat emosi dia justru mencelakakan orang lain.
"Lukanya berat enggak, ya?" tanya Sheeva.
Sheeva membuka sabuk pengaman, lalu segera turun dari mobil untuk memeriksa korban yang dia tabrak. Korban masih duduk di jalan, Sheeva menghampirinya. Sheeva jongkok menyetarakan tubuhnya dengan korban.
"Mas, ada luka yang parah enggak?" tanya Sheeva dengan wajah pucat. Dia sangat mencemaskan si korban, khawatir pria di hadapannya itu mengalami luka berat.
Korban tersebut tampak lebih tua, jadi Sheeva memanggilnya dengan embel-embel 'Mas' supaya lebih sopan. Pria tersebut sepertinya berumur sekitar 30 tahunan. Korban yang ditanya pun menggeleng seraya tersenyum.
"Enggak ada, aman," jawabnya.
"Maaf ya, Mas, aku tadi lalai berkendara jadi mencelakakan orang lain."
Beruntungnya korban tersebut tak mengalami luka serius. Hal tersebut karena Sheeva mengerem tepat sebelum menabrak si korban. Jadi hanya ada lecet saja karena korban sempat terjatuh, tidak ada luka parah.
"Santai aja, lain kali lebih berhati-hati," sahut si korban.
"Aku antar ke rumah sakit, ya?" tawar Sheeva masih membujuk si korban untuk memeriksakan lukanya tersebut ke rumah sakit.
Mau bagaimanapun juga, Sheeva merasa tak enak hati karena telah membahayakan nyawa orang lain. Sheeva tetap menawarkan pria di hadapannya untuk diantar ke rumah sakit. Sheeva tak masalah harus membiayainya, dia tidak akan lari dari tanggung jawab.
Menggeleng kepala cepat. "Enggak usah, cuman lecet aja, kok," tolak korban secara halus.
"Biaya rumah sakit, aku yang tanggung," ujar Sheeva.
Namun, pria di hadapannya tetap menggeleng. Jujur saja, dia tidak memerlukan perawatan dari rumah sakit hanya karena lecet sedikit. Menurutnya, sama sekali tidak masalah, nanti juga sembuh sendiri.
"Nanti kalau infeksi gimana?" tanya Sheeva khawatir.
Pria dengan tinggi 180 cm tersenyum samar melihat ekspresi wajah Sheeva yang tampak mencemaskannya. "Aman, cuman lecet biasa, Mbak. Kalau saya perhatikan tidak ada yang perlu dicemaskan," jawab korban.
Sheeva akhirnya mengangguk, dia tidak akan memaksa korban untuk ke rumah sakit. Korban disuruh untuk tetap diam di tempat, sementara dirinya kembali menuju mobil. Sheeva mengambil tas kecil yang ada di mobilnya, dia mencari kartu nama.
"Ketemu," ujar Sheeva memegang kartu namanya seraya tersenyum.
Sheeva masih diselimuti rasa bersalah, dia benar-benar tak mau lepas tanggung jawab. Sheeva kembali menghampiri korban, lalu tersenyum menatapnya.
"Ini kartu namaku," ujar Sheeva seraya menyodorkan kartu namanya.
Mata sang korban memicing tajam, memperhatikan wajah cantik jelita itu dengan lekat. Dia tampak kebingungan untuk apa Sheeva memberikannya sebuah kartu nama.
Karena penasaran, si korban pun berkata, "Kartu nama, untuk apa, Mbak?" tanyanya seraya mengambil kartu nama tersebut.
Sheeva mengangguk. "Mas bisa menghubungiku kapan aja. Kalau membutuhkan bantuan, aku akan membantu sebagai penebus rasa bersalahku."
Dilihatnya kartu nama tersebut oleh si korban, lalu tersenyum. 'Ooh, jadi gadis ini adalah artis dan foto model yang sedang naik daun itu. Pantas saja wajahnya begitu familiar.'
"Baiklah, kalau memang saya butuh bantuan maka akan menghubungimu. Terima kasih, Mbak," ujarnya.
Sheeva sengaja memberikan kartu namanya, supaya dia bisa membantu korban kalau suatu saat membutuhkan bantuan. Dengan begitu, Sheeva akan menebus rasa bersalahnya karena telah membahayakan orang lain.
"Sama-sama. Jangan sungkan kalau butuh bantuan!" timpal Sheeva.
Setelah memastikan tidak ada luka serius pada korban, Sheeva pamit. Sheeva masuk ke dalam mobilnya dan melanjutkan perjalanan. Hanya saja, dia tidak akan langsung pulang ke rumahnya.
Amaar dan Amora membuat mood-nya berantakan hari ini. Gara-gara dua manusia itu, Sheeva membahayakan orang lain. Bagaimana kalau kecelakaan yang dialaminya itu serius? Ah, sepertinya Amar dan Amora akan senang mendengarnya.
"Mama dan Papa harus tahu kebusukan Amaar. Tapi bagaimana caranya? Mama dana Papa pasti enggak bakalan percaya." Sheeva yang awalanya berniat membongkar kebusukan sang calon tunangan jadi berpikir dua kali untuk mengadukan masalah ini kepada Damian dan Salwa. Kedua orang tua Sheeva tidak mungkin percaya begitu saja sebelum ada bukti nyata di depan mata.
Melihat Salwa yang begitu perhatian kepada Amaar memang membuat Sheeva miris. Salwa dan Damian tidak akan percaya begitu saja pada dirinya. Terlebih Amaar selalu bertingkah laku baik, berkata manis di depan semua orang sehingga tak mungkin ada yang percaya jika pria itu berengsek.
"Ah, daripada mood gue semakin hancur lebih baik pergi menenangkan diri ke suatu tempat. Mumpung masih break. Ehm ... tapi ke mana, ya?" tanya Sheeva bingung.
Sheeva berpikir sejenak, harus ke mana dia pergi sekarang. Namun akhirnya, satu tempat muncul dalam pikirannya. Sheeva tersenyum tipis, lalu berputar arah untuk menuju tempat tersebut.
"Lebih depan sedikit, Mbak!" ucap tukang parkir sambil memberi aba-aba. Bunyi pluti terdengar nyaring di telinga Sheeva siang itu.
Sheeva mengangguk seraya tersenyum, dia mengikuti arahan tukang parkir tersebut. Setelah selesai, dia segera turun dari mobilnya, lalu masuk ke dalam kafe. Ya, Sheeva memang mengunjungi kafe, tetapi bukan kafe pada umumnya.
Kafe yang dikunjungi oleh Sheeva berbeda dengan yang lain. Hal tersebut dikarenakan mengusung konsep di mana pengunjung dapat bermain bersama kucing.
"Miaw, miaw."
Seekor kucing menghampiri ke arah Sheeva. Dengan senang hati, gadis itu berjongkok dan menggendong kucing tersebut. Kucing memang hewan lucu nan menggemaskan yang disukainya.
Dalam keadaan seperti ini, bermain bersama kucing yang lucu bisa membuat suasananya lebih tenang. Setidaknya, emosi Sheeva mulai reda, tidak terlalu menggebu seperti awalnya.
"Mau pesan apa, Mbak?" tanya pelayan pada Sheeva.
"Sebentar ya, lihat-lihat dulu menunya," jawab Sheeva dengan ramah. Dia sesekali merapikan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya yang mancung saat menyadari bahwa pelayan kafe tersebut tengah memandanginya dengan lekat.
Menjadi artis dan model tanah air membuat Sheeva terkenal, tak ada satu orang pun yang tidak mengenali siapa dara cantik kelahiran dua puluh lima tahun silam. Oleh sebab itu, ke mana pun dia pergi, kacamata hitam dan topi menjadi teman sejati guna menutupi penyamanarannya agar tidak ada orang yang menyadari bahwa dia itu adalah artis papan atas. Kalaupun memang penyamarannya diketahui para fans-nya, tentu saja dia bersedia menyapa mereka dengan ramah.
Sheeva melihat menu yang ada di sana. Tersedia berbagai pilihan menu membuat Sheeva bingung. Pasalnya, makanan yang pernah dicoba oleh Sheeva saat berkunjung ke sana tidak ada yang gagal.
"Mint Choco Vanilla Milkshake, Frozen Choco Banana," ujar Sheeva akhirnya menentukan.
"Baik, Mint Choco Vanilla Milkshake satu, Frozen Choco Banana satu, ada tambahan lagi?"
"Tidak ada, itu saja," jawab Sheeva.
"Oke, ditunggu dalam beberapa menit ya, Mbak. Permisi."
Setelah pelayan tersebut pergi, kini Sheeva bermain dengan dua kucing yang naik ke pahanya. Sheeva mengelus kedua kucing tersebut dengan gemas. Sheeva akan bermain dengan kucing seraya menunggu pesanan dan sahabatnya yang datang.
Di perjalanan, Sheeva sempat menghubungi sahabatnya. Sheeva ingin bercerita terkait apa yang telah dilihatnya. Tentu saja tentang Amar, Amora, hingga dirinya yang menabrak seseorang.
"Sheeva!" panggil seseorang dari belakang.
Sheeva menoleh ke belakang, sahabatnya telah datang. Sheeva melambaikan tangannya, menyuruh sahabatnya itu mendekat.
"Makasih ya, udah nunggu lama," ujar sahabatnya.
"Kenapa sih, harus teriak kayak barusan? Nanti rame lagi pada ke sini!" protes Sheeva.
"Yaudah iya, maaf. Makasih ya, udah nunggu lama," ujar Mila. Akhirnya dia pasrah karena memang telah melakukan sebuah kesalahan.
"Gue juga baru, kok. Belum lama-lama banget," timpal Sheeva.
Sheeva memesankan Mila makanan pada pelayan yang mengantar pesanannya. Dia sengaja tidak memesankannya tadi sekalian, karena takut sahabatnya datang lebih lama dari perkiraan.
"Jadi gimana itu calon tunangan lo?" tanya Mila.
"Gue tadi lihat dia dan Amora lagi bercumbu, pakaian mereka bahkan hampir mau lepas," jawab Sheeva. Telapak tangan gadis itu mengepal saat membicarakan kedua makhluk tak tahu malu macam Ammar dan Amora.
"Gila, terus reaksi mereka gimana waktu lo datang ke sana?"
"Biasa aja, kayak enggak bersalah."
Mendengar apa yang diceritakan oleh Sheeva, membuat Mila geram. Dia tak menyangka kalau Amaar ternyata selingkuh di belakang Sheeva. Terlebih, selingkuh dengan Amora.
"Mereka enggak bisa dibiarkan," ujar Mila.
Sheeva dan Mila pun bercerita panjang lebar terkait masalah tersebut. Keduanya memang menyukai kucing, jadi bercerita sambil bermain bersama makhluk menggemaskan itu lebih seru.
"Eh, jangan gigit, dong!" tegur Sheeva pada kucing.
"Jadi lo nabrak cowok tadi?" tanya sahabatnya.
"Iya, kaget banget. Dia nolak mau dibawa ke rumah sakit, katanya cuman lecet biasa nanti juga sembuh."
Mila tampak manggut-manggut sambil menyesap minuman dingin miliknya. "Udah tua, anak sekolah, atau gimana?"
"Kayaknya lebih tua dikit."
"Aduh, hati-hati jodoh!" ucap Mila santai. Dia memang biasa bergurau dengan sahabatnya itu.
Sheeva terkekeh mendengar penuturan Mila. Bisa-bisanya mempunyai sahabat random, menabrak pria seumuran di jalan malah diperingatkan terkait jodoh. Sheeva jadi berpikir, bagaimana kalau apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu menjadi kenyataan?
Tangan Sheeva melambai ke udara. "Alah, enggak mungkin." Berpikir bagaimana mungkin berjodoh, toh mereka hanya kebetulan saja bertemu. "Udah ah, mendingan kita nikmati semua hidangan ini. Khusus hari ini, gue yang traktir deh."
...***...
Merantau ke ibukota untuk mendapatkan pekerjaan ternyata lebih sulit dari yang dibayangkan. Hal tersebut sedang dirasakan oleh Azam. Hari ini, dia sudah berkeliling mencari pekerjaan di ibukota, mengunjungi beberapa perusahaan. Akan tetapi, tak ada satu pun yang mau mempekerjakannya dengan alasan tidak ada lowongan pekerjaan.
Amplop cokelat yang berisi surat lamaran pekerjaan itu digenggamannya. Kini, dia singgah terlebih dahulu di warung kecil pinggir jalan. Azam merasa tenggorokannya kering, oleh sebab itu dia singgah terlebih dulu membeli minum di sebuah warteg kecil di pinggir jalan.
Seorang wanita paruh baya memindai penampilan Azam mulai dari atas kepala hingga ke ujung kaki. Kemeja lengan panjang warna putih terlihat begitu cocok dengan warna kulit putih bersih sang pemuda. Celana kain warna hitam membungkus kakinya yang jenjang.
"Sedang mencari pekerjaan, Mas?" tanya penjaga warung ramah.
Azam tersenyum menanggapinya. Tanpa menjawab lebih pun, orang-orang juga pasti mengerti kalau dirinya tengah mencari pekerjaan. Amplop cokelat memang sudah bukan rahasia lagi untuk para pencari kerja.
"Masih muda harus semangat, jangan gampang nyerah. Kalau kitanya semangat, nanti pasti ada saja jalannya," sambung penjaga warung tersebut, memberi semangat pada pria tampan di depannya. Walaupun tidak bisa membantu, setidaknya dia dapat menyalurkan sedikit energi positif agar Azam tak pernah menyerah untuk mendapat pekerjaan.
"Iya, Bu. Pasti ada jalannya," sahut Azam seraya memberi senyuman.
Azam memesan satu gelas teh manis dingin untuk menyegarkan tenggorokan. Dia berpikir keras, ke mana lagi dirinya harus mencari pekerjaan? Tak ada satu pun perusahaan yang mau mempekerjakannya, sebab tak ada lowongan bagi karyawan tamatan SMA.
Bukannya tak semangat, Azam semangat mencari kerja. Hanya saja dirinya frustasi, sudah 2 bulan di ibukota mencari pekerjaan, masih belum mendapatkannya. Sementara, hidup sehari-hari pun membutuhkan biaya.
"Jadi totalnya berapa, Bu?" tanya Azam setelah menegak habis es teh manis yang dipesannya beberapa saat lalu.
"Lima ribu," jawab penjaga warung.
Azam memberikan uang lima ribu rupiah pada penjaga warung tersebut. Lalu, dia pergi meninggalkan warung untuk kembali ke kost-annya. Azam memilih untuk jalan kaki, kebetulan jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasinya saat ini. Daripada mengeluarkan ongkos, berjalan kaki tidak terlalu buruk. Hitung-hitung olahraga.
"Capek juga ternyata," kekeh Azam seraya merebahkan tubuhnya ke atas ranjang.
Azam melirik ke atas nakas, di sana ada kartu nama orang yang waktu itu menabraknya. Tangannya yang kokoh meraih kartu nama tersebut dan entah mengapa sebuah ide terlintas di benak pria itu.
"Apa aku minta bantuan dia saja, ya? Siapa tahu dia bisa membantuku mendapatkan pekerjaan. Dia 'kan model dan artis terkenal pasti punya link di mana-mana," ucap Azam saat membaca nama yang tertera di sana.
Tidak ada jalan lain, Azam akan menghubungi Sheeva untuk meminta bantuan. Dia berharap Sheeva dapat membantunya memberikan pekerjaan. Azam memencet tombol hijau untuk menelepon Sheeva.
Akan tetapi, Azam tak jadi melakukannya. Dia merasa sungkan kalau harus menelepon langsung. Azam memilih untuk mengirimkan pesan terlebih dahulu. Dia meminta Sheeva untuk bertemu dengannya di sebuah tempat.
[Halo, Mbak Sheeva. Maaf mengganggu. Sebelumnya perkenalkan, nama saya Azam. Kita pernah bertemu beberapa hari lalu saat Mbak tanpa sengaja menabrak saya.]
[Begini, Mbak. Apa kita bisa ketemuan kebetulan ada hal penting yang ingin disampaikan. Terima kasih dan maaf kalau sudah mengganggu aktivitas Anda.]
"Oke, tinggal nunggu dibalas," gumam Azam. Dia meletakkan telepon genggam itu ke ruang kosong di samping ranjangnya lalu kembali merebahkan tubuh di atasnya.
Di sisi lain, Sheeva baru saja selesai melakukan shooting. Dia menuju tempat di mana manajer dan make up artist-nya berada. Sheeva tersenyum pada kedua orang yang selalu menemaninya kerja itu.
"Makan dulu!" perintah manajernya. Rahmi menyodorkan satu kotak nasi ke hadapan Sheeva.
Dengan senang hati Sheeva menerima kotak makanan tersebut. "Thanks," ucapnya lembut.
Sheeva memakan makanan yang telah dipesan oleh manajernya. Lebih tepatnya, mereka makan siang bersama di lokasi shooting. Meskipun tidak bersamaan dengan para artis lain yang ada di lokasi.
Ketika sedang asyik menyantap makanan, Sheeva teringat akan benda pipih miliknya. "Ponselku mana?" tanya Sheeva.
Rahmi menyerahkan benda tersebut ke hadapan Sheeva. "Ini. Oh ya, tadi ponselmu berdering mungkin ada seseorang yang mengirimkan pesan. Dicek sendiri aja, Va, siapa tahu penting."
Kedua alis tertaut petanda bingung. "Siapa?" tanya Sheeva penasaran.
Manajer Sheeva menggendikan bahu. "Entahlah. Soalnya nama si pengirim tidak tercantum di phone book-mu."
Dikarenakan penasaran, Sheeva langsung membuka ponselnya. Ternyata benar saja, ada nomor asing yang mengirimnya pesan. Sheeva membuka pesan tersebut, ternyata isinya meminta bertemu dengannya.
Sudut bibir Sheeva tertarik ke atas saat mengetahui siapakah gerangan pengirim pesan tersebut. 'Oh, jadi namanya Azam.'
Senyuman manis terukir di bibir ranum Sheeva berhasil mengalihkan perhatian Rahmi pada segelas es dawet yang ada dalam genggaman tangannya. Memicingkan mata tajam pada sosok gadis cantik di sebelahnya.
"Va, kenapa kamu senyum-senyum sendiri? Apa isi pesan tersebut berisi lawakan atau jokes hingga membuatmu tersenyum?" tanya Rahmi penasaran.
Sheeva tersenyum samar. "Isi pesannya biasa-biasa aja kok, Mbak. Ini pesan yang dikirim oleh orang yang waktu itu aku tabrak. Dia ngajakin aku ketemuan. Mumpung masih rehat jadi aku mau ketemuan dulu sama dia sebentar." Sheeva memberi penjelasan kepada salah satu orang yang berjasa pada kelangsungan karirnya selama ini. Berkat Rahmi, dia bisa berada di puncak tertinggi ketenaran sebagai seorang artis dan model top terkenal tanah air.
Setelah mengetahui bahwa pesan tersebut berasal dari orang yang waktu itu ditabraknya, Sheeva langsung membalas. Dia menyetujui permintaan korbannya waktu itu. Lagi pula dia telah berjanji untuk memenuhi permintaan orang tersebut.
Sheeva mengajak bertemu di restoran yang tak jauh dari lokasi shooting. Segera saja dia mengirim alamat restoran terhadap si pria itu. Supaya tidak mengulur waktu, Sheeva akan bergegas menuju ke sana sekarang.
"Mbak Sheeva mau pergi?" tanya make up artis, ketika melihat Sheeva buru-buru menghabiskan makanannya.
"Iya, Mbak Anis. Aku ada urusan penting nih jadi mesti buru-buru," jawab Sheeva cepat. Akibat tergesa-gesa, Sheeva tersedak ayam goreng yang baru saja masuk ke mulut.
"Pelan-pelan dong, tidak ada orang yang mau merebut makananmu, Va." Rahmi menyororkan sebotol air mineral kepada Sheeva sembari mengusap punggung sang artis.
Sheeva mengangguk, lagi pula kenapa dia buru-buru menghabiskan makanannya? Padahal, Sheeva bisa mengirim pesan pada pria itu untuk menunggunya sebentar. Namun, dia tetap menghabiskan makanannya dengan cepat. Sheeva memakai kacamata hitam dan topi, lalu bergegas pergi.
Azam senang ketika mendapat balasan persetujuan dari Sheeva. Dia bersiap-siap untuk menuju ke lokasi restoran yang dikirim oleh Sheeva. Azam kini telah mengganti pakaiannya menjadi lebih rapi.
"Oke, pesan ojol dulu."
Azam memesan ojek online untuk mengantarnya ke lokasi restoran yang dituju. Dia kini tengah menunggu ojek online datang di depan indekosnya. Tak lama kemudian, ojek online yang dipesannya pun datang.
"Jadi, apa yang mau kamu bicarakan, Mas?" tanya Sheeva.
Kini, Sheeva dan Azam telah duduk berharap di sebuah restoran. Azam menarik napasnya panjang, dia akan menjelaskan maksud dan tujuannya meminta bertemu dengan Sheeva.
"Aku sudah mencari pekerjaan selama dua bulan di sini, tapi belum dapat. Masalahnya, tidak ada perusahaan yang nerima karyawan lulusan SMA," ujar Azam membuka suara.
"Aku frustasi, butuh pekerjaan secepatnya. Biaya untuk hidup sehari-hari di sini juga sudah semakin menipis. Jadi, aku hubungi kamu, karena merasa kamu bisa membantu untuk cari pekerjaan."
"Nenekku di kampung butuh biaya untuk pengobatannya, belum lagi adik-adikku masih sekolah. Sementara aku di sini masih menjadi pengangguran," tambahnya.
Sheeva merasa tak tega mendengar Azam yang kesulitan mencari pekerjaan. Dia tampak berpikir bagaimana caranya membantu pria di hadapannya saat ini. Akhirnya, satu ide terlintas dalam benaknya.
"Gimana kalau kamu kerja dengan aku, Mas?" tawar Sheeva.
"Maksudnya?" Azam bertanya balik, karena dia tak mengerti dengan tanggapan Sheeva.
"Gimana kalau kalau kamu kerja jadi sopir pribadi aku? Selama ini aku selalu diantar jemput oleh Elsa, asisten pribadiku. Jarak antara indekos-nya dengan rumahku cukup jauh, aku kasihan sama dia kalau harus pulang larut malam terus. Kalau Mas Azam jadi sopir aku, 'kan tidak masalah karena Mas laki-laki tindak kejahatan pada seorang pria lebih sedikit daripada wanita. Ehm, itu pun kalau Mas Azam mau."
Azam melongo tak percaya. Secepat itukah dirinya akan mendapatkan pekerjaan? Sementara Sheeva menatap Azam menunggu jawaban. Sheeva menawarkan pekerjaan itu karena memang dirinya membutuhkan sopir untuk mengantarnya ke mana-mana.
Dengan ragu Azam bertanya, "Mbak Sheeva serius?"
Sheeva mengangguk. "Seriuslah, Mas. Masa aku bercanda sih. Bagaimana, mau tidak? Akan ada uang lembur, biaya pengobatan jika Mas Azam sakit. Pokoknya gaji yang didapat sudah terima bersih deh," bujuk gadis itu.
Wajah Azam seketika semringah saat mendengar ucapan Sheeva. Kapan lagi mendapat kesempatan bekerja sebagai sopir pribadi dari artis terkenal papan atas.
Azam menerima tawaran dari Sheeva untuk menjadi sopir pribadi. Beruntungnya, Azam memiliki kemampuan menyetir. Jadi, dia langsung bisa menerima tawaran itu. Azam sangat bersyukur, karena Sheeva benar-benar bisa membantunya.
"Terima kasih, ya. Aku tidak pernah berpikir Tuhan akan mempertemukanku dengan gadis sebaik dan secantik Mbak Sheeva," ucap Azam seraya tersenyum.
Rona merah muda terpancar di kedua pipi Sheeva kala Azam memujinya. Sungguh dia merasa tersanjung atas pujian tersebut.
"Sama-sama. Kamu bisa mulai bekerja besok," ujar Sheeva sambil memalingkan wajah ke arah lain.
Benar-benar seperti mimpi, setelah frustasi mencari pekerjaan, akhirnya Azam mendapatkannya. Azam tak menyangka bisa bertemu wanita sebaik Sheeva. Padahal, Sheeva merupakan artis yang terkenal.
Menurut Azam, biasanya artis yang terkenal dan banyak uang itu pada sombong. Namun, tidak dengan Sheeva, wanita itu justru kebalikannya. Sheeva juga mampu menghargai orang lain.
"Mau pesan apa?" tanya Sheeva pada Azam.
"Tidak usah, aku langsung pulang saja," jawab Azam.
Azam tidak mempunyai uang banyak untuk memesan makanan di restoran tersebut. Kantongnya cukup tahu diri untuk memesan di sana. Sheeva sepertinya menyadari akan hal itu.
"Aku yang traktir," ucap Sheeva.
Azam menggeleng. "Tidak perlu, Mbak. Aku tidak mau merepotkanmu."
Berdecak kesal. "Kalau begitu, aku tarik ucapanku tadi. Aku tidak jadi membuka lowongan untuk sopir pribadi!" ancam Sheeva.
Sheeva dapat menebak kalau Azam belum makan. Maka dari itu dia ingin berbagi dengan mentraktir Azam makan di sana. Azam tak bisa menolak ketika Sheeva mengancamnya seperti itu.
Pada akhirnya Azam terpaksa menuruti permintaan Sheeva. Dia memesan makanan secukupnya karena tidak mau dicap lelaki berengsek yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!