Perseteruan dari kubu dua Genk motor terbesar dan cukup di takuti, rupanya tak dapat terelakkan lagi malam ini.
Masalah yang mungkin bisa dianggap sepele namun juga berarti besar bagi para pemuda dengan gairah yang sedang menggebu-gebu seperti mereka.
Ketika ketua Genk motor lawan merasa tak terima dan tak mau tersaingi tentunya.
Terkadang, masalah daerah kekuasaan pun bisa menjadi bara dari cikal bakal permusuhan keduanya.
Akan tetapi malam ini lebih sensitif lagi.
Choki Zakaria ketua dari Genk motor Speed, yang di duga telah merebut wanita incaran dari Bopeng, alias Ronald. Terpaksa harus lari ketika ketua dari genk motor Storm itu menyudutkannya dengan senjata api.
Jika hanya senjata tajam atau tangan kosong pemuda berwajah tampan itu masih mampu bertahan, tapi, ternyata Ronald menodongkan senjata api ke arahnya. Bahkan pria itu sudah melesatkan timah panas itu hingga hampir mengenai pelipis Choki, jika saja pemuda itu tidak berkelit dengan cepat.
Keberuntungan mungkin, masih berada di pihak ketua dari Genk motor Speed ini.
"Ini semua salah paham! Gua kagak pernah jalan sama cewek lu, Bopeng!" elak pemuda dengan rambut sepekat malam membela diri.
Akan tetapi, pemuda di hadapannya yang sudah tersulut amarah nampak tidak mau peduli dengan apapun termasuk penjelasan dari dirinya.
Justru yang Bopeng alias Ronald inginkan saat ini adalah melubangi kepala pemuda di hadapannya yang selalu berhasil mendapatkan apapun yang dia inginkan termasuk gadis incarannya.
Demi menyelamatkan nyawanya, Choki pun terpaksa melarikan diri. Pemuda ini tentunya tak mau mati konyol. Setidaknya, ia harus mencari selamat dulu dan melihat celah sehingga dapat mengalahkan Ronald.
Sebenarnya, Choki juga punya senjata api. Akan tetapi, ia tidak membawanya malam ini. Mana tau jika, salah satu Genk motor yang manjadi lawannya ini akan datang menemuinya dengan beberapa tembakan nyasar.
Choki membawa motornya melaju kencang di malam yang pekat itu. Tak peduli lagi akan tim jaguar yang mungkin berpatroli dan menangkapnya. Justru menurutnya itu lebih baik.
Sayang, lokasi mereka saat ini cukup terpencil dan sepi dari pemukiman, juga cukup jauh dari pos polisi.
Tak peduli apapun, yang ia tau adalah menjauhi tembakan demi tembakan yang dilesatkan oleh senjata api milik pengemudi motor sport di belakangnya.
"Brengsekk!" Bopeng terus memaki sambil menaikkan kecepatan pada kendaraan roda duanya itu.
Sebelah tangannya yang menggenggam senjata api sesekali di arahkan ke depan. Akan tetapi, lawannya itu begitu mudah berkelit dari kejarannya.
Sehingga, pemuda dengan rambut agak gondrong dengan tatto di pergelangan tangannya ini agak kesulitan untuk menembak.
Di depan sana, Choki sesekali berdecih kala ia menoleh ke belakang. Musuhnya itu masih terus mengejarnya.
"Sialan emang tuh si Ronald. Padahal gua sama tuh cewek gak sengaja ketemu di klub itu," gumam Choki, pemuda berhidung mancung dengan kulit putih dan tubuh tinggi atletis itu.
Tanpa mengendurkan laju kendaraannya, karena Choki tak mau isi dari senjata api itu menembus ia punya tengkorak kepala.
Sementara itu, malam yang semakin pekat. Tak menyudahi kegiatan dari seorang wanita muslimah yang tinggal sendirian di dalam kontrakannya.
Annisa Meizani. Gadis muda yang terpaksa tinggal sendiri setelah kedua orang tuanya dan sang adik meninggal dunia. Setahun tahun lalu dalam bencana gempa yang melanda kampung halamannya.
Hijrah ke kota untuk memulai kehidupannya sekaligus menata hatinya. Hal itu membuat Annisa memutuskan berjualan basreng sembari mengajar di salah satu sekolah dasar swasta, sebagai guru agama.
Gadis muslimah dengan paras teduh itu sesekali terlihat menyeka keringat yang menetes di pelipisnya.
Karena, pada saat ini dirinya berada di depan kompor yang menyala dengan wajan panas yang berisi basreng.
Setelah matang, Annisa meletakkan basreng itu ke atas tampah lebar yang di lapisi kertas koran. Gunanya agar minyak tersebut menyerap dan basreng dalam keadaan kering serta tidak panas lagi.
Setelahnya gadis muslimah ini akan memasukkannya dengan ukuran tertentu ke dalam pouch berbagai ukuran.
Wangi daun jeruk seketika menguar cari camilan yang manjadi favorit di beberapa kalangan tersebut.
Annisa terlihat memisah-misahkan basreng tersebut ke beberapa tempat dan memberikannya berbagai macam bumbu yang berbeda.
Tentu saja yang paling banyak adalah basreng dengan rasa pedas mercon.
Annisa menggelung rambut panjangnya ke atas hingga leher jenjangnya yang putih nampak berkilat karena banjir keringat.
Gadis itu memutar kipas angin ke arah wajahnya yang nampak kegerahan.
Annisa mendongak ke arah benda bulat yang menentukan jam berapa saat ini.
"Sudah hampir jam dua belas malam. Mungkin, lima belas menit lagi semua ini selesai. Aku harus tidur lebih dulu agar bisa bangun untuk solat tahajud nanti," gumam Annisa. Merangkai rencana demi rencana sebelum menyelesaikan pekerjaannya rutin setiap malam.
Di tempat lain dalam waktu yang sama. Choki berhasil di kejar oleh Bopeng dengan senjata api yang di todongkan ke arahnya.
"Astaga!
Dorr!!
"Akh!!"
Choki terjatuh dari kendaraannya dan terguling di atas aspal. Sebelah tangannya memegangi bahu yang terserempet timah panas. Seketika, luka itu pun mengeluarkan darah cukup banyak.
Sshh.
Choki sekuat tenaga menahan rasa panas yang menjalar dari bahu hingga ke pergelangan tangannya. Bahkan, jemarinya sulit di gerakkan.
Meskipun hanya terserempet namun, Choki yang sedang berada pada kecepatan tinggi tentu saja membuat pemuda itu menghentikan kendaraannya mendadak yang mengakibatkannya terjungkal ke depan.
"Argh!" Choki terdengar mengerang sebelum akhirnya ia sadar dan kembali bangkit untuk menghampiri kendaraannya.
Dengan cepat, pemuda berahang tegas itu kembali berada di atas motornya dan melaju menghindari pemuda yang kini tengah menggila ingin menghabisi nyawanya.
Tak ada kawan-kawannya kali ini. Mereka semua pasti sedang sibuk juga menghadapi para anak buah Bopeng.
Choki memaksakan tubuhnya untuk kuat meski darah terus mengalir deras dari bahunya. Jaket denimnya sudah basah bersimbah cairan merah berbau anyir itu.
Beberapa bagian tubuh lainnya juga luka karena ia sempat terjatuh dari motornya tadi. Seperti siku dan juga lutut.
Choki, akhirnya memilih masuk ke dalam gang sempit demi mengecoh Ronald.
"Sial! Kemana si Jack kampret itu!" Bopeng alias Ronald memukul kencang body depan motornya menggunakan gagang senjata api. Di kalangan anak Genk Choki terkenal dengan panggilan sebagai Jack.
Tak lama, beberapa motor datang mendekat ke arah Bopeng.
"Gimana Bos?"
"Si Jack masuk kedalam gang. Motor gua kagak muat masuk sana," decak Ronald atau lebih di kenal sebagai Bos Bopeng.
Pemuda itu nampak kesal karena buruannya lepas dari pandangan matanya.
Di pertengahan jalan, kendaraan yang di naiki oleh Choki berhenti mendadak.
Ternyata ia kehabisan bensin karena, bahan bakar dari kendaraannya itu bocor.
Demi keselamatan, pada akhirnya Choki meninggalkan motor sportnya itu di pinggir pemukiman.
Ternyata, keberadaannya di lihat oleh anak buah Ronald. Hal itu membuat, Choki berlari sekencang yang ia bisa.
"Gua kagak boleh mati di tangan cecunguk itu! Gila aja," gumam Choki sambil berlari memegangi bahu kirinya.
Merasa semakin terancam karena Ronald mendapat bala bantuan.Tanpa berpikir lagi, pemuda yang sudah dibanjiri peluh itu pun masuk ke dalam pekarangan salah satu warga lalu mengetuk pintunya.
Choki memilih rumah itu karena dilihatnya lampu masih terang menyala.
Sehingga ia berpikir untuk meminta perlindungan terhadap siapapun itu.
Bak bak bak!
Choki dengan gusar menggedor pintu rumah itu sangat kencang.
Annisa yang sedang merapikan berbagai peralatannya dalam membuat basreng pun kaget dan terpaku beberapa saat dalam kebingungan.
"Siapa yang bertamu tengah malam begini?" batin Annisa.
Gadis itu berjalan keruang tamu dan mengintip dari jendela.
Nampak dalam remang sosok pria yang mengenakan jaket bersandar di pilar rumahnya.
Annisa membekap mulutnya sambil beristigfar dalam hati.
Tak lama kemudian, Choki merasa tak mampu lagi menopang tubuhnya dengan kedua kaki. Ia pun terjatuh duduk.
Brukk!!
"Astagfirullah!!" Annisa terlonjak kaget.
Takut, tapi rasa kemanusiaan dalam hatinya mendorong gadis itu untuk meraih kerudung instan dan juga niqob-nya.
Annisa memutuskan keluar dengan kewaspadaan.
Mencari tau, siapa pria asing yang tergeletak tak berdaya di teras rumahnya.
"Ya Allah, dia berdarah!!"
...Bersambung...
Dengan gemetar, Anissa tetap melangkah untuk mendekat. Karena, ia harus memastikan apakah sosok asing yang ada di teras rumahnya ini masih hidup atau tidak.
Annisa menyalakan senter pada ponselnya menyorot pada wajah pemuda di hadapannya.
"Ya Allah!" Sekali lagi Annisa memekik kaget karena Choki masih dalam keadaan setengah sadar. Pemuda itu sesekali membuka matanya dan berusaha mengeluarkan suara.
"To–tolong, selamatkan aku," ucap Choki lirih.
Mendengar kalimat dan raut wajah penuh permohonan itu. Ditambah lagi keadaan pemuda di hadapannya sungguh-sungguh nampak tak berdaya.
Annisa mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumahnya dan juga jalanan di depan.
Sepi.
Tak ada nampak batang hidung manusia yang masih berkeliaran.
Ketakutan yang tadi hinggap dalam benak Annisa, seketika mulai berubah menjadi rasa iba.
Akan tetapi, gadai itu masih nampak ragu. Untuk membawa pemuda itu kedalam rumahnya.
Jarak rumah kontrakan Annisa memang agak berjauhan dengan letak rumah tetangganya. Dia juga tak mungkin berteriak tengah malam begini.
Melihat napas dari pemuda itu yang tercekat, Annisa tak ada pilihan lagi.
Choki yang akhirnya tak sadarkan diri karena telah kehilangan banyak darah. Membuat Annisa menyeretnya untuk masuk kedalam rumah.
Gadis itu langsung mengunci pintu dan meletakkan Choki di atas sofa butut yang terletak pada ruang tengah kontrakannya yang hanya empat petak ini.
Annisa memberi pertolongan pertama dengan membersihkan luka pada bagian bahu Choki.
"Maaf, Annisa harus buka baju kamu," ucap gadis itu meminta ijin untuk membuka jaket serta kaus yang melekat pada tubuh atletis Choki.
"Astagfirullah. Astagfirullah," gumam Annisa ketika dirinya melihat luka-luka yang terdapat pada bahu pemuda ini. Annisa juga kaget ketika melihat dada bidang serta perut sixpack Choki.
Seumur hidup, dirinya belum pernah melihat tubuh pria dewasa manapun. Bahkan, adiknya sendiri.
Berbekal dengan ilmu yang ia miliki ketika masa-masa kuliah dulu. Dimana Annisa pada waktu itu adalah anggota PMR dan juga tim SAR yang pernah sempat menjadi sukarelawan di salah satu komunitas tim penyelamat independen.
Dia sudah pernah melakukan penyelamatan pertama pada korban bencana. Sehingga, pada saat ini Annisa tau apa yang harus ia lakukan tanpa merasa panik. Annisa juga memiliki beberapa persediaan obat yang bisa ia gunakan sebagai pertolongan pertama.
Selesai sudah Annisa membalut luka sambaran peluru di bahu Choki. Hingga, gadis itu beralih pada luka yang berada di siku dan juga lutut.
Gadis berkerudung lebar dengan niqob yang menutupi wajahnya, hingga hanya kedua matanya yang terlihat. Kini bangkit berdiri merapihkan semua alat yang baru saja ia gunakan untuk mengobati luka.
Berlalu ke dalam dan meninggalkan pemuda asing ini sendirian di ruang tamu.
Setelah itu Annisa meletakkan air dan juga makanan, di atas meja. Sebelum gadis itu masuk kedalam kamarnya. Ia pun menutupi tubuh terbuka Choki dengan kain selimut.
Pukul setengah tiga dini hari Annisa terbangun untuk melaksanakan kebiasannya solat tahajud.
Gadis itu menguap di atas kasur yang terdapat di dalam kamarnya. Annisa kembali mengenakan kerudung dan juga niqob. Pada saat ia keluar dari dalam kamar.
Karena di dalam rumah itu ada orang lain yang bukan mahramnya.
Annisa menengok sekilas dan nampak Choki masih dengan keadaan yang sama ketika ia tinggalkan semalam.
Annisa pun kekamar mandi untuk istinja dan berwudhu.
Pada saat ia ingin kembali ke kamarnya. Di atas sofa tak ada sosok pemuda yang ia selamatkan itu.
"Loh, cowok tadi mana? Gak mungkin dia keluar, kan pintu di kunci," gumam Annisa yang kini tengah mengedarkan pandangannya di ruang tamu.
Akan tetapi, ketika gadis ini berniat berbalik ke dalam kamar.
Grep!!
Ada tangan kekar seseorang yang membekap mulutnya. Lalu menyeret, Annisa ke dalam dan bersembunyi di balik dinding kamarnya. Tak lupa, Choki mematikan lampu ruang tamu.
"Diamlah. Ku rasa ada seseorang yang sedang mengawasi rumahmu," ucap Choki dengan berbisik di samping telinga Annisa.
Seketika, dada gadis itu berdebar tak karuan. Apalagi, ini adalah pertama kalinya dia membawa laki-laki masuk kedalam rumahnya.
Annisa membulatkan matanya ketika, dirinya seketika memegang ketika posisinya tubuhnya menempel pada sosok pemuda yang bertelanjang dada ini.
Choki terus menyeret Annisa ke depan jendela yang terdapat di dalam kamar gadis itu. Di sana ia mengintip suasana luar rumah. Ketika di rasa aman, maka pada saat itulah ia melepaskan telapak tangannya dari mulut Annisa.
Uh!
Huh ... hah!
Annisa mengambil napas sebanyak-banyaknya. Dadanya terasa sesak karena susah bernapas dan juga takut.
Bagaimana tidak, jika saat ini dirinya tak tau siapa sebenarnya pria yang ia selamatan ini. Bisa saja dia itu penjahat yang mungkin saja mampu melukai dirinya.
"Kamu siapa? Kenapa kamu melakukan ini pada saya?" cecar Annisa dengan suara yang bergetar.
Matanya tanpa kedip memandang sambil menelisik ke arah pemuda di hadapannya.
"Kamu gak perlu tau siapa saya. Tapi, satu hal yang perlu kamu tau bahwa saya sangat berterimakasih karena sudah di selamatkan dan juga diobati luka-luka di tubuh saya ini. Ijinkan saya beberapa hari lagi menginap, sampai keadaan di luar sana benar-benar kondusif lebih dulu," pinta Choki.
"Tidak!"
"Jika anda sudah merasa lebih baik. Pergilah! Selesaikan urusan anda dan mintalah perlindungan pada yang berwajib jika memang anda merasa terancam. Tolong, jangan libatkan saya. Jangan sampai orang lain salah paham terhadap apa yang saya buat," tolak Annisa tegas.
Bahkan dalam hatinya, gadis ini ingin pria berkulit bak manekin itu keluar dari kamarnya saat ini juga. Anissa merasa kesehatan jantungnya terancam.
"Kamu mengusir saya? Asal kamu tau ya. Meskipun sedang terluka begini, saya bisa saja mencelakai kamu. Bahkan, saya bisa memperkosa kamu," ancam Choki dengan pikiran agar gadis di hadapannya takut padanya sana menurut.
Mendengar kalimat ancaman itu, Annisa langsung menyilangkan tangan di depan tubuhnya.
Raganya sontak bergetar.
Memangnya wanita mana yang mendapat ancaman seperti itu di depan matanya sendiri, yang tidak merasa takut. Tentu saja, Annisa merasakan takut itu. Apalagi, saat ini, Choki terlihat berjalan pelan untuk menghampirinya.
Pemuda yang bertelanjang dada itu entah kenapa nampak menyeramkan bagi Annisa.
"K–kau di datang kerumah ku dalam keadaan tak sadarkan diri. Dengan tubuh penuh luka d–dan bersimbah darah. Apakah ini cara balasanmu? Dengan mengancam untuk melakukan perbuatan jahat kepadaku?" tukas Annisa tegas.
Gadis ini berusaha untuk mengeluarkan segala keberaniannya agar ia tak dapat ditindas dengan mudah.
Choki yang mendengar ucapan Annisa, seketika merasa tertohok. Pemuda itu ingat bagaimana rasanya beberapa saat yang lalu. Ketika tubuhnya merasakan udara di sekitarnya mendadak dingin.
Entah apa yang terjadi padanya jika gadis di hadapannya ini tidak bersedia menyelamatkannya?
Akan tetapi dengan sikap tinggi hati, Choki tetap tidak mau mengakui perbuatan yang sudah di lakukan oleh Annisa.
"Pokoknya, jangan laporkan dulu keberadaanku di sini. Aku akan keluar ketika keadaan sudah aman. Kamu, jika mau menolong orang jangan setengah-setengah!" ujar Choki lagi.
Dengan berat hati dan lenguhan, Annisa pun menjawab.
"Baiklah, tapi keluar dari kamarku sekarang!" titah Annisa.
Choki pun keluar dengan. melewatinya yang berdiri di depan pintu kamar.
Sejak saat itu Annisa tidak keluar dari kamar hingga adzan subuh berkumandang.
Beberapa saat kemudian. Ketika Annisa baru saja selesai solat subuh.
Ada seseorang yang mengetuk pintu rumahnya.
Bersambung
Annisa kembali keluar kamar dengan mengenakan kerudung dan niqob-nya. Ketika sampai di ruang tamu, sepasang matanya yang indah bertabrakan dengan manik mata yang sebiru lautan milik Choki.
Annisa pun memberi isyarat pada Choki untuk bersembunyi di dalam. Karena, gadis ini tak mau jika ada orang lain yang menyadari bahwa dirinya menampung seorang lawan jenis di dalam rumahnya.
Apalagi selama ini citra Annisa sangat baik di mata masyarakat.
Sekalipun dirinya tinggal sendiri. Semua warga menghormati juga menghargai dirinya. Tak ada satupun, pria yang berani menggoda dirinya secara terang-terangan. Walaupun terdapat beberapa pria yang menginginkan Annisa sebagai istri dan itu di sampaikan melalui aparat warga yaitu pak RT.
Annisa, entah kenapa belum memikirkan untuk berumah tangga. Gadis itu masih merangkai hatinya menerima sebuah musibah besar yang hadir secara mendadak dalam hidupnya.
"Assalamualaikum!!"
Seseorang yang mengetuk pintu memberi salam, dengan ketukan semakin keras.
Klek!
"Wa'alaikum salam," jawab Annisa setelah membuka pintu dan nampaklah seorang ibu-ibu, yang mengenakan daster selutut, serta kerudung instan. "Ada apa yang Bu?" tanya Annisa dengan senyum ramah di wajahnya.
"Cuma mau nanya. Kamu kedatangan sodara?" tanya ibu itu menelisik sambil melirik ke dalam melalui celah pintu. Hingga, Annisa maju keluar dah menutup pintu tersebut.
"Gak ada, Bu. Keluarga dari kampung belum ada yang datang kesini," jawab Annisa dengan perasaan hati yang tegang campur takut. Risau, memikirkan tanggapan para warga jika tau di dalam rumahnya ada seorang pria tampan yang kebule-bulean.
"Masa sih? Tadi, pas bapak pulang dari musholla katanya ada bayangan tinggi di rumah kamu kayak sosok cowok gitu," cecar Ibu-ibu tersebut menelisik lebih dalam.
"Mungkin bapak salah liat, Bu. Saya masih sendirian seperti biasa," jawab Annisa berusaha tetap memasang ekspresi tenang.
"Ya, jaman sekarang mah, kita tetangga juga kudu awas Annisa. Karena kelakuan bejat itu gak peduli muslimah ataupun muslim yang terlihat alim. Ya sudah kalau tidak ada, saya mau pulang dan menyampaikan ini sama bapak," ucap Ibu tersebut seraya melangkah pergi. Akan tetapi, ekor matanya menangkap sesuatu di balik pot bunga.
"Sepatu laki-laki? Baik, aku akan sampaikan ini langsung ke pak RT saja. Awas aja kamu Annisa," batin ibu berdaster tersebut.
"Maaf ya, Bu. Insyaallah Annisa bisa menjaga marwah muslimah," ucap Annisa.
"Semoga saja Annisa. Karena kalau sampai terbukti kamu macam-macam. Seluruh warga kampung bisa saja mengusir kamu dari sini," ucap ibu itu lagi tegas.
"Astagfirullah. Pemuda itu harus pergi secepatnya dari sini. Kalau sampai ketahuan warga. Hidupku bisa berantakan. Nama baikku akan hancur seketika," batin Annisa.
Setelah wanita berdaster yang merupakan tetangga tak jauh dari rumahnya itu pergi, Annisa kembali masuk kedalam. Gadis itu menghela napasnya, ketika ia melihat piring dan gelas yang berserakan di atas meja. Semoga, ibu tadi tak menyadarinya. Pikir Annisa.
Di datangi salah satu tetangga. Membuat Annisa semakin risau dan khawatir. Ia takut, jika keberadaan pemuda ini bisa merusak citranya di mata masyarakat. Meskipun, niat Annisa memang tulus hanya ingin menyelamatkan saja.
"Sebaiknya. Anda pergi dari rumah saya secepatnya. Saya tidak mau jika, para warga tau, kalau saya menampung lawan jenis," tegas Annisa, bicara pada Choki.
Pemuda yang tengah duduk memainkan ponselnya ini, langsung mendongak dan menatap tajam ke arah Annisa.
"Takkan ada yang tau. Lagipula, aku akan bersembunyi di dalam rumahku. Aku berjanji tidak akan ada masalah yang menimpamu," ucap Choki penuh keyakinan.
Annisa, memejamkan matanya serta menarik napas dalam. Ia tak tau lagi bagaimana cara mengusir pemuda keras kepala di hadapannya ini.
"Sudah ada satu keluarga yang mencurigai ku. Dia termasuk salah satu warga yang ingin tau urusan orang lain. Istilahnya jaman sekarang itu kepo. Jadi, saya sangat khawatir jika keberadaan kamu ini akan merusak nama baik saya. Lagipula, keadaanmu sudah sehat. Kamu pasti kuat untuk melakukan perjalanan kembali. Atau, hubungi orang rumahmu atau temanmu. Menggunakan ponselmu itu," jelas Annisa sekaligus memberi saran kepada Choki.
"Keadaanku masih terancam. Bahkan, kawan-kawanku menyarankan agar aku sembunyi terlebih dulu. Jadi, bagaimana mungkin aku keluar sekarang yang artinya sama saja menjemput maut-ku sendiri," jelas Choki masih bersikukuh untuk tetap bertahan sembunyi di rumah Annisa.
"Huh, kenapa anda sama sekali tidak mengerti situasi," Annisa terlihat memijat pangkal hidungnya. Kepalanya mendadak pusing.
Kenapa jadi begini.
Bukankah niatnya hanya ingin menolong. Kenapa pria ini terus memaksa untuk tinggal. Apakah Allah tidak akan murka padanya, kalau begini? batin Annisa.
"Kalau begitu, tutup tubuh bagian atasmu itu dengan ini!" ujar Annisa seraya memberikan sarung kepada Choki.
"Aku akan membuang pakaianmu yang penuh darah itu. Karen aku tidak mungkin mencucinya dan menjemur di sini," ucap Annisa yang kemudian masuk kembali kedalam kamar. Setelahnya, wanita itu keluar dengan membawa handuk dan pakaian ganti.
"Lalu, apakah kau punya kaus yang bisa ku pinjam?" tanya Choki.
"Aku tidak punya. Adanya gamis dan mukena," jawab Annisa.
"Sudahlah, aku pakai ini saja!" ketus Choki.
Pemuda itu nampaknya agak kesal karena gadis ini terus saja mengusirnya.
Tak lama ponselnya mati, sementara kabel charge yang Annisa miliki tidak cocok.
"Haih, ponselku ini seharga dua puluh lima juta, jadi mana cocok dengan charger seharga dua puluh ribu," cibir Choki.
Annisa tidak mempedulikan Choki yang terus menggerutu. Gadis itu telah rapih dan hendak pergi mengajar. Tak lupa, ia membawa puluhan bungkusan basreng yang di masukkan kedalam sebuah dus mi instan.
"Kalau kamu pergi. Lalu nanti saya makan apa?" tanya Choki. Bahkan, Annisa belum memberikannya sarapan pagi.
"Di dalam kulkas ada telur dan juga mi instan. Anda bisa kan masak sendiri?" tukas Annisa. Gadis itu berkali-kali melihat jam yang melingkar di tangannya.
"Sial! Sejak kapan gue makan begituan. Mau gak mau dah!" batin Choki.
Pemuda itu pun mengangguk lemah, dan Annisa pun pergi meninggalkannya. Demi tak di curigai warga maka Annisa mengunci rumahnya dari luar.
Akan tetapi, Annisa lupa jika pintu belakangnya tidak di kunci.
Maka ketika Choki, membuka pintu itu sedikit demi mencari hawa, salah satu warga memotret keberadaannya dan melapor pada pak RT.
Memang setelah ibu berdaster itu menyambangi Annisa tadi lagi, ada beberapa warga yang mengawasi kediaman rumah Annisa.
Sore hari, Annisa baru kembali kerumah.
Ia di kagetkan dengan keadaan dapur yang sangat berantakan.
"Apa yang anda lakukan dengan dapur saya!!" pekik Annisa, seraya memegangi kepalanya.
"Wajar. Saya kan laki-laki. Jadi mana pernah masak. Lagipula, sebelah tangan saya kan sakit," jawab Choki santai tanpa rasa bersalah sama sekali.
Annisa menghembuskan napasnya demi mengontrol amarah. Tak lupa istighfar juga ia ucapkan berkali-kali dari balik niqob-nya.
Kemudian Annisa meminta Choki untuk membantunya membersihkan area dapur.
Sementara itu, beberapa warga nampak mengawasi dari depan rumah dan juga samping.
"Kayaknya beneran ada laki-laki yang di sembunyikan oleh Annisa," bisik salah satu warga.
"Kita hanya perlu bukti. Jangan bertindak gegabah apalagi anarki," pesan pak RT.
Di dapur.
Choki nampak kesulitan ketika Annisa memintanya mengepel lantai yang licin karena ulahnya tadi menggoreng telur.
"Hey kenapa basah sekali, aku kan ... akh!" Annisa terpeleset dan mereka berdua pun terjatuh. Posisi Choki yang membelakangi Annisa membuat pria itu jatuh tengkurap dan tertimpa tubuh gadis tersebut.
"Bahuku!" pekik Choki.
Untung saja pria itu sudah mengenakan kaus yang di belikan oleh Annisa.
Tiba-tiba, dari arah pintu belakang.
Brakk!!
"Astagfirullahal adzim!"
"Keterlaluan kamu Annisa!!"
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!