NovelToon NovelToon

TERGODA IPAR

01

Faris mencium kedua tangan orangtuanya, Asih dan Slamet yang sudah berjuang untuk biaya kuliah Faris selama 4 tahun.

Kini Faris menghadiahkan toga wisuda dengan gelar kehormatan atau cumlaude.

Hasil yang sangat membanggakan, Faris berikan untuk kedua orangtuanya.

"Setelah ini Faris mau bekerja, Bapak sama Ibu gantian istirahat dirumah." Kata Faris.

Slamet tersenyum, merasa bangga dengan putra semata wayangnya yang begitu menyayanggi dirinya dan istrinya, "Nggak perlu buru buru, kamu istirahat dulu aja nggak apa apa. Bapak masih bisa kerja."

Asih menyahuti, "Bener kata bapak kamu, istirahat dulu jangan buru buru."

Faris menggelengkan kepalanya, "Faris udah dapat pandangan pekerjaan. Diajak Mas Rizal ke kota buat ngurus perusahaan mas Rizal."

"Rizal anaknya Budhe Tantri?" Tanya Asih.

Faris mengangguk, "Iya Bu, perusahaannya gede dan Mas Rizal juga mau ngasih bayaran gede kalau aku mau kerja disana."

"Kalau kamu kerja dikota, kamu butuh modal buat cari kosan sama makan selama sebulan, nanti Bapak carikan modalnya dulu buat kerja kamu." Kata Slamet.

Faris menggelengkan kepalanya, "Nggak perlu pak, Mas Rizal malah minta aku buat tinggal dirumahnya sementara sampai aku dapat gaji, nanti kalau sudah dapat gaji aku bisa cari kosan." Ungkap Faris.

"Tapi si Rizal itu udah punya istri lho, memang nggak apa apa kalau kamu tinggal disana?" Tanya Asih terlihat khawatir.

"Mungkin nggak apa apa Bu, nanti Faris juga bisa bantuin kerjaan rumah mereka kan." Kata Faris yang akhirnya disetujui oleh kedua orangtuanya.

Dan benar saja, selang beberapa hari setelah wisuda, Rizal menjemput Faris ke kampung untuk diajak ke kota.

"Nggak enak nih masa dijemput sendiri sama bosnya." Canda Faris membuat Rizal tertawa.

"Apa sih kamu, nggak usah ngeledek deh." Balas Rizal.

Setelah packing dan mempersiapkan banyak hal, Faris bersiap untuk berangkat menggunakan mobil Rizal.

"Nitip Faris yang nak Rizal," kata Asih pada Rizal.

"Tenang saja bulek, Rizal bakal awasi si Faris biar nggak kena pergaulan bebas disana." Kata Rizal menyakinkan.

Asih tersenyum lega, kini Ia dan suaminya bisa melepaskan Faris untuk bekerja dikota dengan penuh keikhlasan.

"Kita doakan saja si Faris sukses disana." Kata Slamet sambil mengelus bahu Asih.

Asih mengangguk setuju, "Iya pak, mungkin ini jalan untuk kesuksesan Faris."

Sementara itu Faris dan Rizal sudah hampir setengah perjalanan ke kota. Mereka harus menempuh 4 jam lamanya untuk sampai ke kota dan tak terasa sudah 2 jam mereka berada dimobil, bercerita tentang banyak hal.

"Makan dulu Ris." Ajak Rizal yang sudah menghentikan mobilnya direst area.

Tanpa protes, Faris mengiyakan ajakan Rizal karena tak enak jika harus menolak.

Keduanya makan disalah satu foodcourt yang ada direst area. Faris tampak memilih menu yang paling murah meskipun menurutnya itu sangat mahal.

Harga soto ayam dikampusnya dulu hanya 5ribu tapi disini harga soto ayam 15ribu, benar benar membuat geleng kepala.

"Kok soto? Kenapa nggak pesen nasi ikan apa ayam gitu biar kenyang." Kata Rizal.

"Nggak mas, ini juga sudah kenyang kok."

Rizal akhirnya mengangguk dan memberikan pesanan pada pelayan.

"Ada sesuatu yang mau aku minta sama kamu." Kata Rizal.

Faris mengerutkan keningnya, "Apa itu mas?"

"Nanti kalau kamu tinggal sama aku, apapun yang kamu lihat dan menurut kamu itu aneh, jangan katakan sama orang orang termasuk keluarga besar kita." Pinta Rizal.

Faris merasa aneh dengan permintaan Rizal namun Ia mengerakan tangan didepan bibirnya memberi kode jika Ia akan menutup rapat bibirnya. Tidak akan memberitahu siapapun tentang apa yang Ia lihat nanti.

Rizal tersenyum lalu menepuk bahu Faris, "Kamu memang bisa diandalkan."

Selesai makan, keduanya melanjutkan perjalanan. Tepat pukul 10 malam mereka sampai dirumah Rizal.

Seorang wanita paruh baya terlihat membukakan pintu untuk mereka, "Ini namanya Bik Sri, dia yang  membantu mengurus rumah ini." Kata Rizal.

"Selamat datang Aden, kalau butuh apa apa langsung bilang sama saya aja." Kata Bik Sri.

"Makasih Bik." Balas Faris dengan sopan.

"Kamarnya sudah disiapin kan Bi? Tolong anterin ke kamarnya ya?" Pinta Rizal yang langsung diangguki Bik Sri.

"Mari Aden."

Faris menyeret kopernya, memasuki rumah mewah Rizal yang membuatnya kagum.

"Aku harus lebih sukses biar bisa renovasi rumah Bapak jadi kayak gini." Batin Faris.

"Ini Den kamarnya." Kata Bik Sri membuka satu kamar dilantai bawah dan kamar itu terlihat mewah.

"Ini bener kamar buat saya Bik?" Tanya Faris terlihat tak percaya.

"Bener aden, gimana apa kurang bagus? Mau diganti dulu warna dindingnya?"

Faris menggelengkan kepalanya, "Enggak gitu, kenapa kamarnya bagus sekali."

Bik Sri tersenyum, "Tuan Rizal yang sudah mempersiapkan kamar ini."

"Tapi ini terlalu bagus."

"Nggak apa apa den, sudah tidak ada kamar lain. Jadi tempati saja."

Faris mengangguk, langsung masuk ke kamarnya dan berbaring diranjang yang sangat empuk.

"Gila ternyata seenak ini jadi orang kaya." Gumam Faris.

Bik Sri mengikuti Faris masuk ke kamar, "kamar saya ada disamping pojok, kalau mau sesuatu jangan sungkan bilang sama saya Den."

Faris mengangguk, "Dapurnya sebelah mana Bik? Soalnya kadang tengah malam saya bangun untuk minum." Kata Faris.

"Dapurnya didepan kamar saya Den. Tinggal lurus saja pasti sampai kamar saya."

Faris kembali mengangguk, "Terima kasih banyak Bik."

Setelah Bik Sri keluar, giliran Rizal yang memasuki kamarnya.

"Gimana? Nyaman nggak sama kamarnya?" Tanya Rizal.

"Nyaman mas, kamarnya bagus banget. Kasurnya juga empuk lagi."

Rizal tersenyum, "Syukur deh kalau kamu suka, kalau laper cari makanan ke dapur aja."

Faris mengangguk mengerti.

"Sekarang istirahat, kalau bisa besok pagi langsung ikut ke kantor ya." Pinta Rizal.

"Siap mas, udah sangat siap banget." Ucap Faris.

Rizal tersenyum dan langsung keluar dari kamar Faris, memberi waktu istirahat untuk Faris.

Faris terlalu senang  hingga tak terasa kantuknya menyerang dan terlelap namun hanya beberapa jam saja sebelum akhirnya tidurnya terusik karena haus ditengah malam.

Sudah menjadi kebiasaan Faris, bangun ditengah malam karena merasa tenggorokannya kering.

Faris keluar dari kamarnya, sesuai dengan intruksi dari Bik Sri, Ia akhirnya menemukan dapur dirumah mewah Rizal.

Faris mengambil sebotol air mineral untuk dibawa ke kamarnya.

Saat berjalan menuju kamar, Faris berpapasan dengan gadis cantik yang sangat Ia ingat jika itu adalah Vanessa istri dari sepupunya Rizal.

Faris tersenyum, menyapa kakak iparnya itu meskipun sedikit canggung karena Faris pernah bertemu namun hanya sekali, itupun dipesta pernikahan Rizal waktu itu.

"Nggak bisa tidur?" Tanya Vanes.

Faris menggelengkan kepalanya, "Enggak kok mbak, cuma haus."

"Oh." Balas Vanes lalu berjalan melewati Faris.

Bodohnya Faris tidak langsung memasuki kamarnya, Ia malah berbalik untuk memandangi Vanes yang memakai piyama pendek.

"Sangat cantik."

Bersambung..

02

Faris meletakan botol air mineral dimeja kamarnya. Ia lantas memukul kepalanya karena merasa sudah kurang ajar.

Tidak seharusnya Faris memandangi Kakak Iparnya dengan perasaan suka seperti tadi meskipun Faris merasa jika Vanes adalah tipenya.

Cantik, putih, langsing dan juga seksi. Sungguh membuat pikiran Faris menjadi liar.

"Jika Mas Rizal tahu, mungkin aku dibunuh saat ini juga!" gumam Faris lalu tertawa.

Setelah meneguk habis sebotol air mineral, Faris kembali berbaring diranjang tak lupa Ia memasang alarm diponselnya agar tidak terlambat bangun karena Ia harus mulai bekerja besok pagi.

Faris kembali memejamkan mata, 1 menit 2 menit hingga 30 menit Faris belum bisa memejamkan matanya.

Pikirannya melayang membayangkan tentang Vanes, sungguh membuat Faris gila. Baru saja sehari disini Ia sudah tertarik dengan kakak iparnya sendiri.

"Jangan bodoh Ris, ingatlah tujuan mu kesini untuk mencari uang bukan malah tergoda dengan istri orang!" omel Faris pada dirinya sendiri.

Setelah memaksakan diri, akhirnya Fariz bisa terlelap tidur hingga alarm ponselnya berbunyi menandakan jika hari sudah pagi.

Selesai mandi, Faris memakai setelan kemeja yang dibelikan oleh orantuanya kemarin.

"Baju ini tanda restu Bapak dan Ibu, semoga kamu pulang membawa kesuksesan."

Ucapan dari Bapaknya yang teringat jelas dipikiran Faris.

Dia bertekad harus sukses agar bisa membahagiakan orangtua yang menunggunya dikampung.

Selesai bersiap, Faris membuka pintu dan terkejut melihat Bik Sri berdiri didepan kamarnya.

"Eh kirain Aden belum bangun. Baru mau saya bangunin." kata Bik Sri.

"Faris pasang alarm jadi bisa bangun tepat waktu." ungkap Faris.

"Ya sudah Den, sekarang mari ke meja makan. Tuan dan Nyonya sudah siap untuk sarapan bersama."

Faris mengangguk, mengikuti langkah kaki Bik Sri menuju meja makan dimana sudah ada Rizal dan Vanes disana.

"Gimana? Bisa tidur nyenyak?" tanya Rizal saat Faris sudah duduk.

"Bisa mas." balas Faris, matanya tak sengaja menatap Vanes yang sedang mengoles selai pada roti.

"Sarapan dulu, abis ini kita berangkat." kata Rizal bersamaan dengan Vanes yang meletakan setangkap roti berisi selai coklat ke dalam piring Faris.

"Kalau nggak kenyang sarapan roti nanti bisa nambah nasi." kata Vanes.

"Eng enggak kok Mbak, roti sama susu sudah kenyang." kata Faris terdengar gugup.

"Santai aja Ris kalau disini. Mau makan atau masak sendiri nggak apa apa nggak usah sungkan." kata Rizal sambil tertawa.

"Iya mas." Faris mulai menikmati roti buatan Vanes yang entah mengapa rasanya sangat enak. Entah memang enak atau dirinya yang tidak pernah makan roti karena jika dikampung, Roti memang dikenal dengan makanan mewah dan hanya orang berduit yang bisa makan roti seperti ini.

Selesai sarapan, Rizal mengajak Faris berangkat. Yang membuat Faris merasa aneh, selama dimeja makan Rizal dan Vanes sama sekali tidak bicara. Entah mungkin memang kebiasaan mereka seperti itu tapi keanehan semakin terasa saat berangkat, Rizal sama sekali tidak berpamitan dengan Vanes, sikap keduanya sama sama dingin.

Rizal meninggalkan Vanes begitu saja padahal Vanes masih duduk dan menikmati sarapannya.

"Berangkat dulu ya mbak." ucap Faris pada Vanes. Meskipun Rizal tak berpamitan bukan berarti Faris ikut tak berpamitan juga, Faris tetep menjaga kesopanannya.

Vanes tidak menjawab, hanya mengangguk saja.

Faris segera menyusul Rizal yang sudah lebih dulu memasuki mobil.

Rizal terlihat asyik memainkan ponselnya dan Faris juga tak berani menganggu apalagi menanyakan perihal Rizal dan Vanes yang saling diam, tidak... Itu bukan urusan Faris.

"Mungkin mereka sedang bertengkar." batin Faris.

Sesampainya dikantor, Faris sudah disambut oleh karyawan lain. sepertinya Rizal sengaja memberitahu karyawan disana sebelum Ia datang untuk bersikap baik agar Faris betah bekerja disana namun hal seperti itu malah membuat Faris menjadi canggung.

"Ku dengar kau lulus dengan gelar kehormatan jadi aku sudah menyiapkan bagian khusus untukmu." kata Rizal membuka pintu ruangan dimana ada banyak komputer disana, dari komputer biasa hingga yang paling canggih, Faris sudah bisa mengenali.

"Aku menjadikanmu Manager IT, bidang ini cocok untukmu karena kau juga lulusan itu." kata Rizal membuat Faris melongo tak percaya.

"Mas, aku baru mau kerja dan langsung dikasih kepercayaan jadi manager? Apa ini nggak berlebihan?"

Rizal menggelengkan kepalanya, "Aku memberikan mu bagian ini karena aku percaya kau pasti mampu."

"Ta tapi mas, harusnya aku jadi karyawan biasa dulu agar bisa-"

"No, jangan protes lagi." potong Rizal "Nisaaa..." teriak Rizal dan sedetik kemudian, gadis cantik nan seksi datang menghampiri Rizal dan Faris.

"Iya pak, saya siap menerima tugas." kata Nisa, karyawan yang baru saja dipanggil Faris.

"Mulai sekarang kamu jadi asistennya Faris. Tugas kamu membantu Faris kalau Faris masih bingung dengan Visi dan Misi perusahaan kita." kata Rizal.

"Siap pak,"

Rizal menepuk bahu Faris, "Kalau ada apa apa kamu bisa tanyakan sama Nisa atau bisa saya aku, oke."

"Baik mas eh pak terimakasih." balas Faris canggung.

Rizal tertawa, "Mas aja nggak apa apa, nggak usah panggil pak,"

Faris menggelengkan kepalanya, "Mas kalau lagi dirumah dan Pak kalau lagi dikantor."

Rizal mengangguk, "Apapun asal kamu merasa nyaman."

Setelah perkenalan singkat dengan beberapa karyawan lama. Rizal pergi keruangannya begitu juga dengan Faris yang sudah berada diruangannya bersama Nisa.

"Untuk hari pertama, kita kerjakan ini ya mas." kata Nisa memberikan Faris satu dokumen tebal, "Dipelajari dulu saja mas, kalau ada yang tidak paham bisa tanya ke saya." kata Nisa lagi.

"Terimakasih ya sudah membantu saya."

Nisa mengangguk, "Santai saja mas, sudah bagian dari pekerjaan saya." kata Nisa.

Faris mulai mempelajari dokumen pemberian Nisa sementara Nisa duduk di meja tak jauh dari meja Faris. keduanya satu ruangan.

Setelah mempelajari dokumen, Faris mulai paham tentang pekerjaan yang harus Ia lakukan.

"Wah sudah bener ini mas, gila baru sebentar aja sudah bisa mengerjakan bagian paling sulit kayak gini." puji Nisa setelah Faris meminta Nisa untuk mengecek hasil kerjanya.

"Jangan puji saya berlebihan kayak gitu, nanti saya jadi sombong." kata Faris memperingatkan.

Nisa tersenyum geli, "Udah ganteng, pinter lagi bener bener idaman." celetuk Nisa.

Jika biasanya pria yang merayu gadis kini malah gadis yang merayu pria.

Faris tersipu malu saat Nisa mengatakan jika dirinya idaman.

"Padahal si Nisa juga cantik banget, bisa bisanya dia godain gue kayak gitu." batin Faris.

Nisa mencetak hasil kerja Faris, "Coba pak Rizal dikasih lihat ini mas, kalau Pak Rizal setuju kita bisa ganti konsep kantor jadi seperti ini." kata Nisa.

Faris mengangguk, Ia akhirnya pergi keruangan Rizal untuk memperlihatkan hasil kerjanya.

Faris mengetuk pintu namun tidak ada sahutan dari dalam, Ia akhirnya memutuskan untuk membuka sendiri pintu ruangan yang tidak dikunci itu.

Seketika Faris menjatuhkan dokumen yang Ia bawa setelah melihat apa yang terjadi diruangan itu.

Rizal tengah memangku seorang gadis cantik nan seksi dan mereka berciuman.

Gila ini sungguh gila.

Bersambung...

Jangan lupa like vote dab komen yaaa

03

Faris sudah masuk keruangan Rizal. Ia duduk disofa yang ada diruangan Rizal. Ruangan Rizal sangat luas, ada 2 meja, milik Rizal dan gadis itu yang ternyata 1 ruangan dengan Rizal. Ada sofa yang cukup besar dan nyaman. Kamar mandi dalam juga satu ruangan yang entah ruangan apa itu, Faris juga tidak tahu.

"Jadi kau sepupunya Pak Bos ya?" sapa gadis itu dengan pandangan mata genit, mengulurkan tangan pada Faris tanpa merasa sungkan padahal baru saja Faris memergoki keduanya melakukan sesuatu yang haram.

"Almira." kata gadis itu dan mau tak mau Faris menerima uluran tangan gadis bernama Almira. "Asisten pribadi Pak Bos." tambahnya lagi.

"Saya Faris." balas Faris, lalu melepaskan tangan Almira.

"Keluarlah dulu Mira." pinta Rizal yang ikut duduk disofa bersama Faris.

Mira mengangguk dan langsung keluar dari ruangan Rizal.

"Jadi bagaimana? Apa ada sesuatu yang membuatmu bingung?" tanya Rizal terdengar canggung.

"Enggak kok pak, cuma mau lapor hasil kerja aja." kata Faris memberikan dokumen yang Ia bawa.

Rizal segera mengecek hasil kerja Faris lalu mengangguks setuju, "Bagus, aku suka dengan konsep seperti ini. Lanjutkan saja." kata Rizal, "Aku memang tidak salah memilihmu?" tambah Rizal.

"Terima kasih, kalau begitu aku keluar sekarang." pamit Faris berdiri dari duduknya.

Namun baru satu langkah Ia berjalan, Rizal kembali memanggilnya.

"Kemarin aku sempat mengatakan jika jangan beritahu kepada siapapun tentang apa yang kamu ketahui, sekarang kamu paham kan Ris?"

Faris berbalik, Ia tersenyum dan mengangguk, "Aku paham Mas dan tidak akan mengatakan pada siapapun tentang apa yang aku lihat baru saja." kata Faris.

Rizal tersenyum, "Bagus, aku percaya dengan ucapanmu. Jangan pernah mengecewakan ku."

Faris mengangguk lalu pergi dari ruangan Rizal. Entah mengapa hatinya terasa sakit melihat sepupunya berselingkuh dan Ia tidak bisa melakukan apapun. Padahal biasanya Faris orang yang suka membela kebenaran, sewaktu masih kuliah, teman seangkatan Faris ada yang dilecehkan oleh salah satu dosennya dan Ia membantu temannya untuk melaporkan sang Dosen meskipun Ia mendapatkan banyak ancaman namun tidak membuat Faris gentar, hingga Ia berhasil memenjarakan Dosen mesum yang sudah melecehkan temannya.

Namun kali ini berbeda dengan waktu itu. Rizal tak hanya sepupunya namun juga bosnya, Tidak mungkin Ia menghancurkan saudaranya sendiri meskipun saudaranya itu memang bersalah tapi tetap saja, Rizal sudah banyak membantu keluarganya apalagi saat orangtuanya butuh uang, hanya Rizal yang mau memberi pinjaman pada orangtuanya.

"Mas... Kok melamun?" suara Nisa membuyarkan lamunan Faris.

"Enggak melamun kok Nis, cuma..."

"Cuma apa mas? Nggak diterima konsepnya sama pak Bos?"

Faris menggelengkan kepalanya, "Diterima kok, Kita bisa pakai konsep ini mulai sekarang."

Nisa terlihat senang, "Wah beneran mas? Padahal biasanya Pak Bos orangnya susah lho, apa karena Mas ini saudaranya jadi dia tunduk ya?" tebak Nisa.

"Susah gimana?" Faris mulai penasaran.

"Ya susah, misal kita ada konsep baru jarang banget langsung diterima."

"Tapi tadi langsung diterima." kata Faris.

"Mungkin konsepnya memang bagus atau karena Mas saudaranya jadi nggak dipersulit," kata Nisa lalu tertawa.

"Atau mungkin agar aku tutup mulut." celetik Faris membuat mata Nisa melotot.

"Jangan jangan mas lihat..." Nisa langsung membungkam mulutnya.

"Apa kamu juga tahu?"

Nisa menghela nafas panjang, "Semua orang dikantor juga tahu mas."

"Dan kalian cuma diam saja? Nggak ada yang berani ngadu ke istrinya Mas Rizal?"

Nisa tertawa, "Gila kali kita mau ngadu, bisa bisa dipecat. Lagian orang kantor ini pada cuek mas nggak mau ikut ikutan masalah rumah tangga orang."

Faris terdiam mencerna ucapan Nisa yang memang benar. Jika ada yang mengadukan hal seperti ini sama saja membuat masalah. cari aman memang penting agar tetap bisa bekerja dan mendapatkan uang meskipun dengan membutakan mata dan juga hati.

"Padahal istrinya cantik mas, spek bidadari tapi perjodohan bakal kalah sama cinta pertama." kata Nisa.

"Perjodohan? Jadi Mas Rizal nikah sama Mbak Vanes karena dijodohkan?"

Nisa menatap Faris dengan keheranan, "Katanya Mas ini saudaranya masa nggak tahu kalau Pak Rizal nikah karena dijodohin?"

"Nggak tahu, kami saudara jauh. Aku juga tinggal dikampung, jarang ketemu sama Mas Rizal."

Nisa berohh ria, "Pantas saja tidak tahu kalau Pak Rizal dijodohin."

"Sudahlah mas, lebih baik sekarang kita ke kantin buat makan siang dari pada ghibahin Pak Rizal malah bikin dosa tambah laper lagi." kata Nisa sambil tertawa.

Faris akhirnya mengikuti Nisa pergi ke kantin dan karena belum memiliki teman, Faris memilih duduk semeja dengan Nisa.

"Noh liat mas, dikantin aja mereka berduaan." cibir Nisa sambil mengode mata ke arah samping dimana Rizal tengah makan bersama Mira.

Faris menggelengkan kepalanya tak percaya, "Gila memang."

"Saran aku mas, mendingan pura pura nggak tahu saja." kata Nisa.

Faris mengangguk setuju, kembali melajutkan makan siangnya tanpa memperdulikan Rizal dan Mira yang bermesraan ditempat umum.

Hari pertama bekerja, Faris diharuskan lembur untuk menyelesaikan konsep yang Ia buat.

"Mas mau bikinin kopi?" tawar Nisa.

"Gratis nggak?" tanya Faris yang memang tengah menghemat pengeluaran.

Nisa tertawa, "Gratislah, kan bikin didapur kantor kalau beli dikafe baru bayar."

"Boleh deh kalau gratis biar nggak ngantuk." kata Faris yang langsung diangguki oleh Nisa.

Tak berapa lama, Nisa masuk dengan membawa 2 cangkir kopi panas. "Ternyata Pak Bos sama Asisten gatelnya juga lembur tuh." kata Nisa.

Faris menghela nafas panjang, "Tadi siang kamu ngelarang buat ghibah dan sekarang kamu malah mau ngajakin ghibah lagi."

Nisa tertawa, "Duh, ampun deh mas."

Keduanya kembali bekerja, namun Nisa yang memang orangnya bawel terlihat sesekali menggoda Faris dengan beberapa pertanyaan.

"Jadi umurnya mas Faris baru 22 ya? Wah kita seumuran dong."

"Kita seumuran tapi kok kamu sudah kerja disini 1 tahun?" heran Faris.

"Ya kan aku cuma D3 mas nggak S1."

Faris hanya berohh ria.

"Mas Faris udah punya pacar belum?"

Faris tertawa, "Belum pernah pacaran sama sekali."

Nisa menatap tak percaya, "Bohong, masa seganteng ini belum pernah pacaran!"

"Ee dibilangin ngeyel." balas Faris tanpa menatap Nisa karena matanya sibuk melihat ke layar monitor.

Nisa tersenyum genit, "Kalau gitu jadi pacar aku mau nggak mas?"

Seketika Faris tersedak, padahal Ia sedang tidak makan atau minum apapun. Faris menatap Nisa tak percaya.

Belum sempat menjawab, pintu ruangan terbuka mengejutkan Faris dan Nisa.

Rizal tampak memasuki ruangan dan meletakan kunci mobil dimeja Faris, "Pak Seto(sopir pribadi Rizal) sudah pulang jadi kamu pulang sendiri pakai mobil kantor ya?"

Faris terlihat bengong, "Emang Mas nggak pulang?"

"Enggak, ada banyak kerjaan jadi harus nginep kantor. kamu pulang sendiri ya." kata Rizal lalu keluar dari ruangan Faris.

"Halah alasan saja itu mah paling mau berduaan sama si gadis gatel." cibir Nisa saat Rizal sudah keluar.

Faris menatap pintu ruangan yang sudah tertutup dengan tatapan mata kosong.

"Tidak pulang? Apa sering seperti ini?''

Bersambung...

Jangan lupa like vote dan komeen

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!