Sore itu hujan turun rintik-rintik, tidak terlalu deras namun langit nampak begitu gelap. Angin juga berhembus sepoi-sepoi, dingin sekali.
Seperti hanya tinggal menunggu waktu semua air di atas langit sana tumpah.
Lili melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, saat itu waktu sudah menunjukkan jam 5 sore. Gadis cantik dengan nama lengkap Liliana Sanjaya itu tengah duduk di halte bus sendirian, menunggu sang kekasih untuk datang menjemput, Anjas Dwiguna.
Sebenarnya mereka bekerja di perusahaan yang sama, Anjas adalah anak dari pemilik perusahaan di tempat Lili bekerja. Namun siang tadi Anjas ada pertemuan dengan rekan kerjanya, karena itulah kini mereka tidak bersama dan Lili menunggu sendirian di sana.
Lili dan Anjas telah menjadi kekasih sejak duduk di bangku SMA, telah banyak kisah yang membuat cinta mereka makin terjalin dengan kuat.
Keduanya bahkan telah merencanakan pernikahan impian mereka, menikah di usia 25 tahun, memiliki banyak anak dan hidup bersama sampai maut memisahkan.
Saat ini usia mereka masih 24 tahun, itu artinya pernikahan impian keduanya akan terjadi di tahun depan.
Tiap kali mengingat pernikahan impian itu, baik Lili ataupun Anjas sudah sama-sama tidak sabar. Sama-sama begitu antusias menunggu waktu yang paling indah.
Lili melihat jam di pergelangan tangannya lagi, saat dirasa Anjas lama sekali datangnya.
"Sudah jam 5 lewat 10 menit, hujannya tambah deras lagi," gumam Lili, dia mengambil ponselnya di dalam tas dan coba menghubungi sang kekasih. Jika Anjas tidak bisa datang dia akan naik pada Bus berikutnya. Bus mungkin akan datang 5 menit lagi, tepat di jam 5 lewat 15 menit.
Baru satu kali bunyi Tut panggilan itu tersambung, Anjas langsung menjawabnya.
"Sayang tunggu aku! sebentar lagi sampai!" ucap Anjas langsung, bahkan sebelum Lili sempat bicara lebih dulu.
Sebuah kalimat yang membuat Lili langsung mengulum senyum.
"Memangnya sudah sampai mana? hati-hati, jangan buru-buru," jawab Lili.
"Sudah di simpang 5, 10 menit lagi aku sampai. Harusnya kamu tunggu di kantor saja, kenapa pula pergi ke Halte Bus."
"Biar kamu tidak repot," kilah Lili, pikirnya mereka bisa langsung pergi jika dia menungu di sini. Lain halnya jika Lili menunggu di kantor, Anjas harus masuk dulu ke perusahaan.
"Hem baiklah, ku matikan teleponnya ya," pamit Anjas.
Namun kemudian bukan suara manja Lili yang terdengar untuk mengakhiri telepon mereka, justru dia mendengar suara gadisnya berteriak dengan sangat kuat ...
"LEPAS!!" pekik Lili.
Deg! jantung Anjas seketika berdenyut.
"LILI!! Apa yang terjadi?!" tanya Anjas, dia pun bicara dengan suara yang begitu tinggi, tapi sayang dia tak bisa lagi mendengar Lili bicara.
Anjas justru seperti mendengar suara tawa seorang pria.
Dengan hati yang merasa begitu cemas, Anjas menekan pedal gas lebih dalam. Diantara hujan yang deras, diantara jalan yang licin dan padat kendaraan.
Anjas selalu berdoa dan berharap sang kekasih baik-baik saja. Tak ingin hal buruk sedikit pun melukai kekasihnya tersebut.
10 menit waktu yang dijanjikan oleh Anjas untuk Lili menunggu benar-benar dia tepati, tapi saat dia telah tiba di halte Bus dia tak melihat Lili di sana.
Tak peduli pada hujan yang mengguyur semakin deras, Anjas turun dari dalam mobilnya dan mencari keberadaan Lili.
"LILI!!" Teriak Anjas, kini tubuhnya sudah basah.
Dia bergerak dengan cemas memeriksa tiap tempat, sampai perhatiannya terkunci pada tubuh yang terkulai tak berdaya di belakang halte Bus tersebut.
Kedua mata Anjas mendelik, itu adalah Lili. Lili yang sudah tak sadarkan diri dengan pakaiannya yang tak lengkap.
Ya Tuhan, lirih Anjas. Secepat yang dia bisa Anjas berlari dan menyelamatkan sang kekasih. Di bayar guyuran air hujan saat itu, kedua tangan Anjas bergerak dengan gemetar merapikan baju sang kekasih.
Menggendongnya dan berlari menuju mobil.
"Li, sadar sayang!" pekik Anjas. Sumpah saat ini perasaannya begitu campur aduk, sedih, marah dan merasa bersalah yang bercampur jadi satu.
Tak perlu dijelaskan secara rinci, Anjas sudah sangat memahami situasi, bahwa sang kekasih baru saja mengalami pemerkkosaan.
Ya Tuhan, Anjas mengemudi mobilnya dengan sangat cepat, mendatangi rumah sakit terdekat.
Dia tidak menunggu petugas menyambutnya dengan Brankar ataupun kursi roda, Anjas langsung menggendong Lili dan dia bawa masuk ke dalam IGD.
"DOKTER!!" pekik Anjas tidak sabaran.
"Tolong! tangani kekasih ku dengan sangat baik!" mohon Anjas dengan kedua mata yang menatap nanar.
1 jam Lili mendapatkan perawatan, sampai akhirnya ia sadarkan diri.
Disaat pertama kali Lili membuka matanya, ada air mata yang jatuh tak bisa dicegah.
Menjijiikkan, aku kotor, ya Tuhan, kenapa aku tidak mati saja. Batin Lili, kedua matanya menatap kosong langit-langit kamar ini, sementara kedua tangannya terkepal dengan sangat kuat.
Saat ini tak ada yang dia inginkan selain kematian.
Dengan keadaan seperti ini bagaimana caranya aku bisa berhadapan dengan Anjas?
Anjas membuka pintu ruang rawat sang kekasih dan hal yang pertama kali dilihatnya adalah Lili yang menatap kosong pada langit-langit kamar ini.
Lili bahkan tidak menyadari kedatangannya.
Dokter pun mengatakan dengan jelas jika Lili adalah korban kekerasan sekssual, sampai meninggalkan trauma yang begitu mendalam pada wanita tersebut.
Meski Lili sudah sadar, dokter tidak menyarankan pasien pulang. Lili setidaknya harus tetap mendapatkan pengawasan dokter selama 3 hari.
Mendengar semua penjelasan sang dokter, Anjas seperti ditussuk ribuan jarum di dalam hatinya. Dia pun merasakan sakit yang dirasakan oleh Lili. Bersumpah dalam hatinya akan menemukan pelaku kejahatan tersebut dan membunuhnya secara langsung menggunakan tangan kosong.
Anjas juga hancur dan makin hancur saat dilihatnya tak ada lagi wajah berseri yang dia lihat saat ini.
Yang ada Lili yang hancur.
Dengan perlahan Anjas masuk lebih dalam, sumpah demi apapun dia tidak akan meninggalkan Lili dalam keadaan ini. Anjas justru ingin bertanggung jawab dan mereka segera menikah.
Dia tak ingin Lili hancur sendirian, dia akan jadi obat dan mengobati semua luka.
"Sayang," panggil Anjas, suara lembut yang seketika memenuhi ruangan sunyi ini.
Kedua mata Lili sontak berkedip, dia sangat menghapal suara siapa itu. Tapi Lili sungguh tak punya keberanian untuk melihat Anjas, untuk menatap kedua mata pria itu.
Lili justru buru-buru meringkuk dan menyembunyikan wajahnya.
"Keluar," ucap Lili dengan suara yang bergetar.
Dia tidak perlu berpikir panjang tentang hal ini, diantara dia dan Anjas haru berakhir. Lili tau Anjas akan merasa jijik padanya, Lili harus sadar diri, dia begitu kotor.
"Sayang."
"Keluar! aku mohon Anjas! Keluar! tidak perlu mengasihani aku!" jawab Lili, bicara dengan suara yang lebih tinggi bercampur dengan tangisan.
Tangis yang tak bisa dia tahan, dadda itu terasa begitu sesak.
"Maafkan aku," balas Anjas, bukannya menuruti keinginan Lili dia justru meminta maaf, justru bersimpuh di samping ranjang berhadapan dengan Lili yang tengah menyembunyikan wajahnya.
"Andai aku bisa datang lebih cepat, ini semua tidak akan terjadi," timpal Anjas lagi, dia juga menangis, tak sanggup rasanya menahan sesak di dadda. Rasa bersalah yang begitu luar biasa dia rasakan.
Andai.
Andai saja dia datang lebih cepat, Lili tidak akan terluka.
Dan mendengar ucapan Anjas itu, Lili perlahan mengintip dari sela tangan-tangannya. Sangat terkejut saat melihat Anjas bersimpuh.
Tapi dengan keadaan seperti ini Lili tak layak terharu, Anjas memang baik, sangat baik, bahkan pria itu menyalahkan dirinya sendiri atas kesialan yang dia alami.
Anjas, berhak mendapatkan wanita yang lebih baik di banding dia.
"Cukup Anjas, aku ingin sendiri, lebih baik kita putus saja, pergilah!" balas Lili, dia coba menghentikan tangisnya dan menggigit bibir kuat-kuat.
Anjas harus segera pergi, karena makin lama dia melihat pria itu Lili semakin merasa malu.
"Tidak Li, kita akan tetap menikah. Aku ... tidak akan meninggalkan dirimu sendirian," jawab Anjas dengan suara yang tegas.
Membuat tangis Lili jadi semakin menjadi. Lili menggeleng diantara wajah yang terus dia sembunyikan.
Namun Anjas benar-benar menepati apa yang dia ucapkan. Malam itu Anjas tidak kemana-mana, semalaman dia menemani Lili.
Selama dalam masa perawatan Anjas pun setia menemani, bahkan Anjas memasangkan cincin pernikahan di jari manis Lili.
Wanita itu hanya bisa menangis, tak bisa dipungkiri bahwa dia sangat bersyukur Anjas tidak pergi.
"Aku sudah menyiapkan semuanya, keluar dari rumah sakit ini kita akan menikah," tegas Anjas.
"Minum pil KB ini, kamu tidak akan hamil, semuanya akan baik-baik saja," tambah Anjas pula.
Lili yang mulai bisa menerima keadaan berkat perlakuan Anjas pun mengangguk, dia minum pil KB itu dalam sekali teguk.
Berharap dari kejadian buruk itu tak akan meninggalkan bekas yang begitu ketara diantara mereka berdua.
Dan setelah Lili meminum obatnya, Anjas pun memeluk kekasihnya dengan sangat erat. Bahkan mencium puncak kepala Lili dengan penuh kasih sayang.
"Aku sangat mencintai kamu Li," ucap Anjas.
Sebuah kalimat yang membuat hati Lili jadi sedikit tenang, namun dia belum berani membalas pelukan itu.
Tubuhnya masih saja gemetar tiap kali mendapatkan pelukan seperti ini. Lili coba tersenyum diantara ketakutan yang masih jelas dia rasakan.
Sebelum keluar dari rumah sakit, Lili dan Anjas sudah sepakat untuk menyembunyikan kejadian buruk ini dari semua keluarga mereka, dari sahabat-sahabat mereka, Gisel, Gala, Robby dan Usman.
Lili tak ingin ada yang tau, dia benar-benar merasa buruk tentang hal ini. Dia sangat memohon pada Anjas untuk tetap menyimpan kenangan pahit tersebut sebagai rahasia mereka berdua.
Anjas awalnya tak setuju karena dia ingin mencari pelaku kejahatan, namun melihat wajah ketakutan Lili membuatnya tak kuasa. Hingga akhirnya dengan berat hati dia terima.
Lagi pula yang terpenting saat ini adalah kesembuhan Lili, bukan yang lain.
"Tenang lah, diantara kita tidak akan ada yang berubah. Kita akan tetap memiliki pernikahan impian kita," ucap Anjas, dia tersenyum mengelus puncak kepala Lili dengan lembut, lalu menarik tangan sang kekasih untuk keluar dari ruang rawat tersebut.
"Maafkan aku An," balas Lili diantara langkah kaki mereka yang berjalan seirama.
"Jangan minta maaf lagi, kemarin aku mengatakan pada ibumu tiba-tiba ada pekerjaan diluar kota, karena itulah kamu tidak bisa pulang. Nanti saat tiba di rumah, aku akan langsung mengatakan tentang pernikahan kita," jawab Anjas, semakin erat dia menggenggam tangan Lili. Ingin wanitanya tau bahwa dia sangat bersungguh-sungguh dengan semua ucapannya.
"Tapi An_"
"Tapi apa lagi? kita sudah sepakat tentang hal ini kan?"
"Bu-bukan tentang pernikahan ini maksudku, tapi_"
"Tapi apa?" tanya Anjas lagi saat dilihatnya Lili yang ragu. Meski mereka saling bicara tapi tetap tak menghentikan langkah keduanya. Lili dan Anjas tetap berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan sesekali menoleh dan saling pandang.
Sementara Lili begitu ragu untuk melanjutkan ucapannya, meski nanti mereka menikah Lili merasa belum sanggup jika mereka bersikap layaknya suami dan istri. Tentang sentuhan adalah sesuatu hal yang masih sangat Lili takutkan.
"Kenapa diam? Hem?" tanya Anjas, dia sedikit menarik Lili hingga mereka begitu dekat, Anjas melingkarkan tangannya di pinggang sang kekasih.
Saat itu Anjas lihat dengan jelas raut wajah Lili yang berubah cemas dengan cepat.
Sontak dia kembali mengambil jarak, kembali hanya menggenggam tangan sang kekasih, tanpa ada pelukan.
"Kita akan melakukan semuanya perlahan, percaya padaku, ya," ucap Anjas pula.
Lili hanya mampu mengangguk.
Pernikahan yang awalnya mereka rencanakan di tahun depan, akhirnya digelar lebih cepat. Tepatnya satu bulan setelah Lili keluar dari rumah sakit.
Pernikahan kilat itu tetap dilaksanakan dengan mewah dan megah, Anjas benar-benar memberikan pernikahan impian mereka pada Lili.
Sebuah pernikahan yang digelar di pinggir pantai seperti yang selalu Lili inginkan. Semua keluarga dan teman-teman berkumpul merayakan pernikahan itu.
Untuk pertama kalinya setelah sekian lama akhirnya Lili tersenyum dengan lebar.
Senyum yang begitu Anjas rindukan. Kebahagiaan yang dia rasakan di hari ini jadi bertambah berkali-kali lipat, tentang pernikahannya dan tentang senyum istrinya yang telah kembali.
Di ujung acara, Lili melempar buket bunga pengantin.
Gala dan Gisel yang sejatinya adalah pasangan suami istri pun ikut berbaris memperebutkan bunga itu, hingga suasana makin gaduh dan meriah.
"Aku yakin setelah ini aku menikah!" yakin Robby, Usman tertawa saja sementara yang lain hanya tersenyum meledek.
Dalam hitungan ketiga, Lili pun melemparkan bunga itu.
Dan Robby benar-benar menangkapnya.
"Wohooo!!" teriak Robby kegirangan, sementara yang lain menhela nafas kecewa.
Hari ini benar-benar begitu indah bagi Lili.
Menjelang malam akhirnya pesta itu pun usai.
Lili dan Anjas melewati mallam pertama mereka di Villa dekat pantai itu juga.
Tapi Anjas sadar, mereka tidak akan melakukan lebih selain tidur berdua dengan guling di tengah-tengah.
"Maafkan aku," ucap Lili. Kini mereka telah berbaring setelah sehari sibuk dengan pernikahan.
Berbaring dengan saling menatap, Lili sebenarnya merasa sangat bersalah. Namun sungguh, dia tak ingin disentuh.
"Hem, jangan lama-lama, ini cobaan paling berat dalam hidupku," rengek Anjas nyaris menangis.
Namun Lili malah tertawa pelan.
"Maaf," ucap Lili lagi setelah tawanya reda.
"Hem, sekarang ayo tidur, besok kita cari kerang di pantai."
Lili mengangguk dengan bibir yang masih setia tersenyum.
Anjas pun telah bersumpah pada dirinya sendiri untuk membantu Lili sembuh. Sembuh dari trauma menyakitkan itu.
Di saat Lili sudah nampak tidur pulas, baru lah Anjas memejamkan matanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!