Bab 1
“Ingat, pernikahan ini karena keinginan ayah, bukan keinginan gue,” ucap pria yang sedang melepas jas dengan kasar.
Safira hanya duduk menghapus riasan setelah acara akad nikah yang di gelar sederhana di kediaman Benny Zhen, ayah dari Virza Zhen.
“Ingat tidak ada kontak fisik apapun antara kita,” imbuh pria itu dengan sorot mata penuh kebencian.
Virza pergi begitu saja meninggalkan kamarnya. Safira menghela napas panjang menatap cermin setelah memastikan suaminya itu sudah pergi.
“Lo pikir gue mau? Gue juga nggak mau, Njir. Kalau bukan karena almarhum ayah gue juga nggak mau punya suami dingin kayak lo,” umpat Safira menatap bayangannya di cermin.
Safira merebahkan badannya di atas kasur. Dia ingin istirahat sebentar. Tapi matanya terpejam dengan lelap. Hingga saat Virza kembali matanya terbelalak melihat Safira yang tertidur diatas kasurnya.
“Heh! Bangun. Tidur di sofa.”
Tapi Safira tidak bergerak sedikitpun membuat Virza kesal. dengan kasar dia mengambil bantal dan selimut memilih tidur di sofa yang ada di kamarnya. Meskipun begitu, Virza menatap Safira dengan penuh amarah.
Keesokan harinya, Safira terbangun dan terbelalak ketika melihat langit-langit kamarnya sudah berbeda dari biasanya. Dia menoleh ke sudut kamar lain melihat Virza masih terlelap.
“Aduh! Petaka ini!” gumam Safira. Dengan cepat dia merapikan kembali tempat tidur suaminya sebelum amarah Virza semakin meledak.
Kemudian Safira membersihkan diri setelah itu bergabung dengan ayah mertuanya yang sudah menunggu untuk sarapan.
“Mana Virza?” tanya Benny kepada menantunya.
“Masih tidur, Om.”
“Kenapa masih manggil Om? Panggil saja ayah.”
Menndengar itu Safira mengangguk paham.
Tak lama Virza datang dengan wajah masih kusam dan rambut acak-acakan. Langkahnya terhenti di anak tangga terakhir ketika melihat Safira ada di meja makan bersama ayahnya.
“Vir, ayo makan!” ajak Benny.
“Nggak nafsu Yah,” sahut Virza seraya menatap ketus kearah Safira.
“Kalau gitu Safira berangkat aja, yah.” Safira memilih meninggalkan meja makan karena merasa jika Virza tidak ingin sarapan bersama dengannya.
Benny hanya tersenyum tipis. Dia tahu tidak mudah untuk mereka berdua menikah mendadak seperti ini. Benny yakin jika lambat lain anaknya bakal menyukai Safira sepenuhnya. Karena selama ini melihat kepribadian Safira yang tidak neko-neko membuat Benny yakin jika bisa merubah sikap Virza yang ketus dan sering di debut si mulut pedas.
***
Di kampus semua mahasiswi gaduh menunggu kedatangan dosen baru. Rumor yang beredar dosen itu sangat tampan dan masih muda. pantas saja membuat para mahasiswi penasaran. Tapi tidak untuk Safira yang sejak bangun tidur sudah merasa kesal. dia tidak tertarik sama sekali dengan rumor tersebut.
“Fir, lo udah tahu kabar dosen baru ini?” tanya Sasha yang mendatangi bangku sahabatnya itu.
“Udah,” jawab singkat Safira.
“Kok lo datar banget?”
“Safira nggak kayak lo Sha. Ganjen!” sahut Raka yang duduk di meja Safira.
“Biarin, gue normallah tertarik sama cowok. Kalau gue tertarik sama Safira gimana?”
“Eh itu … itu dia berjalan ke arah sini!” seru salah satu gadis yang berada di depan kelas. Seketika seisi ruangan berhamburan menuju depan kelas.
“Wah ganteng!”
“Masih muda!”
Para gadis itu bersahutan saling memuji. Langkah dosen itu berhenti ketika melihat pintu masuk tertutup dnegan para gadis yang berdiri untuk melihatnya.
“Mari kita mulai kelasnya.”
Mendengar suara rendah dari dosen itu membuat para gadis kembali ke meja masing-masing. Sedangkan mahasiswi dari kelas lain merasa iri dengan kelas Safira yang menjadi kelas pertama di ajar oleh dosen tampan itu.
Pandangan Safira dan Dosen itu bertemu membuat keduanya termangu. Mata Safira membulat sempurna ketika melihat dosen baru yang memasuki kelasnya. Begitupula dengan pria itu yang seakan tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
“Lo juga terpesona kan? Tadinya sok nggak tertarik,” goda Sasha yang melihat Safira menatap lekat pria itu.
“Dia dosennya?” tanya Safira memastikan.
“Iya, gantengkan?” jawab Sasha yang terus memuji dosen barunya.
“Fix, gue dalam bahaya,” gumam Safira seraya menoleh kearah lain menghindari pandangan dari pria yang berdiri di depan kelasnya.
Hai, Ayaaaangg ... selamat datang, duhai kekasihku ... eh, kok malah nyanyi😅 Pokoknya dukung juga novel ini ya, Yaang. Awas kalo enggak. Yuta ngambek😒
Bab 2
“Saya Virza Zhen, saya yang menggantikan Pak Bagas.” Vincent memperkenalkan diri di depan pada murid barunya. Perasaan Safira tak karuan ketika mendengar nama Virza di telinganya.
“Pak, saya izin ke toilet,” kata Safira tiba-tiba.
Virza hanya mengangguk tanpa ekspresi.
Virza pura-pura mencari sesuatu dia antara tumpukan buku yang dia bawa.
“Sepertinya saya meninggalkan buku absennya, saya akan mengambilnya,” ucap Virza.
Semua itu hanya alasan. Virza sengaja melakukan itu karena ingin mengejar Safira. Dia berhasil menghentikan Safira yang hampir saja memasuki toilet wanita.
“Aduh!” Safira mengaduh kesakitan ketika lengannya di cengkram dengan keras oleh Virza.
“Gue peringatkan sekali lagi. Jangan ada yang tahu hubungan kita. Kita sudah sepakat akan bercerai satu tahun kedepan setelah ayah operasi,” bisik Virza.
“Gue udah tahu. Lo nggak perlu peringatin gue setiap saat,” sahut Safira seraya melepaskan lengannya.“Gue ingat semua syarat yang lo ajukan, gue nggak akan ikut campur semua urusan lo. Lo nggak perlu khawatir,” imbuh Safira dan pergi berlalu meninggalkan Virza.
Virza tidak menyangka jika gadis itu bisa bertingkah tegas di hadapannya.
Safira kembali saat pelajaran sudah di mulai. Safira bersikap seperti tidak terjadi apapun.
Dua jam berlalu, Banyak para mahasiswi yang mencari perhatian kepad Virza. Ada yang pura-pura bodoh, ada yang memberikan makan siang bahkan ada yang terang-terangan meminta nomor ponselnya.
“Ish, mereka mlu-maluin,” kata Sasha.
“Heleh, lo bilang mereka malu-maluin. Aslinya lo juga maukan kayak mereka,” sahut Rafa yang bertukar pandangan dengan Raka yang memberikan senyum meledek.
“Sudahlah, yuk ke kantin. Kalian nggak ada akur-akurnya,” ajak Safira.
Virza melihat Safira seakan tidak peduli dan memilih pergi dengan teman-temannya. Raka dengan enteng merangkul bahu Safira membuat Virza mengangkat sebelah alisnya.
Saat tengah makan siang, group chat kelas Safira ramai dengan pebincangan perihal dosen itu. Safira merasa lelah dnegan pembahasan itu. Dia merasa duanianya berhenti di dalam lingkungan Virza. Di rumah harus bertemu Virza di kampus juga harus bertemu Virza. Raka melihat wajah lesuh Safira lekas menggeser tempat duduknya agar lebih dekat dengan gadis itu.
“Lo kenapa?” tanya Raka. Safira hanya menggelengkan kepalanya.
“Lo kalau ada masalah bilang sama gue, Saf.”
Raka mengira jika Safira tengah mengalami banyak masalah setelah ayahnya meninggal enam bulan yang lalu.
Selama ini gadis itu hanya tinggal berdua dengan ayahnya karena sejak umur lima tahun sang ibu meninggal karena sakit. Raka berusaha membantu Safira dengan mengajaknya makan di luar atau memberinya pekerjaan paruh waktu di toko milik keluarganya. Tapi sudah satu bulan ini Safira tidak mendapatkan pekerjaan, dia sering menolak dengan alasan ada pekerjaan lain.
Sebenarnya sudah satu bulan ini Benny meminta Safira menunggunya di rumah sakit. Awalya ingin memberikan pekerjaan kepada Safira untuk sementara waktu selagi menunggu sampai lulus kuliah. Tapi mengingat kesehatannya yang tidak stabil dan janji antara ayah Safira dengan dirinya membuat Benny ingin segera menunaikan janji menikahkan anak mereka. Terlebih sesaat sebelum ayah Safira meninggal sudah menegaskan permintaannya kepada anak semata wayangnya itu.
Sesampainya di rumah, Benny menyerahkan kunci apartemen kepada Safira. Benny ingin Safira dan Virza tinggal di apartemen karena lebih dekat dengan kampus.
“Kalau kita ke apartemen, Ayah sama siapa?” tanya Safira.
“Kamu tenang aja, disini banyak perawat dan banyak mbak-mbak yang bantuin di rumah. Penjagaan juga ada,” jawab Benny.
“Sok khawatir, Lo!” hardik Virza.
“Vir! Bagus Safira khawatir sama ayah, mau kamu punta istri yang nggak peduli sama ayah?” sahut Benny yang membela menantunya.
Safira menjulurkan lidah sekilas meledek suaminya karena dia merasa di bela oleh ayah mertuanya. Safir menahan tawa melihat suaminya kena omel dari ayahnya. Namun, sebenarnya Safira juga merasa khawatir jika harus tinggalterpisah dengan ayah mertuanya.
“Begini saja. Safira akan kesini setiap hari. Malamnya Safira baru pulang ke apartemen, Gimana?” Safira memberikan penawaran kepada ayah mertuanya.
“Terserah kamu, yang penting kalian nyaman,” ucap Benny.
Safira senang melihat ayah mertuanya setuju. Meskipun jika di pikir ulang bakal membatnya sedikit repot karena harus wira wiri.
Sedangkan saat ini Safira ada di semester terakhir dan harus menyusun skripsi. Tapi demi memastikan Ayah mertuanya baik-baik saja setiap hari dia rela membagi waktu setiap hari.
Bab 3
“Lo di kamar itu, gue kamar ini,” ujar Virza dengan menyeret koper miliknya dan menunjuk kamar yang berhadapan dengan kamar yang akan dia tempati.
“Kamar mandi ada satu jadi lo kalau mau pakai sesudah atau sebeleum gue, gue nggak mau nunggu,” imbuhnya.
“Iya!”
Safira menarik kopernya menuju kamar yang telah di tunjukkan oleh Virza. Safira merapikan baju-bajunya dan beberapa buku miliknya.
Sementara itu Virza membuat aturan untuk di temple di setiap sudut ruangan tertentu agar Safira ingat semua aturan yang telah di sepakati. Meskipun pada dasarnya Safira sudah mengingat semua tanpa ada aturan tertulis.
Tok… Tok..
Virza mengetuk pintu kmar Safira. Tanpa menyahut Safira lekas membuka pintu itu hingga hampir membuatnya terkena tangan Virza yang mengatung siap mengetuk pintu lagi.
“Kenapa?” tanya Safira.
“Ini aturan dan kesepakatan kita, baca baik-baik dan ingat terus!”
“Gue udah ingat,” sahut Safira dengan ketus.
“jangan pernah ikut urusan pribadi gue!” tegas Virza.
“Astaga!” geram Safira. “GUE TAHU! DAN GUE JUGA NGGAK MAU IKUT CAMPUR URUSAN LO, PAHAM!” tegas Safira.
“Biasa aja dong!” protes Virza.
Brakk!!!
Pintu kamar Safir tetutup dengan kasar.
“Ish! Dia yang numpang, dia yang lebih galak!” gumam Virza.
Malam berlalu. Virza maupun safira tidak ada interasi apapun. Hingga pagi harinya Safira sengaja bangun lebih pagi agar tidak bertemu dengan Virza. Namun, ternayta Virza juga bangun lebih awal.
“Gue baerangkat dulu,” pamit Safira seraya memakai sepatu dengan berjalan terpincang-pincang. Virza tidak menyahuti hanya menatap tingkah gadis itu begitu konyol.
Hal seperti itu terjadi setiap hari dan menjadi orang asing ketika bertemu di kampus. Safira begitu muak dengan sikap para gadis ketika melihat suaminya lewat selalu bertingkah sok cari perhatian.
“Safira!” panggil seorang gadis yang berlari kecil kearah Safira.
“Gue mau nitip sesuat, boleh?” tanya gadis itu.
“Lo mau titip apa May? Lagian lo anak kedokteran kenapa nyasar di fakultas managemen sih?” sahut Sasha.
“Gue mau nitip ini ke dosen baru kalian itu,” ucap gadis bernama May seraya menyodorkan sebuah paper bag kepada Safira.
“Kenapa nggak lo kasih sendiri?” tanya Safira yang terlihat enggan menerima kantong itu.
“Gue lihat lo akrab dengan dosen itu makanya gue nitip ke elo,” jawab May.
“Gue? Akrab?” ulang Safira.
“Iya, gue lihat lo ngobrol di dekat toilet wanita beberapa hari yang lalu.”
Mendengar itu Safira merasa kagok dan lekas mengambil kantong itu begitu saja. “Nanti gue kasih, tapi gue nggak seakrab yang lo pikir,” ucap Safira yang terlihat salah tingkah.
“Oke. Gue balik ke kelas dulu ya,” sahut May setelah Safira menyetujui akan memberikan hadiah itu kepada Virza.
Kedatangan Virza sudah menjadi perbincangan hangat pada mahasiswa dan mahasiswi seluruh kampus. Tidak hanya para murid, tapi para dosen wanita juga banyak yang mengagumi Virza. Hanya saja sikapnya tidak terlalu hangat denagn para wanita. Dia terlihat dingin dan lebih memilih menyendiri.
Saat jam pulang kampus, Safira dan ketiga temannya memilih mampir ke café. Saat membuka tas ia teringat akan bingkisan dari May. Dia lupa untuk memberikan di kampus karena sibuk mengerjakan tugas.
“Gue bingung sama skripsi,” keluh Rafa.
“Sama, gue juga samapi saat ini belum nemu judul yang pas,” sahut Sasha.
“Kalian sih becanda mulu,” ujar Raka.
“Emang lo udah?” tanya Rafa.
“Belum,” jawab Raka dengan wajah songongnya.
“Lo udah, Saf?” tanya Raka yang menatap Safira.
“Udah sih, tapi belum mulai bikinnya, Laptop gue rusak masih di servis,” jawab Safira.
“Lo masih mau kerja nggak sih, Saf?” tanya Raka serius.
“Butuh sih, apa lagi skripsi butuh duit banyak gue,” jawab Safira ragu.
“Teman gue cari orang untuk jaga toko pas malam, tapi gue takutnya lo kecapekan dan nggak bisa ngerjain skripsi,” ujar Raka.
“Bolehlah. Kalau toko gitu biasanya jam sepuluh malam udah selesai kan?”
“Iya, jam sepuluh udah tutup. Mulai jam empat sore,” jelas Raka.
“Gue mau.”
Setelah selesai makan di café itu mereka berpisah dan pulang sendiri-sendiri. Tidak ada yang tahu jika Safira tinggal di apartemen yang sangat dekat dengan kampusnya.
Sesampainya di Apartemen Safira meletakan hadiah dari May di atas meja. Saat Virza pulang tengah malam melihat ada bingkisan dengan tulisan ‘To: Pak Virza’. Virza lekas membuka paperbag itu dan melihat ada gantungan kunci berbentuk kucing. Melihat itu Virza mengulas senyum dan menatap kamar Safira yang tertutup rapat.
“Lucu!” gumam Virza dan memasang gantungan kucing itu di kunci mobilnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!