NovelToon NovelToon

Berawal Dari Kepalsuan

Awal Mula Hubungan Palsu

Lolita Gentari Putri duduk tenang di salah satu kursi yang berjajar menghadap ke meja bar dalam sebuah club malam yang berada di pusat kota, membiarkan rungunya dimanja, mendengarkan dentuman musik yang menggema.

Sesekali gadis cantik berusia dua puluh tahun itu mengedarkan pandangan, menatap orang-orang yang tengah sibuk dan asyik sendiri, terutma pria yang menggoda gadis cantik yang juga merupakan pengunjung club tersebut, yang mereka pilih secara acak.

Loli - begitu biasanya gadis pemilik surai berwarna coklat kehitaman dengan panjang sepinggang sedikit bergelombag itu disapa, membuang napas kasar. "Aku gak bisa terus mendem rasa kesel kayak gini." Ia menoleh ke arah Dara Arsasti Zevana - sang sahabat. "Ra?!" serunya pelan.

Dara menoleh. "Hemmm?"

Bingkai birai Loli merenggang dengan instan, hingga berhasil memetakan senyum senang. "Let's have fun, shall we?"

Biingkai birai Dara pun tanpa ragu ikut merenggang, mengulas senyum senang. "Let's go," ujarnya, sembari beringsut, membangkitan diri dari duduknya. "Ayok dance?"

Loli menggindikan bahu, acuh. "Kayaknya itu bukan ide yang buruk." Ia bangkit dari duduknya. "Ayo kita have fun malem ini."

"Yess, let's go!" Dara menoleh ke arah sahabatnya yang juga kebetulan sedang ikut menemaninya yang tengah berusaha menghibur Loli yang beberapa hari terakhir ini tampak murung. "Kalian mau gabung?"

"No. Kalian have fun aja. Aku nunggu di sini." Kanaya Rezvan Razeta - sahabat Loli dan Dara menimpali.

"Ya udah. Kalo gitu, aku sama Loli pergi dulu." Dara menoleh ke arah Loli dengan wajah senang sumbringahnya. "Ayok, Bestie." Ia menautkan lengannya dengan Loli, lalu membawa sahabat cantiknya itu menuju lantai dansa dan mulai menari.

"LOL! SEBENERNYA KAMU LAGI ADA MASALAH APA?" Dara berucap dengan suara yang cukup keras, karena suara dentuman musik di sana cukup keras dan menutupi segala kebisingan lainnya, mendominasi.

"AKU LAGI GAK PENGEN BAHAS MASALAH AKU SEKARANG!"

"Ah. Ok!"

Memahami maksud Loli, akhirnya Dara dan sahanat cantiknya itu memilih untuk lebih menikmati waktu mereka ketika menari, sampai ada seseorang yang menarik pergelangan tangan Loli an memutar paksa tubuhnya.

Di detik pertama Loli menghadap ke arah yang berbeda, Loli langsung memaku, terutama saat netra teduhnya berhasil bertemu dengan dua netra kelam yang menatapnya tajam, penuh kemarahan.

"Kevin." Loli berucap dengan suara pelan, nyaris tak terdengar.

"Lagi ngapain lo di sini, ha? Berani banget lo ya, pergi ke club, tanpa ngasih tau gue dulu?!"

"Eh lo-" "Lo diem!" bentak Kevin, tidak membiarkan Dara yang ingin mencoba melerainya dan Loli, merampungkan perkataan.

Menatap Kevin dengan tatapan geram, Loli lalu menoleh ke arah Dara. "Ra, kamu pergi. Samperin Naya. Biar aku urus ni pengkhianat dulu."

"Tapi, Lol-" "pergi, Ra." Loli mencoba memberi titah pada Dara selembut mungkin.

Dengan manik mata yang gemetar, mengkhiraukan cahaya temaran yang menyorot, Dara menatap Loli dan Kevin secara bergantian, lalu membuang napas kasar. "Aku tunggu kamu di area bar sama Naya."

Loli tersenyum simpul sambil mengangguk paham.

Memberi Kevin tatapan tajam menyalang, akhirnya Dara memutuskan untuk pergi meninggalkan Loli bersama Kevin.

Loli terkekeh sekilas, meremehkan, sebelum kemudian menoleh ke arah Kevin. "Kamu tadi bilang apa, Vin? Ngasih tau kamu? Emangnya kamu pikir kamu itu siapa? Kamu lupa, kalau hubungan kita udah berakhir? Kamu selingkuh di belakang aku. Aku ingetin, kalau-kalau kamu lupa, Vin."

"Loli, Sayang gue bisa ngasih lo penjelasan. Please dengerin gue dulu." Kevin Abima Daksa berucap seraya hendak meraih tangan Loli, namun dengan cepat, Loli menjauhkan tangannya dari jangkauan pemuda tampan berusia dua puluh satu tahun itu.

"Hubungan kita udah selesai. Jadi pergi dan tolong, jauhin aku mulai sekarang."

"Dengarin dulu penjelasan gue. Gue minta maaf. Gu-Gue-" "Stop, Vin! Aku gak mau denger omong kosong dari kamu. Lagian, aku udah dapatin pengganti yang lebih baik dari kamu."

"Apa?!" Kevin memekik, karena ia cukup terkejut dengan pengakuan Loli. "Gimana bisa? Lo baru mutusin hubungan lo sama gue tadi siang. Apa jangan-jangan, lo udah selingkuh dari gue, selama ini?"

Mendengkus geram, Loli mengalihkan pandangan sekilas. "Kalau kamu aja bisa selingkuh, kenapa aku enggak? Jadi pergi dan jangan pernah gangguin aku lagi." Loli berucap seraya mendorong dada bidang Kevin, namun Kevin meraih pergelangan tangannya dan menggenggamnya dengan sangat kuat.

"Lepasin aku, Vin!"

"Siapa pacar lo? Kalo emang lo udah punya pacar baru, coba lo tunjukin ke gue."

"Buat apa?" Loli mencoba menghentakan tangannya agar terlepas dari genggaman Kevin, namun genggaman Kevin terlalu kuat baginya.

"Gue gak bakal ngelepasin lo, sebelum lo ngebuktiin omongan lo, ke gue."

"Kamu mau aku ngebuktiin apa?"

"Buktiin kalo lo emang udah dapetin pengganti gue."

Loli memutar bola matanya jengah. Ia memendarkan pandangan dan menelisik keadaan sekitar, hingga netranya berhasil tertuju pada satu arah, yakni di mana kakak dari salah satu sahabat pria yang dimilikinya yakni Alister Galen Danaswara tengah duduk, menikmati minumannya sembari memperhatikan dirinya.

"Itu. Itu dia pacar baru aku."

Kevin menoleh ke arah belakang, di mana Galen berada. "Apa lo serius?" Ia menoleh ke arah Loli. "Kalo dia emang pacar lo, terus kenapa dia cuman diem aja, liatin lo di sini sama gue?"

Mengerjapkan pelupuk mata, Loli menelan ludah kasar dengan sangat kepayahan. "I-itu ...."

Sudut bibir sebelah kiri Kevin menukik tajam, mengulas seringaian kejam yang berarti sebuah kecurigaan. "Lo pasti bohong kan?"

"Enggak!" Loli menghentakan tangannya sekuat tenaga saat Kevin tanpa sadar memperlonggar genggamannya.

"Buktiin!"

Loli menelan ludahnya dengan susah payah lagi. "Ok!" Ia lalu berjalan dengan cepat ke arah di mana Galen berada dan tentu saja, Kevin mengekorinya.

"Ini pacar baru aku!" Loli tiba-tiba menarik tangan Galen dan membuatnya berdiri dari duduknya.

Galen menatap Loli, keheranan. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang tengah Loli lakukan.

Kevin menatap Galen dari ujung rambut hingga ujung kaki, menelisik penampilannya. "Lo bener pacaran sama nih cewek?"

Galen menoleh sekilas ke arah Kevin. Alis sebelah kirinya terangkat, tatkala manik jelaganya beradu tatap dengan Loli.

Loli mencubit kecil lengan Galen. Ia memberi Galen sebuah isyarat, agar Galen mengikuti alurnya.

"Ah, ya." Galen menoleh ke arah Galang lalu mengangguk samar. "Gue pacarnya. Kenapa? Apa ada masalah?"

Kevin menatap Galen dan Loli dengan tatapan penuh kecurigaan. "Gue gak yakin. Bisa kalian buktiin?"

"Maksud kamu?" Loli menatap Kevin dengan mata yang membulat sempurna.

Sudut bibir sebelah kiri Kevin menukik tajam, mengulas seringaian yang begitu mengerikan, sekilas. "Lakuin apa yang biasanya dilakuin sama orang pacaran. Dengan gitu, gue bakal percaya, kalo lo udah move on dari gue secepet itu."

Galen menoleh ke arah Loli yang sudah menunjukan raut wajah gugupnya. "Siapa dia?"

"Mantan pacar aku, Kak." Loli berucap tanpa mengalihan pandangannya dari Kevin.

Sudut bibir sebelah kanan Galen menukik tajam, mengulas seringaian dari sebuah kelicikan. Ia melepaskan lengannya yang masih bertaut dengan lengan Loli. "Ah, jadi lo pengen bikin mantan pacar lo ini cemburu, By?" ia berucap seraya menenggerkan salah satu lengan kekarnya di area pinggang Loli.

Loli sedikit terhenyak, tatkala Galen memberi sedikit tekanan dan membuat tubuhnya saling mendekat. Ia menoleh ke arah Galen yang sudah menatapnya dengan tatapan lekat.

Sejurus kemudian, Galen lantas menoleh ke arah Kevin. "Apa lo yakin, lo pengen ngeliat gue sama pacar gue ngelakuin apa yang biasanya orang pacaran lakuin?"

"Ya!" jawab Kevin, mantap.

Galen terkekeh sinis sekilas, meremehkan. "Ok. Itu bukan masalah."

Tanpa memberi aba-aba, Galen menoleh lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Loli dengan pergerakan cepat, meraup kasar bibir tipis Loli tanpa ragu, membuat seluruh persendian gadis itu seketika menegang. Matanya membelalak, membulat sempurna.

Galen menyesap bibir tipis Loli, bagaikan sebuah lolipop manis yang menggairahkan. Ia menggigit lembut bibir bagian bawah gadis itu untuk mendapatkan akses yang lebih dalam lagi.

Rasa manis alami dari bibir Loli sungguh membuat Galen candu dan seketika lupa bahwa moment tersebut hanyalah sebuah sandiwara.

Salah satu tangan kekar Galen menahan pinggang ramping Loli, agar tubuh mereka tetap dekat dan saling bertekanan, sementara tangan lainnya menahan tengkuk Loli, agar ciumannya semakin dalam.

Loli mengerjapkan pelupuk matanya secara berulang saat ia sadar bahwa Kevin sudah tidak ada lagi di sana. Ia mendorong dada bidang Galen dan menjauhkan dirinya.

Napas keduanya berat dan terengah-engah. Mereka saling bertatapan dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. Loli jelas terkejut, namun berbeda halnya dengan Galen.

Galen terlihat begitu tenang, tatkala netra teduhnya tak sedetik pun berpaling dari manik hazel indah Loli yang tampak gemetar.

Loli memendarkan pandangan. Ia memastikan, bahwa Kevin sudah benar-benar tidak memperhatikan setiap geriknya. Ia membuang napas lega, lalu menoleh ke arah Galen yang memaku, menatapnya. "Makasih ya Kak, buat bantuannya."

Tersenyum kikuk, Loli membungkukan setengah tubuhnya sekilas, lalu berputar, hendak pergi meninggalkan Galen.

Namun, Galen menahannya dengan menggenggam pergelangan tangannya.

"Kita masih belum selesai. Gue gak terima, karena lo udah nyeret gue gitu aja ke dalam masalah lo, apalagi kalo lo mau pergi gitu aja."

Loli menatap Galen dengan dahi yang mengkerut samar, keheranan. "Maksud Kakak, gimana?"

"Lo yang mulai. Jadi biarin gue yang mutusin kapan hubungan gue sama lo selesai. Selama gue belum nganggep hubungan palsu kita ini beres, lo masih milik gue dan cuman boleh jadi milik gue."

Bersambung ....

Memberi Penolakan

Loli melongo, menatap Galen dengan tatapan yang sarat menunjukan keterkejutan.

"Itu bagus." Galen berucap sembari mengusap kelewat lembut bibir bawah Loli menggunakan bantalan ibu jarinya.

"H-huh?" Loli mengerjapkan pelupuk mata secara berulang dengan polosnya, tidak mengerti apa maksud dari perkataan Galen, tapi ia refleks menarik diri, menjauhkan bibirnya dari jangkauan pria tampan di hadapannya itu.

Senyuman manis saat itu seketika merekah di bibir Galen, membersamai tatapan gemasnya yang tersorot ke arah Loli. "Gue bilang, itu bagus."

"A-apanya yang bagus?"

"Bibir lo," gurau pria tampan itu.

Loli memutar bola matanya malas. "Hey. Aku serius, Kak. Kenapa tiba-tiba bercanda sih? Apanya yang bagus?"

"Bibir lo. Beneran deh, bibir lo tuh bagus banget," goda Galen seraya mendekat ke arah Loli.

"Oh, ayo dong, Kak. Ini nggak lucu."

Galen tersenyum lagi, masih belum berhenti melangkah, mendekat ke arah Loli, mengikis segala jarak yang terbentang di antara mereka berdua. "Gue serius, Lol. Bibir lo bagus banget deh, bikin gue pengen lagi."

Pria itu berdesis pelan sembari memiringkan kepalanya sesaat. "Apa gue tadi gak salah kecap?" imbuhnya.

Setelah merasa Galen tak kunjung berhenti mengambil langkah maju, Loli menyadari ... jika pria di hadapannya itu terus seperti ini, jarak di antara tubuhnya dan Galen akan benar-benar habis terkikis, dan hal itu tidak baik.

Tidak baik, jika sampai ada yang tertabrak. Tidak baik pula untuk jantung Lolita, karena semakin sedikit jarak yang tersisa, semakin cepat pula jantung gadis itu berdebar.

Pada akhirnya ... Loli memutuskan untuk mengimbangi setiap langkah yang Galen ambil dengan mengambil langah mundur. Satu langkah Galen maju, satu langkah pula Loli akan mundur.

Sudut bibir sebelah kiri Galen menukik tajam, membuat seringaian ngeri penuh arti menyimbul sempurna di sana, kala ia melihat betapa menggemaskan wajah Loli saat gadis cantik itu mulai panik.

Galen membungkukan sedikit tubuh seraya menghentikan langkah dan menenggerkan salah satu lengannya di lengan sofa yang berada tepat di belakang tubuh Loli, sebagai tumpuan.

Loli tertegun, karena tindakan yang Galen ambil tersebut, sukses membuat wajah mereka begitu dekat, hanya tersisa sedikit ruang, mungkin hanya beberapa inci saja.

Loli bahkan bisa merasakan embusan napas hangat Galen, menyapu permukaan bibirnya.

Tentu Loli bergerak refleks saat itu, meskipun ia juga menghentikan langkah, di saat bersamaan, ia juga memundurkan kepalanya, sedikit.

Namun, nyatanya jarak yang tersisa tetaplah tidak begitu berarti, membuat Loli terlihat kikuk, salah tingkah di hapapan Galen.

Pandangan gadis itu seketika tertunduk. Pupil matanya gemetar, bergerak acak, menelisik segala penjuru ruang di bawah sana, asal tidak terfokus pada satu titik saja, yakni manik jelaga Galen yang tengah menatapnya, dalam.

Galen tersenyum miring, lalu mendekatkan wajahnya ke daun telinga sebelah kanan Loli, bahkan sengaja melabuhkan kecupan di sana. Kecupan yang tak gagal membuat sekujur tubuh Loli merememang karenanya.. "Boleh gue cobain lagi, gak?" bisiknya, menggoda.

"Jangan bercanda," balas Loli, seraya mendorong pelan permukaan dada bidang Galen dengan salah satu telapak tangan mungilnya.

Galen terkekeh gemas, sembari menjauhkan wajahnya dari Loli dan menegakan posisi tubuhnya.

Pria tampan itu menepuk-nepuk pelan puncak kepala Loli. "Gemesin banget sih, pacar gue?"

Loli akhirnya menengadahkan pandangan, menatap wajah tampan Galen dengan tatapan nanar. "Sejak kapan aku jadi pacarnya Kakak?"

Galen tersenyum, lagi. Tersenyum manis kali ini. "Sejak barusan. Ada kali, lima menitan. Lo lupa, kalo lo sendiri yang udah ngakuin gue sebagai pacar baru lo di hadapan mantan pacar lo?"

"Itu cuman pura-pura aja, Kak. Biar mantan aku berenti gangguin aku."

"Tapi gue nganggepnya serius. Gimana dong?"

"Tapi aku enggak!"

"Ya udah, kita jadian beneran aja. Gimana?"

Loli menggeleng tegas. "Gak mau."

Alis sebelah kiri Galen naik. "Kenapa Gak mau? Jangan bilang kalo lo gak suka sama gue?"

"Emang harus banget aku suka sama Kakak?"

"Ya harus lah."

"Dih, kenapa?"

"Karena gue ganteng, baik hati, rajin menabung dan gak sombong."

Loli terkekeh sinis seraya mensidekapkan kedua lengannya di dada. Ia menatap Galen dengan tatapan yang terkesan meremehkan. "Iya sih, Kakak emang ganteng."

"Terus kenapa lo gak mau pacaran sama gue?"

"Karena Kakak playboy."

"Gue bisa berubah."

Loli terkekeh. " Jadi apa? Jadi robot?"

"Sumpah, gue bisa setia, asal lo mau jadi pacar beneran gue."

"Jangan konyol. Banyak cewek cantik dan seksi yang ngejar-ngejar Kakak, pacarin aja salah satu dari mereka, gak usah sama aku pacarannya. Jangan sia-siain yang ada."

Galen balas terkekeh sinis juga, sembari mengguratkan senyum miring di bibirnya. "Kata siapa gue bakal nyia-nyiain mereka? Kalau mereka yang dateng sendiri, otomatis gue bakal dengan senang hati nerima mereka."

Loli menggeleng tak habis pikir, kemudian memukul salah satu lengan Galen dengan telapak tangan mungilnya yang mengepal. "Dasar, Playboy."

Gadis cantik itu lalu melengos pergi, meninggalkan Galen untuk kembali ke area bar, menemui Naya dan Dara yang sudah menunggunya.

Galen menoleh ke arah mana Loli melarikan diri, lalu tersenyum senang. "Hey! Apa salahnya manfaatin anugrah yang Tuhan kasih?"

"Shut up!"

Galen lalu berlari kecil, menyusul Loli tanpa memudarkan senyum di bibirnya. "Tunggu calon suami lo dong! Masa ditinggalin sendiri, gitu aja."

"Udah putus. Gak punya calon suami!"

"Siapa yang lo maksud?" Darrel bertanya kala ia berhasil mengimbangi langkah Loli dan berjalan saling berdampingan.

Loli menoleh malas ke arah Galen, menatap pria tampan itu dengan tatapan tanpa minat. "Kevin?"

Galen yang saat itu berjalan, namun hanya menatap Loli, menaikan salah satu alisnya. "Gue nggak lagi bahas soal dia."

"Terus siapa yang Kakak maksud dengan calon suami aku?"

"Gue!" tandas Galen, seraya menepuk dadanya, menenggerkan salah satu telapak tangannya di sana.

Loli terkekeh gemas seraya menundukan pandangannya sesaat, menganggap apa yang Galen katakan itu, hanyalah sebuah gurauan belaka. "Sejak kapan Kakak jadi calon suami aku?"

"Sejak gue masih jadi ******?" Senyum Galen semakin mengembang.

"Ik apaan sih? Omongannya aneh!" hardik Loli seraya bergidik ngeri dan memukul lagi salah satu lengan Galen.

"Percaya sama gue, Tuhan udah nulisin takdir lo sama gue. Kita bakal berakhir bersama. Itu udah tertulis, bahkan sebelum sel telur nyokap lo ketemu sama sperm-"

Galen mengatupkan bibirnya rapat-rapat seraya menghentikan langkah, kala ia melihat Loli saat itu menoleh ke arahnya, menatapnya dengan tatapan tajam yang menyalang, juga menghentikan langkah.

Tidak memiliki keberanian, atau lebih pada menahan bibirnya agar tidak merenggang, mematrikan senyuman di saat ia menganggap ekspresi wajah yang Loli tunjukan saat gadis itu kesal, begitu menggemaskan bagi dirinya.

Pria tampan itu terkekeh konyol, membuat Loli melanjutkan langkahnya tanpa berkata apa pun.

"Jadi mau ya, jadi pacar gue, Lol?"

Kembali menghentikan langkah, Loli menoleh ke arah Galen yang juga melakukan hal yang sama. Gadis cantik itu tersenyum simpul, lalu mendengkus pelan. "Aku gak bisa."

"Kenapa?"

"Ya karena aku yakin, Kakak udah pasangan."

Bersambung ....

Malah Semakin Dekat

Seminggu sudah tepatnya hari ini, jika dihitung dari hari di mana Loli mengakui Galen sebagai kekasih barunya di hadapan Kevin, berlalu.

Hubungan Loli dengan Galen, bisa dibilang jadi semakin dekat, setiap harinya. Bahkan tidak jarang membuat penghuni kampus dari tempat keduanya mengenyam pendidikan, merasa keheranan.

Tidak terkecuali bagi Naya dan Dara - sahabat dekat Loli, juga bagi Galang Lazuardi Danaswara yang merupakan adik satu-satunya dari Galen sekaligus sahabat dekat Loli semenjak masih duduk di bangku SMA.

Dari dulu, Galen dan Loli memang bisa dibilang memiliki hubungan baik, hanya saja ... tidak sedekat seperti sekarang ini. Berkomunikasi pun, seringnya hanya seperlunya saja.

Ada kebiasaan baru yang setiap harinya akan selalu Galen dan Loli sama-sama rindukan, yakni tentang Galen yang tidak pernah melewatkan satu kali pun kesempatan untuk menggoda Loli, kapan dan di manapun.

Melihat dan membuat Loli kesal, adalah tindakan wajib bagi Galen setiap mereka bertemu, atau bahkan hanya sekadar berpapasan di koridor kampus.

Meskipun tak jarang godaan yang Galen lontarkan membuat Loli merasa kewalahan dan kesal bukan main, Loli sama sekali tidak keberatan, karena faktanya, melihat Galen tersenyum, memberi rasa behagia tersendiri bagi reluntnya.

Selama tindakan menyebalkan yang Galen lakukan padanya, bisa mengukir senyum bahagia dengan tulus di bibir keduanya, bagi Loli ... tidak ada yang lebih penting dari itu.

Dan saat ini, waktu menunjukan pukul tepat sembilan di pagi hari. Saat ini ... Loli tengah berjalan di lorong kampusnya sembari berbincang ringan dengan kedua sahabatnya, yaitu Dara dan Naya yang saat itu berjalan di kedua sisi tubuhnya, mengapit dirinya.

"Hey, Babe!" pekik Galen seraya melingkarkan lengan kekar sebelah kirinya di leher Loli, tanpa memberi sedikitpun tekanan tentunya.

Kedatangan Galen yang saat itu bisa dibilang tiba-tiba, membuat Loli dan kedua sahabatnya cukup terkejut.

Efeksi dari tubuh Galen yang sedikit membentur dengan tubuhnya, membuat tubuh Loli sedikit terhuyung.

Tentu Dara dan Naya seketika menjauh dari Loli, berjalan refleks ke arah yang saling berlawanan, membuat jarak yang sebelumnya tidak ada sama sekali, terbentang luas di antara tubuh ketiganya.

"Oh, Tuhan. Bisa nggak, Kakak dateng pake cara yang normal? Kakak bikin aku hampir kena serangan jantung, Kakak tahu?" kerutuk Naya seraya memutar bola matanya jengah, selepas ia menolah ke arah Galen untuk sesaat.

Sementara Dara hanya diam, menatap Loli dan Galen dengan tatapan tajam sembari memegangi area dada, merasakan degup jantungnya yang menggila.

Loli hanya tersenyum, lalu menegakan fostur tubuh yang sebelumnya sempat sedikit membungkuk, karena harus menahan berat tubuh Galen.

"Stop ganggu aku, sehari ... aja. Bisa nggak, Kak?" Loli bertanya seraya menoleh ke arah Galen dan perlahan melepaskan lengan pria tampan itu dari lehernya.

"Kenapa masih nanya sih, kalo lo udah tahu apa jawabannya?" sarkas Galang, yang kala itu sebenarnya datang bersama dengan Galen - sang kakak.

Galen menoleh ke arah Galang sembari mengacungkan kedua jempol tangannya dan tersenyum bangga. "Makasih, karena udah mewakili."

Galang menggeleng tak habis pikir seraya menelusupkan salah satu telapak tangan ke dalam saku celana, sementara telapak tangan yang lainnya, ia gunakan untuk mencengkram tali backpacknya yang menggantung di salah satu bahu. "Dia bakal uring-uringan nggak jelas, kalau sehari aja nggak gangguin lo, Lol. Asal lo tahu."

Loli mendelikan mata, menatap Galang dengan tatapan tidak suka. "Sejak kapan kamu belain Kakak nyebelin kamu ini, huh? Bukannya kamu selalu ada di pihak aku?"

Galang tersenyum. "Dia udah ngijinin gue nyetir mobil sport'nya hari ini, jadi maaf ... gue nggak bisa ada di pihak lo."

Loli berdecih seraya menggeleng kecewa. "Kamu emang sahabat yang luar biasa."

"Yes, I am!" tegas Galang, sembari tersenyum bangga.

"Kalo lo bisa berhenti ada di pihak Loli cuman karena Bang Galen ngijinin lo buat bawa mobil sport'nya, gue harus bayar lo berapa mahal, biar lo mau bantu ngerjain tugas, Lang?" Dara bertanya, dengan nada suara yang terkesan sarkastik dan mencemooh.

Galang tersenyum sinis, seraya membiarkan sudut bibir sebelah kirinya menukik, membuat seringaian terpatri dengan jelas. Ia menoleh ke arah Dara, lalu menelisik tubuh gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Pria tampan itu ******* bibir bawahnya. "Gimana kalau pake badan lo?" tanyanya, sembari mengedipkan salah satu pelupuk mata, menggoda.

"Mesum!" tandas Dara seraya memutar bola matanya jengah.

Loli, Naya dan Galen yang juga masih ada di sana, hanya diam, mendengarkan dan memperhatikan percakapan yang terjadi antara Galang dan Dara, sembari menahan tawa.

Pemandangan terkait Dara dan Galang yang sering bicara dengan nada sarkastik pada satu sama lain, bukanlah hal baru bagi ketiganya.

Sama halnya dengan Galen yang akan selalu menggoda Loli pada setiap kesempatan, Galang pun melakukan hal yang sama.

Hanya saja ... sedikit berbeda kasusnya. Jika Galen menggoda Loli karena merasa gemas, Galang justru menggoda Dara karena kesal.

Bagaikan Tom and Jerry, Dara dan Galang, memiliki hubungan yang tidak begitu baik, meskipun keduanya bersahabat. Membuat kesal dan jengkel satu sama lain, adalah hal wajib yang pasti akan mereka lakukan setiap kali mereka bertemu.

Dan hal itu, tak jarang dijadikan Loli, Galen dan Naya sebagai ajang hiburan, karena mereka tahu ... pada akhirnya ... kedua sahabat mereka itu, akan kembali rujuk, meskipun sering kali godaan yang keduanya lontarkan terhadap satu sama lain, menjurus ke arah yang bisa memicu perkelahian.

"Apa yang lo harepin, Ra. Lo selalu bikin otak cowok yang ngeliat penampilan lo, mikirin yang iya-iya," tandas Galang, memecah keheningan yang terjadi di antara dirinya dan Dara.

"Apa yang salah sama penampilan gue, huh?" tanya Dara, seraya mendongakan dagu, menatap Galang dengan tatapan menantang.

Galang menyeringai, lalu kembali menelisik penampilan sahabatnya itu. Rok lipit berwarna hitam yang hampir memperlihatkan seluruh paha, dipadu padankan dengan sebuah crop top berwarna lilac, tak ayalnya seorang anggota cheersleaders.

Dara adalah gadis yang cantik, memiliki bodygoal, idaman para gadis pun pria yang memiliki type ideal wanita seksi.

Area dada yang menonjol, memiliki ukuran D cup. Bokong yang membuat lekukan tubuhnya semakin terlihat indah dan menggoda, adalah sebuah kelebihan yang sepertinya akan selalu Rain tonjolkan.

"Apa lo nggak punya kaca yang cukup besar di rumah lo? Maksud gue, yang bisa nampilin bayangan diri lo dari ujung rambut sampe ujung kaki?" tanya Galang, tentu dengan nada suara sarkastiknya.

"Ya gue punya lah, pake nanya lagi."

"Terus kenapa lo masih nanya?"

Dara menggigit bibir atasnya seraya sedikit mengerucutkan bibir bawahnya. Ia menghentakan kaki beberapa kali, lalu mensidekapkan kedua lengannya di dada. "Bilang aja lo iri."

"Iri?" Galang terkekeh sinis, meremehkan. "Gue bisa bikin semua cewek yang ada di kampus ini bertekuk lutut cuman gara-gara muka ganteng gue, kenapa gue harus nunjukin seluruh badan? Lo mau semua cewek yang suka sama gue, gila?"

"Mereka mulai lagi," gumam Naya sembari menatap Dara dan Galang secara bergantian, sebelum memutar bola matanya malas.

Loli terkekeh. "Guys, kita punya kelas. Kalian bisa lanjutin ajang pamer kalian lain kali, okay?"

"Hey, gue baru ngeliat Galang yang beraksi di sini, gue kan belum," tandas Galen, seraya menyentuh bahu sebelah kanan Loli dan membuat gadis itu memutar tubuh, menoleh ke arahnya.

Loli tersenyum. "Waktu Kakak abis, Galanf udah ngerampas waktu Kakak. Jadi ... Kakak nggak bisa bikin aku kesel hari ini," katanya dengan nada jenaka, diakhiri dengan memeletkan lidah, meledek Galen.

Galen terkekeh gemas seraya menengadahkan pandangan, sesaat. "Hari masih panjang, Baby. Gue masih bisa ngegodai-" "Hey! ALISTER GALEN DANASWARA!"

Belum sempat Galen merampungkan perkataan, ada seorang gadis yang berteriak dari arah belakang, membuat Galen tertegun dan seketika bungkam.

Loli menoleh, melihat siapa gerangan gadis yang baru saja memanggil temannya itu. "Tasha?"

"Oh ****! Loli, ayo pergi."

Bersambung ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!