"Apa yang sedang kalian lakukan?" teriak Larasati saat masuk ke dalam kamarnya.
Hati Laras rasanya hancur berkeping-keping ketika melihat dengan mata kepalanya sendiri Suami dan Adik kandungnya tengah bercumbu di dalam kamarnya, bahkan di atas ranjang tidurnya.
"Laras, maaf, tapi kami berdua saling mencintai," ucap Rahman dengan memeluk tubuh Mawar, dan saat ini keduanya masih sama-sama polos.
Laras menjatuhkan tubuhnya mendengar perkataan yang ke luar dari mulut Suaminya, dan akhirnya tangis Laras pun pecah.
"Kenapa kalian tega melakukan semua ini kepadaku? apa salahku Mas? selama ini aku sudah berusaha menjadi istri dan Ibu yang baik, bahkan aku rela membanting tulang menjadi tulang punggung keluarga demi menghidupi keluarga kecil kita karena kamu kena PHK, dan sampai saat ini kamu masih belum memiliki pekerjaan," ujar Laras yang tidak mengira jika Suaminya tega berselingkuh, bahkan lebih parahnya dengan Adik kandungnya sendiri.
"Kak, apa salah jika kami saling mencintai? selama ini Kakak selalu sibuk bekerja, tapi Kakak tidak bisa melayani Suami Kakak dengan baik. Jadi, jangan salahkan Mas Rahman jika Mas Rahman mencari kehangatan dari perempuan lain," ujar Mawar.
"Mawar, apa kamu sadar dengan yang kamu katakan? selama ini aku bekerja demi memenuhi kebutuhan kamu juga, bahkan aku yang sudah membesarkan kamu dengan tanganku sendiri. Apa ini balasan yang kalian berikan untukku?" tanya Laras dengan berderai airmata.
"Jadi selama ini Kakak tidak ikhlas membesarkanku? Kakak tenang saja, nanti kalau aku sudah lulus kuliah, aku akan mencari pekerjaan, dan aku pasti akan mengganti semua uang yang telah Kakak keluarkan selama ini," teriak Mawar dengan lantangnya.
"Kalian berdua ternyata tidak punya hati, dan selama ini ternyata aku bodoh karena telah membesarkan Mawar berduri yang akhirnya menusuk dalam rumah tangga Kakaknya sendiri."
"Laras, kamu jangan menyalahkan Mawar, karena aku yang terlebih dahulu sudah jatuh cinta kepadanya," ujar Rahman.
"Sekejam-kejamnya lelaki Buaya, tapi tak sekejam dirimu yang bejat Rahman. Aku bisa menerima jika kamu berselingkuh dengan perempuan lain, tapi kenapa harus Mawar? kenapa harus Adikku? bisa-bisanya kamu menjadikan satu ranjang tiga nyawa dalam pernikahan kita. Sekarang juga kalian pergi dari rumahku !!" teriak Laras yang sudah tidak bisa menahan semuanya lagi.
"Kamu tidak bisa mengusir kami begitu saja, aku juga ikut andil dalam membangun rumah ini. Jadi, sebaiknya kamu saja yang ke luar dari rumah ini, apalagi sekarang Mawar juga sedang hamil Anakku, dan aku akan segera menikahinya," ujar Rahman yang tidak terima karena Laras mengusirnya.
Degg
Jantung Laras rasanya berhenti berdetak ketika mendengar jika Mawar hamil Anak Rahman.
"Baik kalau itu mau kamu Mas, sekarang juga jatuhkan talak kepadaku, karena aku tidak mungkin menerima Adik kandungku sendiri menjadi maduku," ujar Laras yang memilih untuk berpisah.
Rahman terlihat bingung ketika mendengar Laras meminta cerai, karena selama ini Laras yang sudah menjadi tulang punggung keluarga, sehingga Rahman diam mematung mendengar permintaan istrinya tersebut.
"Mas Rahman kenapa sih malah diam saja? Mas Rahman kan sudah janji mau menikahi aku, aku tidak mau kalau sampai hamil di luar nikah. Lebih baik aku gugurkan saja kandunganku kalau Mas Rahman tidak mau bertanggung jawab," ancam Mawar.
"Sayang, kamu tenang dulu ya, nanti kita bicarakan semuanya." ujar Rahman, kemudian memakai bajunya terlebih dahulu sebelum menghampiri Laras yang saat ini terlihat mengemasi pakaiannya dan juga pakaian Anaknya.
"Laras, kita bisa membicarakan semuanya baik-baik, aku minta maaf karena telah mengkhianati pernikahan kita, tapi aku harap kamu mengijinkan aku untuk berpoligami. Kamu pasti tidak mau kan kalau Mawar melahirkan tanpa seorang Ayah? bagaimanapun juga Mawar adalah Adik kandung kamu," ujar Rahman mencoba merayu Laras, bahkan Rahman memeluk tubuh Laras dari belakang.
"Lepaskan tangan kotormu dari tubuhku Rahman !! aku merasa jijik dengan kelakuanmu yang seperti binatang. Terserah apa yang akan kalian berdua lakukan, aku sudah tidak peduli lagi, karena sekarang juga aku akan memenuhi keinginan kalian untuk ke luar dari rumah ini. Kamu bilang dia Adikku? seorang Adik tidak akan mungkin tega merebut Suami Kakaknya sendiri," teriak Laras yang sudah bertekad untuk bercerai dengan Rahman.
"Laras, kamu pikirkan semuanya baik-baik, kalau kita bercerai nanti Daffa yang akan menjadi korbannya," ujar Rahman.
"Aku tau jika Anak yang akan menjadi korban perceraian kedua orangtuanya, tapi seharusnya kamu memikirkan semua itu sebelum kamu berselingkuh Mas. Sekarang semuanya sudah terlambat, karena aku tetap akan memilih untuk bercerai."
Mawar yang sudah memakai pakaian kini memeluk tubuh Rahman, karena Mawar takut jika Rahman tidak menikahinya.
"Mas Rahman sebaiknya Mas ceraikan saja Kak Laras. Nanti, setelah Mawar melahirkan, Mawar akan mencari pekerjaan untuk membantu ekonomi keluarga kecil kita. Lagian Mas lihat baik-baik wajah Kak Laras yang sudah keriput, jauh berbeda jika dibandingkan dengan Mawar yang masih muda dan cantik," ujar Mawar dengan bergelayut manja kepada Rahman.
"Kamu tega Mawar, ternyata kamu tidak punya hati, padahal selama ini Kakak selalu tulus menyayangi kamu, tapi ini balasan yang kamu berikan kepada Kakak?" ucap Laras dengan lirih.
Mawar seakan tuli dan tidak mendengar perkataan Laras, bahkan hatinya tidak bergetar sedikit pun karena saat ini rasa cintanya kepada Rahman telah membutakan mata dan hati Mawar.
"Mas, sekarang juga Mas Rahman jatuhkan talak kepada Laras, supaya Laras bisa pergi dengan bebas. Mas Rahman tenang saja, karena Laras tidak akan meminta sepeser pun uang dari Mas Rahman. Biarkan Laras dan Daffa pergi dari kehidupan Mas Rahman, biarkan kami bahagia, karena luka yang Mas torehkan begitu dalam sehingga tidak bisa Laras maafkan lagi."
Rahman merasa berat untuk menceraikan Laras, tapi Mawar terus saja mendesaknya, sampai akhirnya kata talak itu jatuh juga.
"Aku Rahman Hermawan, menjatuhkan talak tiga kepada Larasati, dan saat ini aku dan Laras sudah bukan Suami istri lagi," ucap Rahman dengan mulut bergetar, sedangkan Mawar tersenyum penuh kemenangan.
"Terimakasih atas luka yang telah kalian berikan untukku, tapi kalian harus ingat, Tuhan tidak pernah tidur, dan kalian pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal atas pengkhianatan yang telah kalian berdua lakukan," ujar Laras yang sudah benar-benar sakit hati terhadap Adik dan Suaminya.
Laras memutuskan untuk mengambil Daffa dari rumah Mertuanya, karena Rahman sering menitipkan Daffa di sana.
Hujan tiba-tiba turun dengan derasnya menemani langkah Laras yang ke luar dari rumah yang selama ini selalu dia anggap sebagai Surga.
Selama ini aku selalu menganggap rumah tanggaku seperti di dalam Surga, karena aku dan Mas Rahman tidak pernah bertengkar selama kami menikah, tapi ternyata Mas Rahman dan Mawar telah membuat semuanya menjadi seperti di dalam Neraka. Mungkin ini adalah keputusan terbaik, karena aku tidak ingin selamanya hidup di dalam Neraka yang telah dibuat oleh Suami dan Adik kandungku sendiri.
Pov Laras
Namaku Larasati, hari ini usiaku tepat 30 tahun. Aku baru menikah selama tiga tahun, dan memiliki bayi yang baru berusia 7 bulan.
Aku memiliki Suami yang bernama Rahman, dan kami berdua saling mencintai. Mas Rahman adalah sosok yang romantis dan bertanggung jawab. Aku bahagia karena setelah aku menikah dengannya, Mas Rahman menyuruhku untuk berhenti bekerja, jadi aku tidak perlu terus-terusan membanting tulang dan berjuang sendirian lagi, apalagi rumah tangga kami berjalan dengan harmonis.
Setelah lima bulan kami berumah tangga, ternyata ujian datang dalam rumah tangga kami, dan Mas Rahman terkena PHK, sampai akhirnya aku memutuskan untuk kembali bekerja di Pabrik.
Sampai saat ini Mas Rahman masih belum juga mendapatkan pekerjaan, apalagi aku masih harus membiayai kuliah Adikku yang bernama Mawar. Akan tetapi, aku tidak mempermasalahkannya, karena Mas Rahman selalu membantu pekerjaanku di rumah, Mas Rahman juga selalu mengantar jemput aku saat bekerja, bahkan aku tidak perlu menyewa jasa Baby Suster, karena dengan senang hati Mas Rahman menjaga Anak kami saat aku pergi bekerja.
Aku dan Mawar adalah Anak Yatim Piatu, orangtua kami meninggal karena kecelakaan. Saat itu aku baru berusia 17 tahun dan duduk di bangku kelas 2 SMA, sedangkan Mawar baru berusia 10 tahun, dan duduk di bangku kelas 4 SD.
Aku terpaksa putus Sekolah dan memilih untuk bekerja demi menyambung hidup serta membiayai Sekolah Adikku, dan Aku bahagia perjuanganku tidak sia-sia, karena aku bisa menyekolahkan Mawar sampai kuliah, dan tinggal satu semester lagi Mawar akan menjadi seorang Sarjana.
Hari ini aku pulang siang dari tempat kerjaku, karena di Pabrik tempat aku bekerja mengalami mati lampu, sehingga semua Karyawan akhirnya dipulangkan.
Aku pulang dengan perasaan bahagia, karena Mas Rahman berjanji akan merayakan Ulang tahunku dengan mengajak aku untuk makan malam di luar, sebab Mas Rahman bilang kalau hari ini Mas Rahman akan mendapatkan komisi dari hasil membantu menjual tanah milik saudaranya.
Setelah sampai rumah, Aku membuka pintu rumah secara perlahan, karena aku ingin memberikan kejutan untuk Mas Rahman, tapi saat ini rumah terlihat sepi, dan aku berpikir kalau Mas Rahman sedang membawa main Anak kami ke rumah kedua orangtuanya.
"Mungkin Mas Rahman membawa Daffa main ke rumah Ibu, makanya rumah sepi. Mawar juga sepertinya sedang main ke luar, karena hari ini Mawar sedang libur kuliah," gumamku saat memasuki rumah, sampai akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke dalam kamar.
Deg..deg..deg..
Jantungku berdetak kencang ketika aku tiba di depan kamarku, karena saat ini aku mendengar suara dessahan dan errangan yang bersahutan dari dalam kamarku.
Pada awalnya aku menampik semua yang aku dengar, karena selama ini aku tidak pernah mempunyai pikiran buruk terhadap Suamiku, dan aku berharap jika itu hanya suara dari video yang diputar oleh Suamiku saja, sampai akhirnya secara perlahan aku memberanikan diri untuk membuka pintu kamar, meski pun dengan tangan yang gemetar.
Mataku terbelalak ketika melihat Suami dan Adik kandungku sedang bercumbu di atas ranjang yang selama ini aku dan Mas Rahman tiduri. Aku bagai tersambar petir di siang bolong, dan rasanya duniaku hancur seketika, karena pada akhirnya aku mendapatkan kado yang paling menyakitkan di hari ulang tahunku, yaitu dengan mengetahui perselingkuhan Suami dan Adik kandungku sendiri.
Sedikit pun aku tidak pernah mengira jika Suami dan Adikku telah berselingkuh, bahkan saat ini Mawar sedang hamil Anak Mas Rahman.
Aku meminta cerai kepada Mas Rahman, bahkan aku mengusir mereka dari rumahku, karena aku tidak akan sanggup apabila harus dimadu dengan Adikku sendiri, tapi Mas Rahman malah mengusirku, karena dia juga merasa mempunyai jasa saat membangun rumah kami.
Aku yang sudah tidak kuat dengan kenyataan pahit yang menimpa hidupku, akhirnya memutuskan untuk ke luar dari rumah yang selama tiga tahun ini aku tinggali, dan aku meminta cerai kepada Mas Rahman, meski pun pada awalnya Mas Rahman tidak mau menceraikanku, mungkin karena selama ini aku yang sudah menjadi tulang punggung keluarga, sehingga dia takut jika harus memenuhi kebutuhan Mawar, apalagi saat ini Mas Rahman masih belum mendapatkan pekerjaan tetap.
Keputusanku telah bulat untuk bercerai dari Mas Rahman, sampai akhirnya Mas Rahman menjatuhkan talak tiga kepadaku karena desakan dari Mawar.
Aku tidak pernah mengira jika selama ini Adik kandungku sendiri telah menjadi duri dalam rumah tanggaku, tapi aku akan berusaha untuk kuat demi Daffa Anakku, dan aku akan membuka lembaran baru dengan membawa Daffa pergi jauh dari tempat tinggalku sekarang ini, juga dari Neraka yang sudah diciptakan oleh Mawar dan Mas Rahman.
Hujan turun dengan derasnya menemani langkahku saat ke luar dari rumah yang selama tiga tahun aku tinggali dengan Mas Rahman dan Mawar, dan aku terus melangkahkan kaki menuju rumah Mertuaku untuk mengambil Daffa.
Ketika aku berada di depan pintu rumah, aku tidak sengaja mendengar percakapan kedua Mertuaku, dan aku begitu terkejut ketika mereka membicarakan tentang Aku, Mas Rahman, dan juga Mawar.
"Bu, kenapa Rahman lama sekali pulang ke rumah? untung saja Daffa masih tidur," tanya Bapak Mertuaku.
"Palingan juga si Rahman lagi e*na-e*na sama si Mawar, Pak." Jawab Ibu Mertuaku dengan entengnya.
Degg
Jantungku berdetak kencang, karena ternyata selama ini orangtua Mas Rahman mengetahui jika Anaknya telah berselingkuh.
"Kasihan Laras, selama ini Anak kita sudah selingkuh dengan Adik kandung Laras sendiri, padahal Laras sudah membanting tulang untuk menghidupi keluarga kecilnya, bahkan selama ini Laras yang mencari uang untuk kuliah Mawar," ujar Bapak Mertuaku.
"Salah Laras sendiri Pak, jadi istri kok tidak bisa melayani Suaminya, wajar saja jika Anak kita mencari kehangatan dari perempuan lain, seandainya Laras tidak bekerja, Ibu juga tidak mau mempunyai Menantu kampungan seperti dia," ujar Ibu Mertuaku.
Dadaku terasa sesak ketika mendengar perkataan Ibu Mertuaku, padahal selama ini aku juga bekerja untuk menghidupi Anaknya, dan hatiku rasanya sakit bagai tertusuk ribuan duri, karena selama ini ternyata aku sudah mereka bohongi, padahal di depanku mereka selalu bersikap baik, tapi ternyata mereka sudah menusukku dari belakang.
Aku sudah tidak tahan lagi mendengar perkataan Ibu Mertuaku yang terus saja menjelek-jelekan aku, sampai akhirnya aku menerobos masuk ke dalam rumah untuk mengambil Daffa.
"La_laras, kenapa kamu tidak sopan sekali masuk rumah bukannya ngucapin Salam, malah menerobos masuk begitu saja?" ujar Ibu Mertuaku dengan wajah yang terlihat pucat seperti maling yang kepergok.
"Bu, selama ini Laras sudah menganggap Ibu dan Bapak sebagai orangtua kandung Laras sendiri karena Laras sudah tidak mempunyai orangtua, tapi ternyata selama ini Ibu tidak pernah menganggap Laras sebagai Anak Ibu, bahkan Ibu sudah mendukung Mas Rahman berbuat Zina dengan Adik kandung Laras sendiri. Dimana hati nurani Ibu sebagai seorang perempuan? bagaimana kalau semua itu terjadi kepada Ibu atau Anak perempuan Ibu?"
Laras mengira jika Ibu Mertuanya akan menyadari semua kesalahannya setelah mendengar perkataan Laras, tapi ternyata Ibu Mertuanya malah semakin menjadi-jadi.
"Suamiku dan juga Suami Anakku tidak mungkin berselingkuh, karena kami selalu melayani Suami kami dengan baik, tidak seperti kamu yang sibuk bekerja. Mungkin saja kan kamu juga selama ini sudah bermain serong di belakang Rahman," sindir Bu Ida.
"Bu, jika memang Anak Ibu salah, seharusnya Ibu memperingatkannya, bukan malah terus-terusan mendukung Mas Rahman berbuat dosa. Ibu juga tidak seharusnya menuduh Laras melakukan perbuatan yang tidak senonoh seperti yang telah Mas Rahman dan Mawar lakukan, karena selama ini Laras juga bekerja demi memenuhi kebutuhan Anak Ibu. Apa Ibu tidak sadar dengan perkataan Ibu? seandainya Mas Rahman bekerja, Laras juga tidak akan mungkin bekerja bahkan sambil membawa dagangan, tapi ternyata ini balasan kalian?"
"Kamu berani sekali menjelek-jelekan Suami kamu, bagaimanapun juga Rahman adalah Suami kamu Laras."
"Bukan Bu, Mas Rahman bukan lagi Suami Laras, karena Mas Rahman sudah menjatuhkan talak tiga kepada Laras."
"Bagus deh kalau seperti itu, karena Mawar sedang hamil, dan Rahman harus segera menikahinya."
"Kalau begitu Laras permisi dulu ke kamar mau mengambil Daffa."
Laras masuk ke dalam kamar kemudian mengambil Daffa yang masih tidur terlelap.
"Nak, Laras mau membawa Daffa kemana?" tanya Bapak Mertua Laras yang bernama Pak Syarief.
"Laras ingin pergi jauh dari sini Pak, karena Laras tidak akan sanggup jika terus berada di sini."
"Nak, atas nama Anak dan Istri Bapak, Bapak meminta maaf yang sebesar-besarnya. Semoga Laras dan Daffa mendapatkan kebahagiaan dimana pun kalian berada."
"Amin, makasih banyak Pak atas do'anya," ucap Laras, kemudian Laras membuka payung dan kembali melangkahkan kaki dengan menggendong Daffa di tengah guyuran hujan yang deras.
Nak, apa pun yang terjadi, Ibu akan selalu ada untuk Daffa, dan Ibu akan menjadi sosok Ibu sekaligus Ayah untuk Daffa, ucap Laras dalam hati dengan memeluk tubuh Daffa, dan tanpa terasa airmata Laras terus menetes membasahi pipinya.
Laras membawa Daffa ke kontrakan temannya yang bernama Anggi, dan kebetulan kontrakan Anggi berada di dekat Pabrik tempat Laras bekerja.
Laras mengucap Salam ketika tiba di depan rumah kontrakan Anggi, dan Anggi begitu iba melihat Laras yang basah kuyup dengan menggendong bayinya.
"Laras, ayo cepat masuk, kasihan Daffa kamu ajak hujan-hujanan," ujar Anggi dengan mengambil Daffa dari gendongan Laras, kemudian Anggi menyuruh Laras untuk mengganti pakaiannya terlebih dahulu.
Setelah Laras selesai mengganti pakaian, Anggi memberikan teh manis hangat kepada Laras, karena saat ini wajah Laras terlihat pucat.
"Sekarang kamu cerita sama aku, apa yang sebenarnya sudah terjadi dengan kamu dan Mas Rahman? bukannya selama ini rumah tangga kalian selalu harmonis?" tanya Anggi.
Laras yang sudah tidak kuat lagi menahan semuanya, langsung berhambur memeluk tubuh Anggi dengan erat, kemudian Laras menumpahkan tangisannya dalam pelukan Anggi.
"Anggi, ternyata selama ini Mas Rahman dan Mawar sudah berselingkuh," ucap Laras dengan lirih.
"Apa? kamu tau darimana Laras? bukannya Mawar adalah Adik kandung kamu sendiri? tidak mungkin Mawar membalas air susu dengan air tuba, karena kamu adalah Kakak yang sudah membesarkan Mawar dengan tangan kamu sendiri," ujar Anggi.
"Tapi itu kenyataannya Anggi. Mawar sudah membalas semua kasih sayang yang aku berikan kepadanya dengan merebut Suamiku. Saat tadi aku pulang kerja, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri mereka sedang bercumbu di dalam kamarku, bahkan di atas tempat tidurku dengan Mas Rahman," ujar Laras dengan menahan sesak dalam dadanya.
Anggi mengepalkan tangannya mendengar cerita Laras, karena sebagai sesama wanita, Anggi merasa sakit hati mendengar Adik yang selama ini Laras besarkan dengan memeras tenaga dan keringat tega-teganya merebut Suami Kakak kandungnya sendiri.
"Suami macam apa Rahman, tega-teganya dia berselingkuh dengan Adik iparnya. Padahal selama ini kamu membanting tulang untuk menghidupi mereka, tapi ini balasan yang mereka berikan kepada kamu. Laras, kamu harus bangkit, kamu tidak sendiri, karena aku membantu kamu membesarkan Daffa."
"Makasih banyak Anggi, kamu memang temanku yang paling baik."
"Laras, selama ini kamu sudah banyak menolongku saat aku kesusahan, jadi sudah seharusnya aku juga menolong kamu. Aku akan meminta kepada atasan kita supaya merubah shift kerja kita, supaya kita bisa bergantian menjaga Daffa, dan aku akan membantu kamu jualan juga di depan Pabrik," ujar Anggi.
"Makasih banyak Anggi, aku tidak tau harus berkata apa lagi selain mengucapkan terimakasih."
"Laras, kamu yang sudah membantu aku mendapatkan pekerjaan, bahkan saat pertama kali aku datang ke Bogor, kamu juga sudah meminjamkan uang untuk aku membayar kontrakan serta kebutuhanku seharu-hari, padahal saat itu kita belum saling kenal. Dan sekarang saatnya aku membalas semua kebaikan kamu," ujar Anggi yang merasa beruntung bisa bertemu dengan Laras.
Anggi adalah perantau yang datang dari Palembang untuk mengadu nasib di Ibukota, tapi saat itu Anggi kecopetan dan semua barangnya raib, sampai akhirnya ada yang memberitahu Anggi tentang lowongan kerja di kota Bogor.
Saat itu Anggi kebingungan karena tidak ada orang yang dia kenal, tapi Laras sudah berbaik hati menolong Anggi.
......................
Laras sudah bertekad untuk berjuang membesarkan Daffa dengan bantuan Anggi, dan untungnya atasan Laras dan Anggi yang bernama Bu Mia memberikan ijin kepada keduanya supaya mendapatkan shift yang berbeda dengan alasan supaya bisa bergantian mengurus Daffa, setelah sebelumnya Laras menceritakan tentang masalah rumah tangganya kepada atasannya tersebut.
Sudah satu minggu Laras tinggal di kontrakan Anggi. Setiap pagi sebelum masuk kerja, Laras berjualan masakan di depan Pabrik dengan menggendong Daffa, sedangkan Anggi bertugas belanja bahan-bahan masakan ke Pasar.
"Laras, bagaimana dagangannya, sudah habis belum?" tanya Anggi dengan mengambil Daffa dari gendongan Laras, karena sebentar lagi Laras akan masuk kerja.
"Alhamdulillah dagangannya udah habis. Daffa sayang, Ibu kerja dulu ya Nak, Daffa jangan rewel, baik-baik sama Tante Anggi ya. Anggi aku titip Daffa ya," ujar Laras dengan mencium pipi Daffa sebelum masuk gerbang Pabrik.
"Kamu tenang saja Laras, aku akan selalu menjaga Daffa dengan baik," ujar Anggi dengan tersenyum.
Laras sudah mengusulkan untuk mencari pengasuh untuk Daffa selama dirinya bekerja, karena Laras merasa kasihan terhadap Anggi, apalagi Anggi memilih shift malam. Tapi Anggi menolaknya, apalagi sejak ada Daffa, Anggi merasa tidak kesepian, dan selama ini Daffa juga tidak pernah rewel jika Laras bekerja.
......................
Semenjak kepergian Laras dari rumahnya, Rahman selalu pusing menghadapi Mawar yang banyak maunya, bahkan uang lima juta yang Rahman dapat dari komisi membantu menjual tanah, sudah habis semuanya karena dipakai shoping oleh Mawar, sehingga untuk makan sehari-hari, mau tidak mau Rahman terpaksa menjadi tukang ojek.
"Mas, aku minta uang dong," ujar Mawar saat hendak berangkat ke kampus.
"Mawar, kamu tau sendiri kalau saat ini aku masih belum mempunyai pekerjaan tetap. Kenapa kamu selalu bersikap boros," bentak Rahman, sehingga membuat Mawar menangis.
"Mas, kamu tega sekali membentak aku, wajar saja jika aku menghabiskan uang yang tidak seberapa itu, lagian aku juga butuh hiburan supaya Anak kita yang saat ini masih berada dalam kandunganku tidak merasa stres," ujar Mawar yang selalu saja tidak mau mengalah, sehingga membuat Rahman merasa bingung menghadapi perempuan yang saat ini berstatus istri sirinya tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!