NovelToon NovelToon

Istri Terabai Tuan Sean

Bab 1

Hiks!

Terdengar suara isak tangis yang begitu memilukan di samping tubuhnya. Sean–lelaki berdarah campuran itu menggeliatkan tubuhnya. Ia yang tadinya tertidur dengan lelap, kini terbangun oleh suara isak tangis seorang perempuan muda yang kini tengah meringkuk di tepi ranjang.

Sean terperanjat. Tidak percaya dengan apa yang ia lihat di depan matanya. Sosok wanita muda, memiliki kulit sawo matang itu tengah meringkuk sambil mencoba menutupi tubuh polosnya dengan sebagian selimut yang kini juga menutupi tubuh Sean.

"Kamu! A-apa yang kamu lakukan di sini, ha?!" pekik Sean dengan mata membulat sempurna.

Namun, bukan jawaban yang didapat, malah tangisan wanita muda itu semakin menjadi dan membuat Sean kelabakan.

"Hush, diam!" Sean menghampiri wanita muda itu lalu menutup mulutnya yang sedang terisak dengan cukup kuat. Berharap wanita muda itu menghentikan tangisannya.

"Jangan keras-keras, nanti kedengaran orang!" tegas Sean dengan mata melotot menatap Sri.

Sri Wulandari–wanita muda berusia 21 tahun itu tak mampu berkata-kata lagi. Seluruh tubuhnya sakit, terlebih bagian area sensitifnya.

Tadi malam, secara membabi buta lelaki berdarah campuran itu meruda paksa dirinya. Ia bahkan sampai tak sadarkan diri dibuatnya. Sekarang, Sri benar-benar sudah putus asa. Kesucian yang selama ini begitu ia jaga, harus direnggut secara paksa oleh Sean. Lelaki yang baru dua kali ia temui tersebut.

Karena Sri tidak juga menjawab pertanyaannya, Sean pun memutuskan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi di antara mereka, di dalam kamar tersebut.

Sean bangkit dari tempat tidurnya dan lagi-lagi ia tersentak kaget karena menemukan tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. Sean melihat sekeliling ruangan itu dan ia menemukan beberapa potong pakaian yang teronggok di lantai, dekat tempat tidur. Beberapa potong pakaian miliknya dan juga milik Sri, gadis kampung yang sama sekali bukan tipe-nya itu.

Sean meraih celana boxer miliknya yang tergeletak tak jauh dari posisinya berada. Lelaki bermata biru itu segera mengenakan celana tersebut untuk menutupi area pribadinya yang kebetulan saat itu dalam kondisi 'on'.

"Hei, apa yang sudah terjadi di sini?" tanya Sean sambil menatap Sri yang masih saja terisak di sudut ranjang. Rambut hitam panjang dan bergelombang milik Sri terlihat acak-acakan, selaras dengan wajah wanita muda itu. Terlihat murung dan tak bersemangat.

"Anda masih saja bertanya apa yang terjadi? Padahal sudah jelas sekali apa yang terjadi di sini, Tuan Sean!" sahut Sri dengan setengah berteriak. Ia kesal, marah, kecewa dan putus asa.

Sean terdiam untuk beberapa menit dengan tatapan yang masih tertuju pada Sri. Ia memindai penampilan wanita sederhana itu dan sekarang ia tahu apa yang dimaksud olehnya.

"Ja-jadi, maksudmu kita sudah .... Ah!" Sean mengusap kasar wajahnya.

Sean berjalan menghampiri Sri lalu berdiri tepat di hadapan wanita kampung itu.

"Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana hal ini bisa terjadi! Aku yakin kamulah yang sudah menggodaku untuk melakukannya, 'kan! Kamu sengaja memanfaatkan kondisiku yang mabuk agar bisa menidurimu! Cuih, menjijikan," ucap Sean dengan wajah memerah menatap Sri.

Sri yang merasa menjadi korban, tidak terima saat dirinya disalahkan oleh lelaki berkulit putih kemerah-merahan itu. Ia bangkit dari posisinya lalu berdiri di hadapan Sean sambil mempertahankan selimut yang menutupi area pribadinya.

Plakkk!

"Mulut Anda kurang ajar sekali, Tuan!" geram Sri dengan air mata yang bercucuran di kedua belah pipinya.

"Saya memang seorang gadis miskin, Tuan Sean. Namun, saya masih punya harga diri. Saya bukan wanita murahan yang dengan mudah menyerahkan kesuciannya kepada seorang laki-laki. Apalagi laki-laki asing seperti Anda!" lanjutnya dengan napas tersengal-sengal.

Sri kembali memukul tubuh kekar itu dengan seluruh tenaganya yang masih tersisa. "Anda bajingan, Tuan! Anda bajingan!"

Sean hanya bisa pasrah dan terdiam sambil mengelus pipinya yang sakit akibat pukulan Sri barusan. Sean masih syok. Ia tidak percaya bahwa dirinya sudah meniduri dan merenggut kesucian gadis kampung itu.

Setelah puas melampiaskan kemarahannya, Sri segera mengambil beberapa potong pakaiannya yang tergeletak di atas lantai. Ia berlari kecil menuju kamar mandi dan kembali melampiaskan kemarahannya di sana.

Sementara itu.

Sean kembali memperhatikan sekeliling ruangan dengan seksama. Termasuk tempat tidur yang kini menjadi saksi bisu terjadinya hal yang tak pernah ia inginkan itu. Benar saja, Sean menemukan sebuah noda darah di atas sprei berwarna putih bersih tersebut. Noda darah perawan milik Sri yang tadi malam ia renggut dengan secara paksa.

Sean tampak frustrasi. Ia menjatuhkan dirinya di tepian ranjang. Beberapa kali Sean mengacak rambut coklatnya dengan kasar. Seolah melampiaskan rasa kekesalannya pada dirinya sendiri.

"Ya Tuhan, bencana apa lagi ini?" gumamnya sambil membuang napas kasar.

Di dalam kamar mandi.

Sri memukul-mukul tubuhnya dengan keras. Bahkan pukulan wanita muda itu berhasil meninggalkan bekas kemerahan di kulit eksotisnya. Tubuh Sri menggigil, ditambah dengan pancuran shower yang dingin, yang saat itu tengah membasahi seluruh tubuh polosnya.

"Ya Tuhan! Hancur sudah harapanku," gumam Sri sambil terisak.

"Niatku merantau ke kota untuk menjadi orang sukses, malah harus menerima kenyataan pahit ini," ucapnya sambil memukul-mukul dinding kamar mandi.

...***...

Bab 2

Sri melangkah gontai keluar dari kamar mandi. Rambutnya yang hitam bergelombang, terlihat masih basah dan meninggalkan jejak di kemejanya yang berwarna abu-abu.

Sean yang masih terdiam di tepian tempat tidur, menoleh dan menatap gadis kampung itu dengan seksama. Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa dirinya melakukan hal menjijikan itu bersama Sri. Bagi Sean, Sri itu bukanlah gadis yang menarik.

Wajah pas-pasan, rambut tak terawat, kulit sawo matang dan wajah polos itu, terlihat jelas sekali bahwa Sri memang seorang gadis yang berasal dari kampung.

Sri melangkah menuju pintu. Namun, sebelum wanita muda itu berhasil meraih gagang pintu, tiba-tiba Sean datang dan menghampirinya.

"Hei, tunggu!"

Sri menghentikan aksinya. Ia terdiam di posisinya berdiri tanpa berkeinginan untuk berbalik dan membalas tatapan Sean.

"Aku minta nomor rekeningmu!" lanjut Sean yang kini berdiri tepat di belakang Sri.

Sri menarik napas dalam lalu menghembuskannya secara kasar. "Untuk apa?"

"Aku akan kirimkan sejumlah uang untukmu. Tapi dengan syarat kamu harus menutupi kejadian ini dari siapa pun. Jangan ada yang tahu bahwa kita sudah melakukan hal menjijikan itu. Kamu mengerti?" ucap Sean yang berhasil memancing kemarahan Sri lagi.

Sri berbalik dengan cepat. Ia menatap lelaki itu dengan tatapan kesal dan marah.

"Tutup mulutmu, Tuan Sean! Aku sama sekali tidak butuh uangmu. Nikmati saja uangmu yang banyak itu karena aku tidak peduli! Dan satu hal lagi," ucap Sri sambil mengacungkan jari telunjuknya di hadapan Sean.

"Bukan kita yang melakukannya, Tuan Sean! Bukan kita, tetapi Anda! Hanya Anda! Yang sudah merenggut paksa kesucianku," lanjut Sri lagi.

Sri kembali berbalik lalu membuka pintu kamar tersebut dengan sangat kasar. Ia melengos begitu saja, meninggalkan Sean yang kembali terdiam di ruangan itu sambil menatap bayangan Sri hingga menghilang dari balik pintu.

Sementara itu.

"Loh, Sri?" Lea tersentak kaget ketika melihat anak buahnya itu. Ia bergegas mendekat lalu berdiri tepat di samping tubuhnya.

"Sri, kamu dari mana?" Lea memperhatikan penampilan Sri yang masih acak-acakan. Rambut panjang bergelombang itu bahkan masih terlihat basah.

Sri segera memeluk tubuh Lea lalu terisak di dalam pelukan wanita itu. Tubuhnya bergetar dengan hebat dan terdengar jelas suara sesenggukan yang dikeluarkan oleh Sri.

"Ka-kamu kenapa, Sri?" Lea kebingungan. Ia membalas pelukan Sri sambil sesekali mengelus punggung wanita muda itu.

"Mbak Lea!"

"Apa yang terjadi padamu? Aku pikir kamu sudah pulang, Sri. Tadi malam aku mencarimu ke mana-mana, tetapi aku tidak berhasil menemukanmu. Kemarilah," ajak Lea.

Lea menuntun Sri lalu mendudukkannya ke sebuah sofa yang ada di ruangan itu. Lea pun ikut duduk di sana, tepat di samping tubuh Sri.

"Apa yang sudah terjadi, Sri? Katakan padaku," tanya Lea sekali lagi sambil menatap lekat wajah murung Sri. Tatapan Lea sempat terfokus pada luka memar yang terlihat jelas di kening Sri dan membuat Lea yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres, terjadi pada anak buahnya itu.

"Mbak Lea, tadi malam tuan—" Sri menghentikan ucapannya dan tatapan wanita muda itu tiba-tiba tertuju pada sosok Sean yang baru saja keluar dari salah satu kamar tamu yang ada di kediaman mewah milik Gail.

Lea pun ikut memperhatikan Sean dan tiba-tiba saja Lea merasakan bahwa yang terjadi pada Sri ada hubungannya dengan sepupu dari suaminya itu.

"Sri?"

Lea menggoyangkan tubuh Sri yang tiba-tiba mematung setelah melihat Sean di ruangan itu. Begitu pula Sean, lelaki itu terdiam di tempatnya berdiri sambil menatap lekat Sri. Seolah mengisyaratkan kepada Sri agar tidak menceritakan apa pun kepada Lea.

"Ehm, bukan apa-apa, Mbak. Sebaiknya aku pulang dulu," ucap Sri yang kemudian bergegas pergi meninggalkan Lea dan Sean di ruangan itu.

"Sri?!" Lea menyeret kaki palsunya, berharap bisa mengejar Sri yang sudah berlari meninggalkannya. Namun, apalah daya. Lea tidak berhasil menyusul wanita muda itu. Sri sudah pergi dan menghilang dari pandangannya.

Dengan tergesa-gesa, Lea kembali menemui Sean dan kebetulan lelaki itu masih berada di ruangan yang sama seperti sebelumnya.

"Sean, aku ingin bicara denganmu!" ucap Lea dengan tegas.

Sean mengusap wajahnya dengan kasar. "Ya. Ada apa, Lea?"

"Apa yang sudah terjadi pada Sri? Aku yakin apa pun yang terjadi padanya, pasti ada hubungannya denganmu! Iya 'kan? Katakan yang sebenarnya, Sean!" cecar Lea yang begitu yakin dengan firasatnya soal lelaki itu.

"Sri? Siapa Sri?" Sean menautkan kedua alisnya heran karena sebenarnya ia memang tidak tahu siapa nama wanita muda yang sudah ia renggut kesuciannya itu.

"Sri! Gadis tadi! Ada sesuatu yang tidak beres, yang sudah terjadi padanya! Dan entah kenapa aku merasa ini ada hubungannya denganmu, Sean," ucap Lea dengan sedikit kesal.

"Aku? Gadis kampung itu?" Sean mencoba mengelak. "Aku bahkan tidak mengenalnya, Lea. Lalu bagaimana bisa kamu berpikir bahwa aku ada hubungannya dengan yang terjadi padanya. Memangnya siapa dia," celetuk Sean sambil tersenyum miring.

Lea tidak percaya begitu saja kepada lelaki itu karena ia tahu bagaimana sifat Sean sebenarnya. Seorang playboy yang tidak pernah merasa cukup berhubungan dengan satu wanita. Ia menatapnya dengan lekat dan Lea yakin bahwa ada sesuatu yang sedang ditutup-tutupi oleh Sean darinya.

"Aku tahu, tadi malam kamu mabuk berat, Sean. Dan semoga saja apa yang aku pikirkan saat ini tidaklah benar," tegas Lea.

"Ada apa ini?" Tiba-tiba Gail hadir lalu berjalan menghampiri Lea.

"Bukan apa-apa, Gail. Kami hanya membicarakan soal kemeriahan pesta tadi malam. Benar 'kan, Lea?" sahut Sean sembari memperhatikan ekspresi wajah wanita itu.

Lea menekuk wajahnya. "Aku akan mengawasimu, Sean."

...***...

Bab 3

—Flash Back On—

Malam ini Gail mengadakan acara pesta syukuran atas kesembuhan serta terbebasnya ia dari penjara. Lea mencabut tuntunannya dan Gail pun terbebas dengan bersyarat.

Pesta syukuran itu berlangsung dengan begitu meriah. Semua tamu bersuka cita menyambutnya, termasuk Sri. Gadis muda yang mendapatkan undangan khusus dari Lea.

"Nikmati pesta ini ya, Sri. Maaf jika aku tidak bisa menemanimu," ucap Lea yang tampak begitu cantik dengan gaun hasil rancangannya sendiri.

"Tidak apa-apa, Mbak. Tenang saja, aku pasti akan menikmati pesta ini," jawabnya sambil tersenyum semringah.

Sri tahu bahwa Lea tidak mungkin terus-menerus menemaninya di pesta meriah tersebut. Secara tamu yang harus disambut oleh majikannya itu sangatlah banyak. Terutama tamu dari para kolega serta teman bisnis Gail.

"Ya sudah, aku ke sana dulu ya, Sri. Nanti kita ketemu lagi," ucap Lea sembari menunjuk salah satu pojok ruangan pesta. Di mana Gail tengah sibuk bersama para tamunya.

"Ya, Mbak."

Sri memperhatikan sekeliling ruangan dan tiba-tiba tatapannya kembali tertuju pada stand makanan yang menyajikan berbagai hidangan enak. Sri tersenyum sembari mengelus perutnya pelan.

"Ah, ini perut tau aja kalau di depan banyak makanan enak yang sedang nganggur," celetuk Sri kemudian bangkit dari posisi duduknya. Ia berjalan menghampiri stand makanan lalu memilih menu hidangan kesukaannya. Ini sudah yang kesekian kalinya Sri mengambil makanan. Bukan karena lapar. Hanya saja ia ingin menikmati beraneka ragam hidangan enak itu.

"Ayo, Sri. Nikmati saja, mumpung masih muat." Sri terkekeh, sementara tangannya terus memasukkan berbagai hidangan ke dalam piring kosong yang sudah ia siapkan sebelumnya.

Sementara itu.

Terdengar suara racauan dari seorang laki-laki tampan bertubuh tinggi besar yang sedang duduk di salah satu pojok ruangan. Lelaki itu tengah mabuk berat karena terlalu banyak minum. Sementara seorang wanita paruh baya dengan penampilan cetar membahana tengah menceramahi lelaki tampan itu.

"Sean-Sean! Tidak bisakah kamu menahan hasratmu untuk tidak minum di malam ini saja? Sungguh memalukan! Lihatlah, semua orang sedang melihat ke arahmu, Sean. Apa kamu tidak malu, ha?!" kesal Nyonya Helena, ibu kandung Sean, sambil bertolak pinggang.

Sean tidak menggubris ucapan sang mommy. Lelaki itu terus meracau sambil tertawa tidak jelas. Karena tidak tahan melihat kelakuan anak semata wayangnya itu, Nyonya Helena pun segera membawanya masuk ke dalam rumah mewah Gail.

"Sebaiknya kamu tidur saja, Sean. Dari pada di sana, bikin malu saja!" gerutu wanita paruh baya itu dengan wajah menekuk sempurna.

Dengan dibantu seorang pelayan, Nyonya Helena berhasil membawa tubuh besar Sean masuk ke sebuah kamar tamu dan memintanya untuk beristirahat di sana.

"Sekarang tidurlah, Sean. Jangan bangun, sebelum kamu benar-benar sadar," ucap Nyonya Helena yang masih merasa kesal.

Setelah mengucapkan hal itu, Nyonya Helena pun segera pergi dan kembali ke pesta untuk menemui kerabat serta teman-temannya.

Sepeninggal sang mommy.

Bukannya tidur seperti perintah Nyonya Helena sebelumnya, Sean malah berjalan menelusuri ruangan itu sambil mencari-cari sesuatu.

"Kepalaku sakit sekali! Aku butuh obat untuk meredakan rasa sakit di kepalaku," gumamnya.

Namun, Sean tidak berhasil menemukan apa pun di kamar itu dan dengan terpaksa ia pun mencarinya ke luar. Ketika berada di depan pintu, Sean tidak sengaja bertemu dengan Lea yang terlihat begitu sibuk.

"Ehm, Lea. Aku butuh obat pereda sakit kepala. Di mana aku bisa menemukannya?" tanya Sean sambil memijat pelipisnya dengan lembut.

"Ada di kamarku. Jika kamu membutuhkannya, kamu bisa ambil sendiri di dalam kotak obat. Tapi ingat, jangan macam-macam di dalam kamarku," sahut Lea sambil menggoda lelaki itu.

Sean terkekeh. "Ok, baiklah-baiklah. Aku akan ambil sendiri."

Sepeninggal Lea, Sean pun segera berjalan menuju kamar utama. Dengan langkah terseok-seok, Sean akhirnya berhasil mencapai kamar utama. Ternyata kamar itu sengaja tidak dikunci dan Sean pun dengan mudah memasukinya.

Sean menghampiri kotak obat lalu mengambil salah satu obat secara acak. Ia bahkan tidak tahu obat apa yang sudah ia ambil dari dalam kotak tersebut. Sean membawa obat itu ke ruang utama. Ia duduk di sana lalu menenggak obat tersebut. Rasa sakit yang dirasakan olehnya, membuat lelaki itu tidak bisa berfokus dengan baik.

Beberapa menit kemudian.

Obat itu mulai bereaksi di tubuh Sean. Namun, bukannya reda, sakit di kepala Sean malah semakin intens. "Sialan! Kenapa kepalaku malah bertambah sakit," gerutu Sean sambil mengacak kasar rambutnya.

Bukan hanya itu, Sean merasa hasratnya sebagai lelaki tiba-tiba bergejolak. Sesuatu di bawah sana aktif dengan sendirinya dan meminta agar segera dituntaskan.

Sean merasa kegerahan. Ia melonggarkan dasi yang melingkar di kerah kemejanya. "Apa yang terjadi padaku? Kenapa tiba-tiba aku ingin melepaskannya?" gumam Sean sambil mengelus lembut sesuatu di bawah sana yang kini sudah mulai mengeras.

Semakin lama, hasratnya pun semakin tak terbendung. Sean yang sudah tidak tahan, segera bangkit dari posisinya lalu berjalan menuju kamar. Ia ingin menuntaskannya di sana. Ya, walaupun hanya dengan menggunakan sabun mandi.

Sementara itu.

"Sri, boleh aku minta tolong?" tanya Lea yang tengah menggendong bayi mungilnya kepada Sri.

Sri yang baru saja selesai menikmati makanan enaknya, segera mengangguk. "Tentu saja, Mbak. Apa itu?"

"Bisa bantu temui babysitter-nya anakku? Dia tadi izin ke kamar kecil dan sampai sekarang belum juga kembali. Sementara dot anakku ada padanya," ucap Lea dengan wajah cemas karena bayi mungil itu mulai terlihat rewel.

"Siap, Mbak!" Sri pun segera pergi lalu berjalan menelusuri bangunan megah tersebut.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!