Hari-harinya menjadi biasa dan lambat setelah pensiun dini dari kemiliteran. Bukan karena dia ingin, tetapi karena kondisinya tidak mendukung. Dia telah kehilangan salah satu kakinya di medan perang, membuatnya harus di amputasi untuk menyelamatkan nyawanya. Sejak saat itu dia hanya menghabiskan waktunya dengan bersantai.
Hingga pada satu titik dia menemukan sesuatu yang menarik minatnya, Game FPS. Sebagai mantan seorang tentara, keinginannya untuk kembali ke medan perang masih ada, tetapi karena kondisinya yang tidak lagi memungkinkan, game FPS menjadi solusi bagi keinginannya.
Vincent, atau lebih akrab di safa Vinne saat dia masih berdinas. Menemukan hobi baru setelah pensiunnya dengan bermain game FPS. Di usianya yang sudah tidak lagi muda, dia menemukan kesenangan dalam game tersebut. Dia bisa merasakan kembali medan perang, visual senjata yang selalu dia nikmati, dan yang lebih penting lagi, tidak akan ada bahaya nyata jika itu hanya game. Tidak seperti di medan perang nyata, di sini dia tidak perlu mengkhawatirkannya nyawanya. Meskipun memikirkan hal tersebut membuat hatinya sedikit sakit, apalagi dengan pengingat yang tidak menyenangkan dengan kakinya yang di amputasi.
Nefarious Jailbreak, salah satu game yang dia mainkan. Game FPS online yang terkenal dengan berbagai fitur yang di sediakan di dalamnya, sama dengan game FPS lainnya tetapi dengan keunikan tersendiri.
Game yang memiliki banyak mode seperti: Battle Royal, Death Match, Story dan lain-lain. Berbagai senjata yang di tawarkan juga menarik, mulai dari yang dia tahu sampai hal-hal konyol yang tidak masuk akal seperti balon air yang meledak seperti granat. Pembuatan karater dengan berbagai kostum yang mirip dengan game RPG dan hal lain yang unik dari game ini. Dia menyukainya, terutama karena visualnya yang lebih realistis daripada game lainnya dan di lengkapi dengan perangkat canggih yang mampu mentransfer kesadaran pemain ke dalam game dengan device tertentu yang di sebut Virtual Reality, membuat dia merasakan kembali medan perang secara virtual.
Tetapi...
"Di mana aku? Ini bukan Lobby permainan."
Vincent berkata saat dia melihat jajaran pohon di hadapannya, hal yang tidak pernah dia lihat di dalam game karena memiliki tema perang modern di mana medan perang biasanya sebuah kota atau puing-puing reruntuhan.
Dalam keadaan bingung Vincent merasakan sesuatu yang tidak pernah ada dalam fitur game.
"Hembusan angin, aroma rumput... Ini... Terasa nyata."
Vincent membuat dirinya setenang mungkin dengan keadaan anehnya saat dia mengakses menu HUD. Tidak ada yang salah dengan hal lain di HUD-nya, dia masih bisa mengakses senjatanya, melihat inventaris dan hal lain namun bar HP-nya hilang dan dia tidak bisa mengakses tombol Logout karena tombolnya juga telah menghilang. Vincent melakukan berbagai report pada GM untuk mengeluarkannya secara paksa dari game namun tidak berhasil.
"... Aku terjebak di dalam game atau... Semua ini nyata?"
Vincent berkeringat dingin saat memikirkan opsi terakhir. Memikirkan dia di pindahkan ke realitas lain adalah hal yang berada di luar imajinasinya, apalagi dengan cara seperti ini. Entah bagaimana dia harus menemukan cara untuk kembali atau ...
"GIII!"
Suara teriakan melengking mengalihkannya dari pikirannya. Melihat ke belakang di mana sumber suara itu berasal, Vincent melihat sekumpulan anak-anak. Setidaknya itu yang dia pikirkan karena ukuran tubuh mereka, namun berbeda dengan anak-anak biasa, kelompok kecil itu sepenuhnya berwarna hijau, botak dan memiliki telinga panjang yang runcing. Selembar kain kecil kotor digunakan sebagai pakaian untuk menutupi ******** mereka dan mereka membawa berbagai senjata, mulai dari pedang pendek berkarat, pentungan yang sesuai dengan ukuran mereka hingga ranting tebal yang di jadikan tongkat.
Vincent hanya melihat kelompok kecil itu mendekatinya, memperhatikan dengan saksama apa yang akan mereka lakukan saat mereka mendekat dengan hati-hati... Sampai salah satu dari mereka menyerangnya dengan tongkat tebal yang di bawanya.
Kesadaran akhirnya menyentuh pikiran Vincent, tangan yang dia pakai untuk memblokir serangan itu terasa sakit, salah satu hal yang tidak mungkin terjadi dalam game karena tidak memiliki stimulasi rasa sakit.
"Sial!"
Vincent dalam keadaan seperti ini memutuskan untuk membela diri, jika rasa sakit yang dia rasakan itu nyata, bagaimana jika pedang berkarat mereka melukainya? Itu hal yang tidak akan menyenangkan untuk dirasakan jika serangan pertama dengan tongkat itu membuat kesan.
Vincent mengeluarkan dua Revolver yang dia bawa, menegangnya di masing-masing tangan dan mengarahkan senjata tersebut pada makhluk hijau yang akan menyerangnya lagi.
BANG!!
Pelatuk telah di tarik dan kepala mahkluk itu pecah dari kekuatan yang di berikan Revolver, menyebabkan materi otak yang menjijikkan berceceran ke mana-mana. Jika Vincent tidak memiliki pengalaman di militer, dia yakin dia akan muntah saat ini juga.
Mahkluk kecil itu menyerang bersama-sama saat salah satu dari mereka telah di bunuh dengan mudah oleh Vincent. Di sisi lain Vincent mulai mudur saat makhluk hijau itu menyerangnya, menjauh sebaik mungkin agar dia tidak di kelilingi kerena akan berakhir buruk jika hal itu terjadi.
Tembakan demi tembakan berhasil menjatuhkan makhluk hijau, untungnya dia mode terakhir permainan Vincent membawa senjata ini yang terkenal dengan kekuatan serangnya yang mematikan karena menggunakan 'Hollow-Point Bullet'. Jenis peluru yang mengembang saat terkena benturan, menyebabkan pukulan yang lebih mematikan tanpa menembus lebih jauh dari yang diperlukan. Itu sebabnya Vincent bisa dengan mudah memecahkan kepala makhluk hijau tersebut.
Dari 12 belas makhluk hijau yang menyerangnya, Vincent berhasil membunuh 9 dari mereka. Namun masalah lain datang.
Klik! Klik! Klik!
"Sial! aku kehabisan peluru."
Revolver yang dipakai Vincent adalah Colt Python yang memiliki kapasitas enam peluru di masing-masing senjata. Meskipun senjata ini mematikan di dalam game atau kenyataannya, namun satu kekurangan dalam senjata ini adalah isi ulang-nya yang relatif lama dan tidak akan efektif jika digunakan seperti ini.
Hanya satu hal yang di dapat di pikirkan oleh Vincent saat ini.
Lari menjauh, isi ulang senjata dan selesaikan semua ini dengan membunuh sisanya, dengan harapan bahwa dia bisa membuat jarak dan memberinya waktu untuk mengisi ulang senjatanya.
Jadi Vincent memutuskan untuk berlari menjauh sambil menemukan tempat yang lebih terbuka daripada tetap berada di area hutan. Pertama, karena pandangannya menjadi terbatas jika dia tetap tinggal di area hutan. Kedua, karena mahkluk hijau itu dapat bersembunyi dengan memanfaatkan area hutan seperti pepohonan atau semak-semak sebagai tempat berlindung, membuatnya sulit untuk membidik mereka.
Setelah beberapa saat berlari Vincent menemukan dirinya di dataran terbuka, tempat yang menurutnya cocok. Vincent telah menyimpan salah satu Revolver-nya di sarung dan sedang memuat senjata yang lain, dengan hati-hati sesekali dia melihat kebelakang untuk memastikan jarak, setelah dia merasa jaraknya aman, dia berbalik untuk menyelesaikan makhluk hijau itu.
"HEI AWAS!!"
Seseorang berteriak untuk memperingatinya. Untungnya dia tepat waktu untuk menghindar saat pentungan setinggi tubuhnya menghantam tanah di sampingnya. Vincent mengutuk kecerobohannya karena telalu fokus pada mahkluk yang mengejarnya dan tidak memperhatikan sekelilingnya. Vincent yang berguling ke samping mulai berlari kembali, membuat jarak yang sesuai agar tidak terkena serangan.
"What the Hell!"
Vincent melihat makhluk yang hampir menjadikannya bubur berdarah. Mahkluk itu sama dengan makhluk hijau kecil yang dia lawan dan mengejarnya, namun kata hijau kecil di sini tidak cocok sepenuhnya karena makhluk itu memiliki dua kali tinggi badannya dengan otot yang membuat binaragawan iri. Ditambah lagi, bukan hanya satu tetapi ada tiga dari raksasa hijau ini!
Di sisi lain Vincent juga melihat kelompok kecil yang beranggotakan tiga orang. Seorang lelaki dengan pedang dan perisai, mengenakan armor besi yang dia asumsikan sebagai seorang kesatria. Lalu ada lelaki lain dengan busur, dia mengenakan armor kulit agar tidak membatasi gerakannya. Terakhir ada seorang wanita yang hanya bisa di sebut penyihir dinilai dari topi runcing dengan tepi lebar yang dia pakai serta tongkat aneh yang di bawanya, kecuali pakaian yang seharusnya jubah longgar seperti kebanyakan penyihir dalam pikirannya, wanita ini memakai pakaian yang agak provokatif dengan memperlihatkan banyak kulit untuk dilihat dunia di samping jubah besar yang dia pakai.
"Oh sial!"
Kata Vincent sambil mengindari serangan pentungan lain. Di saat yang sama Vincent berhasil mengisi ulang kedua senjatanya. Vincent yang telah membuat jarak dari raksasa hijau itu, segera mengarahkan kedua senjatanya ke arah makhluk tersebut dengan posisi senjata yang di miringkan, satu senjata di atas senjata lain saat kedua senjata itu di arahkan tepat ke kepala raksasa hijau di depannya.
BANG!! BANG!!
Vincent menarik pelatuk senjatanya secara bersamaan, recoil senjata membuat tangannya menyilang namun itu seperti yang diharapkan agar dia bisa lebih cepat menembakan peluru selanjutnya tanpa harus membidik dengan tepat. Terutama karena musuhnya berada dalam jarak dekat.
Satu raksasa hijau mati dengan kepalanya yang pecah seperti semangka, menyisakan dua raksasa hijau lainnya dengan tiga makhluk hijau kecil yang mengejarnya.
"MUNDUR!!"
Mendengar peringatan itu Vincent mundur beberapa langkah, masih mengahadap ke arah makhluk hijau jelek yang berniat membunuhnya. Vincent melihat salah satu makhluk hijau kecil itu tersungkur dengan anak panah yang menancap di belakang kepalanya setelah peringatan yang di berikan pria dengan busur.
Mengetahui dia memiliki bantuan, Vincent mengarahkan kembali senjatanya ke makhluk hijau raksasa lain dan menembakkan 4 peluru sekaligus.
'Satu lagi tumbang, tinggal...'
Vincent mengehentikan pemikirannya saat dia melihat dua mahkluk hijau kecil itu di bakar hidup-hidup oleh penyihir wanita itu dengan mantranya? Mungkin sihir? apa pun yang dilakukan wanita itu karena Vincent tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia terlalu sibuk untuk menghindar dan mencari posisi yang tepat untuk membunuh mahkluk hijau jelek ini.
'Oke, aku kira tinggal satu.'
Pikir Vincent, mengoreksi pemikiran yang sebelumnya. Vincent mengecek senjatanya dan masih memiliki 6 peluru tersisa di senjatanya, itu cukup untuk melawan mahkluk ini karena dia bisa membunuhnya dengan dua peluru jika mengenai kepala mereka seperti yang pertama dan empat peluru di badan akan mengoyak organ dalam mahkluk ini dari dalam dan membuatnya mati seketika.
Dengan keyakinan itu Vincent memuntahkan semua peluru yang tersisa saat dia berjarak lima meter dari mahkluk hijau raksasa, membuat senjatanya terdengar seperti meraung layaknya guntur dan membunuh mahkluk itu dengan organ dalam yang hancur.
Kedua Revolver-nya mengeluarkan asap di ujung larasnya, menggunakan momen ini untuk terlihat keren, terutama karena ada wanita cantik yang melihatnya. Vincent meniup asap yang keluar dari ujung laras Revolver-nya sebelum memasukannya kembali kedalam sarung dengan gerakan memutar Revolver-nya terlebih dahulu.
Setidaknya, itu terlihat keren dalam pikirannya saat Vincent terus mengelus egonya dengan 'tindakan keren' yang dia lakukan untuk mengalahkan monster hijau.
[Lisa P.O.V]
Namaku Lisa, seorang petualang peringat D bersama kelompok bernama 'Jade Tribe' yang beranggotakan tiga orang. Kelompok kami bukan para pemula atau bahkan petualang terkuat di antara para petualang lainnya. Hanya kelompok kecil petualang dengan kekuatan yang cukup untuk bertahan dan tidak mati seperti pemula yang terlalu antusias yang di butakan oleh kemuliaan di samping menghasilkan Koin.
Ngomong-ngomong soal peringkat, ada beberapa tahapan yang di nilai oleh guild petualang. Mulai dari peringkat F yang biasanya terdiri dari para pemula yang baru memulai sampai peringkat S yang beranggotakan petualang profesional yang memiliki kekuatan dan banyak pengalaman di saku mereka.
Hari ini Jade Tribe memutuskan untuk mengambil misi karena alasan yang jelas. Kami butuh Koin untuk memenuhi kebutuhan kami, maka dari itu pemimpin kami Pete, seorang pejuang garis depan memutuskan untuk mengambil misi dengan bayaran yang agak tinggi, dan tentu saja yang sesuai dengan kemampuan kelompok kita.
Misi itu adalah mengalahkan sekelompok goblin yang telah menyerang desa pertanian. Di dalam laporannya, para goblin ini telah membunuh ternak mereka. Untungnya tidak ada korban lain selain ternak, namun itu masih meresahkan para penduduk desa. Mereka takut jika ternak mereka habis, para goblin akan mulai menculik penduduk desa.
Dari tingkat kesulitan misi ini tidak terlalu sulit karena goblin relatif lemah. Namun di balik kelemahan itu, para goblin memiliki keunggulan yaitu jumlah mereka. Jarang sekali goblin menyerang sendirian karena goblin biasanya berkelompok. Menurut penjelasan misi yang kita ambil, meskipun tidak ada detail pasti berapa banyak jumlah mereka, setidaknya ada tiga puluh dari mereka.
"Jangan sampai para goblin mengelilingi kita, itu akan merepotkan dengan jumlah mereka. Jika kita sampai terkempung, itu adalah akhir bagi kita. Ingat untuk saling menjaga punggung kita satu sama lain."
Pete berkata saat kami mendekati area hutan, tempat di mana sarang goblin itu berada menurut laporan.
"Roger bos!"
Kata Gill, dia adalah seorang pemanah andal yang memiliki pengalaman sebagai pemburu di desa asalnya sebelum memutuskan menjadi petualang.
"Menurut laporan, sarang mereka tidak jauh dari sini. Bisakah kamu melacak sarang mereka, Gill?"
Aku bertanya pada Gill saat dia sedang memperhatikan sekelilingnya untuk mencari petunjuk.
"Dinilai dari jejak kaki kecil mereka dengan beberapa dahan patah dan rerumputan yang telah terinjak. Kita berada di jalur yang benar, tetapi..."
"Tetapi apa?"
Aku bertanya karena penasaran.
"Sepertinya lawan kita bukan sekedar goblin."
Kata Gill sambil terus memperhatikan petunjuk yang tersedia.
"Apa kamu yakin?" Tanya Pete.
"Ya, dinilai dari ukuran jejak kaki di sini," Kata Gill sambil menunjuk jejak kaki yang dia temukan. "Ada satu Orc yang memimpin sekelompok goblin ini."
"Apakah kita akan meninggalkan misi?"
Tanyaku dengan khawatir. Orc adalah berita buruk bagi kelompok kami, secara fisik Orc adalah raksasa otot yang memiliki tinggi badan dua kali ukuran manusia. Tidak jarang kelompok petualang sekelas kami mati karena kekuatan brutal Orc yang mengerikan.
"Kita akan melanjutkan misi. Jika itu hanya satu, aku bisa menahan dan mengalihkan perhatian monster itu kepadaku. Tetapi pada saat itu tiba, aku ingin kalian membombardir monster itu dengan sihir dan panah kalian, itu akan berhasil dan jika tidak, kita akan mundur."
Kata Pete menyarankan dan kami semua setuju dan terus melacak jejak monster-monster ini. Membutuhkan sekitar sepuluh menit bagi kami untuk menemukan sarang monster ini dan untunglah tidak ada Orc yang telihat.
"Lisa, silahkan."
Kata Pete saat kami bersembunyi di semak-semak. Aku mengangguk dan menggunakan mantra [Fireball] untuk membakar sarang mereka. Monster hijau kecil menjijikkan ini panik saat rumah dan teman-teman mereka terbakar dan saat itu juga, qPete keluar dari semak-semak untuk menebas goblin yang mendekat dengan pedangnya.
"Lebih sedikit dari yang aku harapkan."
Kata Gill saat dia menembaki satu per satu goblin yang mendekati Pete agar tidak mengepungnya.
"Bukankah itu berita bagus?"
Kataku sambil memberikan sihir penguatan pada Pete.
"Itu justru membuatku khawatir."
"Hei! Fokus! Berhenti berbicara dan mulai berkerja!"
Teriak Pete saat dia di serang oleh tiga goblin sekaligus. Untungnya keterampilannya sebagai pejuang membuatnya bertahan, di tambah lagi armor besi yang Pete pakai mengurangi kerusakan yang dia terima, jika itu armor kulit seperti yang dipakai Gill, aku yakin pedang berkarat yang di bawa monster ini akan menyakitinya.
"Heal!"
Aku berteriak sambil melemparkan mantra penyembuh ke arah Pete. Sementara Gill menghujani para goblin dengan busurnya.
BANG!!
Suara seperti guntur membuat kami terkejut.
"Suara apa itu?!"
Tanyaku, sedikit panik karena belum pernah mendengar hal seperti itu sebelumnya.
"Aku tidak tahu! Tetapi yang jelas itu bukan berasal dari monster."
Kata Gill, masih menembaki goblin yang tersisa.
BANG!!
BANG!! BANG!!
Suara itu terdengar lagi dan sepertinya para goblin kehilangan fokus mereka sesaat saat mendengar suara itu.
"Lisa! Giliranmu!"
Teriak Pete saat dia berguling ke samping dan berhasil mengumpulkan empat goblin terakhir di satu tempat.
"Fireball!"
Kataku, mantra telah di lantunkan dan sisa goblin itu mati terbakar. Aku menghela napas lega, namun juga memiliki rasa takut dan penasaran di saat yang sama saat mendengar suara asing itu sekali lagi.
"Kerja bagus teman-teman."
Kata Pete saat dia berjalan mendekat, itu pertempuran yang sengit bagi kami dan untungnya tidak ada yang mati. Meskipun Pete adalah orang yang banyak menerima kerusakan namun itu masih hal yang baik karena tidak ada cedera serius.
"Haruskah kita menyelidiki suara itu?"
Kata Gill saat aku melantunkan mantra penyembuhan pada Pete.
"Kalian tahu? Untuk berjaga-jaga, hanya pengintaian dan jika kita tidak sanggup untuk melawan, kita akan mundur dan melaporkannya kembali ke guild."
Tambah Gill, Pete di sisi lain memikirkan ide itu sejenak sebelum mengangguk.
"Baik. kami akan menyelidikinya tetapi sebelum itu, tugas menantimu Gill."
Kata Pete sambil menunjuk tumpukan mayat di belakang punggungnya. Gill hanya menghela napas dan melakukan tugasnya, memotong telinga goblin atau apa yang tersisa dari mayat mereka sebagai bukti penyelesaian misi. Tidak jarang juga monster yang agak cerdas seperti goblin memiliki barang-barang berharga di sarang mereka dan itu akan menjadi koin tambahan untuk mereka, seperti pedang yang mereka pakai jika kita bisa memoles dan mengasahnya kembali, itu akan menjadi barang dagangan yang layak. Tetapi dengan keadaan apa adanya pun tidak menjadi masalah, pandai besi selalu menerima itu hanya untuk di lebur kembali dan kami mendapatkan koin sebagai pembayaran. Meskipun tidak banyak tapi itu akan menjadi tambahan Koin yang layak.
Setelah tugas Gill selesai, kami melanjutkan untuk menyelidiki dari mana asal suara asing itu berasal. Setelah berjalan beberapa saat kami melihat tiga Orc di lapangan terbuka yang sepertinya tertarik dengan suara asing itu. Saat kami mengintai di balik semak-semak aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat.
Di sana ada seorang pria berlari dengan tiga goblin yang mengejarnya. Pria itu menggunakan pakaian yang bagus. Mantel panjang yang tidak di kacing, kemeja merah yang bagus dan bersih, dia juga memakai topi fedora. Tidak hanya itu, sepatunya juga mengkilap dan dia juga memakai sarung tangan hitam dan membawa sesuatu yang tidak dia ketahui. Penampilan seorang bangsawan jika pakaiannya menjadi indikasi. Tetapi, apa yang dilakukan bangsawan di sini?
"HEI AWAS!"
Teriak Pete saat pria itu tanpa sadar mendekati Orc yang siap menjadikannya bubur berdarah. Untungnya pria itu menghindar tepat waktu dengan berguling kesamping, menghindari pentungan yang di ayunkan Orc.
Namun hal yang mengejutkan terjadi.
Pria itu mengarahkan benda aneh ke arah kepala Orc yang menyerangnya dan...
BANG!!
Suara itu terdengar kembali dan rupanya, pria inilah yang menghasilkan suara tersebut. Bukan hanya itu, ternyata pria ini juga dengan mudah menghancurkan kepala Orc dengan benda aneh yang di bawanya.
"Gill, apa kamu tahu apa yang digunakan pria itu?"
Tanyaku pada Gill dan dia menggelengkan kepalanya.
"Tidak, aku tidak. Tetapi yang lebih penting lagi kita harus menyelamatkannya. Melawan dua Orc sekaligus dengan tiga goblin yang mengejar bukan hal yang mudah."
"Gill benar. Ayo kita bantu pria ini."
Aku mengangguk dan Gill menarik busurnya, membidik salah satu goblin yang mengejar pria itu.
"MUNDUR!"
Teriak Gill saat dia melepaskan panahnya dan berhasil membunuh salah satu goblin tersebut. Tidak mau ketinggalan, aku melantunkan mantra Fireball untuk membakar goblin itu hidup-hidup sementara Pete berlari memasuki medan pertempuran.
Yang mengejutkanku kembali adalah pria itu bisa menjatuhkan satu lagi Orc yang menyerangnya saat perhatian Orc teralihkan sejenak dari melihat teman-teman goblinnya mati terbakar.
Aku bisa melihat pria itu tersenyum dari tempatku berdiri. Dia mengarahkan kembali senjatanya dan suara guntur berturut-turut terdengar. Saat suara itu berhenti, satu-satunya Orc yang tersisa jatuh terjungkal ke belakang dan mati dengan perut yang berdarah.
'Mungkinkah itu sihir? Tetapi sihir apa yang dia gunakan? Aku belum pernah melihat hal itu sebelumnya.'
Pikirku saat pria itu melakukan sedikit atraksi dengan senjatanya.
Setelah pertemuan Vincent dengan Jade Tribe, Vincent mengikuti mereka untuk pergi ke kota terdekat. Kota bernama Angelbarrow, salah satu kota benteng terbesar dan salah satu jalur perdagangan di kerajaan Iwreneian Kingdom. dibutuhkan 2 hari penuh dengan berjalan kaki ke kota tersebut dan satu hari dengan menaiki karavan, namun kelompok mereka memutuskan untuk berjalan kaki.
"Jadi Vincent, apakah kamu seorang petualang atau mungkin penyihir?"
Tanya Pete sang pemimpin kelompok. Vincent hanya menggelengkan kepalanya, dia bukan seorang petualang. lagi pula dia tidak tahu apa itu petualang menurut dunia ini. Jika petualang adalah pembasmi monster seperti yang dia lihat dari kelompok itu, maka dia bukan salah satunya, dan penyihir dia jauh dari hal tersebut.
"Tidak, aku bukan. Aku hanya seorang musafir seperti yang aku katakan sebelumnya."
Jawab Vincent, dia tidak mungkin mengatakan kalau dia berasal dari dunia lain dengan cara yang tidak di ketahui. Itu pemikiran yang menggelikan dan tidak masuk akal menurut dirinya sendiri meskipun dia yang mengalaminya, jelas mereka tidak akan membeli alasan yang sebenarnya dan Vincent memutuskan untuk berbohong tentang siapa dia.
"Ngomong-ngomong senjata apa yang kamu gunakan? Aku belum pernah melihat yang seperti itu sebelumnya."
Tanya Gill yang berjalan di sampingnya, menunjuk Revolver yang duduk di kedua sarungnya.
"Ah ini? Ini adalah pistol jenis revolver."
Kata Vincent sambil menarik salah satu Revolver-nya untuk dilihat. Vincent melihat bahwa Gill tidak terlalu memahami apa yang dia katakan dan memutuskan untuk menjelaskannya dalam bahasa yang lebih sederhana.
"Katakanlah, ini busur otomatis dan tidak menggunakan anak panah sebagai amunisinya."
"Oh! Itu hebat. Sebagai seorang pemanah aku pasti iri dengan senjata milikmu ini, Vincent."
"Akurasi dan presisi tidak diragukan lagi, pistol lebih unggul daripada busur biasa!"
"Lalu apalagi yang bisa dilakukan senjata ini?"
"Yah, kamu bisa menembakan enam peluru dengan ini dalam waktu yang singkat, juga-"
"Uhum!"
Lisa menginterupsi percakapan keduanya dengan batuk pura-pura. Membuat Vincent dan Gill mengalihkan perhatian mereka ke arah penyihir wanita tersebut.
"Ah, maafkan aku. Aku terbawa suasana di sana."
Kata Gill yang tampak terlihat malu dengan cara dia menggaruk kepalanya.
"Ngomong-ngomong Vincent, maukah kamu bergabung dengan kami sebagai petualangan? Kamu tahu, kamu cukup hebat dalam bertarung. Itu juga akan menjadi solusi masalahmu saat ini, masalah koin untuk kebutuhan."
Gill menawarkan, Vincent di sisi lain merenung. Benar dia tidak punya uang sepeserpun untuk saat ini. Hanya keberuntungan dan kebaikan Jade Tribe dia bisa makan untuk hari ini dengan Jade Tribe membagi perbekalan mereka, namun di hari lain? Dia tidak tahu dan harus menemukan solusi secepat mungkin untuk itu.
"Jika kalian menawarkan, siapa aku untuk menolak? Aku menerimanya."
Dua alasan Vincent menerima tawaran Jade Tribe. Pertama adalah dia membutuhkan koin untuk bertahan hidup. Yang kedua, dia bisa mencari informasi dan hal lain yang harus di ketahui. Keuntungan lain menjadi seorang petualang adalah banyaknya informasi yang bisa di dapatkan, misal kekuatan monster, lokasi, harga pasar bahan monster dan hal lain. Semua untuk keuntungan untuk bertahan hidup di dunia ini.
"Kalau begitu, aku menyambutmu Vincent."
Kata Pete dengan senyum senang, Gill mengangguk puas bersama Lisa.
Vincent yang melihat ke cakrawala di mana matahari sudah hampir tenggelam. Pete sebagai pemimpin memutuskan mereka akan berkemah untuk saat ini. Mencari tempat yang sesuai untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan di keesokan harinya.
Tempat yang di pilih untuk berkemah adalah pinggiran hutan, agak cukup berbahaya bagi Vincent karena dia tidak tahu satwa liar apa yang aktif di malam hari di dunia ini. Namun dia mempercayakan sepenuhnya pada pemimpin barunya, Pete. Karena berbagai alasan dan salah satunya adalah mereka lebih mengetahui tempat ini daripada dirinya.
Duduk mengelilingi api unggun, Vincent memiliki semangkuk sop yang di berikan padanya oleh Lisa. Makanan yang tidak begitu menggugah rasa laparnya tetapi cukup untuk mengisi perutnya daripada tidak sama sekali.
Mereka membicarakan berbagai hal, namun Vincent menyelipi percakapan mereka untuk mencari informasi lebih lanjut. Terutama tentang alat tukar dunia ini yang memakai koin. Dia tidak ingin tertipu karena dia tidak mengetahui nilai tukar dunia ini dan akan menjadi bodoh jika dia membeli roti seharga satu koin emas bukan? Dan hasilnya dia mengetahui hal tersebut. Koin tembaga adalah mata uang terkecil di sini dengan sepuluh koin tembaga setara dengan satu koin perak, satu koin emas di sisi lain bernilai seratus koin perak dan satu platina bernilai sepuluh koin emas. Cukup mudah untuk di hapal, namun dia masih tidak tahu harga pasar yang sebenarnya.
Percakapan mereka terhenti saat Gill dan Vincent mendengar suara gemericik di semak-semak. Gill yang seorang pemburu pasti mengetahui ada hal yang mendekat sedangkan Vincent, sebagai mantan tentara yang menuntut fokus apalagi berada di tempat yang tidak di ketahui seperti ini membuatnya waspada.
"Apa itu?"
Tanya Vincent sambil melirik ke arah Gill yang memiliki padangan ke arah hutan. Sisa kelompok itu mengambil senjata mereka masing-masing dan Vincent mengeluarkan salah satu Revolver-nya dan meraba-raba inventaris gamenya untuk mengambil senter di balik mantelnya.
Vincent menyoroti semak-semak dengan senter hanya untuk melihat sekelompok tikus menyerbu keluar dari sana.
'Sial! Itu tikus yang sangat besar! Aku seperti sedang berada di Amazon!'
Pikir Vincent saat melihat sekelompok tikus seukuran kucing dewasa. Tikus itu begitu besar dan dia tidak yakin apakah kucing rumahan di dunianya akan sanggup memburu salah satu tikus ini.
Vincent siap untuk menembak tikus-tikus tersebut jika mereka akan menjadi ancaman, namun saat dia melihat reaksi ketiga lainnya di kelompok itu, jelas tikus-tikus ini bukan ancaman.
Gill sekarang sedang menempelkan telinganya ke tanah, mencoba mendengar sesuatu dan membuat bingung Vincent dengan perbuatannya.
"Teman-teman, bersiap!"
Teriak Gill saat dia menyiapkan busur dan panahnya.
"Apa yang terjadi?"
Tanya Pete yang jelas khawatir dan itu hal yang sama yang ingin Vincent tanyakan.
"Sekelompok hewan buas atau monster mendekat. Dari suara jejak kaki yang aku dengar, jelas bukan kelompok kecil, kita harus mencari tempat terbuka untuk melihat apa yang mendekat dan mundur secara penuh jika itu lawan yang tidak mungkin kita bisa kalahkan."
Kata Gill yang telah bersiap. Itu membuat sisa kelompok makin waspada, terutama Vincent. Sudah cukup melawan mahkluk hijau yang mereka sebut goblin dan orc saat pertama kali dia datang, lalu ini? Ini tidak masuk akal. Apakah keberuntungannya sangat buruk akhir-akhir ini? Vincent tidak bisa tidak bertanya-tanya.
"Aku mengerti, jadi tikus-tikus itu berlari dari sesuatu."
"Ya, kita akan mundur dan bersiaplah untuk hal terburuk. Ingat untuk saling menjaga punggung kita satu sama lain."
Kata Pete dengan inisiatif seorang pemimpin. Dia mempersiapkan prisai di depan kelompok sementara Gill dan Lisa menjaga jarak di belakangnya.
Vincent di sisi lain mengeluarkan M4 Carbine dari inventarisnya, kali ini tanpa menyembunyikan cara dia mengeluarkannya seperti sebelumnya. Itu bukan hal yang harus dia perhatian saat ini, mengetahui dia akan berhadapan dengan kelompok besar monster atau hewan buas. Senter telah di pasangkan pada senapan dan dia berada tidak jauh dari Pete sementara Gill dan Lisa menjauh untuk mendapatkan posisi yang pas sebagai pendukung.
"Bersiaplah, mereka datang."
Kata Gill dengan serius, dia telah menarik busurnya dengan maksimal, siap untuk meluncurkan panahnya pada musuh di balik kegelapan hutan.
"Lisa ambil ini. Gunakan itu untuk menyinari musuh."
Kata Vincent sambil melemparkan senter yang menyala ke arah Lisa. Meskipun gugup sang bingung, tidak ada waktu untuk bertanya alat apa yang di berikan Vincent padanya. Yang jelas mereka kekurangan pandangan karena sinar bulan tidak cukup menyinari musuh di kegelapan malam.
Vincent bersiap untuk hal terburuk saat dia menyoroti semak-semak tinggi di depannya. Senjata telah siap, pengamanan telah di lepas dan dia siap menembak musuhnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!