Kringg….kringg…..
Era terperanjat saat mendengar suara alarm dari ponselnya. Padahal kebiasaan perempuan itu selalu bangun sebelum alarmnya berbunyi. Entah sudah berapa kali alarmnya itu tadi berbunyi. Namun yang pasti, saat dia bangun, sudah terlihat sorot cahaya matahari yang masuk melalui celah jendela kamarnya.
“Jam tujuh?” pekiknya terkejut.
Era bergegas masuk ke kamar mandi. mungkin kali ini adalah mandi tersingkat yang pernah ia lakukan sepanjang sejarah hidupnya. Mengingat perempuan itu hanya hidup sebatang kara, tanpa ada orang tua ataupun saudara.
Usai mandi singkatnya yang tidak lebih dari lima menit, Era segera bersiap untuk pergi ke kantor. bukan kantornya sendiri, tapi kantor tempat ia mengais rejeki selama beberapa tahun terakhir ini.
Era tidak sempat membuat sarapan pagi ini. karena waktu yang tidak memungkinkan, dan pasti akan membutuhkan banyak waktu. Sedangkan jam delapan ia harus sudah sampai kantor. belum lagi nanti ia harus menghadapi kemacetan jalanan ibu kota.
Era sudah tampak rapi dan cantik. Setelan kerjanya yang pas di badan, membuat perempuan single berusia dua puluh sembilan tahun itu auranya terlihat dewasa dan cara berpikirnya juga matang.
Kini Era sudah keluar dari rumah, dan menguncinya. Masih ada waktu empat puluh menit lagi untuk sampai kantor. jadi nanti dia bisa menyempatkan diri sebentar untuk ke kantin mengisi perutnya.
Era sudah masuk ke dalam mobil. Lebih tepatnya mobil butut hasil kerja kerasnya selama ini dan selalu setia melebihi setianya seorang kekasih. Apalagi yang hanya bisa mengobral janji manis tanpa ada bukti konkrit. Eh, balik lagi ke Era.
“Sialll!!!”
Lagi-lagi Era memekik saat menyadari kalau mobilnya tidak bisa dijalankan. Karena akhir-akhir ini si silver suka ngambek. Karena selain faktor usia, Era sangat jarang datang ke bengkel. Mengingat waktunya yang sangat sibuk bekerja, kalau weekend ia gunakan untuk istirahat total di rumah.
Era melihat jam tangannya. ia tidak bisa berdiam diri terus seperti ini. karena keajaiban Tuhan tidak akan datang untuk hambanya yang tidak pernah berusaha. Akhirnya Era memutuskan untuk naik taksi saja. dia cukup jalan sebentar keluar dari kompleks perumahannya, di sana ia sudah menemui jalan raya. Karena memesan taksi online menurutnya kurang tepat di saat jam genting seperti ini.
Nafas Era sedikit ngos-ngosan setelah berjalan cepat kurang lebih selama tiga menit. Palagi tadi ia belum sempat sarapan. Kemudian Era melihat ke arah jalan raya untuk mencari taksi yang melintas.
“Bagaimana ini? jangan sampai telat!” gumamnya sedikit frustasi.
Sebagai seorang kepala HRD, Era sering dikenal saalah satu karyawan yang paling rajin dan kinerjanya pun tidak diragukan lagi. tidak ada kata terlambat dalam kamusnya. Bahkan sejak jaman dia masih sekolah SD dulu, sampai kuliah, hingga bekerja, Era tidak pernah yang namanya datang terlambat. Selain itu dia juga ingin memberi contoh yang baik untuk teman-teman divisinya.
“Akhirnya, ada taksi juga.” gumamnya lega saat melihat taksi dari jauh.
Era melambaikan tangannya untuk menghentikan taksi. Dan saat taksi itu sudah menepi, dia langsung membuka pintunya.
“Hei, apa-apaan ini?” teriaknya terkejut saat tiba-tiba ada seseorang yang menyerobot masuk ke dalam taksi yang akan dia tumpangi.
“Maaf, Tante! Aku sedang terburu-buru.” Ucap laki-laki itu yang sudah duduk di jog belakang.
“Eh kurang ajar! Aku bukan tante kamu. Cepat keluar! Aku dulu yang menghentikan taksi ini.” protes Era tak terima, sambil menarik tangan laki-laki itu.
“Tante, please! Aku juga sangat buru-buru. Cari taksi yang lain saja.”
“Heh bocil! Kamu kira kamu saja yang buru-buru? Cepat keluar!”
Laki-laki itu sama sekali tidak peduli dengan Era. Dia melepas tangan Era dengan cepat kemudian menutup pintu taksi.
“Jalan, Pak!”
“Bocil setaannnn!!!!” teriak Era saat taksi itu sudah pergi begitu saja.
Hari ini Era merasa hari paling sial sedunia. Dia menghembuskan pelan nafasnya untuk meredam emosinya. Dia tidak ingin harinya semakin kacau akibat kejadian sial yang beruntun di pagi ini.
Tin tin tin.
Ada sebuah mobil berhenti tepat di depan Era. Lalu kaca mobil itu terbuka. Nampaklah sosok pria berwibawa sedang tersenyum pada Era.
“Ngapain kamu Juleha? Ayo masuk!” ujar Gala, rekan kerja Era.
Era yang bernama lengkap Joelle Herera, sejak kecil memang dipanggil dengan sebuatn Era. Namun semasa kuliah sampai kerja, teman-temannya memanggil Juleha. Sungguh panggilan yang sangat norak dan kampungan menurut Era. Tapi dia juga tidak bisa menolak dengan panggilan akrab teman-temannya itu.
Era tampak berpikir. Sebenarnya ia tidak begitu suka dengan Gala. Pria yang selalu cari perhatian padanya kini menawarkan bantuan untuk berangkat ke kantor bersama. Mau menolak pun yang ada nanti ia bakal terlambat. Akhirnya Era menerima tawaran Gala.
“Thanks!” ucap Era setelah masuk ke dalam mobil Gala.
Era menyandarkan punggungnya sejenak untuk menghilangkan rasa lelah. Lelah hati karena bertemu dengan bocil tak punya akhlak, lelah badan karena pagi ini cukup menguras tenaga.
Sedangkan Gala yang sedang fokus dengan kemudinya tampak bahagia, akhirnya ia bisa berangkat kerja bersama wanita pujaan hatinya.
Beberapa saat kemudian mereka sudah tiba di kantor. Era keluar lebih dulu saat Gala baru saja memarkirkan mobilnya. Dia tidak ingin kedatanganya bersama Gala menjadi bahan gosip rekan kerjanya yang lain.
“Thanks, Gal!” ucap Era dan buru-buru masuk ke dalam.
**
“Tumben kamu datang terlambat, Juleha?” tanya Tatia salah satu rekan kerja Era sekaligus sahabatnya.
Era melihat jam tangannya. masih jam delapan kurang lima menit. Itu artinya tidak datang terlambat.
“Terlambat? Apa jam kamu kehabisan baterai? Ini masih jam delepan kurang lima menit, Tia.”
Era masuk ke ruang kerjanya dengan diikuti oleh Tatia.
“Ya memang masih jam delepan kurang lima menit. Tapi menurutku kamu sudah masuk dalam kategori terlambat. Biasanya jam setengah delapan kamu sudah standby di sini.”
“Sudah keluar sana! Tidak penting. Oh iya, nanti pulang kerja aku nebeng kamu bisa kan?”
“Pulangnya sama aku lagi saja nggak apa-apa, Juleha. Aku antar sampai rumah dengan selamat.” Sahut Gala yang tiba-tiba sudah muncul di depan ruangan Era.
Tatia melirik penuh tanda tanya pada Era dan juga Gala. Apalagi setelah mendengar ucapan Gala baru saja, itu artinya tadi Era berangkat bersama Gala.
“Ciee… ada yang diam-diam berangkat bareng nih yee!” goda Tatia membuat Gala salah tingkah. Tapi tidak untuk Era yang hanya memutar bola matanya jengah.
“Kalian, cepat kembali ke ruang kerja kalian masing-masing. Atau mau aku pecat karena kinerja kalian tidak bagus?” ancamnya membuat Gaa dan Tatia berhambur masuk ke ruangan kerja mereka masing-masing.
.
.
.
*TBC
Haloo… jumpa lagi di karya baru author. Jangan lupa kasih dukungannya ya guys! Terima kasih buat reader yang selalu setia mengikuti karya author ini.
Happy Reading!!
Di sebuah ruangan Ceo dari salah satu perusahaan yang bergerak di bidang multinasional, tampak seorang laki-laki sedang rebahan di atas sofa.
“King, sebentar lagi kamu yang akan menggantikan posisiku. Tapi kenapa kamu malas-malasan seperti ini?” keluh Queen, kakak dari laki-laki yang dipanggil King itu.
“Aku lelah, Kak. Kamu tahu sendiri kan kalau aku baru saja datang tadi pagi, dan disuruh Papa langsung ke kantor. apalagi tadi taksi yang aku tumpangi mogok di tengah jalan, jadinya aku cari taksi yang lain lagi, sampai harus adu mulut sama tante-tante. Sampai sini juga nggak ngapa-ngapain. Hanya nungguin kamu kerja.”
“Salah kamu sendiri. Dibilangin sama Mama nggak percaya. Bukannya kamu disuruh ambil penerbangan malam? kenapa malah ambil yang pagi-lagi sekali. Jadinya kamu terlambat kan? Dan kamu bilang nggak ngapa-ngapain? Kamu saja yang disuruh nggak mau. Awas saja, sebentar lagu Papa datang aku aduin kamu.”
Queen masih kesal dengan sikap adiknya yang menurutnya masih kekanak-kanakan. Namun dia harus banyak bersabar sambil mengusap perut buncitnya agar si jabang bayi nanti kalau lahir tidak seperti Omnya.
“Kenapa kamu pakai usap-usap perut? Aku sumpahin nanti keponakanku kelakuannya sama kayak aku plus ketampanannya.” Ucap Pasha yang melihat sang kakak tengah bergumam kecil sambil mengusap perutnya.
King Pasha Lutfan adalah anak kedua dari pasangan Nabil dan Shanum. Laki-laki berusia dua puluh empat tahun itu baru saja pulang dari luar kota di mana ia selama ini bekerja. Tepatnya bekerja di kantor cabang perusahaan Papanya.
King adalah nama panggilan dari kedua orang tuanya, karena anak pertama mereka bernama Queen, jadi saat anak kedua lahir berjenis kelamin laki-laki diberi nama King. Jadilah semua anggota keluarga memanggilnya King.
Namun, King tidak suka dengan nama panggilan itu. King hanya panggilan khusus buat keluarganya. Dia lebih suka dipanggil dengan nama Pasha. Karena ada pengalaman buruk yang dialami Pasha saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Teman-temannya mengolok dengan sebutan King-Kong.
Di kantor cabang sebelumnya Pasha menjabat sebagai direktur keuangan. Karena sang Kakak yang tengah hamil besar dan sebentar lagi melahirkan, akhirnya sang Papa meminta Pasha untuk pulang dan diminta untuk menggantikan posisi Queen menjadi Ceo. Entah setelah melahirkan nanti Queen akan kembali lagi ke kantor atau tidak. Namun yang pasti, dia sudah melepas jabatan Ceo pada sang adik yang lebih pantas. Apalagi pengetahuan dan pengalaman Pasha sudah cukup mumpuni.
Cklek
Seorang pria paruh baya masuk ke ruangan Ceo dengan membawa map berisi dokumen penting dan diserahkan pada Queen. Pria itu melirik ke arah sofa di mana tampak seorang laki-laki sedang rebahan di sana.
“Tuh Pa, gimana mau jadi Ceo kalau kerjaannya rebahan terus begitu?” gerutu Queen sengaja membuat Papanya marah agar Pasha mendapat omelan dari Papanya.
“Kamu cek dulu dokumen itu. nanti kamu langsung koordinasi saja sama kepala HRD mengenai perekrutan karyawan baru.” Ucap Papa Nabil mengabaikan aduan Queen terhadap adiknya.
“Iya, Pa.” jawab Queen singkat.
“King, sekarang kamu ikut ke ruangan Papa!” ujar Papa Nabil dengan tegas.
Queen tampak tersenyum menang. Dia sangat yakin kalau adiknya akan mendapat siraman rohani dari Papanya. Apalagi sebentar lagi posisinya akan digantikan oleh adiknya. Sudah bisa dipastikan kalau telinga Pasha sebentar lagi panas karena nasehat-nasehat Papanya. Seperti yang dia alami dulu saat awal-awal menjabat posisi Ceo.
Queen menjulurkan lidahnya pada Pasha yang berjalan dengan malas mengikuti Papanya. Sedangkan Pasha sendiri tidak peduli dengan ledekan kakaknya.
***
Jam istirahat tiba. Era yang sejak tadi pagi perutnya belum terisi nasi, ia buru-buru keluar dari ruangannya dan bergegas pergi ke kantin. Dia sengaja mempercepat langkahnya agar tidak sampai antri panjang di kantin.
Setibanya di kantin, Era tampak bernafas lega. Antrian karyawan yang akan makan siang belum terlalu panjang. Ia pun segera mengambil piring dan mengisinya dengan nasi dan beberapa lauk. Karena kantin di perusahaan pakai cara prasmanan. Jadi semua karyawan bebas memilih menu makanan sesuai takarannya sendiri.
Era membawa piring beserta gelas minumnya ke salah satu meja yang kosong. Akhirnya ia bisa menyantap makanan yang begitu menggoda seleranya.
Baru saja satu supa nasi masuk ke dalam mulutnya dan belum sempat ia kunyah, tiba-tiba saja Gala sudah duduk manis di hadapannya dengan piring berisi makanan yang sama dengan Era.
“Selamat makan, Juleha!” ucap Gala tersenyum manis pada Era.
Era kembali melanjutkan makannya. Dia tidak peduli dengan keberadaan Gala. Yang terpenting saat ini adalah mengisi perutnya. Gala sendiri juga menikmati makan siangnya sambil sesekali menatap Era yang tidak ada jaim-jaimnya saat makan. Biasanya seorang perempuan sangat menjaga sekali pola makannya agar badannya tidak melar. Tapi tidak untuk Era. Mau makan sebanyak apapun, badannya tetap ramping.
“Tadi aku lihat Nyonya Queen masuk ke ruanganmu. Tapi kamu nggak ada. Ternyata sudah sampai sini lebih dulu.” ujar Gala.
“Benarkah?” tanya Era setelah menyelesaikan makan siangnya.
“Iya. coba saja nanti kamu cari tahu. Barangkali ada hal penting yang ingin disampaikan ke kamu.”
Era hanya mengangguk. Setelah selesai makan siang, Era langsung kembali ke ruangannya. Sedangkan Gala yang masih ingin menikmati sisa waktu istirahatnya bersama Era, terpaksa gigit jari karena Era terlihat sangat sibuk.
“Sulit sekali sih menakhlukan kamu, Juleha.” Gumamnya sedikit frustasi.
**
Benar saja, sesampainya Era di ruang kerjanya, ia mendapat panggilan dari atasannya. Setelah jam makan siang selesai, Era diminta untuk datang ke ruangan Ceo. Dan sekarang juga Era pergi ke sana.
Queen yang tak lain adalah Ceo dari perusahaan tempat Era bekerja merupakan adik tingkat Era semasa kuliah dulu. Queen yang usianya dua tahun lebih muda dari Era, dulu sangat mengagumi sosok Era yang sangat tegas. Bahkan dulu Era pernah menjadi ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Banyak sekali yang mengagumi sosok Era, termasuk Queen.
Meskipun saat ini dunia seperti terbalik, Queen yang menjadi atasan Era, namun Queen tetap menghormati Era dan tidak berbuat semena-mena. Sedangkan Era sendiri juga bersikap hormat pada mantan adik tingkatnya itu yang kini menjadi atasannya.
Era kini sudah masuk ke ruangan Ceo setelah mengetuk pintunya. Dia tersenyum ramah pada bumil itu.
“Selamat siang Kak Juleha!” sapa Queen.
Kalau mereka sedang berdua, Queen selalu memanggil Era dengan sebutan Kakak.
“Selamat siang Nyonya Queen. Ada yang perlu saya bantu?”
Queen pun memberikan sebuah dokumen pada Era. Dia juga menjelaskan mengenai perekrutan karywan baru bisa dimulai minggu depan. Sekalian nanti interviewnya dilakukan secara langsung oleh Ceo baru yang akan menggantikannya.
“Jadi, kamu beneran mau resign Queen?” tanya Era yang sudah mengubah gaya bicaranya lebih santai.
“Iya, Kak. Tahu sendiri kan nih perut sudah mau brojol. Lusa mungkin ada meeting sekaligus mengenalkan Ceo baru penggantiku.”
“Ya sudah, semoga proses persalinan kamu nanti lancar. Sehat Mama dan debay’nya. Ya sudah, aku kembali lagi ke ruang kerjaku kalau gitu.” Pamit Era.
Era keluar dari ruangan Ceo. Dia berjalan sambil membaca dokumen yang baru saja diberikan oleh Queen.
“Eh, Tante? Kita bertemu lagi di sini ternyata.” Seru seseorang yang sudah berdiri di depan Era.
.
.
.
*TBC
Happy Reading!!
Sebenarnya Era tidak begitu mengingat wajah laki-laki yang tadi pagi sempat cek cok dengannya akibat rebutan taksi. Namun mendengar panggilan “Tante” yang ditujukan kepadanya, Era pun langsung ingat.
Sedangkan Pasha sendiri tampak senyum-senyum tidak jelas saat dipertemukan kembali dengan wanita dewasa yang tadi pagi ia temui secara tidak sengaja.
Era tidak ingin berdebat ataupun menggubris panggilan Pasha. Apalagi sekarang sudah ada di kantor. dia harus jaga wibawa, dan juga tidak ingin tahu banyak kenapa bocil yang ia temui pagi tadi ada kantor ini. jadi Era melanjutkan langkahnya begitu saja tanpa mempedulikan Pasha.
“Dasar Tante-Tante aneh!” umpat Pasha saat melihat Era berjalan melewatinya begitu saja. sedangkan Era sendiri yang mendengar samar-samar umpatan Pasha juga tidak peduli.
***
Jam pulang kantor tiba. Era segera membereskan beberapa pekerjaannya yang sudah selesai. sedangkan yang belum selesai, akan ia lanjutkan besok.
Era teringat kalau hari ini ia berkerja tidak bawa mobilnya sendiri. Dan pulangnya akan nebeng dengan Tatia. Lalu ia segera menghubungi temannya itu agar menunggunya di lobby kantor.
Kini Era sudah menghampiri Tatia yang sudah menunggunya di Lobby. Kemudian mereka berdua segera keluar. Namun Era bingung karena Tatia tidak menuju basement, melainkan langsung menuju keluar kantor ke arah jalan.
“Memangnya kamu parkir di mana, Tia?”
“Hari ini aku juga nggak bawa mobil. Aku dijemput suamiku. Maklumlah, lagi hamil muda, nggak dibolehin dulu sama Pak Su untuk nyetir sendiri.” Jawab Tatia sambil mengusap perutnya yang masih rata.
Era sangat terkejut sekaligus bahagia saat mendengar kalau teman kantor sekaligus sahabatnya itu sedang hamil muda. Setelah empat tahun menikah, akhirnya Tatia sudah diberi kepercayaan untuk menjadi orang tua.
“Waahh…. Selamat ya Tia! Aku sangat senang mendengarnya.” Era memeluk Tatia.
“Terima kasih banyak, Juleha! Aku doa’in semoga kamu cepat nyusul!”
“Gila kamu! Masak doa’in aku cepat nyusul hamil. Amit-amit deh!” protes Era.
Tatia yang menyadari kesalahan ucapannya hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil nyengir kuda.
“Tapi, lebih baik aku pulang naik taksi saja deh. Nggak enak ganggu momen romantis kalian berdua. Yang ada nanti aku jadi obat nyamuk dong.”
“Eh, beneran. Nggak apa-apa. Janji deh nggak bakal ngumbar kemesraan di depan kamu. Tapi di belakang kamu. Hehehe….!”
Era langsung menjitak kepaa Tatia. Namun tak lama kemudian ada sebuah mobil yang berhenti tepat di samping Era dan Tatia. Siapa lagi kalau bukan Gala. Pria itu mengajak Era untuk pulang bersama. Karena Gala melihat suami Tatia sudah menunggunya di depan.
“Maaf, Gal! kamu pulang saja dulu. kita mau jalan bareng karena ngerayain kehamilan Tatia.” Tolak Era dengan halus.
“Wah, benarkah? Kalau begitu aku boleh ikut nggak? Jadi nanti kamu satu mobil saja sama aku, Juleha.”
“Mampus!” batin Era. Dia bingung mencari alasan apa lagi agar Gala tidak ikut dengannya.
“Begini, Gal. lain kalai saja ya, dirayain sama teman-teman lainnya. Karena khusus hari ini Juleha yang akan nraktir aku sama suamiku. Dan restonya sudah dibooking sejak tadi siang, khusus untuk tiga orang saja. kamu tahu sendiri kan kalau sekarang tanggal tua. Duit Juleha sudah menipis.”
Era membelalakkan matanya setelah mendengar Tatia menjatuhkan harga dirinya di depan Gala. Tidak. Bukan karena ia juga menaruh simpati pada pria itu. di depan siapapun dia akan malu jika harga dirinya sengaja dijatuhkan oleh sahabatnya sendiri. Mengingat posisinya sebagai kepala HRD, tentu saja Era tidak pernah kekurangan uang. Apalagi dia hanya hidup sendiri.
Sedangkan Gala sendiri tampak terdiam sejenak. Dia mau menawarkan diri untuk membayar pesanan makanan tapi keadaannya juga sama seperti Era. Apalagi tanggal tua seperti ini. cicilan mobilnya juga sudah jatuh tempo seminggu.
“Ya sudah nggak apa-apa. Lain kali saja. tapi aku yang traktir ya? Ini juga sebenarnya aku buru-buru mau jemput adikku.” Bohong Gala.
“Oh ya silakan! Lain kali aku tagih janji kamu traktir kita ya, Gal!” seru Tatia dengan senyum kaku.
Tin tin tin
Gala segera melajukan mobilnya saat mendengar suara klakson di belakangnya. Era sendiri tampak lega setelah melihat Gala pergi. Namun kini tatapannya tajam tertuju pada Tatia.
Pltak
“Aduhh! Apa-apaan sih kamu, Leha? Udah ah, kamu jadi nebeng nggak? Tuh suamiku sudah nunggu dari tadi.”
“Kamu ini yang apa-apaan? Tega sekali menjatuhkan harga diriku di depan Gala.”
“Ciee… ada yang malu nih yee harga dirinya di jatuhin di depan si Crush.” Ledek Tatia.
“Sudah sana pergi! Aku mau naik taksi saja.” ujar Era lalu pergi begitu saja meninggalkan sahabatnya.
*
Gara-gara sempat cek-cok dengan Tatia, sampai saat ini Era masih berdiri di depan halte tak jauh dari kantornya untuk mencari taksi. Waktu juga sudah hampir petang. Tumben sekali di jalanan umum seperti ini tidak ada satu pun taksi yang melintas. Serasa melengkapi penderitaan Era yang sedari pagi sudah menemui sial.
Mau mencari taksi online pun baterai ponselnya habis. Alhasil Era terpaksa duduk sambil mengamati dari jauh kalau saja ada taksi melintas.
“Mana perut sudah lapar lagi. haduuhhh ada-ada saja. hari apa sih ini tadi? sepertinya aku harus adain tasyakuran deh setelah ini, untuk buang sial.” Gerutunya dengan kesal.
Tin tin tin
“Siapa lagi nih mobil yang berhenti?” batin Era saat ada mobil berhenti di depan halte. Karena Era sama sekali tidak mengenali mobil itu.
“Hai, Tante? Mau aku antar pulang nggak? Itung-itung aku balas budi masalah tadi pagi.”
Era sangat terkejut saat mendengar suara laki-laki yang telah membuatnya sial. Pasha sendiri memang baru pulang dari kantor. tadi dia menunggu sopir untuk mengatar mobilnya ke kantor. dia tidak ingin dijemput ataupun naik taksi lagi.
Era mendekati mobil Pasha seolah menerima ajakan Pasha. Laki-laki itu pun terlihat senang karena Era pasti menerima tawarannya. Apalagi mobilnya sangat bagus.
“Heh, bocil! Gak sudi aku naik mobil kamu ini. gara-gara kamu, hariku menjadi sial. Sudah sana cepat pergi. Atau kamu mau mobil mulusmu ini kena hantam sepatu bajaku ini?” ancam Era sambil melepas sepatunya.
Pasha pun bergidik ngeri melihat kegalakan Era. Dia segera menutup kaca jendelanya, dan segera melajukan mobilnya meninggalkan Era.
Era tampak menghembuskan pelan nafasnya. Dia mencoba mengontrol emosinya. Berharap hari ini cukup ia mendapatkan kesialan. Jangan sampai berlanjut sampai nanti malam atau hari-hari selanjutnya.
“Ah itu ada taksi.” Gumamnya senang.
Tak lama kemudian taksi itu berhenti dan siap mengantar Era pulang ke rumahnya. Bahkan Era sempat mampir ke resto sebentar untuk membeli makan sekalian. Karena waktu sudah malam, jadi tidak mungkin lagi dia keluar rumah untuk beli makan. Apalagi stok bahan makanannya juga sudah habis.
.
.
.
*TBC
Happy Reading!!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!