Bi Amira begitu tidak tega melihat luka lebam yang terjadi di di tubuh Dea. Dia bukan begitu bosan mengobati luka yang ada di tubuh Dea tersebut. Sudah berulang kali Bi Amira mengobati luka lebam yang ada di tubuh Dea. Luka yang di sebabkan oleh penganiayaan dari Bram suaminya.
Dea dan Bram menikah sudah hampir 5 tahun. Keduanya menikah, setelah di jodohkan oleh kedua orangtua mereka. Saat itu Bram dan Dea yang masih labil, menerima perjodohan yang di lakukan oleh kedua orangtuanya tersebut.
Pernikahan tanpa cinta yang di jalani oleh Dea, membawa petaka baru untuknya. Hidupnya di penuhi dengan sebuah penderitaan. Setiap hari Dea mendapatkan penyiksaan yang di lakukan oleh Bram pada dirinya. Hingga Dea harus menerima luka batin yang teramat berat dari Bram.
Dea sebenarnya sudah ingin bercerai dari Bram. Namun permintaan dari Dea tidak pernah di kabulkan oleh Bram. Dia tetap tidak ingin menceraikan Dea. Walaupun setiap hari Bram melakukan penyiksaan terhadap Dea. Dia benar-benar memperlakukan Dea seperti layaknya seekor binatang. Di mana Bram menyiksa Dea tanpa ampun.
Dea meminta pada Bi Amira untuk menelpon ibunya. Dea sudah tidak tahan dengan perlakuan Bram yang begitu kasar pada dirinya. Hingga Dea ingin segera perceraian antara dirinya dan Bram akan segera di proses oleh kedua orangtuanya. Apalagi dengan bukti fisik yang terjadi pada Dea saat ini. Seharusnya ibunya bisa menolong Dea untuk segera bercerai dari seorang Bram.
Bi Amira yang sudah di peringatkan untuk tidak memberikan handphone atau telepon rumah pada Dea. Tentu di buat bingung untuk menentukan apakah dia akan memberikan telepon pada Dea. Mengingat ancaman dari Bram begitu besar pada dirinya. Tidak hanya pekerjaan Bi Amira saja yang akan terancam, namun keselamatan dari dirinya juga dalam ancaman.
Bi Amira terdiam dengan permintaan dari Dea tersebut. Dia tidak mampu menjawab permintaan dari Dea itu secara langsung. Sebab Bi Amira tidak cukup waktu untuk menjawab semuanya. Dia harus berpikir ulang untuk menentukan semuanya. Mungkin bi Amira harus lebih bijak dalam menentukan apa yang akan dia pilih.
Dea kembali meminta telepon yang dia pinta tersebut. Namun keputusan Bi Amira tetap tidak akan memberikan alat komunikasi miliknya pada Dea. Sebab Bi Amira takut akan ancaman dari Bram yang sewaktu-waktu akan membuat hidupnya berakhir. Ini merupakan ancaman yang sangat berarti untuk Bi Amira. Hingga dia harus banyak berpikir untuk tidak melakukan tindakan yang sama lagi.
Bi Amira pun bukan tanpa penyesalan melakukan hal tersebut. Sebab ini adalah keputusan paling berat bagi dirinya. Namun bi Amira terpaksa melakukan hal tersebut. Dia juga meminta maaf pada Dea, bagaimana juga bi Amira harus meminta maaf atas apa yang telah di lakukan oleh dirinya.
Dea sebenarnya sedih dengan keputusan yang di ambil oleh bi Amira tersebut. Namun bagaimana pun juga, bi Amira harus memikirkan keselamatan dari dirinya. Tentu ancaman dari seorang Bram itu nyata. Sehingga bi Amira lebih memilih untuk menyelamatkan dirinya. Daripada dia harus memberikan handphone miliknya pada seorang Dea. Sebab itu akan sangat bahaya bagi bi Amira. Dia mungkin akan mendapatkan sebuah ancaman serius dari Bram yang memang di kenal sebagai seorang yang tempramental dan galak.
Bi Amira
Sudah hampir jam 12 malam, tapi Bram tidak kunjung pulang. Dea sudah begitu lelah untuk menunggu kepulangan dari suaminya tersebut. Dia bimbang untuk mengunci pintu. Jika dia kunci, Dea khawatir ketiduran. Sehingga saat Bram pulang nanti, mungkin saja Bram akan marah pada dirinya. Dea dalam dilema yang cukup besar. Namun jika Dea lupa untuk mengunci pintu rumah, Dea khawatir akan ada orang jahat yang dengan mudah masuk ke dalam rumah Dea. Dia benar-benar dalam kebingungan yang begitu berat.
Dea terus berjalan di sekitaran pintu rumahnya. Sesekali melirik ke arah jarum jam yang terus berputar dengan begitu cepatnya. Dea terlihat cukup bingung untuk menentukan semuanya. Apakah dia akan mengunci pintu rumahnya tersebut, atau masih akan membiarkan pintu rumahnya itu tidak terkunci.
Dea yang sudah mengantuk berat, akhirnya memutuskan untuk mengunci pintu rumahnya tersebut. Mungkin untuk membuat dirinya bisa mendengar apa ketukan pintu yang di lakukan oleh Bram, dia bisa tidur di atas sofa di ruang tamu. Sehingga suara ketukan pintu yang di lakukan oleh Bram akan terdengar oleh Dea.
Perlahan Dea mulai memejamkan kedua matanya. Dia Deng segera tertidur di atas sofa dengan begitu lelapnya. Tidak sedikit pun Dea mendengar suara apapun lagi. Dea tertidur dengan begitu lelapnya. Tidak terdeteksi sedikit pun suara yang masuk ke telinga Dea, sehingga dia tidur dengan begitu lelapnya.
Waktu berjalan cukup cepat, satu jam sudah Dea lewati dengan tertidur. Kini Dea tidur semakin pulas lagi. Gigitan nyamuk yang bersarang di tubuhnya pun sudah tidak dia rasakan. Dea menikmati tidur malamnya tersebut. Walaupun hanya tertidur di atas sofa, tanpa berselimutkan selimut tebal yang membungkus tubuhnya. Namun Dea begitu menikmati tidurnya tersebut.
Dea yang tidur dengan begitu terlelap, tidak mendengar saat Bram mulai memukul pintu rumah dengan begitu kerasnya. Dia yang baru pulang mabuk di klub malam. Terus memukul pintu rumahnya dengan begitu kerasnya. Hingga suara itu terdengar oleh bi Amira yang berada di kamar belakang.
Namun Dea yang tertidur dengan begitu lelapnya, sama sekali tidak mendengar suara ketukan pintu yang di lakukan oleh Bram. Dea tetap tertidur dengan begitu nyenyak di atas sofanya. Dea sama sekali tidak mendengar Bram mengetuk pintu rumah dengan begitu kerasnya.
Bi Amira yang hendak membuka pintu rumah, melihat Dea yang sedang tertidur dengan begitu pulasnya di atas sofa. Mungkin ini akan jadi masalah besar bagi Dea, sebab Bram akan marah besar saat melihat Dea yang tidak kunjung membuka pintu rumah untuk dirinya.
Bi Amira menyempatkan diri untuk membangunkan Dea. Dia terus memanggil nama Dea berulang kali. Namun Dea yang tertidur begitu pulas, tidak kunjung bangun dengan apa yang di lakukan oleh bi Amira. Dea tetap tertidur dengan pulas, bahkan dia malah semakin nyenyak tertidur.
Mendengar Bram yang terus mengetuk pintu rumah. Pada akhirnya bi Amira pun memilih untuk membuka pintu rumah. Dia tahu mungkin ini akan jadi malam yang akan membuat Dea merasakan lagi betapa kejamnya seorang Bram. Bi Amira sampai tidak bisa membayangkan dengan apa yang mungkin di terima oleh Dea dari bi Amira.
Cekrek.... Kunci rumah itu di buka oleh bi Amira. Dia langsung membuka pintu rumah itu dari dalam. Bi Amira menyaksikan bagaimana Bram yang mabuk berat terlihat begitu marah. Wajah Bram seperti seekor singa yang hendak menerkam mangsanya. Dia terlihat begitu marah menunggu terlalu lama di luar rumahnya. Apalagi Bram sudah mengetuk pintu rumah dengan begitu kerasnya. Namun tidak ada satu pun orang rumah yang membuka pintu rumah.
Bi Amira menunduk menatap wajah Bram yang terlihat begitu marah pada dirinya. Tubuh bi Amira itu langsung di dorong oleh Bram dengan begitu kuatnya. Hingga bi Amira hampir terjatuh dengan dorongan yang di lakukan oleh bi Amira.
Bram berjalan dengan tubuh sempoyongan. Dia melihat Dea yang tertidur pulas di atas sofa. Sementara dari tadi Bram sudah mengetuk pintu depan begitu kerasnya. Tentu itu menjadi sebuah hal yang membuat Bram marah besar pada Dea.
Bram berjalan menuju Dea, dia melepaskan ikat pinggang yang mengikat celananya. Beberapa kali pukulan langsung di layangkan oleh Bram ke tubuh Dea. Cambukan yang membuat Dea langsung terbangun.
Dea meringis kesakitan dengan cambukan yang di lakukan oleh Bram ke tubuhnya. Dia memohon pada Bram untuk tidak mencambuk dirinya lagi. Namun Bram yang kesal pada Dea, tetap melakukan itu. Sampai tubuh Dea di seret dengan begitu kasarnya oleh Irpan menuju kamar.
Irpan mendorong tubuh Dea itu sambil berujar.
"Tidur tuh di kamar, bukan di sofa. Kamu ngotorin sofa saja."
Dea semakin tidak kuat dengan apa yang di lakukan oleh Bram. Dia melawan pada Bram, namun Bram justru malah melakukan tindakan yang semakin kasar lagi pada dirinya. Hingga Bram langsung merudapaksa Dea, sambil sedikit menyakiti Dea.
Ini bukan cinta tentu, melainkan sebuah siksaan yang di dapat oleh Dea. Dia merasakan bagaimana hidupnya yang malang. Hidup bersama dengan pria seperti Bram yang kasar. Dea hanya bisa menjadi korban kekejaman Bram yang tidak memiliki hati nurani. Bram adalah monster yang berwujud manusia. Dia tidak memiliki hati sama sekali, sehingga Bram layak untuk mendapatkan sebuah titel sebagai suami yang kejam. Suami.yanh tidak memiliki hati nurani sama sekali.
Tidak tahan dengan apa yang di lakukan oleh Bram pada dirinya. Dea pun sudah merencanakan untuk kabur dari rumah Bram. Mungkin ini akan berat untuk dirinya, tapi ini adalah sebuah keputusan yang telah di ambil oleh Dea. Dia siap menanggung segala resiko yang mungkin akan datang pada dirinya. Dia siap dengan apapun yang akan terjadi pada dirinya dengan keputusan yang di ambilnya tersebut.
Pagi ini Bram libur masuk kantor, sehingga dia tidak bangun pagi seperti biasanya. Ini akan jadi kesempatan emas bagi seorang Dea untuk bisa kabur dari rumah Bram. Apalagi semalam Bram tidak menaruh kunci rumah menggantung di atas pintu. Tentu kesempatan kabur seorang Dea semakin besar lagi. Dea pun sudah siap kabur dari rumah Bram untuk ke rumah orangtuanya.
Dea turun dari atas ranjangnya dengan begitu hati-hati. Di mana dia khawatir Bram akan tahu jika dirinya akan kabur dari atas kasur tersebut. Dea harus benar-benar bisa membuat Bram tidak curiga akan dirinya yang akan melarikan diri dari rumahnya tersebut.
Dea sudah berhasil turun dari atas ranjangnya, kini dia harus berjalan dengan pelan untuk tidak membangunkan Bram. Namun ujian paling berat dari Dea adalah mencari kunci kamar yang di simpan oleh Bram. Dia harus mencari kunci kamar tersebut. Sehingga dia bisa keluar dari dalam kamar.
Dea membuka laci yang biasa di jadikan Bram untuk menyimpan beberapa peralatan kecilnya. Namun dia tidak menemukan kunci yang dia cari. Hingga Dea bingung untuk mencari keberadaan dari kunci tersebut. Dea benar-benar bingung untuk mendapatkan kunci yang saat ini di cari oleh dirinya. Bukan tidak mungkin Dea akan kebingungan untuk mencari kunci yang memang selama ini di cari oleh dirinya tersebut.
Dea yang sudah mencari ke segala tempat yang mungkin bisa di jadikan tempat Bram menyimpan kunci kamar, namun dia tidak menemukan keberadaan dari kunci tersebut. Ada sedikit rasa putus asa dari seorang Dea dalam mencari keberadaan dari kunci tersebut. Namun saat Dea menoreh ke arah celana kerja dari Bram. Dea pun mulai melihat gantungan kunci yang terlihat dari salah satu saku celana Bram. Sontak Dea langsung mencoba mengambil celana tersebut. Sehingga Dea langsung mengambil celana itu.
Benar saja, kunci kamar itu ada di dalam saku celana kerja Bram. Dea pun begitu bahagia saat menemukan kunci kamar yang ada. Dia begitu bersemangat untuk segera keluar dari dalam kamar itu. Ini adalah jadi awal bagi Dea untuk bisa kabur dari neraka yang selama ini dia rasakan.
Namun satu tantangan masih harus di lewati oleh Dea. Dia harus bisa membuka kunci kamar itu secara perlahan. Dia tidak boleh membuka kunci itu dengan keras, sebab itu akan membuat Bram mengetahui Dea pergi.
Dea pun memutar kunci kamar itu dengan begitu pelan. Dia tidak ingin suara kunci yang dia putar akan membuat Bram terbangun. Akan sangat bahaya jika Bram tahu apa yang di lakukan oleh Dea. Sehingga dia harus benar-benar bisa memutar kunci itu secara perlahan.
Akhirnya Dea pun mampu membuka kunci kamar itu dengan begitu baiknya. Dea sukses tidak membangunkan Bram yang sudah tertidur dengan begitu pulasnya. Bagaimana juga ini adalah trik yang cukup jitu bagi seorang Dea saat dia akan kabur dari dalam kamar tersebut.
Dea menarik napas sedalam mungkin saat dia sudah keluar dari dalam kamar tersebut. Dia siap untuk pergi dari rumah Bram, meninggalkan semua kenangan pahit yang Dea rasakan selama ini. Mungkin ini akan menjadi hari yang paling menyenangkan bagi Dea.
Begitu sudah berada di luar rumah Bram, Dea segera mencari angkutan untuk membawa dirinya pergi dari rumah tersebut. Dea sudah tidak sabar untuk segera pergi dari rumah itu. Dia pun memesan taksi daring di depan rumah Bram.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!