Barra mahardika adalah seorang pengusaha dibidang makanan yang banyak disukai oleh para anak-anak dan juga kaum remaja, yaitu coklat
pria berusia tiga puluh lima itu sangat tampan dan tinggi yang pastinya idola para wanita
"papa! Hari ini maura ngga mau dianterin oma!" ucap maura anak satu-satunya barra
"sayang! kenapa dengan oma, hemm?" Barra mendekati anaknya yang sedang merajuk dan memasang wajah cemberut
sejak menikah barra memutuskan untuk tinggal dirumah terpisah dengan orang tuanya agar dapat mandiri dalam membina rumah tangganya.
saat bercerai pun Barra tak meninggalkan rumahnya karena terlalu banyak kenangan yang tertinggal bersama sang istri yang dicintainya
"pokoknya ngga mau!" maura tak menjelaskan pada papanya dan tetap menekuk wajahnya yang masam bak rujak mangga muda
"oke! sini duduk dulu ceritakan sama papa apa yang terjadi? kenapa ngga mau sama oma!" tanya barra sambil meraih tangan anaknya dan membawanya kepangkuannya
meski ada meeting penting pagi hari namun barra tak pernah meninggalkan anaknya
"hari ini adalah hari ibu pa! maura ngga mau nanti diledekin temen-temen kata bu guru harus datang sama mamanya" ucap anak kecil yang sekolah taman kanak-kanak
deg.....
hati barra bak dihantam batu besar yang membuatnya sesak. sesaat dia melamun dan kembali menyadarkan diri
"sayang, bagaimana kalau papa aja yang temani maura? maura kan tahu mama sedang diluar negeri dan tak bisa buru-buru datang! papa temani ya? atau hari ini maura izin saja nanti biar papa yang hubungi bu guru maura" barra memeluk anaknya
rasa sedih yang dirasakan oleh maura pasti sangat dalam sejak usianya tiga tahun orang tuanya bercerai dan kini maura harus kehilangan sosok ibu
"ngga pa! maura mau sekolah aja sama papa! " maura seketika kembali ceria
barra tersenyum dan menghapus sisa air mata maura dipipi dan mengecupnya lembut
"pinter banget anak papa, kalau gitu papa telfon om tama dulu sebentar ya sayang?" barra mengembil ponsel di saku celananya dan menghubungi asistennya
maura menggangguk dan terdiam menunggu papanya selesai dengan kegiatannya
dalam hati maura sebenarnya takut akan menjadi bahan ejekan, namun kasih sayang papanya selama ini mampu membuatnya sedikit melupakan sang mama yang tanpa kabar dan menghilang hampir tiga tahun lamanya
"ayo sayang! kita berangkat" barra menggandeng tangan mungil maura dan menuntunnya kemobil
"bik kami berangkat dulu, nanti kalau mama kesini bilang maura hari ini sama saya" pesan barra pada asisten rumah tangganya
"baik pak, nanti saya sampaikan pada nyonya" jawab bi minah pada majikannya
barra mengangguk dan mulai mengemudikan mobilnya menuju sekolah anaknya.
********
sekitar setengah jam perjalanan santai sampailah di sekolah maura
"selamat pagi pak? silahkan gunakan kartu ini untuk masuk ke dalam ruangan acara" sambut salah seorang guru yang bertugas menerima tamu undangan untuk acara peringatan hari ibu
"terima kasih bu!" barra mengandeng maura dan menuju ruangan yang ditunjukan
"maura sayang, jangan sedih ya belum tentu yang datang semua itu ibu mereka, bisa jadi anak yang lain menyewa" bisik barra yang meilhat anaknya masih terus murung karena hampir tak ada satupun temannya yang datang bersama sang ayah
"benarkah pa!" maura melihat kanan, kiri, depan dan belakang
"hai maura, kamu udah dari tadi datengnya?" tanya haidar teman sekelas maura
"baru saja, kamu sendirian?" tanya maura lagi
"orang tuaku sibuk, mereka tak ada yang bisa menemaniku" jawab haidar lesu
dan duduk disamping maura yang sedang menggenggam erat tangan
"kalau kamu mau! bisa pegang tangan papaku juga" ucap maura pada haidar
namun melihat wajah barra yang tegas membuat haidar takut " ayo pindah sebelah sini" ajak maura lagi dan menarik tangan barra agar menggenggam tangan temannya juga
barra menghembuskan nafas lega setidaknya ia bisa melihat anaknya tumbuh dengan baik dan juga bisa merasakan simpati pada orang lain
padahal pagi tadi mauralah yang galau sendiri
ponsel barra berdering
*ada apa tam?* tanya barra pada asistennya yang sedang ada di kantor
*pak! kita harus melihat perkebunan kita karena ada kebakaran yang dilakukan oleh warga sekitar pak!* jawab tama panik
baru saja tama mendapatkan informasi dari salah satu pegawainya
*siapkan berkas dan pakaian satu jam lagi jemput dirumah* titah barra pada tama
lalu memutuskan sambungan telfonnya
"sayang, kita segera pulang ya? acaranya juga sudah mau selesai! papa ada urusan mendadak diluar kota" ucap barra menyampaikan pada maura
"iya pa, ayo kita pulang" maura memang sedikit lebih dewasa jika dibandingkan anak usianya
maura berpamitan pada temannya dan juga pulang bersama papanya
"ma, titip maura ya? barra ada kerjaan penting diluar kota dan mungkin agak lama" barra mengantarkan maura kerumah orang tuanya dan berpamitan untuk mengurus bisnisnya
"ngga mau, maura mau ikut papa!" maura berlari membawa tas yang berisi baju ke dalam mobil barra di dalamnya ada tama yang tak ikut masuk kerumah orang tua barra karena hanya sebentar saja
"sayang, ngga boleh gitu nak. disini ada oma, opa dan om brian juga. ayo sama oma" rayu bu sarah dengan penuh kasih sayang
"engga oma, kalau papa ngga ajak maura, maura mau dirumah aja sendirian" ancam maura entah apa yang membuatnya sulit ditinggal kali ini
biasanya maura dengan mudahnya memilih oma dan opanya dibandingkan papanya sendiri
"ya sudah bawa saja maura bar, tidak terlalu jauh ini kan?" ucap tama yang sudah terbiasa dengan panggilan nama jika bukan dikantor
"tapi kan!! ya sudah ayo sayang naik tapi janji jangan rewel ya?" ucap barra
"maura sama oma saja sayang" bu sarah masih mencoba merayu namun keadaan darurat membuat barra tak lagi bisa menunggu
"ngga apa-apa ma, nanti barra kabarin kalau sudah tiba disana" barra masuk kedalam mobil dan tama melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang mengingat ada anak bos yang ikut didalamnya
"maura duduk yang tenang dibelakang ya sayang, pakai sabuk pengamannya" ucap barra sambil menggunakan ponselnya
"iya pa, papa tenang saja" jawab anak kecil yang tadi merengek
"kamu sudah hubungi kepala perkebunan disana?" tannya barra pada tama
"sudah, dan beliau bilang warga sangat banyak jadi tak mampu menghadapi kita kalah jumlah. dan tak tahu apa masalahnya warga membakar perkebunan kita" jawab tama yang sudah mencari tahu tentang masalah diperkebunanan milik barra
dalam perjalanan barra menghubungi beberapa orang yang dipercayanya untuk mengawasi perkebunan yang jauh dari pabrik dimana produksi coklat milik barra
******
"ayo bakar semua!!!"
"usir penjajah kampung kita"
suara gemuruh ricuh para warga berteriak didepan rumah kepala perkebunan milik barra
"tenang bapak-bapak, tenang!" bara turun dari mobil setelah perjalanan panjang yang dilaluinya kini ia melihat kepulan asap menjulang kelangit
rasa marah tentu saja ada, namun ia yakin bahwa ada kesalah pahaman yang membuat warga mengamuk
pasalnya selama ini perkebunannya aman-aman saja
"anda siapa! berani menyuruh kami tenang!" ucap salah seorang warga
"kita bicarakan baik-baik pak, saya juga tidak tahu akar permasalahannya." barra masih bersikap tenang
tama sudah meminta bantuan agar api tak menjalar terlalu jauh
"dia penjajahnya, dia adalah pemilik perkebunan ini" seorang warga meneriaki barra dan melempar obor yang menyala dan hampir saja mengenai wajah barra
"apa yang bapak-bapak lakukan" ucap seorang wanita yang datang entah dari mana menangkis obor dengan kayu, yang akan dilemparkan oleh seorang warga pada barra
hingga obor itu terjatuh ketanah
"kalian mau jadi kriminal, dengan membakar orang!!" teriak maura salah satu gadis desa yang cantik jelita
barra terdiam sejenak tanpa berkedip menatap bidadari dihadapannya
"jangan karena ayahmu punya perkebunan banyak disini kamu membela penjajah desa kita" jawab warga yang ikut berdemo
"cukup! cukup. kita bicarakan ini baik-baik tolong kasih saya kesempatan untuk mendengarkan dan menyampaikanjuga pendapat saya" ucap barra dengan suara bass yang membuat maura membalikan badannya
tak disangka dibelakangnya. lelaki yang ditolongnya tadi adalah pria tampan
"itu ada pak kades bagaimana kalau kita bicarakan dulu semuanya" ajak barra menenangkan masa dan melupakan maura yang sedang tidur dimobil sementara tama sibuk membantu memadamkan api
****
dirumah pak kades
"jadi begini bapak-bapak, saya adalah pemilik perkebunan kakao tersebut, lalu ada masalah apa yang membuat para warga membakar perkebunan saya?" tanya barra dengan wajah tegas namun tak menunjukan kemarahannya
barra melihat sekeliling tak lagi melihat gadis cantik penolongnya. yang tiba-tiba datang dan pergi begitu saja
"siapa yang tak marah pak, jangan mentang-mentang anda orang kaya semau-maunya sendiri" kesal warga yang menyampaikan apa yang dirasakannya
"tunggu sebentar, maaf kalau saya boleh tahu apa yang sudah saya lakukan hingga membuat para warga merasa saya curangi" barra masih belum mengerti
"bapak dulu janji akan membeli buah kakao kami dengan harga yang bagus, dan juga tidak akan menggusur tanah warga" jawab pak kades yang mewakilkan keresahan warganya
"bukankah harga yang saya tetapkan untuk petani desa ini sama dengan harga ditempat lain? bahkan lebih mahal jika dibandingkan saya impor dari luar negeri. dan saya tidak paham dengan maksud bapak penggusuran tanah warga" barra merasa ada yang menghianatinya
"tidak usah berbohong pak, kami bukan orang bodoh" teriak warga lagi
"tenang, sekarang tunjukan pada saya berapa harga yang warga terima dari hasil penjualan?" barra meminta bukti agar tak semakin ricuh sore pun menjelaang
"astaga maura!!" barra teringat maura masih dimobil
barra berlari cepat meninggalkan para warga yang kebingungan
**
"tenang ya sayang, ada kakak disini jangan menangis lagi ya. kamu hafal nomer ponsel ayahmu?" tanya maura pada gadis kecil yang masih menangis mencari ayahnya
"engga! papa aku takut pa" maura kecil terus menangis ia ketakutakan didalam mobil yang terkunci dan ditinggalkan oleh papanya begitu saja
untung saja maura segera mendengar suara tangisan dan terpaksa memecahkan kaca mobil mewah yang terparkir demi menyelamatkan anak kecil didalamnya
"maura!!!! maura" suara teriakan memanggil nama maura berkali-kali
"ya"
"papa"
kedua maura menjawab bersamaan saat namanya keduanya dipanggil
"kak itu papaku" maura memperkenalkan barra pada wanita penolongnya
"sayang kamu baik-baik saja kan? ada yang luka?" barra melihat bagian tubuh maura dan tak ada yang luka sedikitpun membuatnya lega
disisi lain maura terlihat sedih pria tampan yang ditolongnya sudah punya keluargaa, pupus harapannya seketika
"kak!" maura memanggil maura besar dan menggoyangkan tangannya namun maura tak bergeming dan masih melamun
"mba? mba kenapa" tanya barra aneh melihat maura
"ehh,, ohh iya pak maaf tadi kaca mobil saya pecahin, hehe" maura meringis takut yang punya akan marah dan meminta ganti rugi padanya
"astaga! " barra sudah hampir emosi
"pa, kacanya dipecahin buat tolongin aku" ucap maura dengan lembut ia lega setelah bertemu papanya
"terima kasih ya kak, udah tolongin aku" lanjut maura
"iya sayang sama-sama, kalau gitu kakak pulang dulu ya. pak sekali lagi maaf atas kerusakan mobolnya" maura beranjak meninggalkan anak dan ayah yang masih saling memeluk
***
"kenapa sih yang ganteng-ganteng udah punya istri" gumam maura sambil berjalan menuju rumahnya
"bu, pak aku pulang" maura menyapa bapak dan ibunya tak ada sahutan lalu ia masuk begitu saja dan ternyata rumahnya sudah ramai
"sini nak, ayo duduk sini" ajak bu ratih yang ternyata dirumahnya sudah ada para warga dan juga pak kades melanjutkan musyawarah tak ketinggalan ada tama dan juga barra yang lebih cepat tiba dirumah maura yang berjalan kaki
maura ikut duduk dan mendengarkan diskusi yang membuatnya mengantuk lalu ia putuskan untuk mengajak main anak kecil yang ditolongnya tadi
"hai... kita main saja yuk disana" tunjuk maura pada ruang keluarga menghindar dari kericuhan
"kenapa anak kecil ikut ke desa jauh-jauh. padahal kan di kota lebih enak?" tanya maura besar pada maura kecil
"ingin ikut papa saja" jawab maura sambil bermain boneka yang dibawanya dari rumahnya
"kamu mau biskuit?"
"mau kak"
keduanya bermain hingga para warga mulai meninggalkan rumah maura perlahan dan mulai sepi
"Maura sayang!" panggil barra
"iya"
"iya pa!"
keduanya baru menyadari dan saling menatap
"kakak namanya siapa?"
"maura yasmin, dipanggil maura" jawab maura besar
"nama kita sama kak!" maura kecil tertawa kegirangan
"pantas saja!" ucap maura besar
"kenapa?" barra tiba-tiba muncul
"pa, nama kita sama pa. iya nama kakak juga maura" celoteh maura pada papanya
barra tersenyum penuh arti lalu kembali pada mode datar
"sudah malam kita harus kehotel sayang, nanti keburu gelap ayo" ajak barra tanpa basa-basi
"kakak maura mau ikut kami?" ajak maura
"engga sayang, ini kan rumah kakak" jawab maura besar
"oke, sekarang ayo kita ke hotel" ajak barra yang sudah lelah dengan masalah seharian ini
karena rumah dinas sudah terbakar terpaksa barra dan tama pergi ke hotel yang cukup jauh dari perkebunan
dan akan kembali lagi besok untuk menanggkap langsung siapa dalang yang membuat warga marah padanya
****
sampai dihotel barra membersihkan diri dan melihat anakanya sudah terlelap setelah makan malam
"olif, kamu kemana? apa tak rindu dengan anakmu yang kini sudah besar dan merindukanmu" barra memandang wajah cantik mantan istrinya
hatinya tak bisa membenci ibu dari anaknya.
barra pun tak mau larut lagi dalam kesedihan tiga tahun sudah cukup lama baginya untuk melupakan mantan istrinya dan mealnjutkan hidup membesarkan anaknya
baginya tak akan ada ibu yang mampu menggangtika olif untuk maura anaknya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!