Saat itu, Masa Orientasi Sekolah (MOS) baru saja selesai. Lima hari penuh haru-hara dan drama yang mengerikan bagi siswa dan siswi kelas sepuluh SMA merdeka karena perlakuan senior kepada junior sangat semena-mena. Junior diminta untuk menghitung banyaknya batu di halaman sekolah (sedangkan, jumlah batu di halaman sekolah sangat banyak tidak terhitung oleh mata), dan parahnya junior diminta untuk memberikan surat cinta kepada senior yang galaknya setengah mati.
Hari ini adalah hari penutupan, semua anak kelas sepuluh diminta untuk kumpul di lapangan sekolah untuk mengikuti upacara penutupan yang di tutup oleh Kepala Sekolah, guru, dan seluruh anggota Osis.
Di tengah penutupan, ada beberapa siswa yang berpura-pura pingsan agar tidak mengikuti upacara penutupan hingga selesai. Salah satu siswa yang memilih untuk berpura-pura pingsan adalah Elfaro, dan kedua temannya yaitu Aldi dan Brendan. Mereka sudah merencanakan hal ini dari kemarin untuk yang pertama pingsan yaitu Elfaro selang lima menit kemudian dilanjutkan oleh Aldi, selang lima menit kemudian mulailah Brendan yang menjalankan aksinya mengikuti kedua temannya untuk berpura-pura pingsan.
Mereka bertiga sudah ada di dalam UKS sekolah setelah lima menit di dalam UKS Elfaro bangun dari pingsannya dan menanyakan kepada perawat yang ada di dalam UKS “Ini saya kenapa ya Bu kok tiba-tiba saya ada di UKS?” tanya Elfaro berpura-pura. Perawat pun menjelaskan kepada Elfaro kalau dia mengalami pingsan saat menjalankan upacara penutupan Orientasi Sekolah. Saat para perawat sedang di luar UKS Aldi dan Brendan pun bangun dari pingsannya “Kalau ketahuan sama guru, Loe ya, yang tanggung jawab,” ucap Aldi sambil menunjuk ke Elfaro, karena ini adalah idenya Elfaro.
Aldi memang masih terbilang cupu dalam hal kabur mengabur jadi dia sangat takut kalau hal ini ketahuan oleh guru apalagi Kepala Sekolah, padahal hal ini sudah biasa dilakukan oleh anak SMA. Elfaro dengan santainya rebahan di kasur UKS sambil tertawa melihat kepanikan muka Aldi.
“Loe tenang aja, kan ada Brendan di sini, ya enggak?” ucap Elfaro sambil menaik turunkan alisnya, Elfaro dan Brendan sangat menikmati hari ini karena mereka tidak cape-cape apalagi panas-panasan mengikuti upacara penutupan Orientasi Sekolah. “Maksud lu kalau kita ketahuan yang tanggung jawab gue gitu?” Brendan sambil bangun dari tidurnya. Elfaro dan Aldi pun ketawa terbahak-bahak melihat kepanikan Brendan.
Di sela-sela mereka tertawa tiba-tiba ada yang masuk ke dalam UKS ternyata itu salah satu anggota Osis yang memang sudah kenal dengan Elfaro, Aldi dan Brendan karena mereka satu SMP. “Gue tau ini pasti kalian pura-pura pingsan kan biar enggak ikut kegiatan penutupan Orientasi Sekolah,” ucap Alfan salah satu anggota Osis yang jalan menuju mereka.
“Kan uda biasa kita mah begini.” Brendan sambil menepuk pundak Alfan.
“Enggak ada kapok-kapoknya ya Loe El, dulu di SMP uda pernah ngelakuin hal kayak gini tapi ujung-ujungnya ketahuan juga kan sama pak Yono” Ucapnya sambil menakuti Elfaro.
“Waktu itu memang guenya kurang jago aja.”
“Sekarang gimana ya kabarnya pak Yono,” celetuk Aldi.
“Wah makin gila dia, kalau liat gue pasti selalu mengomel suruh potong rambut lah suruh bajunya di masukan lah pusing gue.” Pak Yono ini Kepala Sekolah waktu mereka masih SMP.
Kepala sekolah sangat tegas kepada siswa siswinya sampai El sangat muak dengar ocehan Kepala Sekolah yang setiap ketemu El pasti selalu menasihati El, bukan tanpa alasan kenapa Kepala Sekolah selalu menasihati El. Semua itu terjadi saat El duduk di kelas delapan dan akan mengikuti ujian sekolah. Pada saat itu Kepala Sekolah sudah menegaskan kepada semua siswa harus berpakaian rapi dan yang pria rambutnya tidak boleh panjang apalagi berwarna.
Tetapi saat ujian berlangsung El tetap dengan gayanya memakai pakaian yang baju nya di keluarkan dan dengan model rambut yang panjang dan sedikit berwarna merah. Saat itu Kepala Sekolah sedang melihat siswanya mengerjakan ujian sekolah kebetulan saat itu sedang melihat kelasnya El.
Kepala Sekolah melihat El dengan gayanya yang sangat melanggar aturan sekolah, Kepala Sekolah pun menegur El agar memasukkan bajunya dan memotong rambunya agar rapi dan terlihat kalau dia memang anak sekolah. Tetapi saat itu juga El menolak perintah Kepala Sekolah, tentu saja pak Yono sangat kesal dengan penolakan El, El langsung dipaksa oleh pak Yono untuk memasuki pakaian nya kalau El tetap tidak mau maka pak Yono yang langsung bertindak pak Yono juga mengancam El kalau dia tidak mau merapikan rambutnya maka pak Yono sendiri yang akan memotong rambut El.
“BTW, itu anak kelas sepuluh juga kan?” Aldi menunjuk ke depan, pada satu orang yang sedang berbaring lemas. Pakaian putih abu-abu yang terlihat masih baru langsung bisa menunjukkan bahwa mereka masih kelas sepuluh.
“Iya itu Adira, dia memang sering pingsan selama Ospek ini.” Alfan memberitahu mereka. Adira dikenal sebagai Queen karena memang memiliki paras yang sangat cantik dia juga mempunyai geng yang isinya, dia sama beberapa teman ceweknya yang setipe. Adira sejak SMP juga di kenal sebagai salah satu siswi yang bandel dan suka melanggar aturan sekolah. Meski sering bikin masalah tapi dia tidak pernah dapat teguran, kabarnya punya dekengan. Ada salah satu guru BK yang naksir sama dia.
Tiba-tiba teman-teman Adira masuk ke dalam UKS untuk menjenguk Adira. Mereka juga memiliki aturan tersendiri di dalam gengnya aturannya hanya orang-orang kaya saja yang boleh masuk ke dalam gengnya. Maklum aja bokapnya Adira itu pejabat yang mukanya sering mondar-mandir di media masa. Dua teman Adira bernama Ica dan Aliya mereka berdua juga di kenal sebagai orang kaya walaupun memang masih kayaan Adira.
“Loe baik-baik ada Dir?” tanya mereka berdua.
“Gue enggak apa-apa kok, cuman sedikit pusing aja.”
“ Ya sudah loe istirahat aja dulu Dir.”
Saat itu Elfaro salfok sama warna kaus kakinya Adira, Ica dan Aliya karena mereka memakai warna kaus kaki yang sama. Setiap harinya mereka sepakat untuk seragamin warna kaus kakinya.
“Anjir itu mereka warna kaus kakinya seragaman?” tanya El.
“Hahahaha kocak banget dah itu orang, kira-kira mereka pakai daleman seragaman juga enggak ya? Ucap Aldi sambil membuat Elfaro tertawa terbahak-bahak.
“kayaknya si iya,” dia menjawab sambil terbahak-bahak.
Cewek berambut hitam sebahu yang masih lemas yang berada di antara teman-temannya itu mendongak, merasa dirinya sedang di tertawakan. Dia langsung menatap ke sumber suara dengan alis terangkat. Pandangannya bertemu dengan Elfaro dalam satu garis lurus. Ketahuan sedang menertawakan, cowok itu bukannya langsung diam, malah makin menjadi-jadi menertawakan mereka.
Adira langsung berdiri, lalu berjalan menuju ke arah tempat Elfaro duduk beserta teman-temannya. “Kenapa ngeliatin gue segitunya? loe naksir sama gue?” katanya ketika sampai di dekat mereka to-the-point.
Elfaro menatap tidak peduli lalu melanjutkan tawanya.
“loe ngatawain gue?”
“Kalo iya kenapa? Masalah buat loe?”
“Gue enggak suka.”
“Ya sudah itu urusan loe, lagian enggak ada yang ngelarang buat ketawa.”
“Ya bodo amat gue tetep enggak suka.”
“Ketawa kan ibadah.”
“Ibadah apa yang bikin orang lain nggak suka? Gue enggak suka di ketawain, apanya yang lucu?”
Elfaro tetap ketawa sambil melirik teman-temannya tetapi teman-temannya langsung buang muka seolah-olah tidak peduli.
“Gue tanya sama loe apa yang lucu?”
“Ya apalagi, loe sama temen-temen loe lah yang bikin gue ketawa.”
“Dasar cowok aneh.”
“Loe liat kaus kaki loe pada warnanya samaan kayak gitu mana warna pink hahaha...”
“Suka-suka gue lah apa urusannya sama loe?”
Elfaro tidak menanggapi ucapan Adira dia masih tetap ketawa sambil memegang perutnya yang kesakitan karena tertawa terbahak-bahak.
Tiba-tiba Adira mengambil teh hangat yang sedang Brandan pegang, lalu menyiramkannya kepada Elfaro.
“Anjing,” El yang kaget langsung berdiri, tetapi Brandan dan Aldi menahan El. Baju cowok itu langsung basah kuyup. Suasana UKS langsung hening petugas UKS langsung masuk untuk melihat apa yang sudah terjadi.
Adira langsung tersenyum jahat seketika dia puas dengan perbuatannya, lalu dia mengibaskan tangannya yang terkena sedikit air di depan muka El. Cewek itu langsung keluar UKS dengan wajah tanpa dosa dan tidak menjelaskan apa-apa kepada petugas UKS.
“Udah, biarin aja. Banci kalau loe lawan cewek, enggak sepadan bro,” Brandan menepuk pundak El supaya tenang.
“Iya, kayaknya mereka cocok tuh di kasih nama geng iblis.”
Sebenarnya Aldi sedang berusaha melucu agar suasananya tidak tegang, tetapi El tetap menatap Adira dengan tatapan dingin. Cowok itu diam, rahangnya mengeras, dan tangan kananya mengepal menahan emosi. Dia akan selalu mengingat kejadian hari ini.
Akhirnya Alfan menjelaskan kejadian tadi kepada petugas UKS sedangkan El dan teman-temannya sudah keluar UKS untuk ke toilet membersihkan baju. Upacara penutupan juga sudah selesai siswa dan siswi boleh di persilahkan pulang dan kembali lagi besok, seluruh siswa sudah fix menjadi siswa kelas sepuluh.
“Sumpah nyeselin banget si cowok tadi apa coba yang lucu najis.”
“Udah Dir, biarin aja jangan benci benci amat sama orang nanti jodoh loe.” Aliya mencair kan suasana.
“Amit-amit.”
Elfaro dan teman-temannya masih di toilet membersihkan baju.
“Udahlah gue lepas aja bodo amat.”
“Nanti aja El pas di parkiran baru loe lepas bajunya, kalau di sini takut kena omel sama Osis.”
“Iyatu bener kata Aldi, loe jangan macem-macem dulu El ini kita batu kelar Ospek”.
El tidak mendengar kan ucapan teman-temannya, dia tetap membuka bajunya dan memakai kaos menuju parkiran. Di tengah perjalanan El berpas-pasan sama salah satu anggota Osis yang menatap El dengan muka ingin marah.
“Heh kamu kenapa pakai kaos di lingkungan sekolah?”
“Baju saya basah ka.”
“Tidak ada alasan, kan bisa di bukanya pas di luar lingkungan sekolah, mau jadi jagoan kamu di sekolah?”
Saat itu Alfan melihat El yang sedang di marahi langsung menghampiri El dan melerai masalah tersebut. El dan teman-temannya pun menunju parkiran untuk pulang, saat di parkiran mereka pas-pasan dengan Adira dkk. El menatap Adira dengan tatapan tajam seolah-olah ingin balas dendam. Tetapi Adira tidak takut untuk hal itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sebuah teriakan terdengar di salah satu rumah yang terdapat seorang cewek sedang duduk tegak di atas tempat tidurnya. Bukan suara bibi jamu bukan juga suara bubur ayam, itu suara Adira yang terkejut melihat jam bekernya sudah menunjukkan waktu pukul tujuh pagi. Cewek ini langsung meloempat dari kasurnya dan langsung menuju kamar mandi untuk segara mandi.
“Kenapa gue nggak di bangunin sih?” teriaknya jengkel. Bi Inah asisten rumah tangga yang sudah bekerja di rumahnya sejak Adira masih bayi, datang tergesa-gesa masuk ke kamar Adira.
“Tadi saya sudah bangunin, tapi mbak Dira nggak bangun-bangun,” teriak bibi dari luar pintu kamat mandi.
“Masa? saya nggak merasa di bangunin tuh, bibi nggak serius kali bangunin gue!”
Masalahnya, Bi Inah pernah membangun kan Dira dengan mengguncangkan bahunya, alhasil Dira marah besar sepanjang pagi dia mengomel hingga membuat seisi rumah pusing mendengar ocehan dia. Jadi, sejak itu Bi Inah tidak pernah membangun kan Dira dengan mengguncangkan bahu nya, hanya membangun kan dengan panggilan.
“Hari ini kan hari pertama sekolah masa gue udah telat aja. Baju seragam hari ini mana? buku-buku udah masuk semua kedalam tas? sepatu sama kaus kaki gue juga jangan lupa di siapin,” cerocos Dira dari dalam kamar mandi. Bi Inah langsung menyiapkan seragam, kaus kaki, sepatu dan memasukan buku-buku ke dalam tasnya.
Setelah selesai Dira langsung bergegas memakai seragam dan merapihkan rambutnya. Dira yang sekolah tapi satu rumah yang di buat pusing, dia memang di manja sejak kecil, tidak terbiasa melakukan apa pun sendirian, semua serba di siapkan oleh asisten. Bahka menyiapkan kaus kaki dan sepatu pun dia tidak mau melakukan nya sendiri.
“Iya mbak semua sudah saya siapkan ya, saya siapkan sarapan dulu.”
“Iya udah sana buruan, gue sarapan roti aja sama susu biar makan di mobil.”
Bi Inah pun langsung bergegas menyiapkan sarapan dan membuat kan susu. Cewek itu keluar dari kamarnya yang berada di lantai dua, lalu langsung turun menuju meja makan.
Adira langsung mengambil roti dan susunya untuk makan di mobil sambil jalan ke sekolah. Sebelum menuju mobil dia menanyakan orang tuanya dulu kepada Bi Inah.
“Papah sama mamah mana?” Pertanyaan nya retoris karena Adira tahu jawabannya. Dan tentu saja dalam setahun bisa di hitung jari, keduanya tidak ada di meja makan. Namun entah mengapa dia ingin saja sekedar menanya soal ini.
“Ibu kan memang nggak pulang mbak, kalau Bapak sudah berangkat dari tadi subuh.” Itu jawaban yang selalu di ucapkan Bi Inah setiap pagi hari. Tiap kali dia bangun pasti ayahnya sudah berangkat kerja, terkadang juga tidak pulang karena harus lembur atau ada hal lain yang harus di lakukan sampai tidak punya waktu bertemu dengan keluarga. Akhir -akhir ini memang kedua orang tuanya sangat sibuk dalam kerjaanya sampai tidak punya waktu buat Adira. Rumah bagi mereka hanyalah pilihan terakhir ketika memang sudah tak punya pilihan.
Keinginan Adira sangat sederhana dia hanya ingin punya banyak waktu dengan orang tuanya sekedar mengobrol, bertukar cerita, makan bersama. Sesuatu yang tidak pernah dia rasakan.
Hanya itu yang di inginkan Adira, tetapi ya sudah dia juga mengerti bahwa kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan nya untuk menyekolahkan dia.
Di teras rumah yang luas terdapat Alphard putih terparkir dengan kondisi mesin menyala, bersiap mengantarnya ke Sekolah. Adira masuk ke dalam mobil lalu sopir pun menyapa, Adira hanya menjawab dengan anggukan saja, lalu tak lama mobil pun jalan menuju sekolah. Adira juga menyantap sarapannya dengan lahap tidak lama kemudian dia samai di sekolah pukul delapan pagi.
Mobil yang membawa Adira itu tiba di sekolah dan terparkir di tepi sekolah. Gadis berambut sebahu itu turun dari mobil, dia terlambat, sebenarnya itu hal yang biasa baginya, tetapi hari ini adalah hari pertama dia masuk sekolah.
“Hari pertama sudah telat aja kamu nih nak,” suara Bu Ida, guru BK yang sangat di kenal suaranya. Bu guru itu memang terkenal sangat galak di sekolah. “Ayo ikut ibu!!” ajak guru BK kepada Adira.
Adira pun kesal karna hari pertama sekolah sudah di panggil guru BK. Tetapi Adira menuruti perintah Bu Ida karena dia tidak mau memperpanjang masalahnya.
Saat tiba di ruang BK ternyata bukan hanya Adira saja yang terlambat ada beberapa siswa lainnya termasuk Elfaro dan Brandan. Cewek itu menunjukkan raut wajah tidak suka saat melihat keduanya. Sementara El melirik sinis saat melihat cewek itu masuk ke dalam ruang BK. Sejak kejadian di UKS itu El dan Dira memang seperti sedang perang dingin. Saling menunjukkan wajah tidak suka dan tidak mau berurusan satu sama lain.
“Kalian ini baru juga masuk sekolah sudah telat aja, gimana nanti ke depan nya hari pertama saja kalian sudah telat.” Bu Ida memukul betis Dira dengan penggaris besar hingga cewek itu meringis kesakitan. “Kamu ini mau ke sekolah kenapa pakai kaus kaki warna pink!”
“Buru-buru tadi Bu soalnya sudah telat sampai tidak sadar kalau saya pakai kaus kaki pink?”
“Halah alasan saja, itu lihat rok kamu kurang naik mau Ibu sobek?” Bu Ida meloetot melihat rok Dira yang sangat pendek di atas lutut.
Lalu, matanya mengarah ke El dan Brandan “El lihat itu rambut kamu gondrong mau Ibu yang gunting?” El langsung menggeleng cepat sambil merapikan rambutnya. Bu Ida memang di kenal sebagai guru yang bertugas berpatroli untuk menerbitkan rambut anak cowo yang sudah gondrong melebihi batas kerah seragam sekolah. Bu Ida juga biasanya memotong rambut cowok menjadi pitak maka dari itu cowok-cowok kalau ketemu hu Ida pasti kabur agar rambut mereka tetap aman.
“Awas kalau besok masih panjang rambutnya, Ibu sendiri yang akan gunting rambut kamu, kamu juga mas,” Bu Ida menunjuk Brandan. “Jangan jadikan dia panutan,” ucap Bu Ida kepada Brandan, dia tidak tahu aja kalau Brandan dan El teman dekat apalagi satu geng dan Brandan sudah menganggap El sebagai panutan dia dengan bangga dan senang hati.
Bukan rahasia umum jika si satu sekolah tidak ada teman yang menjadi panutan atau idola bagi teman-temannya, meskipun nakalnya tidak ketolongan, suka bikin onar dan kerusuhan, tauran antar sekolah hingga guru pusing melihat kelakuan anak-anaknya. Meskipun begitu dia tetap di anggap keren oleh teman-temannya.
Elfaro Aditiya. Sejak kemunculan nya menjadi murid kelas sepuluh di SMA merdeka, nama cowok itu langsung menonjol. Dia langsung menjadi cowok keren di antara teman-teman seangkatan nya. Meskipun bukan ketua Osis dia memiliki kekuatan untuk menjadi idola dan di dengarkan oleh teman-temannya itu karena dia tampan dan bisa mengambil hati teman-temannya. Meskipun dia kasar, dia dikanal setia kawan, orangnya yang random bisa buat tongkrongan menjadi ramai.
Cewek-cewek di sekolah nya juga sangat senang mengobrol dengan El, meski terkenal nakal tetapi dia sangat bersikap manis kepada siapapun tetapi tidak untuk Adira dan teman-temannya. El juga sangat bisa mendengarkan teman-temannya saat bercerita hal itulah yang membuat orang-orang suka mengobrol dengan Elfaro.
Namun, di mata guru-guru dia di anggap sebagai tukang rusuh. Sebutan kepada siswa yang suka membuat onar di sekolah.
Akhirnya mereka diminta Bu Ida buat membersihkan lapangan sekolah “Ya sudah sana kalian membersihkan lapangan sekolah, sapunya ada di lapangan,” menunjuk El dan Dira. “Sisanya membersihkan ruangan guru-guru.”
“Bu kenapa tidak saya aja yang di ruang guru?” Adira protes.
“Sudah tidak ada yang boleh protes, kamu mau Ibu tambahin hukumannya kalau protes?”
“Enggak bu.”
Sambil menggerutu pelan El dan Dira pun jalan menuju lapangan. Di pinggir lapangan Dira menoleh cowok yang sedang menatapnya, mata mereka bertemu sesaat, lalu dengan cepat gadis itu melengos membuang muka dan segera mengambil sapu yang tergeletak di pinggir lapangan. Di tengah lapangan ada anak-anak kelas sebelas yang sedang olahraga. Beberapa cewek dari mereka berbisik-bisik sambil melihat ke arah Elfaro.
Adira menggerutu mengapa cowok yang sedang bersamanya itu memiliki banyak penggemar. Entah apa yang mereka lihat dari cowok songong ini. Mengabaikan keberadaan El, Dira mulai menggerakan sapu dengan arah sembarangan. Beberapa menit kemudian dia tidak mendengar suara sapu dari arah belakngnya, lalu dia berbalik dan dia tidak menemukan El di sana.
Adira melihat sekeliling, lalu dia menemukan cowok itu sedang asik mengobrol dengan cewek berkulit putih dan rambut hitam panjang. Sepertinya pak Rizky (guru olahraga) belum datang mangkanya El bisa seenaknya ngobrol dengan cewek itu.
Cowok itu mengambil bola basket dan menyuruh gadis itu mengikuti pergerakan El seolah-olah El sedang mengajari gadis itu bermain basket. Gadis itu memegang bola basket di ikuti El dari belakangnya seolah El memeluk gadis itu. Wajah gadis itu seketika memerah merona. Sungguh menggemaskan bagi El.
Lalu pak Rizky datang lalu mengancamnya akan melempar bola basket kalau El tidak mau pergi dari sana.
“Jangan ada yang ganggu Arini ya, kalau ada yang ganggu dia bilang ke gue,” teriak El sambil berlari menjauh di iringi tawa yang terbahak-bahak.
“Basi banget sih loe,” komentar Dira setelah El mengambil sapu ya g tergeletak di pinggir lapangan.
“Namanya Arini.”
“Ya bodo amat si gue nggak peduli, kalau gue jadi dia gue gamau di deketin sama cowok kayak loe.”
“Ya bagus deh, dia bukan loe.”
“Amit- amit gue sama loe.”
“Halah di dalem hati loe pasti amin-amin.” El melanjutkan nyapu tanpa melihat Dira.
Adira melotot kesal mendengar ucapan El “Gue bingung apasih yang di lihat cewek-cewek itu sampai dia suka banget sama loe.”
“Sesuatu yang menarik perhatian cewek-cewek tapi bukan loe, untung cewek-cewek itu bukan loe.” El sambil melihat sinis ke Adira.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!