NovelToon NovelToon

Bermain Dengan Takdir

Bab 1 : The missing link

Aku berlari menghampiri ibu yang sudah terbujur kaku. "Ibuu.. ibuu.. jangan bercanda, ini tidak lucu. Ah, aku pasti bermimpi?". Ayah pun datang memelukku dan kami menangis bersama.

Ayah sosok tangguh yang kukenal, menangis dihadapan ibu tak kuasa melepasnya. Di benakku hanya terngiang semua perbuatan tidak patuhku terhadap ibu, dan teringat semua kebaikan ibu yang belum bisa ku balas sedikit pun.

Sore itu, menjadi sore terakhir aku bertemu dengan ibu. Ini adalah sebuah tragedi besar dalam hidupku yang telah membuatku kehilangan orang yang ku sayangi, sosok yang tidak bisa digantikan oleh siapapun.

Aku mulai merasa bahwa semua juga merupakan kesalahanku, namun jika dipikir-pikir ini memang kesalahanku. Kenapa aku tidak menyadari lebih cepat akan kekuatan ini? seharusnya aku bisa mencegahnya terjadi.

___________________

Semua itu dimulai semenjak aku mulai mengenal hobi baruku, yah musik! Hobi yang membawa sebuah keajaiban sekaligus malapetaka yang mengubah hidupku sehingga dapat mengenal dunia dengan sudut pandang baru.

Aku akan menceritakan bagaimana awal dari munculnya bakat aneh ini. Bakat mendengar isyarat suara yang menandakan kejadian buruk yang akan menimpa orang-orang disekitarku.

Aku selalu tersiksa dan belum terbiasa dengan keanehan diriku, mendengar suara-suara rintihan dan kejadian buruk yang akan terjadi dikepalaku bukankah itu rasanya seperti orang gila?

1 Mei 2020, dihari ulang tahunku yang ke 15 tepatnya di kelas 3 SMP yang mana sedang mempersiapkan untuk penampilan perpisahan sekolah.

Aku berlatih keras untuk penampilan terakhirku bermain gitar di SMP. Aku berlatih sepulang sekolah dengan gitar kesayanganku yang belum lama aku dapatkan, kami berlatih sampai sore hari bersama kedua temanku. Kami berlatih begitu keras, dan tubuhku terasa sangat lelah hari itu.

Walau begitu aku tetap bertekad berlatih demi penampilan terbaik, kedua temanku pun begitu.

Tiba-tiba kepalaku terasa sangat pusing dan telingaku terasa berdengung.

"aah..". Aku reflek meletakkan gitarku dan tanganku menutup kedua telingaku untuk meredakan dengungan itu. Dengungan terasa sakit di telinga dan terjadi dalam beberapa detik.

Teman-temanku panik dan menanyakan keadaanku. "Shire? Kamu gak papa?" tanya salah satu temanku.

Setelah beberapa saat gejala aneh tadi menghilang dan aku memberi tahu temanku kalau aku tidak apa-apa. Kurasa aku kelelahan jadi aku menyudahi latihan itu dan memutuskan untuk pulang lebih cepat.

Sayangnya teman-temanku malah dijemput terlebih dahulu, dan tinggal aku sendirian di loby sekolah yang sangat sepi karena ayah bilang akan terlambat datang.

Tiba-tiba hujan juga turun dan sekolah terasa sangat sunyi karena sudah tidak ada orang.

Lagi-lagi aku mendengar dengungan itu lagi "a..ah" kali ini lebih lama dan aku mulai agak khawatir.

Setelah dengungan itu selesai aku mulai agak bosan menunggu, kuputuskan untuk mengisi waktuku dengan berkeliling sekolah dengan harapan bisa mengusir negatif thinking ku.

Tak lama kemudian kulihat didepan gerbang ada siswa laki-laki dengan seragam sekolah lain berdiri sendirian membawa payung.

"Aneh sekali? seragam mana itu?". Tak sadar aku bergumam pada diriku sendiri.

Aku hendak mendekat, namun mobil ayah tiba-tiba datang dan memasuki gerbang sekolah.

Aku segera menaiki mobil dan kami berjalan melewati siswa itu tapi aku tidak dapat melihat wajahnya yang tertutup payung hitam.

Aku melamun karena memikirkan kejadian-kejadian aneh di sekolah tadi, sampai-sampai tidak sadar kalau dari tadi aku dipanggil ayahku.

"Re? Shire?" Panggilan ayah membuatku keluar dari lamunan.

"A.. apa yah?". Jawabku.

"Kok ngelamun ada apa? Apakah latihannya sulit?" Tanya beliau.

"Ah.. enggak papa kok yah. Oh iya, yah? Kok tadi telingaku berdengung lagi dan hari ini malah beberapa kali kenapa ya?". Tanyaku pada ayah.

"Hmm, kenapa ya kok jadi tambah sering? Tapi kamu pusing enggak?" Tanya ayah khawatir.

"Enggak sih". Jawabku.

"Mungkin kamu kecapekan aja karena sibuk berlatih. Lebih baik kamu perbanyak istirahat. Besok kalau masih berdengung kita periksa ke THT oke?" Kata ayahku.

Aku anggap itu masuk akal karena akhir-akhir ini aku memang berlatih dengan sangat giat karena khawatir membawa nama baik kelas.

____________

Sesampainya dirumah aku langsung beristirahat karena begitu lelah, aku tidak mau tiba-tiba seperti tadi mengalami sakit kepala dan dengungan di telingaku.

Dengungan ini sudah terjadi tepat 7 hari, dan semakin sering terjadi saat aku memainkan gitar. Aku mulai belajar gitar karena wali kelas menyuruh agar dibentuk tim untuk mewakili kelas dalam acara perpisahan kelas 9 nanti.

Karena dikelasku tidak ada yang mau, aku selaku ketua kelas akhirnya menumbalkan diri untuk berkontribusi dalam pementasan sekali seumur hidup itu.

Beliau menyarankan kami agar mempelajari suatu alat musik bebas, tiba-tiba aku berinisiatif mempelajari alat musik gitar.

Entah kenapa aku sangat bersemangat, mengingat kemampuan ku yang nol dan tidak ada orang atau kerabat dekatku yang bisa bermain gitar.

Aku cukup kekanakan dan sembrono waktu itu karena tidak mempertimbangkan kemampuan namun malah menawarkan diri untuk menjadi perwakilan kelas.

Bagaimana kalau nanti aku malah mempermalukan nama kelasku, dan lebih parahnya itu acara perpisahan seharusnya dapat meninggalkan kesan baik bagi orang-orang.

Yah, namun tanpa keberanian itu aku mungkin tidak akan sampai sejauh ini bisa mendapatkan hobi baru yang sangat menyenangkan, walaupun dilain sisi hobi itu terkadang membuatku sengsara.

Dan kuputuskan setelah pulang sekolah aku bertekad untuk mendapatkan persetujuan ayah saat itu juga, setelah bel pulang sekolah berbunyi aku bergegas menemui ayah dan meminta izin ayah untuk mengikuti pementasan sekolah, ayah nampak terkejut dengan kesembronoanku karena dia yang paling tahu kemampuanku yang payah ini.

Yah, walaupun sebenarnya aku memiliki suara yang cukup bagus namun bermain alat musik gitar itu merupakan cerita lain lagi yang mana harus ada kerja keras dalam mencapainya.

Ajaibnya, setelah ayah menceramahiku cukup lama dan bahkan menanyaiku berkali-kali atas keseriusanku, ayah akhirnya memperbolehkanku untuk mengikuti pentas dengan syarat harus bersungguh-sungguh ketika latihan apalagi aku membawa nama kelas.

Aku sangat gembira dan langsung mengajak ayah untuk menemaniku membeli sebuah gitar di toko.

Ayah dengan mudahnya setuju dan membiarkanku berlatih karena menganggap itu hal yang positif untukku, dan dalam perjalanan pulang kami langsung mampir ketika tidak sengaja melihat plakat sebuah toko musik bertuliskan "L Guitar" yang mengarah ke sebuah gang kecil.

"Yah, itu sepertinya toko gitar ya?". Aku antusias melihat plakat itu, dan ayah dengan spontan mengerem mobilnya, namun sudah agak terlewat.

"Eh, sebentar ayah mundurin dulu". Setelah mobil mundur perlahan plakat itu nampak jelas.

"Iya kan yah? Liat-liat toko itu dulu yuk?" Ajakku.

"Hmm boleh deh, yaudah kita kesana". Ayah mulai memutar balikkan mobilnya.

"Ayaah gimana ini?" Aku tiba-tiba baru sadar akan sesuatu.

"Ah, siall!!". Ucap ayah kesal.

Bab 2 : Trial and Error

Nampaknya gang tersebut terlalu sempit untuk dimasuki mobil.

Setelah cukup berpikir, kami pun mencari tempat untuk menitipkan mobil dan memutuskan berjalan kaki untuk kesana.

Tenyata lokasinya cukup jauh kalau dicapai dengan berjalan kaki, namun kami tidak menyerah dan setelah beberapa menit kemudian akhirnya kami menemukan sebuah toko kecil yang menjual gitar-gitar custom buatan tangan.

Tempat itu dipenuhi serat-serat kayu berserakan yang mengotori halaman toko dan disana hanya terlihat 1 orang yang bekerja, dia merupakan pembuat dan sekaligus pemilik toko kecil itu.

Terlihat orang itu begitu fokus membuat kerangka gitar dengan sangat hati-hati, kemudian ia menyadari kehadiranku dan ayah.

Penjual tersebut berbalik badan melihat kami dengan tatapan matanya yang tajam dan dalam, belum pernah aku melihat mata setajam itu, bapak penjual itu meletakkan gagang gitar yang sedang ia kerjakan ditangannya yang masih belum jadi.

Ayahku juga nampak ragu namun memberanikan diri untuk bertanya.

"Permisi pak? Maaf mengganggu. Begini, anak saya baru mau belajar gitar, apa ada gitar yang cocok buat dia belajar pak?". Tanya ayahku.

Tanpa banyak bicara orang itu segera memasuki toko kecil itu, kemudian bapak itu hanya melambaikan tangan kepada kami untuk memberi kode mempersilahkan masuk.

Aku pun langsung bertanya pada ayah "Apakah ia tidak bisa berbicara, yah?". "Sssst... jangan bicara sembarangan, tidak sopan kalau sampai dia dengar" Ayah menyuruhku diam dan kami pun menyusul penjual itu ke dalam toko.

Betapa terkejutnya aku melihat interiornya yang sangat memukau dan pencahayaan lampu neon kuning di setiap sudut memberikan kilauan yang indah, aku pun mulai bersemangat melihat-lihat koleksi gitar yang nampak berkualitas tinggi yang tertata rapi ditoko itu, namun hanya ada sedikit koleksi gitar didalamnya.

Aku pikir itu wajar saja, karena ia hanya bekerja sendirian di toko itu. Saat itu begitu menyenangkan, Aku begitu menyukai interior didalam toko yang mana sangat elegan dan membuat kita nyaman didalamnya.

Suasananya hangat dan klasik sehingga sangat cocok dengan pajangan- pajangan gitar yang ada yang mana semuanya memiliki warna natural dan indah.

Bapak penjual itu memperlihatkan 2 gitar yang ukurannya agak kecil sehingga sesuai dengan ukuran tubuhku yang kurus dan mungil.

Saat itu aku memilih gitar berwarna warna gading, ayah menurutiku dan hendak membayarnya. "Pak saya ambil yang ini ya, sama sekalian tasnya". Kata ayahku kepada penjual. Bapak penjual itu hanya mengangguk dan bergegas mengambil tas.

Saat aku kembali mengelilingi toko itu, jantungku tiba-tiba serasa berdebar kencang melihat gitar yang begitu indah yang diletakkan tersembunyi dibelakang rak dan ditutupi kain hitam.

Aku sedikit membuka kain itu dan seketika aku jatuh cinta dengan gitar itu "waahh, keren sekali ini yah?!"

"Wuahh!" Bahkan ayahku juga terpukau dengan gitar itu. Aku langsung jatuh cinta pada gitar itu, gitar terindah dan terunik serta belum pernah ada di dunia ini!

"Pak ,apakah saya bisa membeli yang ini saja?? Boleh ya? Saya mohon". Aku segera bertanya pada penjual itu.

Aku sangat terkesan dengan detail gitar itu yang begitu indah dengan hiasan ornamen unik, ukurannya pun juga tidak terlalu besar jadi sangat sesuai dengan ukuran tubuhku.

Aku melihat wajah bapak itu berubah agak sedih, dan aku pun segera meminta maaf "Ahh.. maaf, kurasa bapak tidak menjualnya ya? Kalau begitu maafkan saya, saya akui gitar ini benar-benar keren pak, hehe".

Setelah berpikir sebentar, bapak penjual itu akhirnya menunjukkan senyuman kepadaku "Tidak, kamu ambil saja kalau menyukainya". Bapak itu akhirnya berbicara untuk pertama kalinya, ternyata aku salah sangka tadi.

"Berapa harganya pak?" Tanya ayahku.

"Ambil saja, aku akan memberikannya secara cuma-cuma". Jawab bapak itu.

Aku membuka mulut lebar-lebar karena terkejut dengan pernyataan bapak penjual yang mengejutkan itu.

"Ah, pak jangan bercanda seperti itu. Saya hampir saja menganggapnya serius". Jawab ayahku yang menganggap itu sebuah candaan belaka.

"Saya serius, ambilah. Aku dengar tadi anakmu sedang belajar, aku bisa memberi dukungan sebanyak ini.. kulihat dia akan jadi pemain gitar yang hebat nanti". Jawab bapak itu.

"Serius pak?" Tanyaku dengan nada gembira.

Bapak itu mengangguk dan tersenyum. Ternyata beliau adalah orang yang sangat baik dan sangat bertolak belakang dengan image yang ku lihat sebelumnya. Bukan main lagi, aku begitu gembira mendapatkan gitar itu dengan gratis. Aku kegirangan dan berjingkrak-jingkrak mendengar kabar menggembirakan itu.

Ketika aku berjingkrak-jingkrak bapak itu tiba-tiba berkata. "Tapi, ada syarat yang harus kamu penuhi". Seketika mendengar kata tapi membuatku terdiam. "Sya..rat?". Tanyaku. "Gitar ini sangat spesial, dia akan menuntun dirimu.. kamu harus memperlakukan gitar ini dengan baik, dan kamu harus bersiap dengan konsekuensi yang ada". Kata-kata bapak itu begitu rumit dan sulit dipahami.

"Memangnya konsekuensinya apa? Ah, maksud bapak konsekuensinya saya harus berlatih dengan baik kan? Tentu akan saya lakukan, saya akan giat". Jawabku bersemangat. Bapak itu hanya tersenyum tanpa menjawabku.

Aku tidak membayangkan hal baik yang terjadi hari ini, aku biasanya bukan orang yang beruntung. Bahkan tidak sekalipun aku pernah menang dalam pembagian doorprize ataupun dalam game keberuntungan lainnya.

Aku selalu mendapat kesulitan ketika mengandalkan keberuntungan, contohnya dalam hal cuaca kerap kali selalu hujan badai berpetir ketika aku memiliki janji penting dengan orang, atau ketika menebak jawaban ujian pun jarang sekali aku mendapati jawaban yang benar, dan bahkan dulu aku masuk SMP ini saja karena terlempar dengan selisih nilai 0,2.

Aku sangat ingat saat itu aku benar-benar menangis karena terlalu yakin akan diterima di SMP favorit berdasarkan nilaiku melampaui nilai penerimaan tahun lalu, sayang sekali ternyata aku belum beruntung.

Namun, aku adalah anak yang bekerja keras dan walaupun aku sering mendengar ada orang-orang yang berkata mereka beruntung karena menebak-nebak dan mungkin ada yang orang yang hidupnya sangat beruntung tanpa berusaha keras, sebenarnya aku masih memiliki 1 hal yang kuyakini selalu jadi keberuntungan dan kebanggaan ku yaitu ayah dan ibu yang selalu supportif dan mendampingi si anak yang kurang beruntung ini hihi.

Hari ini adalah hari yang akan selalu kuingat, hari yang memberikanku kesan seakan telah menang undian besar, dan bahkan sempat terbesit apakah semua keberuntungaku kuhabiskan untuk hari ini? Karena kalau harus membayar gitar itu pasti sangatlah mahal mengingat gitar itu buatan tangan dan di desain secara khusus.

Sangat disayangkan, ternyata hari itu juga merupakan kali terakhir aku melihat toko gitar itu, karena tak lama ketika aku datang lagi toko itu sudah berganti pemilik.

Aku datang untuk mempertanyakan takdiku yang berubah dalam semalam. Padahal awalnya aku mulai memiliki kesan baik dengan bapak pemilik toko itu yang begitu baik denganku, namun entah kenapa aku seakan mendapat kutukan setelah bertemu dengan bapak itu.

Entah bagaimana kabar bapak itu, dan sebenarnya aku ingin menanyakan apakah aku salah sangka? Apakah konsekuensi sebenarnya yang harus aku tanggung adalah kemampuan ini?.

Aku begitu ingin mengetahuinya, dan menemui bapak itu untuk mencari tahu jawaban misteri takdir ini.

Bab 3 : Hari Terakhir Aku melihatnya

7 Hari setelah kematian ibu aku duduk melamun di depan teras sambil mengingat setiap detail yang terjadi hari itu.

Pagi sebelum tragedi itu terjadi, sebenarnya aku mengalami mimpi yang aneh. Di mimpi itu aku sedang berada disebuah taman bunga yang sangat luas, namun aku merasa asing dengan nama bunga itu.

Saat itu aku sedang bermain gitar pemberian dari bapak pemilik L Guitar itu sambil menikmati udara yang sangat sejuk.

Tak lama anak laki-laki itu datang membawa payung itu lagi, setelah berdiri di hadapanku cukup lama anak itu tiba-tiba mulai mengangkat payungnya seakan ingin memperlihatkan wajahnya.

Aku sangat penasaran dan menunggu ia menunjukkan wajahnya. Lalu tiba-tiba...

"Bangun nak udah siang!". Suara ibu tiba-tiba muncul membuyarkan mimpiku.

Sampai saat ini aku masih merasa bersalah karena aku ngambek dengan ibu hanya karena mimpi itu.

Walaupun begitu, aku yang biasanya tidak ingat mimpiku sendiri, malah mengingatnya secara berlebihan dan membuatku kesal sendiri.

Seharusnya aku tidak bisa melampiaskan begitu saja kekesalanku pada ibu, karena selama ini berkat ibu aku bisa sekolah, apalagi aku orang yang sangat sulit untuk dibangunkan dan kadang malah suka marah-marah sendiri padahal aku yang butuh bangun pagi untuk sekolah.

Aku merindukan sajian 4 sehat 5 sempurna buatan ibuku, ibu selalu berprinsip sarapan pagi itu sangatlah penting dan tak pernah sekalipun ibu membiarkan perutku kosong.

Bahkan walaupun ibu sakit, ibu tetap membuatkan masakan untukku dan ayah. Aku selalu berharap untuk menjadi ibu yang baik seperti ibuku, namun betapa menggelikannya diriku, walaupun masih SMP aku sudah halu terlalu jauh membayangkan diriku jadi ibu.

Kalau dipikir-pikir lagi makin hari aku memikirkannya, memang di hari itu semuanya terasa aneh.

Dimulai dari berangkat sekolah seperti biasa, setelah malam sebelumnya aku merasakan sakit kepala begitu hebat kemudian bermimpi aneh. Kemudian juga dalam perjalanan ke sekolah tiba tiba perasaanku berubah memburuk tanpa kusadari.

Saat itu aku merasa sesuatu yang sangat buruk akan terjadi dan membuatku sangat gelisah bahkan di pagi yang sangat dingin itu keringatku juga mulai bermunculan. Jantungku juga berdebar kencang, bahkan aku sampai sempat meminta pulang di tengah perjalanan dan membuat ayah marah.

"Hah? kamu jangan bercanda shire! ada apa? kamu enggak sakit kan?" . Kata ayah menolak ideku, tapi aku begitu ingin pulang dan firasatku berkata aku harus segera pulang saat itu juga.

"Sadarlah Shire, katakan alasanmu kenapa kamu ingin pulang? Padahal sebentar lagi akan sampai sekolah. Katanya minggu ini kamu harus mempersiapkan diri untuk ujian try out minggu depan?".

Aku langsung tersadar karena aku ingat akan ujianku dan aku sungguh sangat bingung akan diriku yang tidak jelas tingkahnya. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap dan harus ke sekolah.

"Kalau nanti ada apa apa telpon ayah, nanti ayah jemput".Kata ayah sambil mengusap rambutku. Aku hanya mengangguk dan segera berlari menuju kelas karena sudah terlambat. Batinku terasa sangat tidak enak dan feeling ku berkata bahwa aku harus segera pulang.

Benar saja, baru beberapa saat guru datang dan memulai pembelajaran, handphone ku berbunyi keras karena lupa ku silent.

Aku terkejut dan langsung menolak panggilan tersebut tanpa ku sengaja. Ku lihat riwayat panggilan tersebut dari ayah, aku merasa cemas dan memutuskan untuk izin keluar kelas untuk bertelepon.

"Halo?" baru sempat aku menyelesaikan kata halo tiba tiba terdengar suara isakan ayah.

"Nak, cepat pulang.. nanti di jemput sama Budhe ya?".

"A..ada apa yah?". Tanyaku, namun ternyata telepon sudah terputus.

Ayah tidak menceritakan yang terjadi sebenarnya, membuatku semakin cemas dan penasaran. Batinku bertanya- tanya ada apa ini? Banyak pikiran buruk bermunculan dan menyerang kepalaku, aku penasaran namun takut untuk mengetahuinya.

Aku segera izin wali kelas dan mengambil tasku dengan buru-buru. Setelah itu aku berlari keluar menuju gerbang sekolah dan benar saja budhe sudah tiba menjemputku di sekolah.

Aku ragu sejenak dalam beberapa detik karena takut mendengar hal buruk yang akan aku ketahui sebentar lagi. Ditengah keraguanku Budhe menghampiriku duluan dan langsung memelukku erat dengan wajahnya yang basah penuh dengan air mata.

Wajah budhe yang sangat mirip dengan ibuku ini dipenuhi air mata, membuatku seakan melihatnya seperti ibu yang sedang bersedih.

"Pokoknya kamu harus kuat ya nak! ada budhe dan keluargamu yang lain". Kata bude yang semakin membuatku khawatir.

"Ada apa ini budhe?"Tanyaku. "Nanti.. nanti Budhe beritahu. Sekarang, mending kita langsung naik dulu, nanti Budhe kasih tau sambil jalan". Budhe menyetir sambil sesekali tangan kirinya menyeka air matanya.

Beberapa saat di perjalanan aku selalu berdoa dan mempersiapkan diri untuk mendengar kabar terburuk. Aku yang belum tahu apa-apa saat itu malah mengechat ibuku dan menanyakan beliau sebenarnya ada apa?

"Ibu apakah dirumah semuanya baik-baik saja?".

Batinku merasakan hal aneh karena tidak biasanya ibu lama membalas pesanku.

Setelah beberapa saat, budhe akhirnya menceritakan semua yang terjadi. Dan benar saja ibuku meninggal karena serangan jantung, aku masih tidak percaya hal itu dan berharap bahwa itu adalah mimpi.

Aku bahkan dengan putus asanya mengirim chat lagi kepada ibuku dan bertanya apakah ini mimpi. Tidak ada jawaban dari ibuku, membuat hatiku hancur berkeping-keping.

Sore itu pun, menjadi sore terakhir aku bertemu dengan ibu. Aku masih mengingat saat aku menangis diiringi angin sejuk dan dedaunan hijau disekitarnya menghiasi makamnya.

Aku menumpahkan semua air mataku diatas makam ibuku yang dipenuhi bunga segar. Saat itu aku bahkan tidak mau beranjak pergi walaupun orang-orang memaksaku. Ayah bahkan berusaha menenangkanku dan memaksaku untuk pulang, tapi hatiku tidak kuasa meninggalkan ibu sendirian di dalam tanah yang gelap dan dingin itu.

Aku hanya bisa terus mengucap maaf kepada ibu, dan tidak tahu lagi harus berbuat apa. Masa depan terasa suram dan aku takut untuk menjalaninya.

Sudah berhari-hari aku larut dalam kesedihan ini, setiap hari aku masih menangis ketika melihat kamar ibu yang sudah kosong. Sampai saat ini aku belum menemukan motovasi untuk berangkat kesekolah, padahal ini adalah tahun terakhirku di kelas 3 SMP.

Aku terus berfikir dan berfikir untuk menerimanya, namun tidak bisa, semua tragedi ini benar-benar sulit untuk diterima. Ketika aku akhirnya menyadari aku punya kelebihan yang lebih terasa seperti kutukan, kini makin membuatku takut kalau ada hal buruk lainnya lagi.

Aku juga mulai menyalahkan diriku yang tidak bisa lebih cepat menyadari hal itu dan mungkin kalau aku cepat menyadarinya, aku bisa mencegahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!