"Kamu ngga usah ngaco! Pekerjaan kamu itu ngga bener! Cari kerjaan lain!" Bentak ibu Alea yang tengah membereskan pakaian ke dalam lemari. Ia baru saja selsai menyetrika seluruh pakaianya dan juga kedua anaknya.
"Tapi bu, mau darimana uang belanja ibu sama sekolah Alvin, kalau bukan Lea yang cari? Emang ibu sanggup? Lagian kerjaan Lea cuma nyanyi ko. Bukan jual diri." Jawab Alea dengan berani.
Tidak ada orang tua yang akan setuju dengan permintaan anaknya, untuk bekerja di dunia malam. Meskipun tidak jual diri, tapi cap perempuan malam akan terus melekat. Tapi niat Alea sudah bulat. Ia ingin menyudahi kehidupanya yang serba terbatas, dengan mencari uang sendiri.
Sejak kecil, Alea sudah di tinggal oleh ayahnya, yang memilih untuk menikah lagi dengan wanita lain. Alhasil, Alea harus tinggal bersama ibu dan adiknya.
Sehari-hari, ibu Alea hanya berjualan kue. Dan penghasilanya tidak akan cukup untuk membeli skincare yang Alea butuhkan. Jangankan untuk skincare, untuk makan saja sudah susah.
"Lea pamit." Ucap Alea lalu bergegas pergi dengan membawa koper miliknya. Meski ijin resmi dari ibunya belum keluar, tapi ia tetap harus pergi.
Di depan gang, sudah ada Nadia sahabat Alea yang sudah menunggu dengan sepeda motor miliknya. Kedua nya lalu pergi dengan mengendarai sepeda motor Nadia.
20 Menit perjalanan sudah mereka tempuh. Akhirnya Alea sampai di sebuah kosan yang tidak jauh dari club malam, tempat Nadia bekerja.
Nadia memang tidak mengajak Alea secara langsung, tapi ia selalu pamer barang mewah yang baru saja sudah ia dapatkan dari hasil kerjanya.
"Lo malam ini pake baju gue dulu aja. Ngga mungkin lo pake gaun panjang ke pub." Ucap Nadia. Ia lalu mengeluarkan baju baru dari dalam lemari, dan memberikanya pada Alea.
Baju yang kurang bahan, dengan belahan dada yang sangat terlihat jelas, di tambah lagi belahan pinggul yang hampir memperlihatkan bagian inti tubuh Alea.
"Ngga ada baju lain? Ini kurang bahan banget!" Rutuk Alea lalu melemparkan pakaianya pada Nadia.
"Lo mau yang gimana? Mau pake ini?" Nadia lalu mengeluarkan celana hotpant dan baju crop top, yang akan memperlihatkan pusar Alea.
Tapi ini lebih mending daripada yang tadi. Setidaknya, Alea masih bisa bergerak bebas.
"Nanti malam, Ardin sama Niko langsung nunggu disana. Sisanya pemain cabutan. Lo hafalin lagu yang udah tadi gue share sama lo. Malam ini, lo bakal bawain lagu itu." Ucap Nadia.
Alea hanya menganguk pelan, dan mulai mencoba pakaian milik Nadia. Rasanya risih, tapi apa boleh buat. Ia harus memakai pakaian itu, demi mendapatkan uang.
***
Malam pun tiba. Nadia sudah bersiap-siap dari pukul 9 malam. Polesan wajah yang tebal, serta pakaian yang seksi, membuat Alea merasa risih. Di tambah, matanya sudah seperti 5 watt, karena ia tidak terbiasa tidur larut malam.
"Lo ngapain? Buruan dandan. Bentar lagi harus udah disana." Ucap Nadia yang kini tengah memoles bibirnya dengan lipstick warna merah terang.
"Gue kaya gini aja lah Nad. Ngga bisa dandan." Jawab Alea. Ia lalu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Namun Nadia tentu tidak akan diam saja. Ia langsung menarik tangan Alea, dan membuat gadis itu kembali duduk. Untuk permulaan, Alea masih harus banyak di bantu oleh Nadia. Riasan wajah dan tatanan Rambut, semua Nadia yang kerjakan. Hingga akhirnya keduanya sudah terlihat cantik dan Seksi.
"Yuk." Ajak Nadia yang sudah siap.
Alea hanya menganguk pelan, lalu memakai jaket, dan bergegas pergi. Jarak dari Kos Nadia sampai ke Club, hanya butuh 5 menit saja. Nadia sengaja mencari kos-kosan yang tidak jauh dari tempat ia bekerja.
Suasananya gelap, hanya ada lampu kelap-kelip, dan dentuman musik yang sangat keras.
"Al, minum dulu." Ucap Nadia lalu memberikan segelas air putih pada Alea.
"Gue langsung kerja?" Tanya Alea bingung.
Keduanya harus berbicara dengan teriakan yang keras. Karena jika tidak, mereka tidak akan mendengar percakapan masing-masing.
"Iya. Udah sana naik. Lo udah mau mulai." Jawab Nadia.
Jantung Alea berdetak lebih kencang dari biasanya. Bukan karena gugup akan bernyanyi di depan umum, tapi takut ada kesalahan fatal yang akan membuatnya di keluarkan dari pekerjaan barunya.
Tapi dugaanya salah, ia begitu menikmati pekerjaanya, sampai akhirnya, waktu tak terasa sudah 1 jam berlalu. Dan saat nya ia istirahat.
Saat turun dari panggung, Nadia langsung mengajaknya ke meja yang berada paling ujung. Oh iya, Nadia bekerja sebagai ladies escort di club ini. Jadi tugas dia, ya menemani tamu minum.
"Mas Dil. Ini kenalin." Teriak Nadia pada seorang laki-laki berkaos putih, celana panjang dengan sepatu putih.
Wajahnya sangat tampan, senyumanya membuat Alea tidak berkedip sama sekali. Ini kali pertamanya ia melihat laki-laki se tampan ini.
"Adila." Sapa laki-laki itu sembari mengulurkan tanganya pada Aela.
"Alea." Jawab Alea lalu menganguk ramah.
"Duduk disitu ya. Gue mau ke toilet dulu." Bisik Nadia.
Kali ini Alea tidak bisa menolak. Karena sebelumnya, Nadia sudah mengatakan jika, setelah selsai bernyanyi, tugas Alea adalah menyapa tamu. Ia pikir hanya menyapa seperti biasa. Tapi kali ini, Ia juga harus menemani mereka untuk minum bersama.
"Minum ngga?" Tanya Adila.
Segan untuk menolak, membuat Alea hanya menganguk pelan, dan langsung meneguk minuman yang sudah di berikan oleh Adila.
Rasanya pahit, ada manisnya sedikit, dari campuran soda. Dan baru 5 menit, Kepala Alea sudah terasa pusing.
"Lagi?" Tanya Adila sembari memberikan gelas kedua pada Alea.
Tanpa pikir panjang, Alea langsung meneguknya sampai habis. Hingga sepersekian detik berikutnya. Alea terjatuh karena kepalanya terasa pusing.
****
Kepalanya terasa berat. Ia menatap dinding sekeliling kamar, yang asing baginya. Ada lampu mewah, dan meja yang cantik, serta tv yang besar di hadapanya. Sudah jelas ini bukan rumahnya, ataupun kosan Nadia.
"Udah bangun?" Suara laki-laki yang tengah tidur di samping Alea, dan melingkarkan tanganya di perut Alea.
"Kamu siapa?" Tanya Alea kaget. Ia mulai mengingat pria yang kini memeluknya dengan erat, yang tidak lain adalah Adila. Laki-laki tampan yang ia temui di club tadi malam.
"Bobo lagi aja. Kamu masih belum sadar." Jawab Adila lirih. Matanya masih terpejam.
Namun ada yang aneh, bagian inti tubuh Alea terasa sakit. Ia lalu membuka selimutnya, dan betapa kagetnya, saat melihat keduanya tidak memakai pakaian.
"I...i....i...ni, kamu?" Tanya Alea gugup. Ia buru-buru menutup tubuhnya kembali dengan selimut karena malu.
"Kita udah tidur bareng tadi malam. Makasih ya." Jawab Adila tanpa tau malu, lalu mencium pipi Alea, dan sebelah tanganya memegang dada Alea dengan sangat lembut.
"Kamu p*rkosa aku?"
Belum 24 jam setelah meninggalkan rumah, Alea harus menerima nasibnya, yang harus kehilangan kesucianya. Ia tidak bisa menahan tangisnya, sambil merasakan sakit di bagian inti tubuhnya.
"Ngga usah nangis. Aku bakalan tanggung jawab ko." Ucap laki-laki yang kini terbaring di sebelahnya.
"Kamu kenapa berani nodain aku? Apa salah aku sama kamu?"Jawab Alea sembari terisak tangis.
Menangis memang tidak akan membuat semuanya kembali membaik seperti semula lagi. Tapi setidaknya, ia bisa melampiaskan rasa sakit hatinya.
"Kamu inget-inget lagi deh. Yang minta bukan aku." Ucap Adila, sembari mengusap pucuk kepala Alea dengan lembut.
Sejenak, Alea kembali mengingat apa yang sudah ia lakukan tadi malam. Namun rasanya sulit. Ia juga harus merasakan sakit kepala yang luar biasa, setelah minum alkohol. Bahkan tenggorokanya terasa kering.
"Kamu yang minta kesini loh." Ucap Adila. Tanganya tak berhenti memeluk Alea dengan erat.
"Ngga mungkin!" Jawab Alea yang kembali menangis pilu.
"Ngga usah nangis. Aku bakalan tanggung jawab. Kamu ngga usah takut ya." Jelas laki-laki itu. Suaranya terdengar sangat lembut. Tanganya terus memeluk tubuh Alea, sembari sesekali mencium kening Alea.
"Aku harus pulang!" Ucap Alea lalu melepaskan tangan Adila yang melingkar di perutnya.
Ia mencoba beranjak dari tempat tidurnya, namun rasanya terlalu sakit untuk melangkah pergi. Ia kembali meringis kesakitan, dan harus kembali berbaring di atas tempat tidur.
"Ngga usah banyak gerak dulu. Hari ini, kamu disini aja. Aku bentar lagi harus kerja. Kalau kamu butuh apapun, kasih tau aku." Ucap Adila lalu mencium kening Alea.
Ia kembali memakai pakaianya, dan bergegas ke kamar mandi. Rasanya tidak ingin melihat wajah pria itu. Kesal, benci dan kecewa, kini menjadi satu. Namun Alea hanya bisa menangis, dan memeluk selimut yang kini menutupi tubuhnya.
Setelah beberapa saat, Adila kembali dengan wajah yang lebih segar. Pakaianya pun sudah berganti dengan yang baru. Sebelum pergi, ia memberikan kartu ATM pada Alea.
"Ini untuk kamu belanja. Kalau mau apapun, kamu tinggal beli. Aku bentar aja. Ada meeting penting. Nanti aku balik lagi." Ucap Adila lalu mencium kening Alea.
Padahal mereka belum lama kenal. Bahkan belum sampai 24 jam. Tapi perlakuan Adila, sudah seperti saling kenal dan berhubungan lama.
"Pin nya, tanggal lahir kamu. Dan bentar lagi, akan ada yang mengantar pakaian baru dan makanan untuk kamu. Jadi kamu relax aja ya." Ucap Adila lagi sembari melambaikan tanganya pada Alea, dan bergegas pergi.
Untuk kali ini, uang bukanlah segalanya bagi Alea. Karena kesucian yang sudah lama ia jaga, harus terenggut begitu saja. Ia merasa bersalah pada ibunya. Andai saja ia tidak melawan perkataan ibunya, ia sudah pasti masih bisa mempertahankan kesucianya.
Ponsel Alea tiba-tiba berdering. Ia meraih ponselnya yang ada meja sebelah tempat tidurnya, dan melihat nama ibunya yang ada di layar ponselnya.
Tanpa menunggu lama, Alea langsung mengeser tombol berwarna hijau, dan memulai percakapan.
"Lea, ini pacar kamu kirim banyak barang kerumah. Bahkan biaya sekolah Alvin udah di lunasi semua. Ini pacar kamu yang mana? Bukanya kamu bilang udah putus sama Rio?" Tanya ibunya dari ujung telpon.
"Hah? Barang apa bu?" Jawab Alea kaget. Karena setelah putus dengan Rio, ia sama sekali tidak ada niatan untuk mencari pacar baru lagi.
"Kulkas, Mesin cuci, ini juga ada televisi. Terus barusan, tukang nya nganterin komputer buat Alvin. Dan ini datang lagi sepeda motor untuk ibu. Ini sebenarnya dari siapa?"Tanya ibunya lagi.
Keluarga Alea memang bukan keluarga berada. Tapi mereka tidak akan menerima barang pemberian dari sembarangan orang. Apalagi yang tidak mereka kenal.
"Bu, orang nya masih disitu? Kalau ada, boleh Lea bicara sama orang yang antar barangnya?" Ucap Alea yang mulai panik. Andai saja bagian inti tubuhnya tidak terasa sakit, Alea sudah pasti akan pulang kerumahnya.
"Bentar." Jawab ibu Alea. Terdengar suara ibunya yang memanggil seseorang yang berada disana.
"Iya halo." Sapa seorang laki-laki yang terdengar dari ponsel ibunya. Sepertinya ini tukang yang sudah mengantarkan barang kerumah Alea.
"Maaf mas, saya boleh tanya, ini barang dari siapa ya?" Tanya Alea.
"Oh. Dari pak Adila bu. Tadi pagi, beliau meminta saya untuk mengantarkan semua barang ini. Katanya untuk keluarga ibu." Jawab laki-laki itu.
"Ko bisa sih?" Tanya Alea lagi.
Bagaimana bisa Adila tau alamat rumahnya, dan kondisi keluarganya. Sampai ia harus memberikan semua barang itu pada keluarganya.
"Maaf bu saya kurang tau. Ibu bisa langsung tanyakan saja pada pak Adila. Karena saya hanya kurir bu." Jawab pria itu.
Alea memang tidak bisa memaksa untuk bertanya pada pria itu. Karena ia sudah pasti tidak akan tau alasan Adila mengirimkan semua barang itu. Tapi, Alea juga tidak tau berapa nomor ponsel Adila. Karena ia belum sempat bertanya akan hal itu tadi malam.
"Ya sudah makasih." Ucap Alea lalu mengakhiri panggilanya.
Yang ada dalam pikiranya hanya Nadia. Karena dia satu-satunya orang yang tau tentang keluarganya. Tanpa menunggu lama, Alea lalu mencari kontak Nadia, dan mulai menghubunginya.
Dua kali panggilan sudah Alea lakukan. Namun keduanya tidak mendapat jawaban. Ia menatap jam dinding yang masih menunjukan pukul 8 pagi. Sudah pasti Nadia belum bangun di jam segini.
Namun tiba-tiba, ponselnya kembali berdering. Satu panggilan dari nomor tidak di kenal. Biasanya, Alea tidak akan pernah mau menjawab panggilan dari nomor baru. Tapi kali ini, ia harus menjawab telpon itu.
"Hai beb. Barang nya udah sampai kan? Barusan kurirnya telpon aku, katanya kamu tanya kenapa saya kirim barang itu ya?" Sapa seorang laki-laki dari ujung telpon. Dari suaranya ia sangat mengenal jelas. Laki-laki itu sudah pasti Adila.
"Maksud kamu apa? Ngapain kamu kirim semua itu kerumah aku? Kamu mau beli aku sama barang-barang kamu yang ngga jelas itu?" Tanya Alea dengan suara lantang.
Alih-alih menjawab, laki-laki itu malah tertawa puas. Seolah perkataan Alea hanyalah lelucon baginya.
"Kamu pikir lucu?!" Bentak Alea yang sudah mulai kesal.
"Keep calm beb. Kamu ngga usah marah-marah dong. Kamu sendiri yang minta semua ini. Makanya, aku bilang sama kamu, kamu ingat lagi apa yang kamu lakuin tadi malam." Jelas Adila. Suaranya masih terdengar sangat lembut meski Alea sudah membentaknya dua kali.
Untuk mengingat kejadian semalam saja rasanya sudah susah. Bagaimana ia mengingat apa yang sudah ia katakan pada Adila tadi malam. Rasanya sangat mustahil.
"Oke aku bantu ingatin. Tadi malam, kamu bilang 'Keluarga aku orang ngga mampu. Ibuku apalagi, kasian harus kerja jualan kue, bahkan adiku biaya sekolahnya belum lunas, jadi aku terpaksa kerja begini' Remember it beb??"
Setelah mendengar clue dari Adila, Alea mulai mengingat apa yang terjadi tadi malam.
Setelah ia meminum gelas yang kedua, ia langsung tertidur di sofa. Lalu ia terbangun dan menangis saat masih di pub. Ia tersadar, saat itu Adila sudah memeluknya sembari mengusap pipinya dengan lembut.
Bahkan Alea sempat menceritakan semua kehidupanya selama ini pada Adila, di saat ia mabuk. Dan lebih parahnya lagi, Alea yang mengajak Adila pergi ke hotel. Karena ia ingin merasakan bagaiamana nikmatnya tidur di kasur yang empuk, dengan desain kamar mewah, di hotel bintang lima.
Sungguh rasanya ingin terjun dari lantai paling atas, karena tak kuasa menahan rasa malunya.
"Sudah ingat semuanya baby?" Tanya Adila dari ujung telpon.
"Pokonya aku ngga terima barang dari kamu. Sekarang juga kamu bawa lagi semua barang kamu!" Jawab Alea lalu mengakhiri panggilan telponya begitu saja.
Rasanya masih seperti mimpi. Bukan ini yang Alea inginkan. Jadi seorang wanita kaya raya dan sukses memang cita-citanya. Tapi tidak dengan cara memberikan kesucianya seperti ini. Bahkan lebih parahnya lagi, dirinya sendiri yang menawarkan kesucianya pada lelaki yang baru saja ia temui.
"Kamu boleh ambil kesucian ku, asalkan kamu bayar dengan harga mahal." Perkataanya tadi malam, terus terngiang di kepala Alea. Menyesal sudah mengingat semuanya.
Tidak berselang lama, terdengar bunyi bel kamar nya. Meski rasanya masih sulit untuk beranjak dari tempat tidur, tapi kali ini harus ia paksakan.
"Bentar." Teriak Alea lalu masuk ke dalam kamar mandi, untuk menganti pakaianya. Tapi sial, pakaianya sudah tidak ia temukan lagi. Yang ada hanya kemeja Adila, yang tergantung di kamar mandi. Dengan sangat terpaksa, ia harus memakai pakaian itu, lalu membuka pintu kamar nya.
"Selamat pagi mba. Ini saya bawakan makanan untuk mba. Dan ada pakaian juga untuk mba." Ucap seorang pria dengan seragam hotel.
"Oh silahkan masuk." Jawab Alea yang masih berdiri di ambang pintu.
Pelayan hotel itu membawakan banyak jenis makanan, dan juga pakaian mewah.
"Silahkan di pilih mba. Mana yang mba suka." Ucap pelayan itu dengan sopan.
Sepuluh jenis makanan yang berbeda, beserta paper bag pakaian baru yang jumlahnya sangat banyak, kini ada di hadapanya.
Untuk sekedar mimpi seperti ini saja, Alea tidak pernah. Sekarang, semua itu ada di hadapanya.
"Ini dari siapa? Saya ngga punya uang buat bayarnya." Tanya Alea.
Paper bag nya saja, semua dari brand ternama, yang harganya bisa mencapai jutaan, bahkan puluhan. Bagaimana ia akan sanggup membayar semua ini.
"Ini dari pak Adila mba. Saya disini hanya bertugas mengantarkan saja. Semuanya sudah di bayar pak Adila. Kalau begitu saya permisi." Ucap pelayan itu sembari menganguk sopan dan keluar dari kamarnya.
Seperti di terpa durian runtuh. Kemewahan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya, kini ada di depan matanya.
Dengan langkah tertatih, Alea kembali ke atas tempat tidurnya, dan mulai membuka satu perasatu isi paper bag itu.
Ada gaun berwarna putih yang sangat cantik, sepatu mewah, dan bahkan ada tas cantik. Dan ada satu isi paper bag yang membuatnya kaget bukan main. Baju lingerie berwarna putih, dengan ****** ***** g-string.
"Baju apaan ini!" Rutuk Alea lalu melemparkan pakaian itu ke lantai.
Dan tiba-tiba, ponselnya kembali berdering. Ia melihat nomor baru yang menghubunginya. Nomor Adila yang sempat menelponya tadi. Untuk kali ini, ia mengabaikan panggilan dari Adila.
"Ini ngga bisa di biarin! Aku harus pulang!" Gumam Alea, lalu meraih tasnya, dan memakai sandalnya, ia kembali berjalan tertatih.
Tapi tidak di sangka, saat ia membuka pintu, Adila sudah berada di ambang pintu. Ia lalu memeluk Alea dengan erat.
"Makasih baby, udah bukain pintu." Ucap Adila lalu mencium kening Alea.
Ntah mengapa, disaat seperti ini, jantung nya berdetak dengan sangat kencang. Bibirnya seolah terkunci. Ia tidak bisa mengatakan apapun, selain ikut masuk kembali bersama Adila.
"Sini duduk." Ucap Adila lalu memeluk Alea. Kini alea duduk di pangkuan Adila.
Belaian lembut Adila, membuat Alea merinding. Ciuman yang Adila lakukan di tengkuknya saat ini, membuat ia mengerang.
Ada rasa nikmat yang tidak pernah Alea rasakan sebelumnya. Apalagi di saat tangan Adila, mulai meraksuk ke dalam pakaianya, dan memegang kedua dadanya dengan lembut.
"Baju nya udah sampe?" Bisik Adila dengan lembut.
Wangi tubuhnya memang benar-benar membuatnya candu. Ia seolah terhipnotis dan hanya menganguk pelan. Amarah yang sempat memuncak pun hilang seketika.
"Pake dong bajunya. Aku pengen liat." Ucap Adila yang terus mer*mas dada Alea. Bahkan ia memainkan ujung dada Alea, layaknya tengah memainkan tombol.
"Aku belum mandi." Jawab Alea.
"Ya udah, mandinya sama-sama. Sekarang pake dulu ya." Ucap Adila lalu melepaskan pelukanya.
Meskipun bagian inti tubuhnya masih terasa sakit, jalan pun masih tertatih, Alea memumungut kembali baju yang sudah ia lempar ke lantai dan memebawanya ke dalam kamar mandi. Ia lalu menukar pakaianya saat ini dengan lingerie itu.
"Ya tuhan. Ini keliatan banget." Gumam Alea saat melihat dirinya di cermin.
Ujung dadanya begitu jelas terlihat. Bahkan g-string yang ia pakai, hanya bisa menutupi segitiga bermudanya. Sedangkan bokong nya terlihat dengan jelas.
"Beb udah?" Teriak Adila dari luar.
Meski merasa risih, Alea lalu keluar dari kamar mandi, dengan menutup dadanya memakai kemeja Adila yang tadi.
"Jangan di tutup dong sayang." Ucap Adila lalu menarik kemeja nya, hingga kedua dada Alea terlihat sangat jelas.
Ia kembali menarik Alea ke pangkuanya, dan mencium leher jenjang Alea dengan sangat lembut.
"Main lagi masih sanggup?" Tanya Adila sembari terus mencium sekujur tubuh Alea.
"Aku masih sakit. Jalan aja susah." Jawab Alea.
"Gapapa sayang. Untuk kali kedua ngga akan terasa sakit." Ucap Adila lalu mulai menghi*ap ujung dada Alea. Ia sama sekali tidak membuka lingerie Alea. Karena kainya yang sangat transparan, membuat Adila dengan mudah menghisapnya.
"Nggghhhhh"
Tubuh Alea mulai mengelingjang merasakan kenikmatan yang Adila berikan. Ia benar-benar sudah tidak sadarkan diri.
Ia membenahi posisinya, dan mengalungkan tanganya di leher Adila.
"Mau berapa ronde? Tadi malam baru 3? Sekarang 10 siap?" Tanya Adila lalu mencium bibir Alea sekilas.
"Ngga akan capek?" Jawab Alea dengan wajah menggoda.
"Kamu nantangin? Tentu saja aku sanggup sayang. Punya kamu enak, masih rapat dan wangi." Bisik nya.
Rasanya benar- benar malu. Tapi Alea mulai menikmati semua itu.
Ia pasrah, membiarkan Adila mengerayangi seluruh tubuhnya. Bahkan untuk ronde pertama, pemanasan mereka cukup sampai di dada saja. Adila langsung membuka celananya, dan mengeluarkan bagian inti tubuhnya. Dengan sangat gampang, ia langsung menautkan bagian inti tubuhnya dengan Alea.
"Goyang kaya tadi malam ya sayang. Enak." Bisik Adila.
Alea bahkan tidak ingat seperti apa yang Adila maksud. Tapi dengan menahan rasa perih, ia mengoyangkan pinggulnya, sembari membusungkan dadanya.
"Enak beb. Enak banget."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!