"Aku terlahir hanya untuk menjadi pelengkap dalam cerita hidup orang lain."
Sebuah kalimat putus asa bersamaan berat hembusan nafas berasal dari gadis dengan rambut berantakan, lingkar mata hitam, bibir pucat, serta tatap kosong dari bola manik yang berair itu. Padahal baru saja gadis itu mengangkat kelopak matanya terbangun dari mimpi yang tidak ia mengerti.
"AKIRAAAAA! CEPETAN BANGUN!" Teriakan itu langsung tembus ke lobang telinga gadis itu. Dan kini terdengar suara pintu kamar terbuka.
"Gak bosan telat mulu sekolah? Cepetan siap-siap atau mau jalan kaki aja ke sekolah!" Wanita paruh baya ini langsung mengomeli anaknya yang tidak bisa tegas pada hidupnya sendiri.
"Eummm!" Gadis bernama Akira itu merespon ibunya lalu menggeliat di kasurnya dan perlahan bangkit menuju kamar mandi.
"Jangan lama-lama!" Wanita bernama Miranda itu menghela berat dan menggelengkan kepalanya sembari keluar dari kamar anaknya dan bergumam, "Kapan dia mau berubah?".
...
Tentu karena bangun kesiangan Akira tidak sempat sarapan. Saat ini gadis itu duduk di belakang ibunya yang mengendarai motor menyusuri jalanan untuk mengantarkannya ke sekolah.
Selagi Miranda fokus bawa motor, Akira fokus pada hp miliknya karena sedari tadi gadis itu belum sempat memeriksa notifikasi apapun. Namun seperti biasa, berapa kalipun di check tidak ada notif apapun. Dan yang lebih parah, gadis itu bahkan sudah menduga karena hidupnya selalu begitu, penuh kekosongan. Alhasil ia menyimpan lagi hpnya dan hanya menikmati angin pagi sembari menutup kelopak matanya.
Sesampainya di sekolah, Akira melepas helm dan tentu membuat rambutnya kembali berantakan.
"Itu rapikan dulu rambutmu!" Perintah Miranda, namun gadis itu malah mendekatkan kepalanya ke arah ibunya dengan modus agar wanita yang ia panggil ibu itu akan membelai rambutnya.
"Kamu kapan berubah? Umur udah 17 tahun bentar lagi dewasa! Cepet rapiin rambutmu dan masuk kelas! Nanti pulangnya nebeng sama Erika aja ya!" Ucap Miranda sembari menyimpan helm Akira, lalu langsung pergi setelah menyelesaikan kalimatnya.
Gadis yang ditinggal itu menghela berat, lalu hanya mengusap rambutnya yang terurai ke belakang.
"Apa yang gua harapin?" Gadis itu menyeringai sekitar dua detik lalu pergi masuk ke kelasnya.
Seperti biasa kelas ini sibuk, dengan beragam karakter siswa di dalamnya. Akira memasuki kelas menuju meja di samping jendela lalu membuka tirai dan duduk di sana. Seperti biasa pula tidak ada yang menyapanya selain Erika yang baru terlihat di pintu kelas.
Erika adalah siswi yang dikenal karena parasnya yang cantik dan pintar, selain itu dia tegas kepada orang lain dan baik hati. Intinya ia gadis sempurna untuk didekati semua orang, namun malah berakhir duduk sebangku dengan Akira. Seorang gadis biasa dengan Iq rata-rata ke atas, namun wajahnya biasa saja. Intinya seseorang yang kehadirannya tidak terasa dan tidak terlihat dalam kumpulannya. Bagaimana mendefinisikannya? Iyap benar! Figuran.
Kelas berjalan lancar seperti biasa, namun hari ini ada hal yang menarik. Sepertinya kelas ini akan dimasuki tokoh baru yang akan mengambil alih peran utama. Suara sepatu menyentuh lantai terdengar nyaring, sosok barupun memasuki kelas itu.
Bola mata semua remaja dalam kelas itu berbinar, mereka terpesona dengan sosok tampan di depan mereka. Bagaimana bisa seseorang yang terlihat bagai Kim Taehyung berdiri di realita para Army.
"Kenalin nama saya Ratara! Saya pindahan dari Jakarta!" Ucap pemuda yang sedang berdiri di samping guru itu.
"Ada yang ingin bertanya tentang teman baru kalian?" Ucap pak Ilham yang membawa masuk Ratara tadi.
Namun, semua orang terdiam dan hanya fokus pada wajah pemuda di depan mereka itu.
"Kalo enggak ada, Ratara kamu silakan duduk di mana bangku kosong dulu, nanti kita atur bangku lagi, sekarang kita lanjutkan kelas ya!" Ucap guru itu lalu membuka bukunya.
Di sisi lain, ada satu orang yang melempar tatap iri dan masih memindai hingga pemuda baru itu duduk di bangku paling belakang. Gadis itu melirik bahkan sampai lehernya mencapai batasnya berputar.
"Sepertinya drama lain bakal segera di mulai! Akira fokus! Loe cuma figuran, jalanin peran loe seperti biasa!" Batin gadis itu. Akhirnya Akira memindahkan sorot matanya untuk belajar.
...
Begitu jam istirahat tiba, penghuni kelas itu berkumpul di meja belakang, tentu saja untuk menyambut murid baru itu. Saling bertukar tanya agar lebih mengenal dan memperkenal diri mereka seakan dosa jika tidak menjadi teman pemuda ini.
Di tengah kerumunan orang, Ratara melirik meja Erika dan Akira, karena hanya dua gadis itu yang santai di bangkunya saat yang lainnya sibuk memperkenalkan dirinya.
"Kira! Loe pilih traktir gua atau gua yang traktir loe?" Pertanyaan Erika membuat Akira mengerutkan alisnya dengan bibir yang maju.
"Ditraktir loe lah! Orang bodoh mana yang melewatkan makanan gratis!" Akira tersenyum lebar lalu kembali berwajah datar. "Eh tapi? Ada apanih? Kok tiba-tiba?..." tanya Gadis itu curiga.
"Nanti gua cerita deh! Cepetan beresin buku loe kita ke perpustakaan dulu!" Ucap gadis cantik itu lalu tersenyum.
"Lah? Traktir apaan di perpus?" Akira mencium bau-bau penipuan.
"Loe ikut aja nanti tau sendiri hihi!" Sahut Erika lagi.
"Perasaan gua nggak enak!" Gumam Akira lalu menghela berat.
Ketika hendak keluar, langkah Erika dihentikan ketika pemuda yang berjalan di sampingnya menyapa. Begitupun Akira ikut terhenti menoleh ke belakang karena ia sudah pergi agak lebih jauh dari Erika.
"Nama loe siapa?" Tanya Ratara pada Erika yang baru menoleh.
"Erika. Loe Ratara kan?" Sahut gadis itu agak canggung. Pemuda itu membalas dengan anggukan.
"Gua harus pergi, kita ngobrol lain kali aja!" Ucap Erika lalu menuju ke arah Akira.
Ratara masih menatap gadis yang ia sapa, namun tiba saja sorot matanya menemukan gadis lain dengan raut wajah datar yang kemudian dirangkul Erika dan keduanya pergi.
***
Di perpustakaan, seperti biasa Akira kembali menjalankan perannya sebagai nyamuk di antara dua remaja yang memanfaatkannya. Ketiga remaja itu duduk di sebuah meja di sudut perpustakaan.
"Erika! Jawab dong! Loe mau kan jadi pacar gua? Ini udah hari ketiga loh!" Ucap pemuda dengan kumis tipis ini.
Di sisi lain, Akira tersontak menutup mulutnya karena tak percaya dengan yang didengar.
"Gua udah punya pacar! Berapa kali gua bilang jangan ganggu gua! Pacar gua bisa marah! Ini gua bawa saksi sekaligus bukti bahwa gua nggak bohong! Iyakan Kira?" Sahut Erika tampak frustasi.
Akira yang tahu betul Erika baru putus dari pacarnya kembali membulatkan matanya karena terkejut.
"Ah iya! Erika punya pacar! Lagian hubungan itukan dimulai atas dasar keinginan kedua belah pihak kan? Kita akhiri baik-baik ya! Hahaha." Akira terdengar canggung namun suaranya agak besar hingga kena teguran penjaga perpustakaan.
...
Di kantin, Akira tampak kehilangan semangatnya dan hanya mengaduk minumannya walau makanan lain sudah terpajang di depannya.
"Loe kenapa?" Tanya Erika lalu memasukkan sesuap dan mengunyah.
"Gua malu banget! (Akira menutupi wajahnya dengan tangannya) harusnya gua santai aja tadi kenapa malah canggung dan keceplosan teriak sih!" Gadis itu masih belum terbiasa walau sering berada di situasi yang sama.
"Karna dimarahin penjaga perpus tadi toh? Loe tenang aja! Dia nggak akan ingat kok! Gua tau tuh cowo sering banget nembak cewe random gitu, nggak jelas orangnya! Nggak usah malu biasa aja!" Sahut Erika santai.
"Iya juga sih! Lagian siapa yang bakal ingat sama gua ya kan? Muka pasaran dan buram dipandangan orang-orang, oiya gua hampir lupa gua figuran! Hahah!" Akira mengembalikan semangatnya dengan cepat lalu makan dengan lahap.
"Loe nggak boleh gitu! Kita pemeran utama di hidup kita sendiri! Jangan ngomong gitu lagi gua bisa sedih." Sahut Erika memasang raut cemberut.
"Iya deh! Sorry sorry! Cuman loe yang paling ngerti-in gua!" Gadis itu tersenyum.
Di sisi lain Ratara kembali menemukan kedua gadis itu saat berkeliling sekolah dipandu oleh ketua kelas ketika mereka tiba di kantin.
"Eh itu Erika dan Akira! Mereka dari kelas kita juga! Ah loe mau makan dulu mumpung lagi di kantin? Kita bisa lanjut keliling nya besok!" Ucap Ryan sang ketua kelas.
"Boleh!" Sahut Ratara.
Lalu kedua pemuda itu menuju meja teman sekelasnya.
"Kami boleh gabung kan?" Ucap Ryan pada kedua gadis itu.
Akira tanpa sengaja mengarahkan tatapnya pada orang yang membuatnya iri tadi, namun ada yang aneh, biasanya jika ada yang menyapa saat Akira bersama Erika, ini tidak pernah terjadi. Pemuda tampan pemilik nama Ratara itu juga menatap Akira hingga sorot manik keduanya bertemu.
"Kok gua degdekan ya?" Batin Akira.
.
.
.
Tbc
"Kami boleh gabung kan?" Ucap Ryan pada kedua gadis itu.
Akira tanpa sengaja mengarahkan tatapnya pada orang yang membuatnya iri tadi namun ada yang aneh, biasanya jika ada yang menyapa saat ia bersama Erika, ini tidak pernah terjadi. Pemuda tampan pemilik nama Ratara itu menatap Akira hingga sorot manik keduanya bertemu.
"Wah.. kenapa mata itu sangat cantik?" Batin Akira.
"Iya boleh gabung aja!" Sahut Erika atas pertanyaan Ryan tadi, lalu melempar senyum dewinya. Ratara pun teralih menatap Erika yang lebih bersinar.
"Huh? Hampir aja gua salah paham, tatapan itu cuman 3 detik! Akira sadar! Jangan terlalu ngarepin yang semu!" Batin gadis yang kembali tampak sendu dan melahap makanannya.
Ketiga remaja selain Akira tampak mengobrol seru, namun seberapapun ingin, Akira hanya menjadi pendengar tidak ada yang bisa ia katakan seolah ia berada di dunia yang berbeda. Iyap tugas figuran hanya sebagai pelengkap, selain itu kepribadian gadis itu berbeda dengan orang pada umumnya. Ia dikuasai sisi introvert yang mengalahkan semua kepercayaan pada dirinya, merasa dikucilkan dan menganggap dirinya bukan apa-apa. Ia telah kehilangan separuh dirinya sendiri.
...
Keesokan paginya, hari dimulai dengan hal biasa tidak ada yang special begitupun hari-harinya sampai saat ini. Mendengar ibunya mengomel adalah makanan rutin bagi Akira, dimulai dari pagi saat ia baru membuka mata, hingga malam hari saat ia menutup kembali kelopak mata itu.
"Mah Kira berangkat ya!" Teriak gadis itu dari pintu depan menuju motor yang diparkir di depan rumahnya.
Akira menaiki motor lalu menoleh ke arah pintu rumahnya, tidak ada jawaban apapun seperti biasa pula. Semua penghuni rumah itu yang lain selain ibunya sudah berangkat lebih awal, tidak ada yang menunggu karena Akira selalu terlambat.
Sesampainya di sekolah, Akira memarkirkan motornya dengan rapi lalu menuju kelas. Helaan nafas berat jelas terdengar, gadis itu duduk di bangkunya dan langsung menjatuhkan kepalanya ke atas meja namun menghadap ke arah jendela lalu menutup matanya. Gadis itu merasakan sinar matahari yang menyerang wajahnya karena ia lupa menarik tirai jendela. Namun karena terlalu lelah ia mencoba menikmati hangatnya cahaya itu.
Tiba saja bola mata Akira merasakan perbedaan bersamaan dengan terdengar suara tirai yang ditarik membuat dirinya menoleh dan mendapati pemuda ini yang melakukannya. Ratara menutup tirai lalu kembali duduk ke tempatnya, karena cahaya matahari itu juga mengganggu dirinya yang juga mencoba tidur dengan memiringkan kepala membiarkan pipi kanannya menyentuh meja dan menutup matanya.
"Kenapa perhatian gua selalu teralih ke dia ya? Ratara? Kadang gua iri sih dengan orang-orang yang mendapat banyak perhatian dalam hidupnya. Lihat aja! Sekarang tuh cowo tidur aja, berapa banyak mata yang tertuju padanya?" Akira kembali membatin lalu melanjutkan tidurnya.
Bagaimana tidak, kalimat batin Akira sangat tepat, bahkan beberapa siswi kelas lain juga ikut mengintip Ratara yang terlihat tidur di mejanya.
Sepanjang kelas pagi, gadis itu menghabiskan waktunya tertidur di kelas. Bahkan guru yang mengajar pun tidak menyadari ada siswanya yang tertidur.
Bel berbunyi, begitupun gadis itu terbangun, namun anehnya ia hanya sendirian di kelas ketika membuka matanya. Sontak menoleh ke kanan-kiri mendapati kelas kosong.
"Pada ke mana sih?" Tiba saja bola matanya membulat karena ia baru teringat, "Hari ini kelas lab! Duh gua lupa lagi! Kena hukum lagi nih minggu depan!" Akira mengerutkan alisnya dengan mulut terbuka, ia kesal juga sedih di saat bersamaan.
Satu-persatu murid kelasnya masuk dan ia menatap semua orang dengan sorot tajam dan kesal.
"Kenapa nggak ada yang bangunin gua coba?" Teriak Akira saat semua sudah masuk kelas. Semua orang menoleh ke arah Akira.
Erika yang baru di pintu berlari ke arah Akira yang sedang cemberut.
"Sorry gua nggak tau loe di kelas! Tadi gua begitu dateng langsung ke lab, tapi loe tenang aja tadi nggak diabsen kok, absennya sama Ryan, dia yang isi absen. Mending loe kejar Ryan sekarang, dia mau ke kantor guru! Cepetan!" Erika mendesak sahabatnya itu.
Akira pun berlari keluar mencari targetnya.
"Apaan sih Akira? Ngapain tidur tadi coba?" Ucap Ayna sembari memasukkan buku ke dalam tasnya.
"Harusnya loe bangunin dia tadi! Untung gak ketauan guru kimia! Gua pikir dia nggak masuk tadinya!" Sahut gadis cantik berambut panjang, Erika.
"Gua juga mikirnya gitu! Gak ada yang nyadar juga dia nggak ada kan?" Sahut Ayna lagi.
Ratara menatap punggung Erika yang sibuk dengan alat tulisnya, ia juga mendengar obrolan kedua gadis itu. Pemuda ini lalu mengalihkan pandangannya ke arah pintu kelas. Ratara teringat tadi dia juga tidur tapi dibangunkan Ayna ketika hendak masuk Lab. Tapi kenapa Akira dibiarkan tertidur tanpa ada yang peduli?
Tak lama Ryan masuk kelas sendiri. Di sisi lain ada yang menunggu oknum yang mengejar Ryan tadi.
"Loe kok sendiri? Akira mana?" Tanya Erika pada ketua kelas itu.
"Aki lagi dihukum bersihin lab sama buk Tuti!" Jawab Ryan.
"Lah bukannya absennya sama loe ya?" Tanya Ayna.
"Ternyata buk Tuti punya absen sendiri, dan beliau udah ngecek semua yang masuk Lab tadi!" Jawab Ryan.
"Gua mau bantuin Kira!" Erika langsung meninggalkan kelas menuju Lab.
Ryan mendekati Ratara dan bertanya, "Loe mau keliling sekolah lagi hari ini? Biar gua tunjukin di mana perpustakaan dan lapangan basketnya!"
"Oiya Lab yang dibersihin mereka itu.. Lab yang tadi kita masuk atau Lab tua yang loe tunjukin kemarin?" Tanya Ratara.
"Lab tua, kenapa? Yang gua denger sih Akira disuruh angkut barang gitu!" Sahut Ryan.
Ratara teringat atap Lab tua itu yang hampir ambruk, dan jika permukaannya tersentuh sedikit saja atapnya akan langsung jatuh. Pemuda tinggi ini langsung berlari tanpa aba-aba hingga Ryan pun bingung.
"Loe mau kemana?" Tanya Ryan namun terabaikan.
...
Di sisi lain, Akira sudah di dalam Lab dan telah memindahkan barang di atas lemari ke gudang. Kini gadis itu sedang mendongakkan kepala memegang sapu panjang dan mengayunkan tangannya membersihkan atap yang sudah dipenuhi sarang laba-laba.
"Akiraaaa! Aku datang!" Teriak Erika dengan wajah ceria.
Di sisi lain karena terlalu fokus, Akira terkejut dan tersentak hingga tak sengaja mengantukkan sapu ke atap yang terlihat rusak itu. Gadis dengan rambut sebahu itu menoleh ke pintu lalu tersenyum ke arah temannya.
Atapnya mulai bereaksi akibat aksi yang tak disengaja itu, Erika dengan jelas melihat atap yang hampir ambruk itu.
"Kira awas!" Erika berlari ke arah temannya itu dan mendorong gadis itu dengan kuat ke arah yang aman, namun sayangnya ia malah tersandung dan terjatuh tepat di bawah atap itu. Kakinya terasa sakit, namun dia berusaha berdiri. Atap itu sudah mulai terjatuh dan dalam sekejap, Dubraak!!!
Akira menoleh ke belakang, namun atap itu sudah sepenuhnya di lantai. Ia berusaha bangkit karena kakinya juga sakit terlalu keras menghantam lantai. Bola matanya mulai berair dan kedua tangannya gemetar.
"Erika???" Akira tampak panik diselimuti rasa takut, saat belum bisa menemukan sahabatnya karena pandangannya kabur akibat debu yang mendominasi lab itu.
"Erika loe di mana?" Panggil Akira dengan suara yang hampir menangis.
.
.
.
Tbc
Hai semua jumpa lagi di cerita terbaru Author Bomy, jangan lupa ninggalin komen dan likenya yaa..
Happy Reading~
Akira menoleh ke belakang, namun atap itu sudah sepenuhnya di lantai. Ia berusaha bangkit karena kakinya juga sakit terlalu keras menghantam lantai. Dengan langkah yang tertatih, Akira mendekati tumpukan atap yang ambruk itu.
"Erika???" Akira panik diselimuti rasa takut, saat belum bisa menemukan sahabatnya karena pandangannya kabur akibat debu yang mendominasi lab itu.
"Erika loe di mana?" Panggil Akira dengan suara yang hampir menangis. Air matanya lolos begitu saja. Perlahan ia mendapati sosok siluet dari balik debu yang mulai memudar.
"Erika?" Gadis berambut sebahu itu seolah melihat harapan di tengah kekhawatirannya.
"Erika loe nggak apa?" Suara seorang pemuda yang membuat langkah Akira terhenti.
Beberapa menit sebelum kejadian, Ratara yang menyadari akan terjadinya tragedi itu mulai berlari menuju Lab tua. Tepat saat ia baru tiba, atap itu sudah ambruk yang hampir menimpa Erika. Pemuda itu melanjutkan larinya lalu meraih tangan Erika dan menarik gadis itu ke arahnya.
Begitulah Erika selamat, namun keduanya terlempar ke depan pintu karena kehilangan keseimbangan. Sisi tubuh mereka menghantam lantai, namun prmuda itu sempat menahan Erika agar tidak terluka dengan membiarkan gadis itu jatuh di atas tubuhnya.
Dengan cepat para siswa berkumpul mengelilingi kedua remaja itu saat menyadari apa yang terjadi. Di sisi lain, Akira yang tertatih dengan langkah perlahan kesulitan menemui Erika yang sudah dikerumuni itu.
Erika merasa seluruh tubuhnya kesakitan, ia membuka matanya yang tadinya ditutup karena rasa takut. Ia menyadari dirinya sedang di pangkuan pemuda tampan ini. Namun hanya beberapa detik ia kembali menutup mata dan kehilangan kesadarannya.
"Erika? Erika!" Ratara mencoba sedikit mengguncang tubuh gadis itu dan menyadari Erika telah pingsan.
"Erika kenapa?" Tanya Akira yang sedang berusaha masuk dalam kerumunan itu.
Ratara dengan cepat menggendong Erika lalu berlari ke UKS. Seolah di beri perintah sisiwa yang berkerumun pun memberi jalan agar gadis itu mendapat pertolongan pertama.
Di sisi lain, tidak ada yang menyadari Akira juga terluka. Semua orang sibuk mengikuti Erika dan Ratara sehingga Akira hanya mampu menahan rasa sakit kakinya dan tertatih sendirian menuju UKS.
Di UKS, Akira baru tiba setelah 10 menit, yang biasanya akan membutuhkan waktu 5 menit jika berjalan biasa. Ia meraih gagang pintu lalu membukanya. Dokter penjaga UKS menyadari ada yang masuk lalu menoleh.
"Akira? Perut mu sakit lagi? Tapi nggak baik minum obat terus!" Ucap Indah tanpa tau apa yang terjadi, namun saat Akira melangkah Indah menyadari dan mendekati siswi yang kesakitan itu. "Loh kamu juga terluka?" Dokter itu memapah gadis yang tertatih itu.
"Dokter Indah, Erika di mana?" Tanya Akira.
"Di ranjang tengah!" Sahut Indah.
Akira langsung melangkah menuju ranjang itu di bantu Indah. Wanita berseragam jas putih itu memeriksa kaki gadis itu.
"Ini terkilir, pasti sakit banget jalan ke sini tadi ya! Kira tahan bentar! Ini bakal sakit tapi sementara!" Ucap Indah pada Akira yang duduk di kursi sisi ranjang Erika yang masih belum sadarkan diri.
Indah melancarkan aksinya dan benar Akira sangat kuat, ia menahan teriakan akibat sakit luar biasa yang timbul itu.
"Okeh ini perlahan bakalan reda sakitnya, sebaiknya kamu istirahat di ranjang sebelah sini aja dulu ya!" Jelas Indah.
"Iya makasih ya dokter Indah!" Ucap Akira lalu dokter pun kembali ke tempatnya.
"Erika... harusnya loe tuh nggak usah ikut ke Lab! Nggak perlu bantuin gua!" Akira tidak mampu menahan air matanya dan suaranya pun terdengar sendu.
"Maafin gua karna jadi teman yang buruk! Gua memang nggak ada harapan, harusnya loe biarin aja atapnya nimpa gua! Gua rasa semua bakal berakhir sempurna jika gua yang pergi ya kan?"
"Orang-orang kayak gua memang layak menghilang, peran gua nggak banyak, hidup pun sulit. Kenapa nggak biarin aja gua tadi?" Kalimat Akira bersamaan tangisnya.
"Loe mau mati? Mau gua bunuh?" Kalimat itu terdengar dari balik bibir gadis yang terbaring itu.
"Erika?" Akira sangat terkejut sekaligus lega.
"Kenapa loe mau hilang? Terus gua tinggal sendiri gitu? Loe curang banget sih!" Ucap Erika.
"Erik... maafin gua! Loe baik-baik aja kan? Di mana sakit? Ada luka?" Respon Akira yang sangat khawatir karena merasa semua terjadi akibat kecerobohan dirinya.
"Gwenchana! (Nggak apa kok) I'm okay!" Sahut Erika lalu tersenyum. "Tapi jangan ngomong yang aneh-aneh kayak tadi lagi! Atau ajal loe di tangan gua!" Sambung gadis itu lalu tersenyum.
"Loe ngeri juga ternyata!" Akira akhirnya menaikkan kedua ujung bibirnya karena merasa lega.
Di sisi lain, ada oknum lain yang mendengar pembicaraan kedua gadis itu, tentu saja dia adalah pemuda tampan, tinggi, putih, hidungnya mancung, wajahnya bak keluar dari webtoon, iyap Ratara. Pemuda ini tidur di sisi lain ranjang Erika, namun ditutupi tirai sehingga kedua gadis itu tidak menyadari ada orang ketiga di antara mereka.
Ratara yang sedari tadi hanya memasang ekspresi datar lalu sedikit menaikkan ujung bibirnya saat mendengar kalimat terakhir gadis itu.
***
Keesokan harinya, weekend yang tenang saat dirinya hanya sendirian di kamar dengan earphone di kedua telinganya dan tubuhnya yang terbaring di kasur.
"Nyaman banget! Saat gua sendirian di rum..." kalimatnya terhenti saat mendengar Miranda berteriak memanggilnya.
"AKIRA BANGUUUUN!! TOLONG BELI GULA BENTAR!" Setelah berteriak Miranda membalikkan tubuhnya hendak pergi ke kamar anaknya itu. Namun ia dikejutkan Akira yang sudah berdiri di belakangnya beberapa saat tadi.
"Ini masih jam 8 pagi loh mah! Siang masih lama, kenapa mamah masaknya sekarang biasanya juga jam 11 baru mulai belanja!" Ucap Akira yang malas bepergian.
"Tau apa kamu selain, makan tidur huh? Temannya adikmu bakal ke sini belajar kelompok, mamah harus siapin cemilan buat mereka!" Sahut wanita paruh baya itu.
"Kalo gitu suruh Ella yang beli dong mah! Kok Kira yang harus pergi?"
"Ella jemput teman-temannya, lagian kamu harus keluar rumah jangan ngurung diri di kamar, kamu harus bersosialisasi dengan lingkungan dan orang-orang sekitar. Mau jadi apa kamu di kamar terus? Udah! Nih beli gula!" Miranda memberikan uang pada anaknya.
"Oya! Kamu harus ke minimarket depan halte, soalnya warung sebelah kehabisan gula." Sambung wanita itu lalu melanjutkan kegiatannya.
Akira melirik tempat penyimpanan gula yang masih tersisa banyak.
"Jadi aku diusir supaya nggak gangguin Ella belajar sama temennya? Yaudah deh!" Batin Akira, lalu ia mengucapkan kalimat terakhirnya.
"Aki bakal lama pulangnya mamah tenang aja! Duitnya Aki pakek buat beli bakso aja, btw Aki belum sarapan, mamah bahkan nggak inget kan?"
Akira menuju kamarnya untuk mengambil topi dan kaca mata hitam tak lupa dengan earphone di kedua telinganya lalu keluar dari rumahnya. Di sisi lain, Miranda menatap anaknya sendu.
"Akira kamu harus mandiri, kamu anak pertama kami, mamah tau kamu yang paling bisa kami andalkan!" Batin Miranda.
...
Akira hanya berkeliaran tanpa tujuan dengan kakinya yang masih agak sakit. Akhirnya ia sampai di sebuah taman lalu membeli jajanan kaki lima karena kelaparan. Ia duduk di bawah pohon sambil menikmati jajanannya.
Gadis dengan topi hitam dan kacamata hitam itu tanpa sengaja melirik seseorang yang ia kenal.
"Wah tuh cewe cantik banget! Cowo di sampingnya juga nggak kalah gantengnya!" Batin Akira sembari mengunyah lalu menyeruput minumannya.
"Eh tapi... itukan.. Ratara! Eh eh tuh cewe pegangan tangan! Pacarnya kali ya?" Batin Akira yang melirik dari balik kacamata hitam itu.
Entah bagaimana ia terus tertarik pada pemuda itu, bahkan terus menatap sambil memakan jajanannya.
"Hmm.. buat iri aja sih! Gua juga pengen punya seseorang, yaudah kali ya? Gua punya pohon ini aja buah neduh dan bersandar aja udah cukup!" Ucap Akira yang mengira dirinya membatin seperti sebelumnya.
Perhatiannya sedikit teralih saat ia mengelus pohon yang ia tumpangi itu, saat ia melirik ke arah oknum tadi, mereka sudah tidak ada.
"Lah tuh orang ke mana?" Gadis itu melirik kanan kiri lalu menemukan sepasang kaki berdiri di sisi kirinya yang membuatnya mendongak memastikan siapa orang itu.
Gadis itu sontak melepas makanan dari tangannya, ia menemukan Ratara yang berdiri di sampingnya. Akira langsung menundukkan kepalanya dan menarik topinya agar lebih menutupi wajahnya.
"Duh kok dia bisa ke sini sih?"
.
.
.
Tbc
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!