NovelToon NovelToon

Doa Sang Mantan

1

Di satu ruangan. Terlihat seorang wanita dengan wajah kaget tengah membaca sepucuk surat undangan berwarna silver.

"Bayu Atmadja dan Liana Putri" wanita itu membaca dengan sorot mata tak percaya.

Jemarinya bergetar sehingga menjatuhkan surat undangan itu. Bola matanya terlihat tak percaya pada nama yang tertera disana.

Flash Back On

4 Bulan yang lalu, di satu cafe dengan pemandangan yang bagus.

Terlihat Sari dan seorang pria tengah terlibat pembahasan yang begitu rumit.

"Kenapa mas?, kenapa mas mau putusin pertungangan ini?, ada apa?" tanya Sari dengan wajah syok dan penuh rasa gundah.

Pria yang berada di hadapannya terlihat dingin, tak ada lagi tatapan hangat dan cinta dari pria itu yang bernama, Bayu.

"Enggak ada" sahut ya tenang.

"Enggak ada??, lalu kenapa mas minta kita putus?" tanya Sari dengan nada kecewa.

"Mas.. Mas cuma jenuh" 

"Apa?, jenuh?" Sari tertohok mendengar ucapan mas Bayu, pria yang sudah 3 tahun bersamanya.

Wajah Sari tak bisa percaya dengan ucapan pria ini yang seolah membuang semua rasa cintanya yang sudah 3 tahun di bina karena rasa jenuh.

"Mas?, kamu... kamu bercanda kan?, jenuh?, apa... apa alasan itu enggak terlalu di buat-buat?" tutur Sari dengan wajah serius menatap mas Bayu.

Namun, pria itu tetap dengan tatapan dinginnya. 

"Jangan memaksa, kamu tau jika mas terus memaksa dalam hubungan yang jenuh ini, maka enggak akan ada baiknya juga untuk kita jika menikah"

"Iya, tapi... tapi kamu kan yang beberapa bulan yang lalu maksa untuk bertunangan??, mas.. kamu malah yang ngomong langsung sama ibu aku untuk meminta aku menikah sama kamu!!" tutur Sari dengan wajah sangat-sangat kecewa.

"Iya, mas tau.. saat itu memang mas tulus"

"Terus??"

Wajah mas Bayu terlihat tak bergeming dengan ucapan Sari.

"Ya, sekarang setelah mas pikir-pikir lagi... mas berat untuk menikah dengan kamu, mas enggak sanggup jika nanti kita berumah tangga, tapi kita enggak bahagia karena ibu mas masih belum benar-benar setuju dengan kamu" 

JLEB...

Sari sungguh kecewa mendengar ucapan mas Bayu. Bagaimana pria beberapa bulan yang lalu begitu serius hingga memohon dan berlutut dihadapan ibunda Sari. Meminta Sari agar bisa menjadi istrinya.

Namun kini, kemana semua rasa tulus dan memohon itu.

"Jadi, mas minta maaf.. cincin pertunangan enggak usah kamu kembalikan, karena kesalahan ini seluruhnya salah mas" ucap mas Bayu yang tak merasa iba pada wajah wanita yang kini mulai menjatuhkan butiran air matanya.

"Tolong sampaikan permintaan maaf mas pada ibu kamu"

Butiran air mata Sari benar-benar tak bisa di bendung, luluh lantak sudah hatinya.

"Dan mas berharap, kita bisa berpisah dengan baik-baik" tuturnya lagi dengan yakin.

Sari benar-benar tak bisa berbicara, tubuhnya, hatinya terguncang hebat. Ia tak peduli pada sekitar cafe yang pengunjungnya berbisik-bisik menatap dirinya dengan sinis.

"Kalau begitu mas pergi, jaga kesehatan dan terima kasih banyak untuk hari-hari yang pernah kita lalui bersama" ucap mas Bayu dengan perlahan bangun lalu berjalan  meninggalkan Sari.

Flash Back Off

Kini, Sari termenung di meja kerjanya terlihat bertumpuk peralatan make up yang sedang ia benahi atasnya.

Tak lama seorang wanita datang mendekat.

"Sar, ini jadwal make up bulan depan" ujar wanita muda itu yang terlihat santai mendekat pada Sari.

Sari terkaget.

"Ah, iya Lisa" sahut Sari dengan menoleh pada sang teman.

Lisa terlihat kaget melihat wajah sahabatnya ini.

"Lo kenapa?" tanya Lisa pada Sari.

Sari reflek memegang asal salah satu alat make upnya.

"Ah, enggak kenapa-kenapa kok, Lisa..  lo tadi ngomong apa?"

Lisa melihat dengan wajah heran.

"Apa?, perasaan gue belum ngomong apa-apa selain jadwal make up bulan depan" 

"Oh, oh gitu..." sahut Sari ragu-ragu.

"Tapi, yang make up bulan depan banyak anak-anak wisuda dan pensi" 

"Oh syukurlah, enggak masalah.. yang penting kita masih punya pelanggan tiap hari" tutur Sari dengan kembali fokus pada kuas-kuas make up yang ia pisahkan mana yang bersih mana yang kotor.

Namun tanpa sengaja,  kedua mata Lisa sekilas melihat sesuatu jatuh di antara kaki Sari. Lalu ia pun turun untuk mengambil surat undangan itu.

Wajah Sari terkaget ketika melihat tangan Lisa memegang surat undangan itu. Dan sama seperti dirinya, Lisa pun terlihat kaget ketika membaca surat undangan itu.

"I-ni..ini bener mas Bayu yang ada di undangan ini?" tanya Lisa pada Sari.

Sari tak biasa lagi mengelak, ia pun mengangguk pelan, membenarkan pertanyaan Lisa.

"Serius?" 

"Iya" sahut Sari pelan.

"Ya Tuhan" ucap Lisa ikut prihatin melihat Sari yang terluka. Ia pun spontan memeluk tubuh Sari dengan kuat.

"Yang sabar ya Sar, mungkin mas Bayu bukan jodoh terbaik untuk kamu" ucap Lisa dengan nada sedih.

"Jodoh baik itu yang gimana?? Mas Bayu itu udah baik banget menurut aku.., tapi.. tapi karena orang tuanya akhirnya dia menikah dengan orang lain" tutur Sari yang mengeluarkan segala unek-uneknya.

Lisa hanya bisa pengusap punggung Sari agar kuat. Ia tau, Sari bukan lah wanita yang mudah jatuh cinta. Dan mas Bayu adalah pria yang membuat Sari jatuh cinta. Pasti ini jadi pukulan terbesar untuk Sari.

"Pasti.. pasti ada jodoh yang baik untuk kamu, aku yakin" seru Lisa memberi semangat pada Sari.

Sari hanya bisa menangis pilu. Jatuh cinta benar-benar membuatnya trauma, mungkin ia tak akan pernah bisa membuka hati untuk pria lain.

Lisa mererai pelukannya dan menatap Sari.

"Terkadang Tuhan sengaja membuat kamu patahi agar kamu tau, jika itu bukan jodoh kamu" ujar Lisa memberi kata-kata semangat.

"Gak akan ada cinta yang mulus, semua butuh perjuangan dan masalah yang berliku.. Dan lo harus bersyukur, ini adalah hal baik yang Tuhan kasih buat lo.. coba lo bayangin andai lo jadi nikah sama mas Bayu, apa lo sanggup menghadapi mertua yang enggak suka sama lo??" tanya Lisa memberi pandangan jauh.

Sari berpikir dalam tangisnya.

"Gak akan indah jika pernikahan tanpa restu, malah derai air mata yang bakal lo terima disepanjang perjalanan rumah tangga lo" timpal Lisa.

"Jadi lo harus kuat dan bersyukur walau itu perih nan sakit" sambung Lisa dengan menyeka air mata Sari.

Sari pun ikut menyeka air matanya.

"Kok lo jadi bijak sih??" rutu Sari dengan mencoba tak menangis lagi.

"Gue udah lewati hal itu semua, gue tau perih ya sakitnya yang lo rasain sekarang.. tapi karena gue percaya kalau Tuhan gak akan pernah menguji umatnya dengan masalah yang tak ia sanggup.. Jika lo berhasil Tuhan pasti balas dengan segala kebaikan yang terkadang lo gak sadari"

Sari tersenyum kecil mendengar ceramah sang sahabat.

"Tua banget sih ceramah lo" celetuk Sari.

Lisa tertawa kecil.

"Soal cinta gue lebih senior dari lo" jawab sang sahabat dengan ikut tertawa dan merasa lega jika sang teman sudah tak menangis lagi.

2

Hari pun berlalu.

Kini di satu ruangan kerja, terlihat Sari bersama beberapa ibu-ibu yang tengah serius menatap dirinya.

"Jadi, kalau untuk acara pesta dan resmi make up yang akan di gunakan juga jangan terlalu menor ya ibu-ibu, terutama di bagian blush on dan mata jangan ibu beri warna terlalu terang"

"Jadi usaha gunakan warna-warna peach agar telihat natural dan tidak menor" tutur Sari yang tengah memberi pengarahan pada ibu PKK di kantor Bupati daerah XX.

Tak lama terlihat seorang ibu-ibu menunjukkan tangannya.

"Iya ibu, silahkan bertanya" sambut Sari dengan wajah antusias.

"Kalau enggak boleh blush on warna cerah, gimana kalau pas acara malam hari mbak Sari?, pasti kan kesan enggak dandan dong"

Sari tersenyum simpul mendengar pertanyaan sang ibu. Hingga terdengar suara bisik-bisik yang seketika sedikit menajdi gaduh.

"Ah, iya...benar.. jika acara di malam hari bisa kita sesuaikan kok buk, untuk blush on itu enggak mesti pink atau merah yaa, karena ada warna lain yang dapat membantu warna blush on itu terlihat pada tulang pipi, contoh untuk bentuk wajah bulat begini kita bisa pakai coutour untuk membantu terbentuknya tulang pipi"

"Tipis-tipis aja.. walau sedikit samar tapi cukup membantu untuk terbentuknya tulang pipi dan hidung, lalu kita tambahkan sedikit ini.." ujar Sari sembari memperagakan step by step cara make up sederhana pada para ibu-ibu PKK itu.

Sari pun menambahkan sedikit warna peace lalu seketika menyapunya perlahan  pada pipi sang model. Dan tadaaa.. seketika warna yang di inginkan terlihat diwajah sang model dengan begitu rapi.

"Nah, begini yaa ibu hasilnya.. tipis-tipis tapi tetap terlihat cantik"

Wajah kagum para ibu-ibu pun terlihat jelas disana dengan melihat asil karya tangan Sari yang terlihat terampil.

"Nah untuk lipstik, sekarang lagi in warna nude, tapi saya rasa kalau ibu-ibu pasti ngerasa kurang kan dengan warna nude itu yang lebih ke coklat pucat atau coklat gelap, jadi kita akan coba aplikasi kan lipstik warna merah mawar dengan pink ini yaa..." ujar Sari sembari mengaplikasikan dua lipstik di jemarinya dan mengaplikasikan lipstik itu di bibir sang model.

Seketika, terlihat warna yang sangat cantik dari bibir sang model. Merahnya pas, tidak ngejreng dan tidak menor.

"Waah, cantik banget yaa hasilnya" puji seorang ibu pada hasil karya Sari.

"Oke.. contohnya sudah saya ajarkan, sekarang kita mulai prakteknya ya ibu-ibu" seru Sari bersemangat.

Tak lama terdengar suara grasak-grusuk ibu-ibu PKK yang mulai mencari-cari alat make up yang di butuhkan.

Senyum Sari terkembang lebar ketika melihat antusias para ibu-ibu yang terlihat serius mengikuti class make up yang di adakan oleh kantor Bupati XX.

Waktu pun bergulir, Sari pun mulai berjalan ke satu meja ke meja yang lain sembari membantu para ibu-ibu membenarkan make up yang tengah mereka praktek kan.

Hingga tanpa terasa dua jam pun berlalu begitu cepat.

"Oke, waktunya habis" ujar Lisa dengan cepat.

Dan para ibu-ibu terlihat masih merasa belum menyelesaikan make up mereka.

Namun hal itu menjadikan satu hal untuk yang Sari sukai.

"Oke baik, sekarang kita nilai yaa" ujar Sari bersemangat.

Dan terlihat ibu-ibu bersiap untuk penilaian dari Sari akan hasil make up mereka.

Lisa dan Sari satu persatu mendatangi meja mereka. Terlihat Sari menilai dengan sangat bersemangat akan hasil make up ibu-ibu PKK itu. Dan rata-rata hasil mereka tidak begitu mengecewakan.

"Akhirnya, penilaian make up yang rapi jatuh pada ibuuuu... Desi dan ibu Siska" ucap Sari bersemangat.

Sehingga tak lama terlihat tepuk tangan bergemuruh menghidupkan suasana ruangan itu.

Dan tak lama dua sosok yang di sebut tadi datang dengan senyum malu-malunya.

"Selamat ya ibu" ucap Sari seraya memberi bingkisan berupa alat make up kid yang telah disediakan oleh sponsor.

Tak terasa acara PKK itu pun selesai dengan sangat sukses.

"Sari ijin pamit, untuk undangannya Sari ucapkan  banyak-banyak terima kasih untuk ibu-ibu pengurus yang sudah mengundang dan mempercayai Sari sebagai mentor di class make up kali... semoga kita bisa bertemu lagi yaa ibu-ibu, Assalamualaikum"

Riuh-riuh pun terdengar di ruangan itu. Hingga semua ibu-ibu saling peluk dan memberi salam pada Sari.

"Lain waktu class melukis alis ya mbak Sari, saya masih kurang nie ilmunya.." ujar salah seorang ibu dengan nada antusias.

"Saya juga ya mbak Sari, ilmu make up tadi bermanfaat banget untuk kita yang udah enggak muda lagi tapi pengen keliatan cantik di depan suami" 

Sari hanya tersenyum simpul sembari membalas salaman para ibu-ibu satu persatu.

Sungguh antusias ibu-ibu PKK benar-benar diluar ekspektasinya yang berpikir pasti pada tidak suka. Namun nyatanya hal ini cukup membuat para ibu-ibu ketagihan. 

Sari dan Lisa pun meninggalkan ruangan kerja itu dengan membawa peralatan make up mereka.

Di sepanjang jalan menuju parkiran mobil mereka yang berada di belakang gedung.

Tiba-tiba Lisa merasa jika ia seperti ingin buang air kecil.

"Sar, lo duluan aja yaa... gue mau pipis dulu.. kebelet banget nie"

"Oh, oke" sahut Sari sembari menerima koper make up milik Lisa.

Lisa pun dengan cepat berlari mencari kamar kecil didalam gedung kantor Bupati itu.

Sari pun akhirnya melanjutkan langkahnya menuju parkiran mobil Brian mini mereka.

Namun Sari yang berjalan santai terlihat menikmati suasana taman kantor Bupati itu yang terlihat asri, hingga ia tak menyadari ada seorang anak perempuan yang berlari cepat .

Dan tiba-tiba terjadi tabrakan yang tak terduga.

BRAK... seketika tas koper make up milik Lisa dan Sari jatuh.

Dan tubuh sang anak perempuan itu pun ikut terjatuh di sisi yang lain.

Wajah Sari seketika kaget buka  kepalang melihat koper make upnya terbentur keras di lantai.

Hingga sayup-sayup terdengar suara rincian sang anak yang terlihat kesakitan.

"Aaduuuh.. aduuh" rintih sang anak perempuan itu dengan wajah hampir menangis.

Sari pun sontak mendekat pada sang anak dengan wajah panik.

"Ya Ampun, maaf nak..  maaf??" ujar Sari yang seketik panik ketika melihat wajah anak perempuan itu mengaduh kesakitan.

Dan anak perempuan itu pun menunjukkan sikunya yang terlihat sedikit berdarah.

"MasyaAllah" sahut Sari yang seketika meraih tas selempangannya dan mengambil tisu basah detik dari dalam tas.

Ia pun menyena lengan si anak dengan sangat hati-hati sembari menghembus pelan pada luka itu.

Anak perempuan itu sesekali berdesir menahan sakitnya dengan menatap wajah Sari.

"Masih sakit nak?"

"Gak papa tante" ujar anak perempuan itu dengan wajah masih menahan sakit.

"Maafin Sifa ya tante" 

Sari terkaget ketika menerima ucapan maaf dari mulut kecil itu.

Hela nafas Sari pun berhembus pelan.

"Ya, lain waktu hati-hati ya nak"

"Tapi.. itu gimana tante?"ucap anak perempuan tersebut sembari menunjuk kecelakaan tubuh Sari.

Sari seketika reflek berbalik dan terperangah ketika melihat koper make upnya bonyok, begitu pun dengan tas koper make up milik Lisa.

"Ya Tuhan" desir bibir Sari.

"Maaf ya tante, Sifa.. Sifa bakal minta ganti sama papa" 

Sari reflek menghela nafas pelan.

"Nanti tante cek dulu yaa, kalau beneran rusak parah baru kamu minta ganti sama papa kamu yaa" ujar Sari.

Anak perempuan itu bangun dengan wajah gelisah.

"Maafin Sifa ya tante, Sifa salah.. Sifa lari enggak lain ada tante"

"Ya, enggak papa, tapi lain waktu hati-hati yaa Sifa" 

Sari pun berjalan untuk mengambil dua tas koper make upnya. Dan tak lama Lisa kembali dengan wajah tercengang.

"Ya Tuhan, tas make up gueee!!"pekik Lisa gusar ketika melihat koper make upnya tergores.

Sifa terkaget dengan pekikan Lisa, hingga wajah cemasnya kentara terlihat.

"Maaf lis, gue.. gue enggak sengaja" ujar Sari dengan segera menenangkan Lisa.

Sifa terpanah akan sikap wanita yang sudah menutupi salahnya.

3

Terlihat kini wajah kesal Lisa karena koper make upnya yang sangat ia rawat harus tergores gara-gara keteledoran Sari.

"Maaf yaa Lis" ujar Sari kembali dengan sesekali melihat jalan raya yang sedikit macet.

"I-ya" jawab Lisa yang masih telihat tak benar-benar ikhlas.

Sari tertawa kecil.

"Ya udah, tar gue balenin lo beli face palette deh" sogok Sari pada Lisa.

"Hah?, serius?" 

"Heem" sahut Sari bergumam.

"Tapi, jangan face deh, gue face masih ada tapi eyes palette dong" ujar Lisa yang seketika bersemangat.

"Hah?, eyes palette?" Sari sedikit kaget dengan permintaan Lisa.

"Yang Nars ya?"

"Ooh, tidaaaak.. itu mahal Lis!!" 

"Ogah gue enggak mau, kalau mau LTpro aja" tawar Sari panik mengingat harga make up mereka Nars itu sangatlah mahal.

"Ikh, ogah deh kalau LTpro" 

"Udah terima aja, lagian gue liat eyes palette li udah banyak yang habis warna brow dan goldnya"

Lisa sejenak berpikir.

"Hmmm, ya udah deh.. boleh juga tapi gue mau yang liquit" pinta Lisa masih dengan ingin ya.

"Oke"

"Sekarang!!" ujar Lisa bersemangat.

"Eh, enggak.. tunggu dulu!!"

"Loh?, jadi kapan?"

"Tunggu gajian pas make up anak-anak wisuda aja yaa" tutur Sari dengan wajah cengegesan.

"Iiikkkh" seru Lisa dengan wajah kecewa.

Sari berhasil tertawa lepas. Ya, setidaknya sang teman tak lagi kesal karena koper make upnya tergores.

Mobil Brio itu pun berjalan santai menyusuri  jalan kota.

"Sar, anak perempuan tadi siapa?"tanya Lisa yang seketika mengingat wajah anak perempuan yang berdiri saat itu didekat Sari.

"Entah, gue juga enggak tau"

"Kok dia di dekat lo terus?"

"Ooh, mungkin dia takut sama lo tadi, kan lo tadi ngomongnya marah-marah gitu" 

"Ah, perasaan gue enggak marah-marah amat tadi" sela Lisa ingkar.

Sari hanya tersenyum simpul, tapi sekilas ia sempat mengingat wajah anak perempuan tadi yang bernama Sifa.

"Mungkin emaknya ikut class make up kita tadi kali yaa, makanya dia ada sana" 

"Bisa jadi" sahut Sari enteng dengan fokus menyetir mobil mungkin itu.

***

Di lain sisi, seorang petugas terlihat gusar mencari kesana kemari sosok yang membuatnya bisa kehilangan pekerjaan.

"Duuh, kemana sih si Sifa?"

Tak.. tak..

Terdengar langkah kaki kecil menghampiri petugas itu dari belakang.

"Om Budi?" seru Sifa yang ternyata muncul di belakangnya.

"MasyaAllah Sifa, akhirnya kamu ketemu, papa kamu cari tuh, udah mau pulang"

"Iya" ujar Sifa yang tak banyak berontak.

Lalu petugas itu membawa Sifa untuk kembali kedalam kantor Bupati itu.

Namun, ada yang berbeda dari Sifa. Ia kembali dengan senyum yang jarang ia perlihatkan.

***

Setiba di ruangan Lux itu, terlihat Sifa berlari kecil mendekat pada satu kursi besar yang tengah di duduki oleh seorang pria.

"Papa?" sapa Sifa dengan riang.

Pria itu seketika meletakkan penanya dengan wajah gusar ia menyambut Sifa.

"Sifa?, kamu kemana aja dari tadi?" 

"Ah, maaf pah" sahut Sifa yang jarang-jarang memperlihatkan ekspresi menyesalnya.

"Hah??, kenapa?, kamu buat masalah apa lagi??"

Sifa hanya tersenyum simpul pada sang Ayahanda yang terlihat heran dan penuh tanda tanya.

Lalu ketika ia mengusap tubuh kecil anaknya, seketika pria itu terkaget.

"Loh, ini kenapa??"

"Hmm, tadi Sifa jatuh pah"

"Dimana?? Kapan??"

"Tadi di bawah, enggak sengaja tadi lari dan..."

"Dan apa??, kamu ngerusakin barang orang lagi??"tebak sang Papa yang sudah sering menemukan masalah sang anak.

Sifa tersenyum, namun kali ini ia dengan yakin menjawab jujur.

"Iya" sahutnya pelan.

"Ya Tuhan !!" jawab sang Papa menghela nafas pelan.

"Apa?, apa lagi  yang kamu rusakkan nak??"

Namun kali ini sang anak hanya tersenyum manis dengan bermanja sembari memeluk sang Papa.

"Rusak enggak, tapi... tapi Sifa suka tante itu?"

"Hah? Tante" sahut Aldi heran.

"Iya, tante baik yang bantuin Sifa dan bela Sifa" sahut Sifa tersenyum cerah.

Aldi hanya bisa tertawa lucu melihat kepolosan sang putri.

"Apa Sifa ada ucapkan terimakasih??"

Sifa kaget dan reflek menggelengkan kepala.

"Enggak pah" jawab Sifa polos.

Aldi menghela nafas pelan seraya merapikan rambut panjang sang putri.

"Lain kali ucapkan terimakasih dan tanyakan namanya" jelas Aldi dengan lembut.

Sifa terlihat berpikir.

"Itu namanya sopan santun, ucapkan terima kasih jika ada orang yang sudah menolong dan membantu kita" tutur sang Papa menjelaskan lebih jelas.

Sifa mengangguk paham.

"Oooh.. memang harus ya pah??"

Aldi sedikit kaget dengan ucapan sang anak.

"Ya.. itu sifat yang dimiliki oleh anak yang baik dan santun"

Sifa terlihat kembali berpikir.

Aldi menatap wajah sang putri dengan lekat. Ia tau jika sang putri benar-benar buta akan sopan santun yang seharusnya sudah ia miliki sedari kecil. Namun sayangnya sosok yang seharusnya dapat mendidik putrinya ini justru pergi meninggalkan semua tanggung jawabnya begitu saja.

"Kamu udah makan??"

"Belum" sahut Sifa cepat.

"Gimana kalau kita makan siang sama-sama?"

Sifa terlihat kaget.

"Memangnya Papa gak sibuk??" tanya Sifa polos.

Aldi terteguh mendengar pertanyaan sang putri.

"Kok kamu tanyanya gitu??"

Sorot mata Sifa sendu.

"Hmm, karena.. karena Papa pasti sibuk dengan kerjaan kantor" jawab Sifa apa adanya.

Hati Aldi terusik, ia mungkin sudah memberi kesan buruk pada sang putri selama ini. Jam kerja yang 24 jam mungkin sudah membuat Aldi lupa akan waktu bersama Sifa.

Aldi seketika memeluk tubuh sang putri.

"Maafin Papa ya, yang setiap harinya sibuk"

Sifa ikut memeluk sang Papa dengan sayang.

"Gak papa.." balas Sifa berbisik.

Aldi kian merasa bersalah ketika mendengar jawaban sang putri tercinta.

"Papa sayang kamu"

"Sifa juga sayang Papa.. selamanya" jawab Sifa.

Namun tanpa di duga terdengar suara batuk-batuk Sifa.

"Uhuk..uhuk..uhuk"

Aldi mererai pelukannya.

"Kamu batuk??"

Sifa tersenyum kecil.

"Kamu minum es lagi ya?"

Dan Sifa hanya bisa cengegesan di hadapan wajah sang Papa yang sudah siap untuk memarahinya.

"Iya pah, maaf ya.."

"Kamu yaa?? kan Papa udah bilang jangan makan es cream lagi" tutur Papa dengan nada penekanan.

Sifa pun tertunduk lesu.

"Papa bakal marahin pak Budi, udah Papa ingetin berkali-kali kalau kamu gak boleh makan es cream lagi" ujar sang Papa dengan segera meraih handphonenya.

Sifa terlihat kelabakan.

"Jangan Papa.. jangan!!" seru Sifa yang menahan tangan sang Papa

"Bukan salah pak Budi.. ini di beli sama miss karena berhasil dapat nilai bagus" jawab Sifa merasa bersalah.

"Miss kamu??"

Sifa mengangguk.

Aldi menghela nafas kesal.

"Bisa-bisanya miss kamu itu kasih kamu es cream, coba kapan sembuh ya kamu kalau begini??"

"Maaf papa" seru Sifa merasa bersalah.

"Lain kali Papa akan hukum kamu kalau kamu ketauan makan es cream lagi, ngerti"

Sifa pun tertunduk sedih, bahkan ucapan sayang sang Papa pun bisa berubah dalam hitungan detik hanya gara-gara es cream yang di hadiahi sang miss guru privat tempat ia belajar selama ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!