Suara motor balap liar begitu bising di sepanjang jalan Kemayoran, motor dengan segala merek terkenal sedang memacu kemampuannya di area balapan motor itu, unjuk gigih hingga menyampai garis finish.
Pria tampan yang kepalanya tertutupi oleh helm full facenya tampak menyeringai lebar, setelah melihat dari kaca spion motornya, jika teman lawannya sudah berada di belakang dirinya.
“Arash ... Arash ... Arash!” teriak sorak gembira penonton yang melihat pertandingan balapan tersebut.
Motor balap yang di kendarai oleh Arash, akhirnya melewati garis finish dan dalam posisi pertama. Pria tampan itu merentangkan kedua tangannya, dan menarik ke bawah. “Yesss ... I'm number one!” teriak Arash penuh rasa kemenangan.
Teman-teman segengnya langsung menghampiri Arash yang sudah memberhentikan laju motornya ke tepi jalur.
“Hebat emang loe gak ada tandingannya,” ucap Jack, mereka berdua salam toss. Kemudian disusul oleh beberapa teman lainnya.
“Selamat ya Arash, kamu memang keren banget,” ucap Sherina teman satu kampus dan satu falkultas dengan Arash, serta salah satu primadona kampus mereka.
“Thanks semuanya ya,” balas Arash, ketika dia membuka helmnya dari kepalanya.
Arash Azhar Pratama, anak kembar dari pasangan Erick Triyudha Pratama dengan Alya Zabrina Sadekh. Pria tampan yang kini berusia 22 tahun, dan masih kuliah semester tujuh di salah satu universitas terkenal di Jakarta. Arash sangat berbeda wataknya dengan saudara kembar Arsal. Semenjak kembali dari Australia, Arash agak brutal dan nakal karena terbawa dengan kehidupan bebasnya selama menyelesaikan sekolah menengah pertama sampai sekolah menengah atas di Australia. Maka dari itu mommy Alya meminta kedua anaknya untuk melanjutkan studynya di Indonesia, untuk menjauhkan dari pergaulan buruk di sana.
Namun yang terjadi setelah kembali ke Indonesia, diam-diam tanpa sepengetahuan mommy Alya dan daddy Erick, Arash sering mengadakan balapan motor dengan bertaruh sejumlah uang dalam jumlah besar, selain itu terkadang juga Arash suka ikut ikutan geng motornya jika ada kegiatan menyerang geng motor lainnya. Dan tak jarang juga Arash sering main ke club malam dengan teman kuliahnya dengan beralasan ada tugas kelompok di rumah temannya.
Arash Azhar Pratama yang dilahirkan dari keluarga daddy Erick yang begitu bergelimang harta serta termasuk keluarga harmonis ternyata tidak menjamin anak-anaknya memiliki perilaku yang baik, hal itu terbukti dengan kenakalan Arash yang di luar kendali daddy Erick dan mommy Alya. Pergaulan di luar rumah bisa menjadi salah satu pengaruh dalam tumbuh kembang seseorang, baik dari lingkungan sekitar dan teman yang ada didekatnya.
“Malam ini jadi gak kita clubbing?” tanya Sherina.
“Jadi dong, gue kan menang taruhan ... lo semuanya gue traktir minum-minum sepuasnya,” sahut Arash penuh kemenangan.
Disisi lain salah satu yang ikutan balapan motor tampak menyeringai dan menatap sinis ke arah kelompok Arash.
“Ck ... dia lagi yang menang! Gimana kalau malam nanti kita beri pelajaran si Arash!” ajak Heri, tatapannya begitu sinis.
Tio yang diajak bicara langsung menoleh ke samping dan menyunggingkan salah satu sudut bibirnya. “Ide yang cemerlang, ajak yang lainnya biar kapok tuh bocah,” jawab Tio.
Teman bermuka dua, ya begitulah teman-teman yang berada di sekeliling Arash. Tidak semua menyukai Arash, lebih banyak irinya. Siapa yang tidak iri dengan keadaan Arash, salah satu anak dari pengusaha terkenal se Indonesia, dan sudah pasti sangat kaya berkat orang tuanya, ditambah lagi dia lebih unggul dalam akademiknya walau kelihatan nakal. Dan hampir primadona kampus menyukai Arash si Badboy.
...----------------...
SMU INTERNATIONAL
Guru pembimbing konseling berulang kali menghela napasnya dalam-dalam, lalu menatap serius ke dua anak gadis yang sedang menundukkan kepalanya, tampilan kedua anak muridnya sudah tampak acak-acakan, rambut mereka berdua sudah tak terlihat rapi, tegak berdiri bagaikan rambut singa, gara-gara hasil pergulatan mereka berdua, Kancing seragam sudah ada yang terlepas, kemeja seragam sudah keluar dari dalam rok abu-abu panjang mereka berdua.
“Almira Kiyan Al Yusuf, sudah berulang kali Ibu bilang jangan suka berkelahi di sekolahan!” kata bu Oki meninggi kan suaranya.
Andaikan papa nya Almira bukan donatur paling besar dan salah satu anggota yayasan di sekolah ini, mungkin papa Albert dan mama Tania lebih sering bolak balik di panggil oleh guru konseling gara gara tingkah laku Almira yang begitu membagongkan.
Gadis yang berparas cantik hasil kolaborasi papa Albert dan mama Tania, mengangkat wajahnya lalu menatap wanita yang bertubuh gemuk itu. “Bu Oki, ini semua bukan salah aku, tapi ini gara gara Meggi yang selalu saja membully Siti. Andaikan Meggi dan teman-temannya tidak membully Siti, aku tidak akan bertengkar kok Bu Oki,” kata Almira membela dirinya sendiri.
Bu Oki menghela napas, Almira memang terkenal tidak bisa berdiam diri jika melihat temannya dibully atau dilecehkan, pasti akan melindunginya dengan caranya sendiri apalagi Almira salah satu atletik taekwondo jadi punya keahlian ilmu bela diri. “Benar Meggi, apa yang diucapkan oleh Almira, kalau kamu membully Siti?”
“Bohong Bu Oki, Almira itu banyak bohongnya ... tadi aku hanya menegur Siti karena melakukan hal tidak baik dikelas,” sanggah Meggi.
Membulat lah kedua mata Almira ketika mendengar jawaban Meggi yang sangat jauh berbeda dengan kenyataannya. “Bu Oki, jika tidak percaya denganku, sebaiknya cek cctv yang ada dikelas saja deh. Biar tahu mana yang benar mana yang salah. Susah kalau ngomong sama orang yang pandai bersilat lidah!” tukas Almira, sembari menatap kesal si Meggi, gadis sok cantik sok hebat di sekolahnya.
Meggi berdecak kesal, tidak bisa menyanggah lagi. Kalau sudah menyangkut cctv maka tidak bisa membalikkan fakta, yang ada harus terima nasib saja.
“Baiklah Ibu akan mengecek rekaman cctv, tapi sekali lagi Ibu tekankan ke kalian berdua tetap bersalah karena telah membuat kegaduhan di kelas. Kelakuan kalian berdua bisa mencoreng nama baik sekolah ini!” tegas ucap bu Oki.
“Kalian akan Ibu skors selama dua hari, sambil menunggu hasil pemeriksaan cctv-nya. Setelahnya kalian akan menghadap Ibu kembali.” Bu Oki langsung mengambil keputusan. Almira hanya bisa menarik napasnya dalam-dalam, kepalanya mulai pening.
Wah bisa dicurigaiin sama papa dan mama nih kalau gak masuk sekolah. Dasar si Meggi cari masalah saja! Errgh ...
Almira dan Meggi sudah diperbolehkan untuk keluar dari ruang bimbingan konseling. Kedua siswi itu saling melirik tajam serta mendengus kesal ketika mereka sudah di luar ruangan.
“Dasar biang kerok lo!” hujat Meggi.
“Eh ... dasar mak lampir yang gak punya otak. Meggi si kaldu ayam!” balas hujat Almira.
“Awas lo,” ancam Meggi sambil main tunjuk ke muka Almira.
“Cih ... siapa takut!” ejek Almira pasang badan, kemudian gadis itu berlalu menuju kelasnya. Meggi tampak mengentakkan kakinya dengan kesal, Almira sosok lawan yang tak akan pernah takut sama siapapun.
bersambung ....
Hai Kakak Readers kembali ke kisah yang terbaru ya. Kali ini khusus dibuat yang kangen sama keluarga Erick dan keluarga Albert, kisah tentang anak dari dua kelurga.
Seperti biasa langsung subscribe biar gak ketinggalan ceritanya, dan jangan lupa tinggalkan jejaknya serta mohon dukungannya. Buat yang tidak suka ceritanya diskip aja ya. Dan jangan kasih rate 1-4 ya bikin pusing kepala 🤧
TET ... TET ... TET
Anggap aja ini bel sekolah berakhir ya, udah lama gak dengar bunyi bel sekolah seperti apa, biasanya suara musik di kampus saat mata kuliah sudah berakhir.
Almira, Siti dan kedua temannya tampak jalan beriringan keluar dari kelas dan sama-sama keluar menuju gerbang sekolah.
“Al ... aku minta maaf ya, gara-gara aku ... kamu kena skors sama Bu Oki,” kata Siti salah satu siswi yang berhijab, suaranya terdengar penuh penyesalan. Andaikan saja dia tadi menuruti kemauan Meggi, mungkin Almira tidak akan bertengkar dengan Meggi.
Almira merangkul bahu Siti yang tampak terlihat sedih. “Enggak pa-pa Siti, santai aja kayak di pantai. Lagi pula aku udah biasa di skors, anggap aja lagi dikasih liburan sama Bu Oki,” jawab Almira santai tidak mau mengambil pusing, walau dia lagi putar otak untuk mencari alasan ke papa Albert dan mama Tania.
“Kamu memang sohib aku yang baik, thanks ya Almira. Kamu memang selalu ada di sisiku,” kata Siti. Siti salah satu siswi yang menerima beasiswa full di SMU Internasional berkat kepintarannya, tapi ya seperti itu, karena Siti bukan dari kalangan menengah atas alhasil sering dibully oleh siswa lainnya.
Almira mengulum senyumnya hingga tampak semakin cantik wajah anaknya Papa Albert dan Mama Tania.
“Nanti sore kamu tetap ikut pengajian Ustadz Ridwan kan?” tanya Siti.
“Pasti dong, nanti sore ikut pengajian Ustadz Ridwan di Masjid Al Baliyah kan.” Jiwa Almira boleh saja agak bar-bar, tapi didikan Mama Tania selalu mengingatkan anak-anak akan ilmu agama sebagai bekal dalam hidupnya. Almira anak yang penurut dan patuh kepada kedua orang tuanya.
...----------------...
Mansion Albert
Albert dan Tania sudah memfasilitasikan anak-anaknya, baik sopir antar jemput sekolah kemudian segala keperluan sudah terpenuhi tanpa ada yang kurang, namun tidak membuat anak-anaknya ketergantungan dengan segala pemberian kedua orang tuanya seperti sekarang Almira pulang sekolah tidak dijemput karena ingin pulang menggunakan ojek online dengan alasan biar cepat sampai mansion, kalau dijemput pakai mobil bisa lama sampainya, tahulah Jakarta tidak mengenal waktu pasti ada saja jalan yang terkena macet.
“Assalamualaikum, “ sapa Almira agak sedikit berteriak, karena lobby mansionnya begitu luas.
“Waalaikumsalam, eh Non Mira sudah pulang,” sambut bu Mimi, pelayan yang sudah lama bekerja, dan telah dianggap sebagai anggota keluarga Albert.
Almira langsung salam takzim kepada bu Mimi. “Bude, mama ada di rumah?”
Bu Mimi segera mengambil tas ransel bawaan Almira. “Mama baru aja ke butik Non, katanya ada rapat sama rekan bisnisnya.”
“Ooh, dikirain mama ada di rumah. Bude nanti sore aku mau pergi ke pengajian di masjid Al Baliyah terus pengen nginap di rumah Siti, ada tugas kelompok, nanti tolong sampaikan ke mama.”
“Ya udah nanti Bude siapin baju gamisnya sama baju ganti, sekarang Non Mira makan dulu ... mama tadi udah masakkin sop buntut sama sambal kentang kesukaan Non Mira,” pinta bu Mimi.
“Oke Bude, kak Alvin sama kak Alvan belum pulang ya?” Almira baru engeh kalau kedua saudara kembarnya belum ada di mansion, maklum mereka bertiga tidak mau satu sekolahan katanya risih, mungkin karena mereka bertiga kembar bisa menjadi pusat perhatian orang banyak.
“Kak Alvin sama kak Alvan langsung ke kantor papa, baru saja Kak Alvin telepon Bude.”
Almira hanya bisa menganggukkan kepalanya, saudara kembarnya memang sudah ada jiwa bisnisnya kalau ada kesempatan pasti kedua kakak kembarnya main ke kantor papa Albert, berbeda dengan Almira tidak punya jiwa bisnis.
Gadis itu bergegas ke lantai dua di mana kamarnya berada, untuk mengganti pakaiannya lalu turun ke bawah untuk menyantap makan siang yang telah disiapkan oleh bu Mimi.
...----------------...
Malam hari
Colosseum Jakarta
Lampu terlihat redup, lebih ke nuansa gelap hanya beberapa lampu sorot yang menyala. Bunyi music DJ terdengar sangat memekak telinga pengunjung yang datang, namun memang itu yang dicari orang ketika datang berkunjung ke club malam.
Irama music DJ membuat para pengunjung meliukkan tubuhnya dilantai dansa, menggeleng-gelengkan kepalanya bagai orang sakau.
Arash dengan penampilannya mengenakan celana jeans berwarna biru, tubuh atletiknya dibalut dengan kaos berwarna putih serta jaket kulit berwarna hitam ciri khas anak motor, bersama gengnya tampak ikutan melantai bersama sambil meneguk minuman haram yang ada di tangan mereka masing-masing.
“Arash, tumben lo ikutan minum biasanya gak mau?” tanya Jack.
“Malam ini gue pulang ke apartemen, jadi mommy gue gak bakal tahu kalau gue minum, Jack. Malam ini gue bakal minum sepuasnya!” teriak Arash bersemangat.
Jack pun kembali menuangkan minuman kencing kuda itu ke gelas kecil Arash yang sudah kembali kosong.
Sherina yang berdiri di samping Arash ikutan meliukkan badannya sesuai irama musik, tersenyum lebar mendengar Arash pulang ke apartemennya. “Arash, malam ini gue boleh ya nginap di apartemen lo ya, di rumah mama sama papa lagi ke luar kota.”
“Boleh!” jawab Arash tampak banyak berpikir kembali, karena dia bakal ajak Jack jadi tidak hanya berdua saja di apartemen.
Akhirnya kesempatan gue buat mendekati Arash. Arash harus jadi milikku seutuhnya malam ini ... batin Sherina.
Dari kejauhan ada beberapa pasang mata memperhatikan Arash bersama gengnya.
“Jangan sampai lolos malam ini, sungguh kebetulan dia malam ini minum-minum,” kata pria itu tersenyum jahat, kemudian menegak botol minuman kencing kudanya.
“Siap Bos!” jawab teman pria itu.
Hampir dua jam Arash dan gengnya menghabiskan minumannya sambil berjoget ria. Merasa sudah puas dugemnya dengan langkah yang agak terhuyung huyung, Arash keluar dari club malam.
“Lo yakin bisa bawa motor sendiri nih?” tanya Jack, saat mereka sudah di pelataran parkir.
“Tenang Jack, gue gak terlalu mabuk kok. Lo jadi mau nginap di apartemen gue kan, sekalian lo boncengin Sherina ya, gue lagi malas boncengin,” pinta Arash, sambil mengibaskan tangannya.
Bibir Sherina agak mencebik tidak mau dibonceng sama Jack, maunya sama gebetannya ya si Arash. Jack melirik Sherina, “Lo mau gue boncengin atau lo pesan ojol aja?” tanya Jack, seakan tahu jika hati Sherina menolak akan dirinya.
Terpaksa deh, tapi kenapa si Jack ikutan mau nginap di apartemen Arash sih!
Akhirnya dengan keadaan habis menegak beberapa gelas minuman beralkohol, Arash mengendarai motor balapnya dengan penuh percaya dirinya.
Sedangkan di rumah Siti...
“Nak, kamu benar menginap di rumah Siti?” tanya mama Tania melalui sambungan video call.
“ Iya Mamaku sayang, Mira nginap di rumah Siti. Nih Mira kasih lihat biar Mama percaya.” Almira memperlihatkan ruang tamu rumah Siti dan tentunya wajah Siti juga.
Mama Tania sedikit lega, anaknya benar ada di rumah asistennya yang bekerja di butiknya. “Ya udah kamu jangan ngerepotin Tante Yana ya, jangan berat tangan dirumah orang, apa yang bisa dibantu harus dikerjakan ya Nak,” pesan mama Tania, wanti wanti.
“Siap Mama, ya udah Mira mau beli nasi goreng dulu ya Mam. Salam buat papa bilangin jangan kangen sama Mira ya,” sahut Almira.
Papa Albert yang berada di samping Mama Tania, menaikkan salah satu alisnya sedangkan Mama Tania hanya terkekeh lalu menatap wajah suaminya.
“Ya sudah jangan larut malam tidurnya ya Nak,”
“Ok Ibu negara.”
Usai menerima telepon dari mama nya, Almira dan Siti ijin keluar rumah buat beli nasi goreng dengan mengendarai motor milik ayahnya Siti.
bersambung ...
Sepulang dari pengajian dari Masjid Al Baliyah, Almira belum mengganti baju gamisnya. Berhubung dia pengen makan nasi goreng langganannya yang tak jauh dari rumah Siti yang jaraknya beberapa kilometer, jadinya mereka meminjam motor ayahnya Siti, biar cepat nyampe ketimbang jalan kaki.
Sebagai pengendara motor yang baik berhubung Almira sudah berusia 18 tahun, gadis itu sudah memiliki SIM surat izin mengemudi bukan surat izin menikah ya, kalau gak punya SIM ... Mama Tania bisa ceramah panjang lebar seharian penuh, kalau ketahuan Almira mengendarai motor. Kata Mama Tania kalau lulus ujian SIM, maka Mama Tania mengizinkan Almira mengendarai motor, untung saja gadis itu lulus saat bikin SIM, tapi sayangnya Papa Albert tetap tidak mau membelikan Almira motor takut anak gadis satu-satunya lecet, jadi hanya Alvan dan Alvin yang dibelikan motor. Nasib kamu nak, papamu terlalu posesif.
“Abang pesan nasi goreng petenya dua ya, yang pedes, kecapnya dikit aja ya,” pinta Almira ketika sudah sampai di tempat nasi goreng.
Si abang yang dipanggil menoleh kesamping. “Eh ada Neng Mira, ok siap Abang bikinkan nasi goreng yang spesial buat Neng Mira, mau makan disini atau dibawa pulang?” tanya si abang nasi goreng.
“Makan disini aja Bang,” jawab Almira.
“Siti, kita makan disini aja ya! Perutku lapar banget,” kata Almira sembari mengusap perut datarnya saat menghampiri Siti yang sudah duduk di salah satu kursi baso.
“Iya makan sini aja, jadi pas pulang tinggal bobo cantik aja,” balas Siti.
Sambil menunggu nasi goreng jadi, Almira memperbaiki selendang berwarna putih yang dia kenakan dikepalanya.
“Al ... kamu cantik loh kalau pakai kerudung. Kenapa tidak coba pakai aja?” tanya Siti.
Almira tersenyum tipis. “Doaiin aja aku bisa seperti kamu ya, sekarang aku belajar dulu, jika hatiku sudah mantap insya Allah ... ingin Istiqomah menjadi yang lebih baik. Soalnya menggunakan hijab bukan hanya sekedar menutup kepala serta aurat yang lain tapi tentu dengan hati dan perilakunya, satu lagi bukan ikutin tren karena cantik pakai hijab.”
Siti tertegun dengan jawaban Almira, jika Siti menggunakan hijab karena kebiasaan sedari kecil dan tidak terlalu memperhatikan yang lainnya, sedangkan Almira yang memang tidak berhijab namun hatinya benar-benar baik dan tulus, tapi ya begitu agak bar bar sampai bikin Siti geleng kepala.
“Aamiin aku doakan semoga kamu bisa mengenakan hijab, biar ibadahmu semakin sempurna.”
“Aamiin...,” jawab kencang Almira.
Si abang nasi goreng meletakkan dua piring nasi goreng di meja panjang. “Selamat menikmati Neng Mira, Neng Siti,” kata si abang.
“Makasih banyak Bang,” jawab serempak mereka berdua. Tak banyak bicara lagi mereka menyantap makan malam yang terlambat.
Sekitar 25 menit mereka berdua sudah menghabiskan makan malam, dan mereka pun kembali menuju rumah Siti.
Jalan menuju rumah Siti lumayan agak sepi, apalagi waktu sudah mulai larut malam. Dengan kecepatan 40 km perjam Almira memacu motor yang dikendarainya.
“Al ... pelan-pelan bawa motor, lihat tuh di depan kayaknya ada yang berkelahi atau mau begal ya,” ucap Siti sembari menepuk bahu Almira dari belakang.
Almira pun menurunkan kecepatan motornya, sambil memicingkan kedua matanya agar lebih jelas apa yang terjadi, maklum gelap ... penerangan jalan hanya seadanya saja. Memang dasarnya Almira anaknya tidak penakut, di remnya motor kemudian dimatikannya.
“Siti, kamu jaga motor disini ya. Aku mau lihat dulu.”
“Al ... jangan Al mending kita pulang aja lewat jalan lain,” pinta Siti agak ketakutan sambil menahan lengan Almira, karena melihat beberapa pria yang membawa motor balap sedang mengeroyok seseorang.
“Tenang Siti, aku cuma lihat saja kok.” Almira mencoba menenangi Siti kemudian melepaskan genggaman sohibnya.
Gadis itu dengan langkah tegasnya mendekati para pria yang sedang memukuli seseorang.
“HEI PADA BUBAR GAK NIH, MALAM-MALAM MALAH KEROYOK ORANG YA!” teriak Almira dengan suara lantangnya.
Tiga orang yang menggunakan kain penutup wajah tersebut menoleh ke belakang, dan menatap Almira dengan raut wajah yang aneh. Bagaimana gak aneh tatap Almira, digelapnya malam si Almira pakai baju gamis warna putih di tambah lagi selendang yang ada dikepalanya warna putih juga, udah begitu wajah Almira putih juga.
“Eeh ... itu orang atau kuntilanak ya?” tanya Tio, sembari membulatkan kedua matanya, biar tampak jelas.
“Lihat kakinya napak ngak?” balas Heri.
“Dia manusia, tuh lihat kakinya ada di tanah,” sambung Bio.
Arash yang sudah terduduk di aspal berusaha bangkit namun Bio kembali memukulnya pakai tongkat bisbolnya, hingga Arash kembali terjatuh ke aspal.
Almira semakin mendekat. “Wah beraninya main keroyokan nih!” naik pitam Almira melihat satu orang dikeroyok oleh tiga orang, lepas dari tidak tahunya masalah mereka semua.
“Eh anak kecil gak usah ikut campur deh, mending pulang gih udah dicariin sama emaknya dirumah!” celetuk Tio sambil menendang badan Arash.
Almira tidak menggubris jawaban Tio, yang ada di otaknya sekarang adalah menghentikan perkelahian yang tak sebanding, apalagi dia melihat pria yang berjaket hitam itu sudah terkapar tak berdaya namun masih saja dipukuli. Gadis itu mengangkat gamisnya ke atas pinggang hingga terlihat celana panjangnya yang berwarna putih sebagai dalamnya baju gamisnya, lalu gadis itu pasang kuda-kuda.
CIAT!
BUGH!
BUGH!
BUGH!
Tiga orang tersebut mendapatkan tendangan maut serta pukulan dari tongkat bisbol yang sempat terlepas dari tangan Bio, sontak saja ke tiga orang tersebut yang tidak punya keahlian ilmu bela diri hanya bisa berkelahi adu jontos saja terbelalak namun terkapar, karena Almira memukul beberapa titik tubuh yang dia pelajari untuk melumpuhkan musuhnya.
“Ya Allah Almira,” gumam Siti sembari menutup wajahnya dengan kedua tangannya, takut lihat perkelahian tersebut. “Aduh Al ... stop dong Al!” gumam Siti sendiri, pengen bantu tapi gak punya ilmu bela diri, buat mukul aja dia gak berani, gak tegaan.
Arash dengan keadaan mabuk dan sudah babak belur, mengucek-ngucek matanya saat melihat Almira menghajar musuh bebuyutannya itu.
“Semuanya kita cabut aja, bisa mati kita dihajar nih cewek,” teriak Heri, yang sedang ngesot menuju motornya. Ketiga temannya yang sudah terkapar di aspal mencoba ikut bangkit berdiri dengan suara mengaduh-aduh.
“Gila itu cowok berkedok cewek apa wonder women!” celetuk Tio sambil meraba keningnya yang sudah bercucuran darah.
Almira berkacak pinggang, dan menajamkan kedua netranya melihat ke empat pria itu. “Mau pergi atau mau tambah lagi!” gertak Almira, menunjukkan kekuatannya, di tambah salah satu tangannya menggenggam erat tongkat bisbol, entah milik siapa.
“Dasar geng motor gak punya otak, sukanya bikin kerusuhan aja! Gak mikir apa udah bikin keributan dilingkungan orang! Mending bobo ganteng sana di rumah, tengah malam masih aja keluyuran ... Atau kalian semua mau begal orang ini ya!” cerosos Almira ngomel-ngomel kayak emak-emak bubarin tawuran anak sekolah. Jangan ditanya Almira paling benci sama yang namanya geng motor, kebanyakan mudoratnya ketimbang kebaikannya.
WUSH!
Kabur lah geng motor Heri dengan cepatnya, sudah tidak mau menghadapi gadis itu sudah kalah telak apalagi tubuh mereka tidak sebesar algojo.
Untuk kali ini kamu selamat Arash! gara-gara tuh cewek! ... Batin Heri.
Kelamin boleh jadi cewek tapi kekuatan udah kayak anak cowok, gak sia-sia Almira jadi atletik taekwondo sejak kecil.
bersambung .... pertengkaran Arash dan Almira
"Daddy Erick, anakmu dikeroyok tuh untung ada yang nolongin!" kata mommy Ghina 🤭
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!