NovelToon NovelToon

Perjanjian Dengan Iblis

Bab 1

"Saya terima nikahnya Felicia Wilson beserta seperangkat mahar dibayar tunai."

Janji suci pernikahan itu begitu menggema disalah satu gedung putih yang berhiaskan mawar putih didalamnya. Felicia begitu terlihat cantik dan anggun dengan gaun putih bersih menjuntai ke lantai. Tak lupa sebuah mahkota kecil juga menghiasi rambut hitamnya yang sudah ditata begitu apik dalam acara tersebut.

Senyumnya begitu lebar seakan mengisyaratkan kebahagiaan yang takkan pernah terulang lagi dalam hidupnya. Tapi dalam suasana penuh suka cita dan haru itu ternyata ada satu orang yang menyaksikan dengan sudut hati begitu terluka perih teriris.

Bagaimana mungkin ia harus menelan pil pahit ini seorang diri tanpa ada yang mau memahami perasaanya sedikitpun disana. Terlebih lagi adik kandung sedarahnya sendiri, ia seakan lupa jika sang kakak tengah benar-benar berduka hari itu.

Nancy Wilson adalah kakak dari Felicia Wilson usia mereka tak terpaut begitu jauh. Bahkan keduanya selalu terlihat kompak sehari-harinya.

Tapi, semenjak kejadian hari itu pandangan Nancy terhadap sang adik telah berubah total. Rasa sayang terhadap saudara sekandungnya seakan sirna setelah mengetahui jika mantan kekasihnya secara diam-diam akan menikahi sang adik.

Flashback Nancy.

"Selamat malam semua, ma pa ini dia Erick. Pemuda yang akan menikahi Feli."

Jelas Felicia yang baru saja datang menggandeng lengan Erick yang begitu eratnya seakan tak ingin terpisah. Bahkan tubuhnya bergelayut di pundak Erick sesekali mengembangkan senyum bangganya disana.

Hari itu, Nancy begitu terpukul atas kenyataan pahit yang harus ia alami. Memang Erick tidaklah pernah ia kenalkan kepada kedua orang tuanya, tapi Felicia tahu benar bagaimana perjalan cinta keduanya hingga memutuskan untuk berakhir.

Kisah asmara keduanya harus usai setelah Erick memutuskan terlebih dulu, karena alasan tak ada rasa kecocokan lagi keduanya.

*

*

*

"Kak ..." teriak Feli memanggil dirinya yang sedang duduk dibangku tamu dengan wajah datar.

Dari kejauhan Feli melambaikan tangannya berulang kali untuk memanggil Nancy, ia pun berjalan untuk menghampiri Feli di atas pelaminan. Hal itu hanya ia lakukan untuk menutupi rasa kecewanya pada kedua orang tuanya.

"Mari kita berfoto!" ajak Feli dengan manja.

Ia pun tak segan meletakkan Nancy ditengah-tengah dan harus bersebelahan juga dengan Erick. Saat itu tak sengaja lengan Nancy harus kembali bersentuhan dengan lengan Erick. Dan hal itu membuatnya harus kembali menatap kedua mata Erick disana.

Sementara Felicia begitu sibuk menekan ponsel pintar miliknya untuk mengabadikan momen tersebut sebanyak mungkin .

"Sudah cukup, kakak harus kembali kesana untuk menemui tamu undangan." tolak Nancy secara halus.

Nancy hari itu juga tak kalah cantik dari penampilan sang adik yang menjadi mempelai disana. Dengan gaun bermotif bunga silver warna pink salem ia terlihat begitu anggunya berjalan. Baju itu memang sengaja Felicia pilih sebagai kostum keluarga di hari pernikahannya.

"Hei ..."

"Kakak ku cantik ya, tapi jangan lupa jika yang paling cantik adalah istri mu ini sayang..." imbuhnya yang sekejap membuyarkan pikiran Erick kala menatap Nancy pergi.

Ia pun membalas dengan senyuman pada istrinya tersebut.

Bahkan Erick tak menyadari jika masih ada sedikit getar di hatinya ketika menatap Nancy.

Hari itu acara berjalan cukup lancar, dan resepsi itu terjadi hanya satu malam saja. Pada malam harinya, Felicia dan seluruh anggota keluarganya termasuk juga Nancy memutuskan untuk menginap disebuah hotel dan bermalam.

Bahkan kamar Felicia dan Nancy tepat bersebelahan hari itu. Di kamar tersebut terdapat sebuah balkon yang terbuka dan bisa melihat balkon sebelah kamar lainnya.

Karena hatinya begitu hancur bahkan gusar, Nancy memutuskan untuk berdiam diri di balkon kamarnya untuk menenangkan diri sejenak. Ia pun terlihat membawa satu gelas kecil minuman beralkohol yang sudah disiapkan oleh pemilik hotel disetiap lemari pendingin dikamar itu.

Sesekali ia terlihat menyesap gelas kecil yang berisi cairan berwarna merah terang disana.

Tanpa ia duga, Erick pun juga keluar dari kamarnya untuk menikmati pandangan malam hari di depan balkon kamarnya.

"Kenapa nggak tidur malam ini?" sapa Erick yang terlihat mengenakan piyama putih disana.

Tapi rupanya Nancy tidak mengindahkan kehadiran Erick malam itu. Ia masih terlihat menatap lurus kedepan memandang pemandangan lampu kota di malam hari.

"Maafkan aku ..." sahut Erick kembali dengan melanjutkan ucapannya.

Hal itu sedikit menarik perhatian Nancy disana, gadis itupun menurunkan gelas yang sejak tadi ia nikmati disana.

"Maaf?" sahutnya mengulangi perkataan Erick.

"Yah, maaf. Aku harus menjalani pernikahan ini di depanmu." terangnya sambil mengusap kembali rambutnya yang tengah basah malam hari itu.

Sebuah malam pertama yang begitu indah tentunya bagi setiap pasangan pengantin.

"Lupakan, aku tidak begitu memikirkannya. " tepis Nancy yang tak ingin terlihat lemah disana.

Dan sekali lagi, matanya harus kembali bertemu dengan mata Erick disana. Melihat Erick begitu segar dan hanya terbalut piyama, pikiran Nancy bergerilya malam hari itu. Sesaat ia pun terlena membayangkan hal yang harusnya tak pernah melintas lagi dipikirkannya.

"Sayang ..."

"Ayo kita tidur." teriak Feli dan tanpa sungkan mengecup bibir Erick didepan dang kakak.

Pikirannya seketika buyar ketika melihat Feli juga menggunakan piyama yang sama dengan kondisi rambut yang juga basah disana. Pasti keduanya telah selesai melakukan penyatuan di malam pertamanya hari ini.

Nancy pun memilih untuk segera meninggalkan keduanya serta pemandangan yang begitu membuat hatinya hancur sekali. Ia merebahkan seluruh tubuhnya diatas tempat tidur dengan pikiran yang masih sama, bayangan tubuh bidang Erick membuat nafasnya begitu menderu. Bahkan ia terlihat menutup kedua matanya karena tak ingin meneruskan hal yang belum mungkin bisa ia gapai saat ini.

Nancy pun berpikiran untuk mengambil ponsel pintarnya dan hanya sekadar membuka halaman web saat itu, tapi rupanya takdir membawanya pada ke sebuah halaman kecil yang tertera sebuah nomor ponsel dan menawarkan sebuah jasa.

Disana tertulis jelas nama Gimbo dan sebuah embel-embel jika semua harapan dapat ia penuhi dengan mudah.

Tanganya pun bergulir untuk menyimpan nomor tersebut dan menghubunginya nanti.

Keesokan harinya masih dengan perasaan yang begitu ingin tahu siapa Gimbo sebenarnya , Nancy memutuskan untuk menghubungi nomor tersebut.

☎️ "Hallo apa benar ini tuan Gimbo?"

☎️ "Tentu, perkenalkan aku adalah seorang paranormal yang akan mengabulkan seluruh permintaanmu. Apapun itu kau bisa memintanya tanpa batasan apapun." ucap Gimbo menjelaskan hal yang bisa ia berikan.

Setelah mendapat alamat rumah Gimbo, Nancy segera menutup panggilan telepon itu dan aķan segera menjumpai paranormal tersebut . Dahulunya, Nancy begitu menentang keras hal yang berbau mistis seperti itu. Baginya, hal tersebut sama sekali tidak logis dan diluar nalar.

Tapi semenjak kebencian itu tumbuh didalam hatinya , Nancy perlahan mulai tertarik untuk mencoba dunia hitam.

Bersambung💛

...----------------...

...Dan berikut adalah visualisasi dari seorang Nancy Wilson....

Hai hai semua kesayangan othor❤❤🙏

Ini adalah tema horor kedua yang othor coba berikan pada kalian, enjoy semuaaa ❤😘

Tekan like dan subscribe serta komentar dibawah sini yah. Berkirim bunga juga diperbolehkan 🙏☺️❤

Bab 2

Pagi-pagi buta Nancy memutuskan untuk mencari keberadaan alamat yang Gimbo berikan padanya. Kepergiannya saat itu sama sekali tak diketahui oleh anggota keluarganya satupun.

Setelah memacu mobilnya kurang lebih satu jam lamanya, kini Nancy benar-benar dibawa masuk kedalam hutan dengan alat penunjuk arah yang telah ia ikuti sejak tadi. Tempat itu benar-benar jauh dari hiruk pikuk keramaian, bahkan sama sekali tak terlihat orang lalu lalang disana.

Begitu banyak pohon tinggi menjulang, bahkan begitu rindang hingga cahaya matahari pun tak dapat menembusnya dengan baik.

"Ck, sialan!"

"Dalam kondisi sepenting ini kau malah tidak berfungsi dengan benar!" umpat Nancy pada layar ponsel miliknya.

Ia sama sekali tak menemukan sinyal satupun di layar ponselnya, hingga ia memutuskan untuk keluar dari dalam mobil dan mengelilingi mobilnya hanya untuk mencari sinyal. Nancy pun mengarahkan ponselnya ke atas hingga ke bawah supaya dapat menjangkau sinyal yang telah hilang dari sana.

"Demi Tuhan, ini sama sekali tak lucu!"

"Lagi pula kenapa aku begitu mempercayai alamat bodoh ini."

"Didalam hutan yang begitu lembab ini apa iya ada seseorang yang tinggal disini, rasanya sungguh tidak mungkin." Ujar Nancy pada dirinya sendiri.

Setelah cukup lama berjalan tak tentu arah, Nancy kembali masuk ke dalam mobilnya dan berniat ingin segera pergi dari sana. Tapi sayangnya niat itu harus urung seketika saat mobilnya secara tiba-tiba mogok mendadak. Ia masih berusaha untuk menghidupkan kembali mobilnya berulang kali disana dengan sekuat tenaga.

"Sial sial sialll"

"Bukankah mobil ini baru saja di service satu minggu yang lalu?"

"Arrghh!" seru Nancy begitu kesal bukan main.

Karena ia telah berputus asa, dirinya mencoba untuk berdamai sejenak dengan keadaan. Nancy juga masih berupaya untuk menunggu adanya sebuah keajaiban kecil menolongnya dari tempat asing tersebut.

Hari semakin siang dan Nancy masih bertahan ditempat itu dengan segala kegundahan. Hingga akhirnya ia dipertemukan dengan seekor burung gagak hitam yang memiliki perbedaan di tubuhnya, burung itu memiliki beberapa bulu mas berkilau dibeberapa bagian sayapnya.

"Wow, indah sekali." Nancy terkesima memandangnya.

Sampai pada akhirnya ia tak sadar jika telah berjalan jauh mengikuti kemana perginya burung tersebut terbang. Nancy bahkan sama sekali tak ingat bahwa ia telah pergi jauh meninggalkan mobilnya disebrang hutan lainnya.

Kini kakinya telah sampai disebuah tempat yang menyerupai rumah tua, bahkan puing rumah tersebut sebagian sudah rusak tak berbentuk. Nancy perlahan menampakkan kakinya untuk mendekati rumah itu, dan betapa terkejutnya ia ketika dirinya disambut oleh wanita tua yang sebatang kara disana.

"Sedang apa kau disini?" sapanya .

"Ah, tidak aku hanya mengikuti kemana burung itu terbang tadi." jelas Nancy dengan sedikit gemetar.

Bagaimana tidak, wanita tua itu memiliki sebagian wajah yang hancur. Tapi sebelah wajahnya lagi utuh dan bagus.

"Pasti kau telah mencari sesuatu disini, katakan." tanya wanita tua itu lagi dengan penuh penekanan.

Wajah Nancy perlahan memucat, serta di iringi dengan bulu kuduk yang merinding sekujur tubuh. Nyalinya tiba-tiba saja menciut setelah pertemuanya dengan wanita tua tersebut.

"Aku ... "

"Aku kemari untuk."

Sementara Nancy masih terbata-bata dengan ucapannya, seorang pria telah datang dari dalam rumah itu dengan menggendong seekor gagak emas yang ia temui tadi.

"Aku?" ucap Nancy dengan menunjuknya, ia seakan mengenali pria itu beberapa hari lalu.

"Apa kau tuan Gimbo, yah fotomu beberapa hari lalu aku temui disalah satu halaman web yang tengah aku baca." terangnya sembari mengingat betul siapa sosok lelaki misterius tersebut.

"Yah aku Gimbo, tapi aku tak pernah sama sekali mengetahui hal yang kau maksudkan disana!"

"Tidak mungkin, bahkan kemarin kita baru saja berbicara dan aku menanyakan alamat rumahmu. Apa kau mengingatnya?" tanya Nancy dengan penuh kehatian.

"Aku sama sekali tak pernah melakukan hal itu"

"Hal apa yang membawamu datang jauh kemari?"

Nancy masih terdiam sepersekian detik lamanya.

"Tidak mungkin aku salah menelpon nomor itu, bahkan suaranya aku rasa begitu mirip dengan pria ini." gumam Nancy dengan memperhatikan betul-betul wajah Gimbo sekujur tubuh.

Pria yang memiliki postur tubuh gempal serta dengan rambut ikal memanjang itu memiliki beberapa aksesoris gelang besar dikedua tanganya. Bahkan telinganya juga mengenakan sebuah anting kayu yang berukuran cukup besar melebar hingga ke pundak.

"Aku ingin mencari paranormal itu!" Ucap Nancy singkat.

Mendengar hal itu, Gimbo dengan cepat melirik wanita tua yang sejak tadi berhadapan dengan Nancy. Ia adalah Wilia, seorang asisten rumah tangga Gimbo yang sudah sejak lama tinggal bersamanya.

"Masuk!" ajak Wilia dengan tatapan sinis .

Tanpa berlama-lama lagi, Nancy pun mengiyakan ajakan Wilia dan segera memasuki rumah yang terkesan angker dan menyeramkan tersebut. Tak ada pilihan lagi selain mengikuti mereka disana, karena Nancy benar-benar membutuhkan pertolongan secepatnya.

Setelah Wilia membawa masuk Nancy jauh kedalam, kini ia membawa gadis itu ke sebuah ruangan yang begitu usang dan terdapat beberapa kepala tengkorak berjejer disana. Hingga ia menemukan beberapa baskom yang berisikan cairan berwarna merah.

Bau itu begitu anyir disana, dan juga menimbulkan bau kurang sedap lainnya diruangan itu.

"Duduk!" pinta Wilia yang memberikan sebuah kursi kayu kecil yang sudah begitu rapuh, mungkin saja sudah berumur beberapa puluh tahun lamanya.

Wilia bahkan semenjak tadi hanya berkata seperlunya saja kepada gadis tersebut. Bahkan terkesan cuek.

Kini saatnya Gimbo memasuki ruangan tersebut dengan mengenakan baju khas ritualnya. Baju itu terlihat berukuran lebih besar dari tubuhnya, bahkan juga terkesan lusuh.

Ia mulai duduk dan nampak membacakan sesuatu dari bibirnya dengan cepat , tanganya mulai terangkat dan diletakkan tepat di atas baskom berukuran besar sambil terus bergetar. Bahkan semakin cepat irama tangan Gimbo berputar, semakin terasa pula guncangan demi guncangan hebat dalam rumah itu terjadi.

Nancy begitu ketakutan hingga ia tak tahu lagi harus melakukan hal apa.

Tapi yang baru ia sadari, Wilia yang sejak tadi duduk persis disebelahnya begitu tenang mengikuti setiap ritual Gimbo berjalan. Seakan wanita tersebut telah terbiasa dengan ritual tersebut.

Setelah usai memejamkan mata dan kembali lagi membuka kedua matanya, Gimbo menunjuk Nancy dengan mengatakan "Jadi maksud kedatangan dirimu kemari adalah hal itu?"

Pria itu bahkan terlebih dulu mengetahui kedatangan Nancy disana.

"Tapi kau perlu mengajak teman wanitamu satu untuk datang kemari. Dia akan membantumu menemukan jawaban yang telah kau nanti-nanti selama ini."

"Apa aku tidak bisa memintanya untuk membantuku?" pinta Nancy dengan menunjuk wajah Wilia yang begitu datar tanpa ekspresi sejak tadi.

"Tidak, tidak bisa. Gadis itu harus masih perawan !" Jelas Gimbo dengan tegas.

...----------------...

Bersaambung 💛

Bab 3

Mendengar ucapan Gimbo, Nancy mencoba memutar otaknya jauh lebih dalam untuk berfikir keras. Kira-kira siapa di antara temanya yang masih memiliki kriteria sepeti ucapan Gimbo.

"Pulanglah dulu, esok segera kembali kesini." tegasnya yang telah menghentikan seluruh ritualnya.

"Tapi ..." Nancy masih sedikit ragu bagaimana caranya ia agar bisa kembali lagi ke hutan untuk menjumpai mobilnya yang terletak jauh didalam hutan .

"Pergilah bersama Wilia, dia akan mengantarkan dirimu hingga sampai tujuan!" seru Gimbo yang seketika memandang Wilia.

Nancy hanya diam dan terus memandangi wajah Wilia yang begitu tidak meyakinkan bagi dirinya. Bagaimana mungkin wanita itu dapat menunjukan jalan bagi Nancy sementara jika dilihat dari tubuhnya saja kurus kering.

"Cepat antarkan dia Wil." perintah Gimbo kembali sambil menunjuk ke arah hutan paling dalam.

Keduanya pun segera bangkit dari tempat duduknya dan menempuh perjalanan yang cukup cepat, bahkan Nancy sendiri tak sadar jika dirinya telah sampai secepat itu dihadapan mobilnya.

"Astaga ..."

"Apa ini semacam sihir, Wilia..." serunya yang seketika terhenti kala ia membalikkan punggungnya untuk mencari keberadaan Wilia yang seketika lenyap dari tempatnya berdiri.

"Mustahil ..." serunya dengan menutup mulutnya rapat-rapat seakan masih tak percaya jika hal itu dapat terjadi begitu cepat.

Masih dengan wajah yang shock Nancy mencoba mengatur nafasnya yang kian terpacu begitu cepat. Ia lantas memutuskan untuk segera memasuki kedalam mobilnya.

Tangan dan tubuhnya yang bergetar sscara bersamaan, hampir membuat Nancy begitu kesulitan untuk membuka ujung tutup botol air mineral yang telah berada dalam genggaman nya.

"Hufft ..." Nancy berusaha mengendalikan pikirannya dengan baik.

Ketika usai menetralkan seluruh suasana hatinya, kini ia perlahan menyentuh ujung kunci mobilnya yang sejak awal tadi sudah tak bisa berfungsi. Tapi anehnya kini mobil itu bisa beroperasi dengan baik dan membawa Nancy perlahan pergi dari hutan tersebut.

"Ini gila ..." serunya yang masih tak percaya dengan sesekali mengusap keningnya.

Sejak hari itu, ia memutuskan untuk tidak mengatakan kepada siapapun tentang kejadian aneh yang menimpa dirinya.

*

*

*

Setibanya di hotel.

"Sayang, kemana saja dirimu sepanjang hari ini?" sapa Alma, sebagai ibu Nancy.

Di hari yang semakin sore, seluruh keluarga nampaknya tengah berkumpul dan berbincang disana. Mereka begitu erat bercengkrama dengan satu sama lain kecuali Nancy.

"Aku baru saja dari rumah temanku bu." sahut Nancy dengan gestur tubuh tak nyaman.

Bukan baju ataupun aksesoris yang ia kenakan sehingga Nancy tak leluasa disana, dirinya begitu risih melihat pemandangan yang membuat hatinya begitu penat. Hingga terasa muak jika harus menatapnya lebih lama lagi.

Yah, pemandangan ke dua pengantin baru yang seakan tak pernah mau terpisahkan kemanapun mereka pergi. Apalagi Felicia, dia seolah mengumbar kemesraan itu dihadapan sang kakak dengan sengaja.

"Aku akan pergi ke kamarku dulu bu. Hari ini aku akan pulang lebih cepat dari pada kalian. Karena ada keperluan mendadak." timpal Nancy dengan menurunkan pandangan matanya dari Erick dan Felicia.

Selama ini Nancy memang dikenal sebagai anak yang pekerja keras, bahkan karena kesibukannya itulah yang membuat ia hingga tak segan mencari pengganti lelaki lain selain Erick. Baginya waktu terlalu panting jika harus dibuang dengan mencari para lelaki lain untuk mengisi kekosongan hatinya.

"Baiklah, bahkan di hari sepenting ini kau masih mengutamakan pekerjaanmu diatas segala-galanya." celetuk Alma dengan geram.

"Sedikit saja, apa kau tidak mau larut dalam kebahagiaan adik mu Feli?" tanyanya dengan begitu tegas tapi jauh dari kerumunan orang.

Hati Nancy kembali sakit dan hancur ketika sang ibu mempertanyakan kebahagiaannya disana. Bahkan udara terasa berhenti mengalir diseluruh tubuhnya, dan membuat otaknya tak dapat berjalan dengan normal.

"Aku sudah telat bu!" sahut Nancy dengan mengangkat lengan kananya untuk menengok jam yang tengah melingkar disana.

Alma hanya mendengus kesal ketika Nancy tetap memilih pergi dari sana dengan acuh. Sementara ia kembali ke tengah-tengah keluarga Erick untuk berbincang kembali. Bahkan Alma juga terkesan larut dalam suasana penuh kebahagiaan saat itu.

"Ibu seharusnya tahu, bahwa hari ini telah aku dipertaruhkan seluruh kebahagiaanku untuk Feli. Bahkan sama sekali tak tersisa, tapi lihatlah kalian seakan tertawa dan menari di atas penderitaanku seorang diri !" gumam Nancy yang melihat keadaan disekitar di antara kedua pilar yang menjulang tinggi menutupi tubuhnya.

Nancy kemudian berlalu begitu saja dalam kerumunan orang yang sama sekali tak menghiraukan kepedihanya disana. Dengan cepat ia menarik koper yang berukuran sedang miliknya untuk di masukkan kedalam bagasi mobilnya.

"Sayang, kau mau pergi?" sapa Christian yang menghampirinya dengan membawa segelas minuman di gelas kecil kaca.

"Iya ayah, hari ini aku ada urusan mendadak. Maafkan aku!"

"Muaaah." Dengan cepat Nancy memberikan jawaban pada Christian dan mencium pipinya sebelum pria itu juga mengintrogasi dirinya jauh lebih lanjut.

Christian hanya mengangkat gelasnya ketika melihat sang putri pergi begitu saja dari hadapannya.

*

*

*

Selama perjalanan, Nancy masih berupaya untuk mencari-cari satu nama dari sekian daftar nama dikontaknya. Sesuai permintaan Gimbo, Nancy tengah mengupayakan hal itu.

Ia pun berpikir jika akan meminta tolong pada sahabat lamanya sewaktu duduk dibangku sekolah. Namanya Irene, dia adalah gadis kutu buku dan terkenal culun dimasanya.

Nancy berpikir bahwa sahabatnya yang satu itu tidak akan memiliki perubahan yang berarti meski sudah berapa tahun lamanya tak bertemu.

Dengan cepat ia berputar arah untuk menuju rumah Irene, alamat itu sudah tak asing lagi dikepalanya bahkan mungkin sudah tersimpan baik dalam ingatan Nancy.

Setibanya di halaman rumah Irene, Nancy segera turun dari dalam mobil dan masuk begitu saja lalu mengetuk pintu utama rumah tersebut.

"Ren..." Panggilnya dengan menyebut nama sewaktu mereka duduk dibangku sekolah.

Dan setelah beberapa saat kemudian, seorang gadis yang mengenakan kacamata hitam berambut lurus keluar dari dalam rumah dengan mengenakan rok brukat panjang dan setelan kaos putih.

"Nancy?" sapanya dengan menurunkan kacamata hitamnya khas kelakuan Irene seperti dahulu kala.

"Demi apa loe masih ngenalin gue!" sahut Nancy dengan bahagia.

"Bau badan loe nggak pernah berubah, masih pake parfum yang sama bukan?" ujar Irene dengan kemampuan mengingatnya detail.

Nancy menyambut hal itu dengan tawa begitu riang bukan kepalang, dan memeluk sahabatnya itu dengan begitu erat. Tapi selama pelukan itu berlangsung, tak terasa Nancy menangis dengan tersedu-sedu diatas pundak Irene.

"Hei, ada apa kau menangis. Tenanglah dan duduk disini."

Setelah merasa lega, Nancy kemudian menceritakan seluruh problematika yang ia hadapi saat ini. Irene yang sejatinya anak begitu polos, ikut terbawa emosi kalah Nancy mengartikannya dengan begitu pilu.

Bahkan Irene tahu betul siapa sahabatnya tersebut, seorang Nancy sejak dulu tidak pernah berganti pasangan. Bahkan ia terkenal setia sejak saat itu.

"Brengsek!" seru Irene kesal.

...----------------...

Bersambung 💛

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!