"Kau seharusnya tidak berada di dalam keluarga kami, kau itu hanya beban keluarga kami dan kau tidak pantas jadi menantu di keluarga kami,"
Seorang perempuan paruh baya menunjuk-nunjuk menggunakan tangan kirinya kepada seorang gadis yang sedang duduk di lantai dingin ditambah kondisinya sudah basah kuyup karena disiram dengan menggunakan air bekas pel lantai.
Kondisinya sekarang sangat memprihatinkan tapi tidak ada satu orang pun yang berani menolong gadis malang itu.
"Tapi Bu,"
Sela dia ingin membela diri, namun.
Tapi sejak kedatangan dia di rumah ini memang tidak di sambut baik selain suaminya.
"Stop kau memanggilku ibu karena aku bukan ibumu dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah menerima kau sebagai menantu di rumah ini, jika kau ingat kau hanya bisa jadi pembantu di rumah ini dan berlagak lah sebagai seorang babu yang sebenarnya dan jangan pernah bermimpi untuk menjadi Cinderella seperti yang ada dalam khayalan mu itu,"
Gadis itu menundukkan kepalanya karena jika dia terus berkata maka siksaan yang didapat bukan hanya sekedar disiram dengan air bekas pel lantai.
Ini bukan kali pertamanya gadis itu mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari perempuan yang dia panggil sebagai ibu yang lebih tepatnya ibu mertuanya.
"Sampai mati pun aku tidak akan pernah menerima kau sebagai menantu dan jangan harap kau bisa bertahan lama di sisi putraku karena kalian sungguh tidak sepadan bagaikan langit dan bumi, camkan itu di otak kotor mu,"
Hinaan demi hinaan dilontarkan kepada gadis itu yang mana siapa saja yang mendengarkan pasti sangat menyayat hati.
Entah apa alasannya hingga begitu membenci menantunya? apakah dia memiliki suatu dendam yang tidak di ketahui oleh semua orang terhadap menantunya atau masalah lain yang dia sembunyikan sendiri.
Setiap melihat wajah menantunya ada segurat emosi yang ingin segera diluapkan. saat melihat menantunya dia seperti melihat musuh yang sudah lama tidak bertemu.
"Kau itu tidak pantas berada di keluarga kami, aku sendiri akan memastikan kau menderita serta meninggalkan rumah ini dengan sendirinya. Jangan pernah bermimpi untuk bisa menikmati kekayaan anak saya karena sampai kapanpun saya akan menghalanginya kau itu hanya sampah yang dipungut anak saya di jalanan lalu didaur ulang untuk dijadikan pembantu di rumah ini,"
Siapa saja yang mendengarkan hinaan itu pasti hatinya menangis karena tidak sepantasnya seorang perempuan memperlakukan perempuan lain dengan begitu keji.
Seharusnya sesama perempuan kita harus saling menghargai dan saling membimbing bukan seperti ini yang menjatuhkan mental seseorang lewat hinaan serta cacian.
Jika seandainya tidak menyukai maka akan lebih baik menjauh daripada menyakiti fisik ataupun mental seseorang apalagi orang itu tidak tahu apa-apa di mana letak kesalahannya.
"Kau fikir saya tidak tahu tujuan kau datang ke dalam keluarga ini! kau hanya ingin menikmati kekayaan anak saya yang mana tidak pernah kau rasakan selama hidup kau,"
Awal pernikahan anaknya dengan gadis ini sudah ditentang sejak awal namun keinginan anaknya lah menikahi gadis yang sedang di siksanya sekarang dan dibawa ke rumah besar ini.
Padahal ini bukanlah rumah utama melainkan rumah anaknya yang sengaja dia ikut tinggal di sana sejak tahu anaknya menikahi gadis yang tidak pernah direstui sejak awal.
Jadi kedatangan perempuan paruh baya ini bukanlah ingin mengunjungi anaknya melainkan minuman menyiksa menantunya hingga pergi dari rumah ini.
"Kau ingat di otak kotor kau itu jangan pernah mengadukan kejadian ini kepada anak saya jika kau tidak ingin saya siksa lebih kejam dari ini,"
Setelah puas melontarkan kata-kata menyakitkan kepada menantu yang tak diinginkannya itu, dia pergi dari sana dan tidak peduli jika kata-katanya sudah meninggalkan bekas serta luka menganga di hatinya.
Yang ada di hatinya adalah melampiaskan segala sakit hati kepada menantu malangnya itu.
Tempat pelampiasan yang seharusnya bukan pada tempatnya.
"Ayo nona saya bantu,"
Setelah keadaan aman seorang pelayan datang menghampiri gadis itu dan membantunya berdiri dari duduknya.
Pembantu itu sudah melihat kejadian sejak tadi hanya saja dia tidak berani menampakkan diri apalagi sampai menolong nona-nya, tapi dia selalu menjadi orang pertama yang datang menghampiri lalu membantu sang nona setelah nyonya besarnya pergi.
"Makasih mbak,"
garis itu sudah menggigil lantaran kedinginan karena terlalu lama menggunakan baju basah.
Bukan hanya saja menggunakan baku basah terlalu lama saja tapi lamanya dapat hinaan serta makin.
Dia tidak ingin mengatakan apa yang di rasakan tadi karena jika buka mulut lebih lama maka siksaan itu akan di perpanjang dan bisa saja lebih menyakitkan dari ini.
"Kenapa nona tidak melawan? nyonya besar benar-benar sudah keterlaluan sama nona,"
Dia sebagai pekerja di rumah itu saja tidak tega melihat majikannya diperlakukan lebih rendah dari seorang pembantu.
Memperlakukan gadis itu dengan tidak layak seperti memperlakukan manusia pada umumnya.
Apa lagi selama bekerja di sana ia tidak pernah diperlakukan hina seperti itu dan kenapa kepada menantu yang tidak diinginkan itu dia begitu kejam sekali.
Jika memang tidak ingin menerima setidaknya tidak perlu menyakiti dan jika tidak ingin melihat maka tidak perlu datang ke rumah itu.
"Aku nggak apa kok Mbak, mungkin seiring berjalannya waktu ibu bisa menerima kehadiranku di antara keluarga mereka,"
Bukan hanya ibu mertuanya saja yang tidak menyukainya tapi juga termasuk saudara iparnya beserta beberapa anggota keluarga lainnya.
Tapi dia masih beruntung memiliki suami yang begitu mencintainya namun sampai sekarang suaminya belum tahu perlakuan kasar yang didapat selama dia tidak berada di sisinya.
Ibu mertuanya sangat pintar mengambil muka hingga dia mudah mengecoh anaknya.
"Kenapa nona tidak melaporkan nyonya pada tuan saja?"
Dia mana tega melihat nona-nya yang begitu baik di perlakukan dengan kasar.
Ada niat di hatinya untuk mengadukan kejahatan ini namun mereka semua pekerja di rumah besar itu sudah di ancam untuk tetap tutup mulut, jika tidak maka mereka akan kehilangan pekerjaan yang menopang hidup mereka selama ini.
Ingin membantu nona-nya tapi takut juga kehilangan pekerjaan, anak-anak mereka masih butuh biaya.
sungguh berada di posisi yang sulit.
"Aku nggak mau membuat mas aby ribut sama ibu mbak, nanti aku di kira suka adu domba dan juga siapa yang akan membela ku juga tidak ada bukti kan,"
Gadis itu hanya tidak ingin memperburuk keadaan, jika dia mengadu siapa yang akan menjamin jika semuanya tetap baik-baik saja.
Mas aby itu panggilan yang diinginkan suaminya karena ingin dipanggil spesial dan berbeda dari biasanya.
"Makasih ya mbak, aku masuk ke kamar dulu untuk bersih-bersih,"
Gadis malang itu bernama Kasih.
Gadis yatim piatu yang di tinggal kedua orang tuanya untuk selama-lamanya dan di tambah karena anak tunggal hingga dia hidup sekarang sebatang kara.
Tapi nasib baik belum berpihak kepada gadis itu karena mendapatkan mertua yang tidak menyukai dirinya.
Padahal sejak pertama kali masuk ke dalam keluarga itu dia tidak pernah mencari masalah atau meninggalkan kesan jelek tapi entah dari mana berasal-nya kebencian mereka untuk dirinya.
"Tuhan sampai kapan aku akan di perlakukan seperti ini?"
Kasih berjalan cepat menuju kamarnya karena tidak ingin bertemu ibu mertuanya dan bisa saja saat melihat dirinya maka siksaan itu akan berlanjut.
Memang kasih belum pernah disiksa secara fisik karena ibunya sangat pintar jika fisik yang disiksa maka akan meninggalkan bekas dan akan menjadi tanda tanya di kepala anaknya.
Jadi dia lebih memilih menyakiti hati karena sulit untuk diraba dan di tebak.
**Drt,,,
Drt**,,,
Hp Kasih berdering terus selama dia berada di dalam kamar mandi.
"Kamu harus kuat Kasih, karena di luar sana cobaan akan lebih berat dari ini jadi anggap saja ini merupakan salah satu bentuk siksaan magang yang mana ini belum seberapa,"
"Siapa sih yang menghubungi?"
Hp itu berdering lagi saat dia menyisir rambutnya.
"Aku belum bisa datang dalam waktu dekat dan urus saja seperti biasa dengan pernah membuat aku kecewa,"
Kasih mengirim pesan pada orang yang menelpon barusan.
Dia sengaja tidak mengangkat panggilan itu karena dinding pun punya telinga.
Kasih tidak ingin tindakannya ini menjadikan dia berada di posisi yang sulit jadi lebih baik menghindari daripada mengatasi hal yang akan membuat posisinya bergeser di rumah ini.
"Aku ingin menikmati masa-masa di mana hanya ada aku dan mas Aby,"
Kasih melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda barusan, memakai berbagai skincare kecantikan.
"Hanya di kamar ini aku merasa bebas,"
Sebelum masuk tadi Kasih sudah mengunci pintu terlebih dahulu karena dia tidak ingin terjadi keributan di tempat damainya ini.
Dulu pernah sekali dia lupa mengunci dan ibu mertuanya datang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu sehingga terjadi keributan padahal Kasih sedang tidak membuat masalah atau lebih tepatnya dia tidak pernah membuat masalah di rumah ini.
"Lebih baik aku istirahat sambil menunggu mas Aby pulang,"
Gadis malang itu merebahkan tubuh mungilnya di keranjang besar yang menjadi tempat ternyaman serta hangat yang selalu dinikmati berdua bersama suaminya.
Jika sudah masuk ke dalam kamar Kasih tidak pernah keluar lagi hingga suaminya pulang dari kerjaan. dia merasa sudah cukup tadi direndahkan serta dihina apalagi mengerjakan pekerjaan rumah dan sekarang sudah saatnya dia menghindari itu dengan cara mengurung diri di dalam kamar
Dan untuk makan pun ada si Mbak tadi yang akan mengantarkan makanan untuk dia, Bukan dia malas atau ingin sok menjadi ratu di rumah ini tapi dia hanya ingin menghindari sesuatu yang bisa membuat luka hatinya kian lebar oleh perbuatan Ibu mertuanya.
Asisten rumah tangga di rumah ini sudah paham dan tidak merasa keberatan melayani Kasih karena dia tahu sangat sulit berada di posisi gadis itu dan hanya hal seperti ini yang bisa dia lakukan untuk majikannya.
Dan untuk mengantar makanan pun mereka harus tidak terlihat oleh ibu mertua Kasih agar langkah mereka tidak terhalang, apalagi melarang mereka untuk mengantar makanan kepada Kasih.
Waktu berputar begitu cepat dan sekarang sudah mau masuk jam makan malam.
"Jadikan diri kau berguna di rumah ini, jangan cuma tau hidup enak dan makan gratis,"
Suara itu terdengar lagi memenuhi dapur, dimana semua orang tampak lagi mempersiapkan makan malam.
Salah satu di antaranya adalah Kasih, menantu yang selalu dapat perlakuan tak mengenakan.
"Baik bu,"
Balas kasih sambil terus menata hasil masakan di atas meja.
"Sudah berapa kali aku bilang kau tidak boleh memanggil ku ibu, kau bukan menantu ku dan aku sudah mempersiapkan calon istri yang setara untuk keluarga kami,"
Kasih terus melafalkan kata safari dalam hatinya. Sungguh dia merasa cacian mertuanya merupakan makanan sehari-hari.
Sudah beberapa bulan ini dia masuk ke dalam keluarga suaminya dan saat itu juga Ibu mertuanya selalu ikut campur dalam urusan rumah tangganya.
"Maaf,"
Kasih tidak mampu menatap wajah mertuanya itu, karena jika dia menatap entah cacian apalagi akan dilontarkan kepadanya.
"Kau itu harus tahu diri dan tahu posisi jangan pernah seenaknya apalagi sampai bermimpi nyonya di rumah ini,"
Setelah mengucapkan kata-kata itu perempuan yang telah melahirkan suami yang ke dunia ini pergi dari dapur.
Agaknya mencaci menantunya itu seperti makanan kesukaan yang harus dinikmati setiap saat.
Dia tidak perlu memikirkan apakah menantunya akan sakit hati atau merasa terluka terhadap ucapan yang terus dilontarkan yang jauh dari kata baik.
"Apakah nona tidak ingin melaporkan ini kepada tuan? Ini sungguh sudah sangat keterlaluan perbuatan nyonya,"
Dia saja sebagai seorang pelayan merasa sakit hati atas ucapan nyonya apalagi Kasih yang menjadi korban atas kekejaman mulut mertuanya.
"Kasih nggak mau memperburuk keadaan mbak,, apa lagi merenggangkan hubungan ibu dan anak,"
Kasih tidak ingin asal mengadu kepada suaminya dan dia hanya berharap bahwa biar suaminya tahu sendiri agar dia tidak disalahkan jika kejamnya mertuanya diketahui dari mulutnya.
Bagi Kasih cinta suaminya sudah cukup walaupun mertuanya belum bisa menerima kehadirannya.
Mungkin Kasih harus butuh waktu dan perjuangan meluluhkan hati ibu mertuanya.
"Eh itu tuan pulang, nona pergi rapi-rapi dulu sana ntar tuan marah melihat nona agak berantakan,"
Mbak yang mendengar deru mesin mobil berhenti di depan rumah segera menyuruh Kasih untuk rapi-rapi karena penampilan Kasih agak berantakan karena habis membantu memasak.
"Iya mbak,"
Kasih buru-buru menuju kamarnya dan tak lupa ganti baju juga memakai parfum.
Walau tidak banyak membantu tapi tetap saja aroma masakan tinggal di bajunya, maka haruslah di ganti.
"Aby udah pulang,"
Kasih turun dari tangga lalu dia melihat suaminya sudah sampai di dalam rumah.
Menghampiri suami tercinta dengan senyuman mengembang meninggalkan luka sejenak yang diberikan Ibu mertuanya lalu mengambil tas kerja suaminya.
"Kalau belum pulang berarti Aby nggak di sini, gimana sih bikin gemas aja,"
Balas suaminya tidak lupa memberikan sentilan manja di ujung hidung Kasih.
Melupakan sepasang mata yang menatap tajam ke arah Kasih.
'Senang kau ya bisa manja-manja sama anak saya tapi itu tidak akan lama, jadi nikmatilah waktu singkat ini'.
Perempuan paruh baya itu melaporkan tangan aku melihat interaksi keduanya.
Dia seperti ingin menelan Kasih hidup-hidup karena berlaga manja kepada anaknya.
"Ayo kita ke kamar, udah gerah nih,"
Merangkul pinggang istrinya menuju kamar tanpa memperhatikan sekitar jika ada seseorang yang sedang menahan amarah melihat kemesraan mereka.
Sebenarnya sebagai seorang ibu harusnya bahagia melihat anak yang dibesarkan sejak kecil bahagia dengan pasangannya.
Tapi tidak dengan ibu yang satu ini, entah terbuat dari apa ibunya ini mungkin dari tanah sengketa mangkanya selalu punya masalah dengan menantunya.
'Sial benar-benar cari kesempatan'.
Di kamar Kasih.
"Di rumah tadi capek nggak? Nggak melakukan pekerjaan rumah kan?"
Mendengar ucapan itu badan kasih memegang sebentar lalu dia netralkan seperti tadi.
"Enggak kok Abi aku santai aja di rumah tadi, lagian Kasih mau kerja apa? Kan sudah ada mbak,"
'Maaf kan Kasih aby'.
Sesal Kasih dalam hati.
"Baguslah jika nggak melakukan apa-apa, itulah gunanya Mbak dipekerjakan di rumah ini agar sayang nggak harus kecapean mengerjakan pekerjaan rumah,"
Membeli lembut kepala istrinya lalu melabuhkan kecupan di jidat mules itu lalu masuk ke kamar mandi sambil membawa selembar handuk.
Kasih memperhatikan suaminya hingga hilang di pintu kamar mandi lalu menghela nafas lega.
"Kasih nggak seharusnya berbohong sama Aby, tapi Kasih juga nggak mau menjaraki hubungan kalian,"
Kasih mengambil baju ganti untuk suaminya lalu diletakkan di ujung ranjang.
Sambil menunggu suaminya selesai mandi gadis itu memainkan HP untuk mengusir kebosanan.
Hanya di dalam kamar dia bisa menggunakan hp-nya. Jika di luar kamar maka dia tidak bisa sebebas sekarang.
"Lagi sibuk apa sih?"
Kasih tidak menyadari suaminya setelah selesai mandi.
Tanpa menunggu jawaban istrinya laki-laki tampan itu mengambil hp-nya lalu dilihat sedang apa yang istrinya lakukan.
"Lebih tampan aku sayang daripada mereka,"
Mengembalikan lagi HP itu kepada pemiliknya lalu mencubit dagu istrinya tapi bukan cubitan marah ya.
Bukan rahasia lagi jika istrinya suka sekali menonton drama dari negeri seberang yang menampilkan cowok-cowok tampan dengan wajah mulus bahkan bisa menyalahi wajah cewek indo.
"Suami Kasih kan emang paling tampan,"
Kasih bangun dari duduknya lalu merangkul tangan pada pundak suaminya dan tidak lupa melakukan kecupan singkat di bibir seksi itu.
"Jika sebentar mana terasa sayang,"
Tanpa aba-aba suaminya melakukan belum makan dan belum makan di bibir merah muda istrinya dan tidak lupa menggigit kecil.
Cukup lama mereka bertukar saliva lalu mengakhiri ciuman panas itu dengan nafas terputus-putus.
"Sudah sering berciuman masih saja kadang lupa bernafas,"
Kedua pipi mulus itu memerah malu lalu dia menyembunyikan wajahnya di dada bidang suaminya.
"Berarti gurunya yang kurang pintar mengajari,"
Balas Kasih dengan wajah masih terbenam di dada suaminya.
"Oh masih butuh lest rupanya,, nanti setelah makan malam ya,"
Menyatukan jidat keduanya lalu mengacup singkat diberi istrinya.
"Emang Aby nggak kerja?"
Kasih sendiri malah jadi keterketer padahal dia tadi yang mengatakan jika gurunya yang kurang pintar mengajari namun dia seperti termakan omongan sendiri.
"Yang ini lebih penting dari kerjaan jadi kerjaan masih bisa diselesaikan besok dan persiapkan dirimu malam ini sayang,"
Bulu-bulu halus di tubuhnya merinding seketika saat mendengar mempersiapkan diri untuk malam ini seperti dia akan di eksekusi saja walaupun eksekusinya begitu dia nikmati namun masih saja terasa memang jika mendengar kata persiapan.
"Bisa libur dulu nggak by?"
Nego Kasih yang entah mengapa dia memiliki firasat jika malam ini dia tidak dibiarkan tidur dengan nyenyak.
"Negosiasi ditolak, ayo kita makan untuk mengumpulkan tenaga,"
Menggandeng tangan istrinya keluar dari kamar menuruni tangga menuju ruang makan.
Di sana Ibu mertuanya sudah menunggu bersama dengan adik iparnya yang sama-sama menatap sengit ke arah Kasih.
Apalagi melihat gadis itu mesra oleh suaminya.
Mereka berdua melihat Kasih seperti melihat musuh yang sudah lama tidak bertemu.
"Kok lama-lama aku muak ya Bu melihat itu perempuan,"
Bisik dia kepada ibunya sambil mata tidak lepas dari langkah kaki gadis yang selalu dihina setiap hari.
"Ibu bahkan rasanya ingin meracuni dia supaya tidak ada lagi di rumah ini, sungguh ibu muak melihat wajah sok polosnya itu,"
Keduanya berhenti berbisik saat orang yang dibicarakan sudah dekat dari meja makan.
Mereka berdua harus menjaga sikap selama anak laki-lakinya berada di rumah karena dia tidak ingin anaknya tahu kekejamannya bahkan kepedasan mulutnya terhadap penentu sendiri.
"Mau makan apa sayang?"
Kasih merasa tak enak hati karena suaminya dulu hanya menanyakan dia mau makan apa. Seharusnya dia yang bertanya jika suaminya ingin makan apa?.
"Nggak apa by,,Aby mau makan apa?"
Kasih nilai menyodorkan nasi berdirinya suaminya.
"Sebagai istri itu seharusnya tahu tugas jangan sampai suami yang menanya duluan, benar-benar tidak berguna,"
Mencibir pelan ke arah Kasih.
Benci melihat sikap sok manis Kasih.
"Ibu ngomong apa sih? Nggak baik berkata jelek di depan makanan,"
Menegur ibunya agar tidak melanjutkan ucapan yang bisa saja menyakiti siapa saja yang mendengarkan.
"Bela saja dia,"
Lalu mereka makan dalam diam, kasih hanya bisa geleng-geleng kepala dengan pelan karena Ibu mertuanya sudah mulai berani menunjukkan rasa ketidaksukaan kepada dirinya.
"Coba ini sayang,"
Satu sendok makan sudah berada di depan mulut kasih dan dengan senang hati dia menerima suapan dari suaminya.
Kasih tidak mungkin menyiakan suapan dari suaminya walaupun nanti dia harus mempersiapkan hati akan dicaci lagi oleh ibu mertuanya.
Tapi setidaknya dia mendapatkan sesuatu yang imbang mendapatkan kasih sayang dari suami dan juga cacian dari ibu mertua.
"Seperti orang cacat saja makan pakai disuapin, benar-benar enggak guna,"
"Ibu kenapa sih bicaranya sumbang terus? Ucapan itu mau Ibu tunjukkan kepada siapa?"
Ibunya gelagapan sendiri lantaran mulutnya tidak bisa dibiarkan diam setidaknya sampai anaknya tidak ada di sana.
Namun sepertinya lidah dia gatal-gatal jika tidak menghina menantunya itu.
"Tidak ada, mungkin Ibu tadi menonton sinetron hingga ke bawah sampai sekarang adegan yang membuat Ibu emosi,"
'Aku tidak ingin anakku membela dia dan aku juga tidak ingin anakku tahu jika aku selalu menghina istrinya, bisa bahaya jika ketahuan dan pasti aku bakalan disuruh pulang dengan cepat'.
Dia hanya beralasan ingin menginap di sana tapi dia lebih sering tinggal di rumah anaknya dibandingkan di rumah menemani suaminya.
Lebih memilih mengusik rumah tangga anaknya daripada berbakti kepada suami sendiri.
Lupa kodrat sebagai seorang istri.
'Sepertinya mulai sekarang aku harus menjaga mulut selama kami berkumpul, bisa bahaya karena aku tidak bisa lama menginap di sini, apa aku ajak saja mereka tinggal bersama agar aku bisa bebas memukul mental dia hingga dia sendiri memilih pergi dari rumah'.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!