NovelToon NovelToon

The Kingdom Is Hidden In Dungeons

PROLOG

Prolog

Jeritan-jeritan manusia yang ketakutan. Langit begitu gelap, orang-orang berlarian mencari tempat berlindung.

Tubuh tinggi dan besar, wajah yang sangat mengerikan. Dan suara yang begitu menakutkan, itulah Monster mata dan gigi yang tajam, ekor panjang yang mematikan, membuat bumi hancur seketika.

Tembok tinggi perlahan roboh, angin sepoy menjadi ganas dan panas karena semburan api yang dia keluarkan. Sebuah kerajaan hancur dalam sekejap karena ulahnya. Para prajurit mulai menembakkan meriam, beribu anak panah berterbangan menyerang tubuh monster. Namun, tidak membuat monster itu lemah.

"Serang!"

Sang Raja menatap sedih kotanya, bagaimana keadaan rakyatnya di bawah sana.

"Ayah!"

Seorang gadis cantik berlari ke arahnya. Dia putri Alice putri mahkota kebanggaan Raja.

"Kembalilah ke kamarmu."

"Tidak Ayah. Aku harus membantu Ayah."

"Sudah ku bilang kembali ke kamar. Alice tatap Ayah. Keadaan di luar sedang kacau sudah cukup Ayah kehilangan kerajaan jangan sampai Ayah juga kehilanganmu."

Alice menatap kotanya di bawah sana. Mungkin para rakyat sedang menangis dan ketakutan saat ini. Dan Monster itu masih berkeliaran.

"Maaf Ayah Alice tidak bisa."

"Alice!"

Alice pergi begitu saja menyambar beberapa panah yang dia temukan. Sang Raja terus mengejar dan menahan tapi sayang Alice sudah terlanjur keluar dari kerajaan.

"Tuan Putri apa yang anda lakukan? Pergilah dan masuk ke dalam."

"Apa aku akan diam ketika rakyatku ketakutan."

"Tuan Putri!" teriak sang prajurit ketika Alice di bawa oleh monster.

"Kenapa kalian semua diam! Serang sekarang dan selamatkan putriku."

Raja mulai mengangkat senjatanya, semua prajurit dikerahkan. Anak panah mulai beterbangan menusuk tubuh monster, bola meriam diarahkan. Namun, monster itu berhasil kabur dan membawa Alice.

"ALICE …!"

****

"George, ceritamu sangat membosankan."

"Jangan menghina bukuku. Mungkin itu membosankan bagimu tapi tidak bagi pembacaku."

"Ini semua hanya khayalan."

"Cobalah membaca dengan hati, dan pikirkan lalu bayangkan. Kamu akan merasa berada dalam dunia itu. Novel fantasi sangat disukai pembaca cobalah membacanya lagi kamu pasti suka."

"Sangat membosankan," keluh seorang gadis yang melempar buku itu.

George menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah lalu turun dari mobil. Tatapannya terus tertuju pada bangunan kuno di depannya. George Alberto seorang penulis yang berpindah dari kota demi mengembangkan sebuah ide. Dia tersenyum menatap rumah barunya.

"Halaman yang luas," ucapnya setelah memindai halaman rumput yang hijau.

George berjalan ke arah bagasi membawa barang-barangnya ke dalam. Tidak hanya dia seorang melainkan membawa seluruh keluarganya.

"George, apa kamu tidak salah memilih rumah? Ini sangat sepi seperti kuburan."

"Bukankah ini lebih tenang. Aku bisa fokus menulis tanpa kebisingan."

"Oh, menderitanya aku memiliki kakak seorang penulis," ujar seorang gadis yang baru yang terus mencecar kakaknya.

"George dimana kamarku?"

"Cari saja sendiri. Apa kau bisa lebih sopan pada kakakmu."

"Sebaiknya kamu memilih kamar di ruang bawah tanah George. Biar aku bebas mendengarkan lagu."

"Terserah."

George tidak mempedulikan sang adik. Dia terus berjalan menyusuri tiap sudut rumah itu. Hingga dia menemukan sebuah kamar, yang penuh dengan perlengkapan menulis.

Terdapat sebuah meja, rak buku, dan ranjang tidur. Namun, keadaan kamar sangat gelap karena berada di ruangan paling sudut. Hanya cahaya lampulah yang menerangi.

"Apa pemilik kamar ini juga seorang penulis? Banyak sekali buku-buku di sini." Katanya yang meletakkan beberapa kotak barang bawaannya di atas meja.

"Kamar ini penuh dengan seni." Tatap George pada dinding yang penuh dengan lukisan.

"George!"

"Apalagi anak itu." George mulai kesal mendengar teriakan adiknya.

"George ini kamarmu? Sangat cocok, tenang dan gelap. Kamu bisa santai dan fokus menulis di sini."

"Ya, ini kamarku sekarang. Jadi … pergilah."

"Tanpa kau usir aku akan pergi. Aku hanya mengantarkan barang-barang mu." Gadis itu menyerahkan satu dus kotak pada George.

"Ruangan gelap dan sumpek sulit untuk bernafas." Setelah berceloteh gadis itu pun pergi. George benar-benar tidak tahan dengan komentar adiknya.

"Sepertinya aku harus membersihkan kamar ini." George mulai merapihkan kamar dan barang-barangnya. Kamar yang semula berdebu kini bersih mengkilap. Karena kelelahan George pun ketiduran.

Pada waktu malam George terbangun, sebuah suara erangan terdengar sangat keras. Entah dari mana suara itu hingga mengganggu tidurnya. George melihat beberapa pakaian yang belum dia rapihkan lalu bangkit dari tidurnya melangkah mendekati barang-barangnya. Mengambil beberapa pakaian yang akan dia susun.

George mencari benda kayu yang memiliki dua pintu yang bisa menampung semua pakaiannya. Namun, George hanya menemukan satu pintu saja. Dia pikir itulah lemari.

"Lemari ini terlihat berbeda. Memang di ruangan ini semua berbeda." George mulai membuka kopernya, mengambil satu persatu pakaiannya.

Namun, aneh. George tidak menemukan gantungan atau semacamnya. Lemari itu kosong dan luas, bahkan terdapat sebuah tangga yang menurun ke ruang bawah tanah.

"Apa ini? Sebuah ruangan?" George merasa heran.

George memasuki ruangan itu dengan mengandalkan cahaya batrai menerangi jalannya. Ruangan itu begitu panjang dan luas, seperti sebuah terowongan bawah tanah. Bahkan George sudah berjalan 2km masih tidak menemukan apa pun.

Hingga sebuah cahaya muncul. George menatap takjub dunia yang baru saja dia lihat. Tiba-tiba saja George berada di tempat yang asing.

"Apa ini sebuah kerajaan? Kerajaan bawah tanah? Aku tidak percaya ini."

Mungkin tidak hanya George, siapa pun pasti tidak akan percaya. Ada sebuah kerajaan tersembunyi di ruang bawah tanah.

George menatap takjub kerajaan itu, hingga George berkeliling menyusuri tempat itu. Tanaman yang hijau, benteng-benteng yang tinggi serta para prajurit berbaju besi dia lihat semuanya.

George menikmati tempat itu hingga tidak sadar sudah jalan sangat jauh, dan pakaian yang dia kenakan sudah berubah memakai pakaian seperti seorang pemburu.

"Aku harus memberi tahu adikku dia harus melihat ini. Tapi …." George kebingungan dimana letak pintu ruang bawah tanah itu. Dia baru menyadari jika sudah jalan begitu jauh.

Namun, George tidak menyerah dia terus mencari pintu itu. Hingga ke atas bukit.

"Dimana pintu itu kenapa aku bisa lupa. Sebentar aku ingat-ingat lagi. Rumput, pohon, bukit. Ah … aku ingat. Sebuah pohon di atas bukit aku keluar dari sana dan melihat kerajaan ini di atas sana. Bukit, aku harus mencari bukit."

George kembali melangkah mencari bukit, peluh keringat membasahi tubuhnya. Berjalan menyusuri bukit sangat melelahkan. Akhirnya dia menemukan sebuah pohon yang membawanya kemari.

"Akhirnya aku menemukannya."

George segera mendekat ke arah pohon. Namun, dia merasa aneh tidak ada pintu atau lubang yang bisa dia terobos. Pohon itu terlihat seperti pohon biasa tapi George yakin terdapat sebuah jalan menuju ke dunianya.

"Apa ini kenapa tidak ada lubang di sini. Apa aku salah? Tidak-tidak, aku yakin ini pohonnya tidak ada pohon lagi di sini. Tapi dimana pintu itu." George semakin frustasi karena tidak bisa kembali.

"Aish … kenapa aku bisa melupakan pintu itu. Dan apa ini … kenapa dengan pakaianku?" George menatap heran dengan pakaian yang dia kenakan.

Tiba-tiba, sebuah api menyembur membakar kerajaan. Bangunan dan tembok-tembok tinggi mulai berjatuhan. Dalam sekejap kerajaan hancur George yang melihat itu tercengang juga merasa takut.

"Ada apa ini?"

Aargh … sebuah erangan mengejutkannya. George melangkah mundur, bahkan kedua kakinya gemetar ketika sebuah monster melintas di depannya.

"Apa itu? M-monster."

Misi

"Apa itu? M-Monster." Bukannya pergi George malah diam mematung. "Apa ini nyata? Wah ... sangat indah. Benar-benar menakjubkan." Tiba-tiba George tersadar. "T-Tidak … aku tidak percaya ini. Aku harus kembali, aku tidak ingin mati sia-sia di sini."

George kembali mencari pintu itu. Dia memukul-mukul batang pohon di depannya berharap pohon itu terbuka memperlihatkan sebuah lubang. Namun, bukannya membukakan pintu tingkahnya itu mengalihkan pandangan monster. Hingga datanglah seorang wanita menyelamatkannya.

"Hei … menjauhlah!" teriak wanita itu mengalihkan pandangan George.

Bukannya pergi dan menghindar George malah diam mematung menatap wanita itu. Tanpa sadar semburan api hampir membakar tubuhnya.

"Ah, sial."

George hanya diam melongo ketika wanita itu berlari ke arahnya dan … "Ah," jerit George ketika tubuhnya terjatuh.

"Dasar gila. Apa kau ingin mati!" hardik wanita itu setelah menendangnya.

"Apa?" tanya George polos.

"Lussi awas!" Hampir saja semburan api membakar tubuh mereka. Jika seorang pemuda tidak datang menyelamatkannya.

George semakin bingung siapa orang-orang itu yang membawa senjata lengkap dengan pedang dan panah. Monster itu telah pergi ketika pemuda itu melemparkan panahnya tepat mengenai bola mata besar itu. Sehingga monster itu pergi meninggalkan kerajaan.

Lussi segera bangun dari tubuh George, dialah satu-satunya pemburu wanita.

"Lussi siapa dia?"

"Aku tidak mengenal pria bodoh ini."

"Hei kawan bangunlah." George masih bengong ketika pemuda itu mengulurkan tangannya. Hingga teguran seorang pemuda mengejutkannya.

"Genggam tangannya," ucap pemuda itu dengan rambut panjang, lengkap dengan pedang yang dia pegang.

"Apa ini mimpi." George berharap semuanya mimpi. Namun, George sadar ketika mencubit pipinya.

"Apa dia sudah gila mencubit pipinya sendiri," tutur si pria pemburu.

"Cepatlah bangun apa kau ingin di makan monster." Teguran Lussi lebih tegas di banding para lelaki.

George segera bangun. Dia masih merasa takut apalagi ketika melihat wilayah kerajaan yang hancur dalam seketika.

"Siapa kalian? Dari mana kalian datang? Apa dari pohon ini? Aku mohon bantu aku keluar dari sini. Aku ingin pulang, kalian harus bantu aku pulang."

"Apa yang dia katakan?" Kedua pemuda itu merasa heran.

"Mungkin kalian masih bingung. Aku datang ke sini lewat sebuah pintu. Dan pintu itu ada di balik pohon ini. Tiba-tiba pintu itu menghilang, dan aku berada di tempat ini. Sekarang aku ingin kembali ke duniaku aku mohon katakan dari mana kalian datang? Bawa aku kembali ke duniaku."

Ketiga pemburu menatapnya aneh.

"Apa dia bilang dari dunia lain?"

"Mungkin dia ketakutan karena melihat monster."

"Sebaiknya kita bawa dia bersama kita. Aku takut dia melakukan hal bodoh," usul seorang pria pemburu.

"Apa yang kalian lakukan? Kita harus segera pergi," ajak Lussi.

"Lussi bagaimana dengannya?"

"Terserah aku tidak peduli." Wanita itu berlalu pergi menuruni bukit.

"Ayo ikut denganku." Seorang pria pemburu manarik tangan George.

"Kita mau kemana?" tanya George.

"Ikut saja." George pasrah ketika di tuntun kedua pemburu itu. Mereka menyusuri hutan melewati bukit untuk sampai di bawah sana. George masih tidak terima jika dirinya berada di dunia lain.

"Hei kawan siapa namamu? Aku Stephen," ujar seorang pria berambut pirang yang masih terlihat muda senyumannya begitu imut.

"Dan aku Derik," ucap seorang pria berambut panjang terlihat lebih dewasa. Kedua pemuda itu memperkenalkan diri.

"Tidak ada waktu untuk berkenalan aku ingin pulang," balas George yang melewati mereka.

"Tidak ada jalan pulang. Semua jalan ditutup oleh monster itu," ujar Stephen membuat George berpaling.

"Benarkah?" George semakin tidak percaya.

"Ya. Kamu bisa lihat betapa hancurnya kota ini. Sungguh mengerikan, monster itu membuat hancur kerajaan," jelas Derik.

"Lalu apa pekerjaan kalian? Kenapa dengan pedang dan panah ini? Apa kalian seorang pemburu?" tanya George.

"Tebakanmu sangat benar," jawab Stephen. "Dulu kami pemburu tapi karena monster itu hutan dan semua binatang pun punah. Tidak ada yang bisa kami buru. Sekarang senjata ini untuk jaga-jaga jika monster itu datang. Jangan coba-coba mendekatinya tanpa senjata."

"Apa kamu tidak membawa senjata?" tanya Derik yang menatap George.

"Aku bukan pemburu. Aku seorang penulis senjataku hanyalah pulpen dan buku bukan pedang atau panah seperti kalian. Aku harus segera kembali ke duniaku."

"Dia mengatakan hal aneh lagi," ucap Derik dan Stephen.

"Kalian berhenti bicara," ujar Lussi menghentikan langkahnya. Lussi agak sinis.

"Ada apa? Apa kamu mendengar sesuatu?" tanya Stephen.

"Kita istirahat sebentar aku lelah," jawab Lussi yang duduk di bawah pohon.

"Oh, baiklah. Aku pikir ada monster," ujar Stephen.

Mereka langsung duduk di bawah pohon, tapi tidak dengan George yang terus memindai sekeliling. Bahkan George mendekati setiap pohon berharap pintu itu ditemukan.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang. Bagaimana jika adik dan orang tuaku mencari. Bagaimana jika mereka menemukan pintu itu. Aku harap tidak ada yang masuk ke pintu itu selain aku." George menatap teman-teman pemburunya.

"Mereka begitu tenang. Apa mereka berasal dari duniaku atau dunia ini?" tanyanya dalam hati.

"Sampai kapan kau akan terus melamun dan berdiri di sini?" teguran Lussi mengejutkan George. "Bergabunglah bersama kami," ajak Lussi.

"Tunggu," ucap George menghentikan langkah Lussi. "Apa kau berasal dari dunia ini?" Sedetik Lussi menoleh dan menatap George. Lalu berkata, "Aku tahu kamu berharap ini semua mimpi, kan? Aku pun sama. Namun, monster itu nyata dan dunia ini nyata. Terimalah jika kita sedang mengalami masa sulit, berharaplah semoga monster itu cepat binasa dan kita bisa hidup normal," ucap Lussi lalu melangkah pergi.

Lussi berpikir jika George takut dan trauma karena adanya monster. George tidak bisa melakukan apa pun. Tidak ada yang percaya dengannya, dia harus mencari jalan sendiri dan mungkin untuk saat ini George harus bertahan demi menemukan jalan keluar.

"Aku akan menemukan pintu itu. Dan aku akan kembali ke duniaku."

"Hei kawan. Kemarilah!" Stephen memberikan sebotol air minum untuknya. "Siapa namamu? Kamu belum memperkenalkannya," lanjutnya.

"George," ucap George.

"Nama yang cukup keren. Apa kamu lapar? Sepertinya kita harus mencari makanan," ujar Stephen yang melirik kedua teman pemburunya.

"Kita lanjutkan perjalanan. Di bawah sana mungkin banyak makanan," usul Derik yang di setujui mereka semua.

Lussi memimpin langkah mereka. Hingga mereka tiba di wilayah kerajaan. Keadaan kembali normal walau sebagian telah hancur karena monster. Mereka mengunjungi sebuah pasar yang mungkin banyak makanan yang bisa di beli.

Tiba-tiba sekelompok prajurit memasuki pasar. Mereka berhenti di tengah-tengah rakyat yang sedang berkerumun. Seorang prajurit turun dari kuda membuka selembar kertas lalu membacakan pengumuman dari kerajaan.

"Dibuka untuk umum baik para rakyat atau pangeran, dan seorang raja atau pun seorang pengembara. Raja meminta kalian semua untuk ikut sayembara menyelamatkan tuan putri dari monster."

Mereka semua terkejut. Karena baru mengetahui jika tuan putri Alice di culik monster.

"Jika kalian berhasil menyelamatkan putri Raja akan memberikan 1000 koin mas sebagai hadiah dan mahkota kerajaan. Jika ada yang berminat datanglah ke istana." Selesai sudah pengumuman itu, berapa prajurit turun menyebarkan beberapa brosur. Setelah itu kembali ke istana.

"1000 koin mas."

"Luar biasa. Kita harus mengikuti sayembara ini." Stephen dan Derik sangat antusias.

"Lussi apa kau mau ikut? Kita bisa mendaftar."

"Kita tidak memiliki senjata."

"Kita akan meminta pada Raja."

"George kau ikut?"

"Tidak." Tolak George.

"George kau harus ikut," bujuk Stephen

"Tidak-tidak. Aku tidak ingin berperang." George kembali menolak lalu pergi.

"George!" Panggil Derik dan Stephen.

"Ada apa dengannya," ujar Derik. Lalu mengejar George.

George berlari pergi. Dia semakin tidak betah. Apalagi ketika harus mengikuti sayembara. George terus mendaki bukit hingga sampai di depan sebuah pohon besar itu.

Dia terus mencari pintu. Namun, bukan pintu yang dia dapatkan. Melainkan sebuah sistem yang bicara, suara yang menggema entah keluar dari mana. Suara itu mengatakan jika George tidak dapat kembali sebelum menyelesaikan misi."

"Misi?"

Sayembara

"Goerge!" teriak Lussi, stephen dan Derik. Mereka masih mencari George yang hilang entah kemana.

George masih terus mencari pintu itu yang dimana akan membawanya kembali ke dunia nyata. "Ah sial! Dimana pintu itu kenapa aku harus terjebak di sini. Bagaimana caranya aku bisa kembali!" teriaknya begitu menggema.

Sebuah angin kencang tiba-tiba datang. Sebuah cahaya muncul dari balik batang pohon yang terbelah menjadi dua. George terbelalak, dia ingat jika itu pintu masuknya. Segera George mendekat dan menyentuh pintu itu tetapi sebuah aliran listrik menyengat tangannya. Sehingga George menarik kembali tangannya.

George bingung ada apa dengan pintu itu dan cepat menghindar.

"KAMU TIDAK AKAN KEMBALI SEBELUM MENYELESAIKAN MISI." Sebuah suara menggema. George kebingungan mencari dari mana asal suara itu.

"MISI YANG HARUS KAMU LAKUKAN BERPERANG MELAWAN MONSTER DAN MENYELAMATKAN PUTRI."

"Apa! Apa aku harus mengikuti sayembara itu. Tidak, tolong katakan apa yang harus aku lakukan agar kembali!"

"MELENYAPKAN MONSTER DAN MENYELAMATKAN PUTRI MISI YANG HARUS KAMU KERJAKAN."

"Apa! Hei siapa di sana? Aku tidak ingin berperang dan aku tidak akan pernah berperang."

"SELAMAT MENJALANKAN TUGAS GEORGE ALBERTO." Suara itu menghilang bersamaan dengan tertutupnya pintu itu.

"Tidak …!" George benar-benar frustasi yang terus memukul pohon itu.

"George! George apa yang kamu lakukan?" Ketiga pemburu itu datang. Derik langsung menjauhkan George dari pohon itu. Dan Stephen menahan tubuhnya agar tidak kembali memukul pohon itu.

"Apa dia sudah gila," ujar Derik.

"George sadarlah!" teriak Stephen.

"Dia frustasi karena tidak bisa menerima kenyataan," ujar Lussi.

"Kasihan sekali dia. Monster itu membuat semua orang menggila." Mereka berpikir jika George stres karena adanya monster.

Mereka membawa George istirahat. Membiarkan George menenangkan dirinya. Lussi dan Stephen membuat api unggun untuk menghangatkan tubuh di malam ini. Dan Derik dia sibuk mengasah pedangnya.

"Dia terlihat menyedihkan bukan?" tanya Stephen pada Lussi.

"Hm, mungkin keluarganya lenyap karena monster itu," jawab Lussi.

"Menyedihkan sekali," tutur Derik.

ARRRGHH

"Apa itu?"

"Monster?"

Suara erangan kembali terdengar. Ketiga pemburu langsung menyambar senjata masing-masing lalu siap siaga. Sedangkan George dia melamun tidak peduli dengan suara itu.

***

"Bangunlah!" Lussi menendang kaki George. Tidak terasa pagi menjelang George masih ingin tertidur.

"Kenapa kamu mengganggu tidurku?"

"Bukan waktunya tidur ayo cepat bangun."

"George ayo bangun. Kita akan pergi ke istana untuk mengikuti sayembara." George terkejut mendengar perkataan Stephen.

"Sayembara? Tidak, aku tidak ingin ikut."

"Lalu kau akan diam di sini dan menunggu monster itu memakan mu. Sadarlah George kita ke istana sekarang semua orang ada di sana," bujuk Lussi.

"Dan di sana kita tidak akan sengsara. Akan banyak makanan dan tempat tidur yang nyaman," ujar Stephen yang masih bisa membayangkan hal indah di saat seperti ini.

George mengembuskan nafas berat. Di termenung dan menatap langit di atas sana. "Benar, ini sebuah misi yang harus aku selesaikan. Ah … sial." Terpaksa George mengikuti langkah ketiga pemburu itu menuju istana.

Sayembara yang berhadiah membuat para rakyat antusias mengikutinya. Mereka tidak peduli dengan keselamatan atau monster yang berbahaya. Koin maslah yang membuat mereka terus berusaha untuk mendapatkannya.

"Wah, ramai sekali," ujar Derik.

"Lussi ayo kita mendaftar," ajak Stephen. Mereka semua mendaftarkan diri. Masing-masing berhak memilih senjata yang mereka mau.

George terus memindai sekelilingnya, dia tidak percaya akan mengikuti perang. Hingga mereka sampai di dalam istana, siapa pun yang sudah mendaftar akan mendapatkan latihan khusus dari kerajaan.

"Istana yang ku tulis dan hanya ada dalam imajinasiku kini menjadi nyata. Aku ingin tahu bagaimana akhir hidupku." Sepertinya George hanya pasrah.

"George tangkap ini." Derik melemparkan sebuah pedang. George menjatuhkan pedang itu yang amat berat.

"George jangan di jatuhkan, kendalikan seperti ini." Derik mengajarinya.

"Aku tidak bisa bermain pedang," kata George yang melempar pedang itu.

"Ayolah George." Derik mengambil pedang itu memberikannya pada George. Jangankan mengendalikannya menyentuhnya saja sudah tidak kuat. Tanpa mereka sadari sang Raja sedang memperhatikan.

***

Kini George hanya duduk sendirian di atap istana. Sambil menatap awan yang kusam di atas sana.

"Ibu, ayah, adikku yang comel. Aku lebih baik mendengar celotehan kalian dari pada berada di sini. Aku merindukan kalian," ucap George yang menerawang jauh ke atas langit.

"Apa keluargamu masih hidup?" George segera menoleh ketika mendengar pertanyaan itu.

Dilihatnya seorang pria yang lengkap dengan pakaian kerajaan dan mahkota di atas kepalanya berdiri dihadapannya. Pria itu menerawang jauh kerajaannya, tatapan sedih yang dia pancarkan.

George masih diam dia tidak mengenal pria itu.

"Aku juga merindukan putriku, tidak tahu ada dimana sekarang apakah dia baik-baik saja atau ketakutan. Seorang ayah seharusnya melindungi malah membiarkan monster itu membawanya."

George bangkit berdiri menghadap pria itu. Dia bisa menduga pria itu adalah Raja istana. "Apa kau Raja?" Pria itu pun menoleh lalu tersenyum.

"Ya. Aku Raja Samuel pemilik kerajaan ini yang sudah hancur."

"Apa monster itu yang melakukannya?" tanya George lagi.

"Monster itu tiba-tiba datang dan menyerang. Semburan api yang dia keluarkan telah membakar sebagian lahan pertanian, perkebunan, dan istana kerajaan. Putriku ingin sekali menyelamatkan rakyatnya hingga dia tidak berpikir panjang dan membahayakan dirinya. Monster itu mengambil tubuhnya saat keluar dari istana tepat di atas batu itu." Tunjuknya pada sebuah tembok yang George duduki. George segera meloncat dari tembok itu.

"Setinggi itu," ucap George membayangkan seberapa besar tubuh monster.

"Aku ingin kamu menyelamatkan putriku," kata Raja yang menatap George.

"A-aku … tidak. Bahkan aku tidak bisa mengendalikan pedang apalagi berperang," ucap George yang dengan tegasnya menolak.

"Semua orang butuh belajar. Aku siap mengajarimu asal kamu mau menyelamatkan putriku." Raja memberikan tawaran.

"Kenapa harus aku? Aku bukan bagian dari dunia ini dan aku seorang penulis bukan prajurit atau pengendali pedang." George tetap kekeh menganggap dunia ini adalah dunianya.

"Karena takdirmu sudah tertulis sebagai prajurit yang akan menyelamatkan putriku."

"Huh, percuma saja aku bicara tidak ada yang percaya jika aku dari dunia lain."

"Dari mana pun kamu berasal itu tidak penting. Jalankan tugasmu."

"Tugas?" Tiba-tiba Raja melemparkan pedang pada George lalu menyerangnya.

"Apa apaan ini." George kewalahan karena Raja terus menyerangnya. Dan dia belum siap mendapat serangan. Awalnya George hanya menghindar lama-lama dia melawan. Perlahan tangan itu mulai terbiasa mengendalikan pedang. Hingga hari-hari berikutnya mereka terus berlatih.

Tidak ada yang tahu jika George mendapat ajaran khusus dari Raja. Ketika semua orang berlatih bersama George, hanya berlatih dengan Raja.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!