NovelToon NovelToon

Only You

chapter 01

Dari kejauhan pandangan tajam itu menangkap beberapa orang yang duduk di atas motor mereka. Mereka melintangkan motor di tengah jalanan yang terlihat sepi. Dalam diam Pria itu mulai mengurangi kecepatan mobilnya dan berhenti tepat di depan grombolan itu.

Dirinya terlihat santai ketika beberapa dari mereka mulai mendekati kaca mobilnya. Salah satu dari mereka mengetuk pintu itu dan mulai berteriak.

"Keluar!!!" kata kata itu terdengar bahkan sebelum pria itu menurunkan kaca mobilnya.

Pria itu menghela nafas pelan, malam ini sepertinya akan menjadi sedikit merepotkan pikirnya. Di tambah lagi dirinya harus berurusan dengan para pecundang di hadapannya. Semalam dirinya telah menghancurkan isi rumah dan berakhir dengan membuat wajah seseorang dihiasi rona merah. Sekarang dia harus bertemu dengan gerombolan kecoa yang berwajah jelek.

Ray membuka pintu dengan santai. Pria itu terlihat tenang dan reaksinya sangat berbeda dengan orang normal pada umumnya. Dari sorot matanya tidak terlihat sedikitpun rasa takut dan wajahnya masih tetap tanpa ekspresi. Pria itu menutup pintu mobil dengan keras dan bersandar di body mobil. Para preman di hadapannya tersenyum puas melihat stelan serta gaya berpakaian Rayhan, ya pria itu bernama Rayhan Febriano.

"Orang kaya bro" kata salah dari satu dari mereka. Senyum kemenangan tergambar jelas di wajah mereka. Seolah pria yang berada di hadapan mereka kali ini adalah target yang empuk. Ketiga preman itu berpikir pasti mudah merampok seorang Ray yang terlihat lemah dengan kaca mata bening di wajah tampannya. Saat salah satu dari mereka mulai menyodorkan tangannya seakan meminta barang-barang Ray.

Ray menarik tangannya dan membanting pria itu. Hal itu membuat dua orang lainnya ikut maju dan berakhir sama dengan yang sebelumnya. Ray menghajar mereka bertiga tanpa belas kasihan. Bagi Ray, hal ini hanya sekedar olahraga malam.

"Arhkkk"

Suara jeritan preman itu mengema saat Ray mendaratkan bogem mentah berkali-kali pada wajah salah satu dari mereka. Di sisi lain dua orang lainnya terlihat menahan sakit dan bahkan tidak sanggup berdiri.

Pukulan Ray benar-benar tidak bisa di hentikan. Hingga seorang gadis menahan lengannya ketika melihat Ray menghajar pria yang tergeletak di jalan.

"BERHENTI!!!"

Rayhan berhenti dan menghempaskan tubuh lawannya. Matanya menatap sinis pada gadis yang masih menahan lengannya. Gadis itu terlihat marah pada Ray yang mungkin terlihat seperti menghajar mereka tanpa sebab.

Ekspresi Ray terlihat tidak senang dengan tindakan gadis itu. Matanya menatap tajam pada sepasang bola mata yang berani memandangnya. Ray menarik lengannya dan membuat gadis itu terdorong hingga menjatuhkan sesuatu yang ada di tangan gadis itu.

"Pecah!"

Plastik yang berisi telur ayam itu jatuh dan memecahkan isinya. Gadis itu mendongak dan menatap ray dengan tatapan membunuh.

"Kamu!"

Ray tidak menggubris bentakan gadis itu dan melangkah pergi. Langkah Ray terhenti ketika lengannya lagi-lagi di tahan oleh gadis itu.

"Kamu kenapa sih jadi orang jahat banget, mukul orang sembarangan, jahatin aku, sekarang liat tu gara-gara kamu jadi pecah"  ucap gadis itu bernada kesal sembari menunjuk pada kantung berisi telur yang berserakan.

Ray sangat membenci orang yang hanya bisa menyalahkan. Gadis itu sama sekali tidak tahu apa-apa dan seenaknya menyalahkan Ray. Jika saja gadis itu tidak menganggu urusannya, hal seperti sekarang tidak akan terjadi padanya.

Beruntung dia seorang gadis jika tidak, Ray pasti akan membuatnya mengalami nasib yang sama dengan preman-preman tadi. Tanpa banyak bicara Ray mengambil dompetnya dan melempar dua lembar uang seratus ribuan pada gadis itu. Ketika dirinya akan melangkah, gadis itu kembali menahan lengan Ray.

"Aku bukan pengemis!"

"Lepas!!!" Bentak Ray dan menarik lengannya. Namun gadis itu sepertinya tidak mau menyerah dan menghadang Ray sambil merentangkan kedua tangannya.

"Mingir!" Bentak Ray dengan Nada kesal. Namun gadis itu seakan tuli dan tetap kokoh menghadang jalan Ray.

"Lo cari mati?"

"E..engak" gadis itu mengeleng. "kamu harus minta maaf," ucapnya lirih.

"Harus?"

Gadis itu mengangguk. "Iya minta maaf sama abang abang it--"

Kalimat gadis itu terhenti ketika sadar bahwa hanya mereka berdua yang ada di jalanan itu.

"Udah?" Ucap Ray dan berniat meninggalkan gadis itu.

"Kamu juga harus minta maaf sama aku" balas gadis itu dan kembali menutup jalan Ray.

Bukannya meminta maaf Ray malah mendorong kening gadis itu dengan telapak tangannya.

"Kamu jahat!!!"

"Bawel! Jangan cari masalah sama gue ngerti!"

"Apa susahnya sih minta maaf?"

"Gak!"

"Kenapa kamu jahat sih? Kamu ga cocok jadi preman tau, Kalo kamu baik pasti banyak cewek naksir sama kamu"

Tanpa sadar gadis yang bernama Kanaya itu memuji wajah tampan Ray. Namun semua itu seakan sindiran bagi Ray dan pria itu memilih melangkah pergi. Melawan seorang wanita tidak ada dalam kamus Ray. Pria itu berjalan menuju mobilnya dan menahan semua emosi yang bisa saja meletus tanpa aba-aba.

"Oh ... jadi selain jahat kamu pecundang ya? Udah jahat gak mau minta maaf lagi"

Kalimat gadis itu seakan genderang perang bagi Ray. Emosi pria itu meletus dan dirinya berbalik menuju gadis itu. Ray menarik tangan gadis itu dengan kasar dan membuatnya merintih kesakitan.

"Lo kalau cari mati jangan sama gue! Ga minat gue ngurusin cewek tol*l kaya lo!"

"Ih lepas ... kamu pasti merasa hebatkan? Udah nyakitin cewek kaya pecundang, cuma pecundang yang kasar sama perempuan."

Kanaya sepertinya memang berniat memancing emosi pria itu dan usahanya sukses. Ray kini berada di puncak emosinya dan menatap mata gadis itu seperti seekor harimau.

"Siapa nama lo?"

Gadis itu hanya diam dan berusaha melepaskan cengkraman Ray mulai menyakitinya.

"Nama lo!?"

"Ka......Kanaya"

"Ini terakhir kalinya lo jumpa gue! Jangan pernah muncul di hadapan gue lagi sebelum lo gue habisi ngerti!?"

Ray melepas lengan gadis itu dengan kasar dan berjalan masuk ke dalam mobilnya. Pria itu membanting pintu mobilnya dan menyalakan mesin sambil menggeber knalpot mobilnya. Pria itu berlalu meninggalkan Kanaya yang tersungkur di tanah dengan lengan yang memerah karena cengkeraman tangan Ray.

Gadis itu hanya bisa mengusap memar yang ada di lengannya dan menatap mobil Ray yang menjauh dan menghilang ditelan gelapnya malam. Malam itu adalah malam yang aneh bagi mereka berdua dan Kanaya cukup sial karena harus kehilangan telur ayam yang dia beli. Sementara Ray, pria itu harus menghabiskan malam dengan penuh kekesalan dan emosi yang memuncak.

Kanaya berjalan meninggalkan tempat itu dengan langkah lemah sambil menyimpan kesal dalam hatinya. Jika suatu saat mereka kembali bertemu, entah apa yang akan terjadi di antara mereka.

Rayhan Febriano

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

sampai jumpa di chapter selanjut nya😌

chapter 02

BRAAAKKK!!!

Edo menoleh sekilas saat mendengar hantaman keras pada pintu utama. Lalu cowok itu terlihat kembali menikmati game yang berada di layar ponselnya. Siapa lagi yang bisa bertingkah abnormal seperti itu selain Ray?

Hal yang paling wajar menurut Edo adalah Ray datang dengan kemarahan seolah menjadi ciri khas pria itu. Mungkin bagi sebagian orang yang memiliki kemampuan lebih pasti bisa melihat Ray yang selalu mengeluarkan aura hitam.

"Fucker!"

Yaps, benar perkiraan Edo karena sekarang Ray sudah menghempaskan tubuh tingginya ke atas sofa single yang tak jauh darinya.

Jika manusia pada umumnya akan bertanya, kenapa? Tapi sepertinya Edo lebih memilih fokus menatap layar ponsel nya dan menganggap Ray seperti makhluk tak kasat mata.

"She really makes me mad, fucking shit!"

Kalimat kasar? Itu bukan kalimat kasar, melainkan kata kata indah yang selalu terlontar dari bibir sensual Ray. So what?

Sampai kaki Ray menendang meja kaca itu dengan kasar sehingga membuat meja itu terjengkang nyaris retak. Dan inilah alasan kenapa Ray membutuhkan pembantu karena setiap menahan emosi ia akan menghancurkan barang di rumahnya dan berakhir dengan Raka yang mengganti semua barang itu.

"Anj***ing!!" umpat Edo yang terkejut dengan menaikan kakinya ke atas sofa tanpa mengalihkan pandangannya karena terlalu fokus dengan game yang ada di layar ponselnya.

"Raka masih belum balik, gak bisa gitu langsung matiin aja tu anak? dari pada lo ngancurin isi rumah."

Ck! Sekarang isi rumah lebih berharga dari dari nyawa orang? Hebat!

"Ngapain lo kesini?"

"Numpang bentar" jawab Edo acuh.

Setelah beberapa saat setelah Edo menyelesaikan permainannya. Ia melirik Ray sejenak pria itu terlihat sangat menyedihkan. Untungnya wajah tampan masih menyelamatkannya.

Edo menghela nafas "napa lo?"

Mengenal Ray dari kecil membuat Edo tahu sifat Ray. Bisa jadi, Ray adalah satu satunya pria yang paling irit bicara di muka bumi. Dan dia tak akan berbicara tanpa di minta. Melihat kegusaran Ray membuat Edo sedikit penasaran.

Edo menghela nafas karena sepertinya Ray masih bungkam. Lalu saat Edo memutuskan untuk beranjak.

"Gue benci orang yang selalu ikut campur urusan gue"

"Cewek tadi pagi?" Melihat kediaman Ray membuat Edo melanjutkan kalimatnya "Napa sensi banget si lo? kaya nenek nenek lagi PMS aja. Biasa juga lo nemu jenis manusia kaya gitu"

"Lagian lo juga kenapa harus semarah itu, taii".

"Dua kali!!"

Edo terdiam saat mendengar kata 'dua kali' dari Ray, mungkin berbicara pada Ray harus mempunyai pikiran tinggi sampai menembus awan karena pria itu terlalu pelit untuk mengeluarkan kata kata.

"Dia gangguin lo lagi?" tanya Edo.

"Mending lu coba rukiah deh, mungkin aja setan setan dalam diri lo bisa keluar"

Karena menurut akal waras Edo gadis itu tak akan mau menganggu Ray jika pria itu tidak menyakiti orang lain. Walaupun Ray selalu punya alasan tepat untuk membunuh orang. Tapi, tetap saja kekerasan itu tidak baik bukan?

Ray tak mengindahkan perkataan Edo, Ray berdiri dan berjalan malas ke arah tangga sebelum menendang sofa single yang sempat menganggu jalanya.

"Lu keluar... jangan lupa kunci pintu!"

"anj**irr! jadi gue setanya? Bang**t lo!"

Sebuah bantal melayang tepat di belakang kepala Ray. Dirinya hanya bersikap acuh kembali melangkahkan kaki panjangnya menaiki tiap anak tangga.

🍁🍁🍁

Kanaya terdiam di bawah sinar rembulan yang bersembunyi di balik awan malam. Gadis itu memilih kembali berjalan dan melupakan seorang pria kasar yang baru saja ia temui.

Namun langkahnya terhenti karena pancaran yang berasal dari motor di belakang. Serta klakson yang memekakkan telinga juga ikut ambil peran.

"Nay… Naya".

Mendengar namanya dipanggil Naya pun menoleh kearah sumber suara. Ternyata sepasang anak manusia berhenti tepat di sampingnya.

"Woy ngapain lo jalan sendirian?" Tanya Yuni sahabatnya.

"Abis beli telor tapi pecah, tadi jatoh di jalan, ini mau beli lagi"

"Bahaya Nay. Kamu harusnya gak usah lewat sini. Lewat seberang sana aja, disini rawan" kini cowok yang berada di depan Yuni ikut ambil suara.

"Ih yank...napa si lo lembut banget ngomong ama Naya?"

"Gue perlakuin orang gimana orang itu perlakuin gue"

Naya tahu pertengkaran kecil itu tidak akan berhenti sampai salah satu dari mereka mengalah seperti yang Naya tahu. Yuni dan Jino bukanlah pasangan semacam itu, jadi Naya memilih melanjutkan langkahnya.

"Woy!! kok lo main pergi aja sih?" sergah Yuni.

"Kalian lagi pacaran. Aku gak enak ganggunya" Naya sedikit salah tingkah.

"Yuk bareng aja Nay."

"Terus gue gima--" Jino mengusap kasar wajah Yuni dengan telapak tanganya.

"Taktik beg*, untung lo cewek gue kalo bukan udah gue tinggal lo"

"Ih... jadi lo gak sayang sama gue lagi"

Naya hanya bisa menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.

"Aku mau ke warung depan sana dulu" Ucap Naya sembari menunjuk warung yang tak jauh dari sana.

"Kalian pulang aja, dari sanakan juga udah aman ko."

"Tapi masih jauh Nay" ucap Jino, tapi Naya hanya melambai kan tangan sambil berlalu tanda dia tak ingin berdebat lagi.

🍁🍁🍁

Matahari sudah menampakkan wajah nya namun Ray masih bergelut di balik selimut tebal nya menutup wajah dengan bantal, dirinya enggan beranjak dari tempat itu. Seakan ada sesuatu yang mengganjal di fikiran nya, bayangan kejadian semalam masih membuatnya sedikit kesal.

Jika saja semalam gadis itu tidak menghentikan dirinya, mungkin sekarang para preman itu sudah berada di neraka, dan tentu nya dia harus berurusan dengan para penegak hukum.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya.

"Den Ray, sarapan nya sudah siap. "

Ucap bi imah asisten rumah tangga.

"Iya bi" Ray bersandar pada punggung ranjang dan menyambar benda pipih yang ada di atas nakas, kemudian menekan tombol hijau setelah nama Raka tertera di layar ponsel nya.

"Ada apa?" nada malas dan tidak bersahabat terdengar begitu panggilan tersambung.

" Kapan lo balik? "

"Kenapa? lo bikin masalah lagi?"

"Ayah nyuruh gue balik ke rumah."

"Gue masih banyak urusan disini, nanti gue kabarin lagi."

" Shit! ", umpat nya seraya melempar benda pipih itu secara asal. Karna lagi lagi Raka memutuskan telfon sepihak, meskipun begitu hanya Raka yang peduli dan mengerti sikap Ray yang kadang di luar akal sehat. Terlebih saat Ray memilih angkat kaki dari rumah ayahnya.

Ray berjalan keluar menuruni tangga menuju ruang makan setelah dirinya selesai bersiap siap berangkat ke kampus. Tapi, ia tak sengaja melihat sang asisten rumah tangganya hampir terjatuh, dengan sigap Ray menahan tubuh wanita paru baya itu yang hampir saja menyentuh lantai.

"Bibi sakit? Pucet banget mukanya" tanya Ray seraya mendudukkan dirinya di kursi meja makan. Ya, Ray memang kasar tapi dia menghormati orang yang lebih tua darinya, meskipun hanya seorang asisten rumah tangga.

"Cuma masuk angin Den, nanti juga sembuh " jawabnya sungkan.

"Kalo sakit libur aja bi, ga papa " tawar Ray sambil menyuapkan nasi goreng ke dalam mulut nya.

namun asisten rumah tangga itu hanya tersenyum canggung dan mengangguk pelan, ia merasa tidak enak.

KANAYA

mari kenalan dulu kaka biar makin sayang😂

kalau udah kenal tinggalin jejaknya ya kak, like, komen, dan vote .😂

sampai ketemu lagi di chapter selanjutnya, 😎

Chapter 03

Pertemuannya dengan Yuni beberapa menit yang lalu membuat Naya menghela napas pelan, dirinya hanya bisa pasrah menerima permintaan Yuni.

Sahabatnya itu meminta tolong padanya untuk menggantikan dia, sebagai asisten rumah tangga di tempat ibu nya bekerja. Naya tidak enak jika harus menolak permintaan sahabatnya itu, jadi dengan pasrah ia terima saja permintaan itu, anggap saja sebagai tanda terima kasih.

 

Bermodal kan alamat yang di tuliskan oleh Yuni, Kanaya berjalan pelan menyusuri gang sempit untuk menuju perumahan elit yang tertera di dalam kertas kecil itu. Sesekali ia menyapu pilipisnya yang basah karna panas terik dan kelelahan.

Setelah beberapa menit berjalan tibalah Kanaya di depan Pagar hitam yang menjulang tinggi, dengan dominan cat berwarna putih rumah minimalis bergaya Eropa itu terlihat mewah meski tidak terlalu besar.

Naya kebingungan karena sudah berkali kali ia menekan bel tapi tidak ada seorang pun yang keluar dari rumah itu, ia mencoba lagi menekan bel itu sembari mengusap pilipisnya yang basah karna sore ini matahari masih menampakan wajah nya dengan gagah.

Naya menunggu d bawah pohon yang ada di dekat pagar, berharap si pemilik rumah keluar dan membukakan gerbang tinggi itu untuk akses ia masuk.

Tiba tiba tangan kokoh membekap mulutnya seraya memutar tangannya kebelakang, tangannya terasa sakit karena cengkraman cowok itu terlalu kuat.

Cowok yang membekap Kanaya ialah pemilik rumah tersebut, yang sedari tadi memperhatikan Naya dari dalam mobil, karena merasa curiga dengan gerak gerik Kanaya.

"Ngapain Lo liatin rumah gue?! "

"Aduh,,,,sakit baget tau, lepasin dulu! "

Cowo itu tak mengindahkan permintaan Kanaya, justru semakin mengeratkan cengkramannya. "jawab dulu!" bentaknya "Ngapain Lo di sini?!"

"Iiiihhh sabar dulu apa, kan bisa tanya baik baik" jelas Naya namun justru membuat Ray semakin kesal.

"Jawab!!".

Bentak Ray tepat di telinga Kanaya, sontak membuatnya berjengit kaget, dan samakin gugup.

"Eh,a...aku di suruh sa...sama Bu Imah kesini".

mendengar nama asistennya disebut, lantas Ray melepaskan cengkeramannya di tubuh gadis itu.

Dengan santainya Ray melenggang pergi meninggalkan Kanaya setelah apa yang sudah ia lakukan padanya. Ya ,siapa lagi yang bisa berbuat sesuka hatinya selain Ray.

"mau sampe kapan berdiri bmdi situ?" tanya Ray dengan wajah datarnya, begitu ia sudah berdiri di samping mobil hitam kesayangannya.

"Issh ngeselin banget sih tuh orang, padahalkan dia yang ga sabaran" gumam Naya lirih seraya melangkahkan kakinya menuju mobil Ray.

Naya membuka pintu belakang dan mulai melangkahkan kakinya masuk kedalam mobil itu, namun langkahnya terhenti ketika tangan kokoh Ray menarik kerah belakang nya.

"eeeehhh ehh" pekik Kanaya seraya mundur kebelakang.

"Siapa suruh lu duduk di belakang?!"

Ray menutup pintu belakang dengan keras, menarik gadis itu sembari membuka pintu depan, memaksa Kanaya untuk masuk dan duduk di kursi depan.

"Gue bukan supir!" Ray setelah menstater mobil nya melaju dengan pelan.

Naya hanya tertunduk pasrah sambil menggerutu, mengikuti perintah Ray.

'kenapa mesti ketemu cowok ini lagi sih,galak banget sumpah' gumam Naya lirih.

"Lu kira gue ga denger!" ujar Ray tanpa mengalihkan perhatiannya dari jalanan di depannya.

Reflek Kanaya menutup bibirnya dengan kedua telapak tangannya. 'haduh mati aku' gerutunya.

Pintu gerbang terbuka otomatis setelah Ray menekan benda kecil berwarna hitam dari saku jaket nya.

"Wah keren banget, gerbang nya kebuka sendiri" ucap Naya terkagum tanpa sadar.

"Dasar udik!"

Setelah mobil masuk ke dalam halaman rumah Ray membuka pintu mobil dan menutup nya dengan keras, Nayapun ikut turun dari mobil.

Pintu gerbang kembali tertutup setelah Ray menekan benda itu lagi, dan berjalan menuju pintu utama sembari mengeluarkan kunci dari saku celananya dan membuka pintu.

Pintu itu terbuka, suasana rumah itu yang sepi membuat Kanaya bergidik ngeri, pasalnya tidak ada siapapun disana selain mereka berdua disana. Fikiran liarnya entah kemana, membayangkan jika saja cowo rese ini berbuat yang tidak tidak padanya, siapa yang akan menolongnya nanti?

" Ga usah ngayal! " Ray mengusap wajah Kanaya kasar. "Gue ga selera ma cewe beg** kaya Lo! "

Ray berjalan santai dan melempar tas nya ke sofa single yang ada di ruang tamu. Dan menghempaskan tubuh tingginya seraya mengangkat kaki ke atas meja. Dipandanginya gadis itu yang diam membeku seperti patung.

Reflek Kanaya menutup tubuhnya dengan kedua tangannya, karena cowo rese itu memandangi dirinya dari atas hingga bawah, ia merasa seperti di telanjangi.

Wait? mesum?

Catat! Ray tidak pernah berbuat mesum kepada wanita mana pun, bahkan tidak ada gadis yang mampu membuat Ray bergairah.

"Ngapain bengong disitu? Beresin kamar gue!"

"Iya ,iya  bawel banget ihh".

Kanaya berjalan gontai, merutuki nasibnya yang harus bertemu dengan cowo rese itu untuk setiap hari.

ya Tuhan mimpi apa gue ketemu sama cowok gila itu lagi'? 

Kanaya mencari cari kamar yang di maksud oleh cowok rese itu, di lantai atas atau bawah?

"Kamar gue di atas, depan tangga! "

Suara bariton itu membuat Kanaya berjengit kaget.

tahan tahan.

🍁🍁🍁

Edo membuka pintu dengan sedikit keras seraya melemparkan tasnya ke atas meja, tepat mengenai kaki Ray.

"T**  maen pergi aja lu ga bilang bilang! gue nyariin lu di kampus ga ada"

Ray tak bergeming, ia hanya menatap Edo sekilas lalu kembali memejam kan mata.

"kenapa Lo?"

" Ganggu… " ujar Ray tanpa mengubah posisinya sedikitpun.

"Baju kotor nya mau di taro mana ini mas?"

Edo dan Ray sontak menoleh ke arah sumber suara, Kanaya bergidik ngeri seraya mengeratkan pelukannya pada keranjang pakaian kotor di tangannya.

"B*ngs*t Lo bawa cewe kerumah? pantes gue di bilang ganggu". Edo tertawa sambil melempar bantal sofa mengenai wajah Ray.

Bagi Edo melihat Ray membawa seorang gadis kerumahnya itu suatu keajaiban.

"panggil gue Ray. Bukan mas!"

"mas Rayhan" ledek Edo dengan menirukan suara seperti wanita dan langsung mendapat tendangan di kaki dari Ray.

"aduh...sakit beg*!"

" Ga lucu anj*ng " seru Ray tak kalah kasar.

"tapi ini keajaiban bro, kapan lagi lu bawa cewe kerumah? iya kan?" Edo kembali tertawa, momen seperti ini sangat langka dan tidak boleh di lewat kan, kapan lagi dirinya bisa mengejek seorang Rayhan.

Jika gadis lain bertemu Ray mungkin akan jatuh dalam pesona seorang Rayhan febriano, pria tampan dengan segala kelebihan nya. Tapi, itu tidak berlaku untuk Kanaya, baginya Ray hanya cowo menyebalkan yang kasar dan arogan. titik!.

Pertemuan nya dengan Ray tidak membuat dirinya menganggumi sosok Ray. Di matanya Ray hanya lah cowo kasar yang suka berkelahi dan berandalan.

CK!! don't judge people by the cover .

kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari luarnya saja, penampilan bisa saja menipu.

 

🍁🍁🍁🍁🍁

siapa yg pernah punya cowo macam Ray, harap siap mental😂.

karna sekali jatuh cinta susah bangun nya😂

Dua makhluk gila yang tampan 😂 Ray , Edo

thanks yang udah mampir😌

jangan lupa tinggalin jejak ya kak,bantu like ,komen,vote dan rate 5,,

sampai jumpa di next chapter 😉

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!