NovelToon NovelToon

Papa Dari Anakku

Kesucian Ternoda

KESUCIANKU TERNODA

Aku yang sedang membersihkan dapur dikejutkan dengan kehadiran pria berbadan kekar. Wajah pria itu tampak beringas, manik matanya tajam seperti mata elang yang siap menerkam mangsa. Aku refleks menjauhinya. Namun, langkah panjang pria itu berhasil mendekatiku.

"Ka-kamu siapa? Kenapa bisa masuk ke rumah ini?" Suaraku bergetar saat bertanya padanya. Aku baru dua hari ada di sini dan selama itu belum bertemu dengan siapapun kecuali orang yang bekerja di rumah ini dan bibiku sendiri. Bahkan, aku tidak tahu siapa pemilik rumah ini. Bibi bilang saat ini majikanya ada di luar negeri.

"Ikut aku, nanti kau akan tahu siapa aku!" Pria itu mencekal pergelangan tanganku dan memaksaku mengikuti langkahnya yang terkesan tergesa-gesa. Jarak sedekat ini membuat aku bisa mengendus aroma alkohol darinya. Pria ini mabuk! Pria ini sedang kacau.

"Lepasin, aku nggak mau ikut kamu. Tolong lepasin aku!" Aku berteriak dan berusaha melepaskan tanganku, tapi sepertinya usahaku sia-sia aja. Tidak ada orang yang datang menolongku dari pria ini.

Sepertinya hujan deras yang turun deras di luar sana mengalahkan suaraku hingga tidak sampai di telinga satpam atau orang yang berjaga di luar rumah.

Aku berusaha meraih apa pun yang aku lalui, ntah berapa vas bunga yang aku jatuhkan karena berusaha bertahan dan melepaskan diri dari pria asing ini, namun tidak ada satu pun yang berhasil menghentikan pria ini. Dia bahkan menggendongku seperti menggendong karung beras.

"Lepaskan aku! Tolong siapapun tolong aku!" Aku semakin histeris dan memukul punggungnya, tapi lagi-lagi pria ini tidak bereaksi hingga berhasil membawaku ke lantai dua. Tempat yang tidak pernah aku injak sebelumnya.

BRAK!!!

Aku terperanjat kaget mendengar pintu ditutup secara kasar, belum hilang keterkejutanku pria itu sudah menjatuhkan aku di atas ranjang berukuran besar hingga tubuhku terjerembab di sana. Aku menjatuhkan kaki di lantai dan berusaha pergi, tapi pria itu menangkapku dan mengulanginya lagi.

"Tu-tuan... a-apa Anda pemilik rumah ini?" Aku bertanya sembari meringsut menjauhinya. Sementara pria itu sudah membuka satu persatu benih kemejanya dengan tergesa-gesa. Matanya seperti anak panah yang menusuk jantungku. Bibirnya terkatup rapat tidak mau menjawab pertanyaan yang aku lontarkan padanya.

Kemeja hitam yang tadi melekat di tubuhnya sudah terhempas dan jatuh di lantai. Tubuh tegap yang tidak ditutupi sehelai benang terpampang nyata di mataku. Aku semakin merasakan ada sinyal bahaya yang mengancam.

Aku melemparkan apapun yang bisa aku jangkau.Tapi, pria itu tidak sedikit pun memgasihani aku yang sangat ketakutan melihatnya.

Mataku terbiak sempurna melihat pria itu mulai membuka ikat pinggang dan menurunkan celananya perlahan. Tidak mau menunggu nasibku hancur di tangannya aku berlari menuju pintu, tapi pintu sudah terkunci.

"Cepatlah, kau harus menolongku!" serunya seraya menarik pinggangku. Tubuhku terangkat dan kakiku tidak menapak, aku seperti terbang karena pria ini lagi-lagi menggendong dan menghempaskan aku lagi di atas tempat tidur. Kulihat tubuhnya sudah polos dan tanpa sengaja aku melihat sesuatu yang menggantung diantara pangkal pahanya.

"Laki-laki kurang ajar. Keluarkan aku dari sini?" Aku berteriak ditemani air mata yang sudah mengaliri pipi. Mataku sudah ternoda olehnya. Aku harap pria itu tidak menodai kesucian yang aku jaga selama ini.

"Diamlah!" sentaknya. Ranjang bergoyang ketika pria itu naik dan mendekatiku. Bahkan, secepat kilat menarik kedua kakiku hingga aku yang semula sudah terduduk dan berusaha melarikan diri kini tertelentang lagi karena ulahnya itu.

Aku menakupkan kedua tangan dan memohon agar dilepaskan. "Tolong... akummppppp!

Aku tak dapat berkata lagi, pria itu sudah menyatukan bibir kami, saat aku melawan dan menggigit bibirnya pria itu semakin beringas bahkan tangannya lancang menggeranyangi tubuhku.

Darahku mendidih, sekujur tubuhku bergetar. Jantungku berpacu lebih cepat kala pria ini dengan sadar melecehkan diriku dan sialnya aku tidak bisa melepaskan diri darinya.

Hanya air mata yang menjelaskan betapa hancurnya diriku direndahkan seperti ini.

Tenagaku yang tidak sebanding dengannya membuat perlawananku berakhir sia-sia. Pria itu dengan cepat merobek baju yang aku pakai dan langsung melahap apa yang ada di hadapannya. Meresapi dada dan setiap permukaan kulitku hingga aku meremang dan tanpa sadar mendesah. Tidak sampai di situ, pria itu berhasil membuka paksa celanaku hingga aku nyaris polos di hadapannya.

"Jangan, aku mohon jangan lakukan itu!" Aku sadar aku berada dalam bahaya, tapi aku berusaha menyadarkan pria yang wajahnya sudah memerah. Kilatan nafsu terpancar dari matanya dan sudah menguasai otaknya. Seakan tahu di mana titik sensitif ku, bibirnya pun lihai menyapu setiap bagian dari tubuhku.

Aku memberontak sekuat yang aku bisa. Memukul dan mencakar punggung dan lengannya, tapi kekuatan yang aku punya seakan memudar begitu saja saat ia menyerang ku dengan ciuman. Aku berusaha menolak, tapi ntah mengapa tubuhku seakan bereaksi lain. Bahkan, aku merasakan ada yang basah di bawah sana.

Aku tersentak saat pria itu mulai menyatukan inti tubuh kami.

Tidak ada kelembutan. Rasa sakit yang aku rasakan membuat air mataku semakin mengalir deras. Kuku jemariku menancap di punggungnya saat pria semakin menyatukan tubuh kami.

Aku menjerit histeris namun langsung dibungkam dengan ciumannya untuk yang kesekian kali. Matanya menatapku lekat kala tubuh kami benar-benar sudah menyatu.

Pria asing ini telah berhasil menjamah tubuhku tanpa bisa aku hindari. Erangan yang keluar dari mulutnya seolah menjelaskan kepuasan saat melampiaskan hasratnya padaku. Aku tidak bisa mengimbangi nafsunya, aku hanya bisa mengutuk dan merutuki diriku sendiri sebab tanpa sadar sudah mendesah hingga membuat pria asing ini semakin menjadi.

Ada rasa yang tidak bisa aku jabarkan saat aku merasa berada di di atas awang akibat ulahnya. Dan tidak lama kemudian pria kejam ini berhasil mencapai puncak ******* dan menyemburkan benihnya di rahimku.

Tubuhnya jatuh menimpa tubuhku membuat aku merasakan sedikit sesak. Rambutnya begitu dekat di hidungku hingga aku bisa menghirup aroma shampo yang ia pakai. Tidak ada satu katapun yang keluar dari bibirnya, namun bisa kurasakan dadanya naik turun seirama dengan hembusan nafasnya. Pria ini telah tertidur tanpa memperdulikan aku. Sontak, aku menjatuhkannya hingga ia terlentang di sisiku.

Bodoh! Tangisanku tertahan melihat bercak noda darah di selimut yang menandakan aku sudah tidak suci lagi. Kehormatan dan kesucianku telah dinodai oleh pria asing ini. Ingin rasanya aku membunuhnya saat ini juga.

"Aku tidak tahu kalau kamu masih perawan," ucapnya dengan mata yang masih terpejam. Ternyata pria itu tidak tidur, bahkan masih sadar dengan apa yang telah dilakukan padaku.

Jantungku bergemuruh melihatnya. Aku tidak tahu mengapa sikapnya bisa sesantai ini padahal baru saja melakukan dosa besar.

Aku memukul dadanya dan berteriak, "Kenapa kamu lakukan ini padaku? Kenapa kamu hancurkan masa depan ku?"

Pria itu meraih tanganku dan menatapku. "Aku akan bertanggung jawab. Jadi, kamu tidak perlu bereaksi berlebihan seperti ini."

Aku menatapnya tidak percaya. "Sudah berapa perempuan yang kamu perlakukan seperti ini? Dengan apa kamu mempertanggung jawabkan perbuatanmu? Apa kamu membayar mereka hingga kamu bisa bebas melakukannya dengan wanita lain?" Aku menggelengkan kepala melihatnya. "Aku bukan bagian dari mereka, jadi kamu salah besar sudah menyamakan aku dengan wanita-wanita yang kamu tiduri di luar sana!"

Pria itu cukup tersentak mendengar ucapanku. Tatapannya yang tadi seperti meremehkan kini sudah tampak serius dan dalam. Pria itu bergeming menatapku seperti memikirkan sesuatu. Aku tidak perduli padanya, aku menahan sakit di bagian pangkal paha dan memilih tertatih ke kamar mandi.

Seorang Gadis

2

Author Pov

'Mengapa wanita itu sangat marah? Bukankah dia sudah dibayar mahal untuk menyerahkan kesuciannya padaku? Tapi kenapa wanita itu harus dipaksa agar mau melayaniku? Dan apa yang dikatakannya tadi?'

Brak!!!

Pintu kamar mandi yang ditutup kasar menyadarkan lamunan Arsen. Pertanyaan yang hinggap di kepala tidak mendapatkan jawaban.

Mengingat reaksi wanita yang sudah tidur dengannya membuat Arsen bingung. Kening pria itu mengerut kala melihat pintu seolah mengeker apa yang ada di dalam sana.

'Sepertinya aku sudah meniduri wanita yang salah. Semua ini tidak akan terjadi kalau aku tidak hampir kehilangan nyawa. Aku yakin seseorang sengaja memasukkan obat perangsang ke dalam minumanku. Semua bermula saat aku menghadiri acara party yang diadakan untuk merayakan ulang tahun perusahaan.'

Arsen bermonolog sendiri. Ia masih ingat betul mengapa tubuhnya tidak bisa dikendalikan. Usai menenggak minuman bersama rekan bisnis yang lain, sekujur tubuh Arsen terasa panas seperti ada bara api yang membara di dalam dada.

Hasrat kelelakian Arsen tiba-tiba memberontak minta untuk disalurkan. Debaran jantung terasa kencang bahkan meledak-ledak kala ia menahannya. Kepala seperti ditusuk-tusuk seribu duri. Pria itu merasa seperti kehilangan nyawa.

Sambil sempoyongan Arsen keluar dari kerumunan yang ada di sana. Seorang wanita datang tiba-tiba dan membantu pria itu meninggalkan loby hotel. Pandangannya yang buram membuat Arsen tidak bisa mengenali wajah wanita itu, tapi nada bicaranya menggoda bahkan terdengar mendesah di telinga Arsen. Namun, itu terdengar sangat menjijikan untuknya.

"Kita naik mobilku saja, Tuan," tawar wanita berpakaian sexy itu.

"Tidak, jauhkan tanganmu dariku," tolak Arsen di sisa kesadarannya.

Di saat yang bersamaan, seorang pria muda berbaju hitam datang menghampiri Arsen.

"Biar aku saja yang membawanya pulang." Gery asisten pribadi Arsen langsung mengambil alih pria yang sudah lama menjadi tuannya.

"Sialan kau ... kenapa baru datang disaat aku hampir kehilangan nyawa?" Arsen marah tidak jelas.

"Maaf, Tuan." Gery memapah Arsen dan mendudukkannya di bangku belakang. Memasangkan sabuk pengaman dan memastikan Arsen duduk tenang.

"Carikan seorang wanita untuk melayaniku malam ini." Arsen bicara sambil menahan sesak, sesekali membenturkan kepala di kaca jendela mobil.

"Wanita untuk apa, Tuan?" Gery bertanya seperti orang bodoh dan kebingungan mendengar perintah Arsen. Pasalnya tidak biasanya Arsen bermain dengan seorang wanita.

"Seseorang sudah memasukkan obat perangsang ke dalam minumanku, kau tau artinya 'kan? Bayar mahal perawan itu untuk semalam bersamaku!"

Darah Arsen terasa semakin mendidih, ia duduk bersandar dan mengadahkan wajah, mati-matian menahan sesak yang terasa menghimpit rongga pernapasannya.

Gery berpikir sejenak, selama ini ia tidak pernah membantah perintah Arsen, tapi kali ini Gery ragu melakukannya. "Tapi, bagaimana kalau nanti--

"Cepat atau kau kupecat! Lakukan saja petintahku atau kau ikut mati bersamaku, Gery!" sentak Arsen sambil menendang pintu mobil.

Sambil melajukan mobil, Gery menghubungi seseorang untuk segera mengirimkan wanita yang masih perawan ke kediaman Arsen.

Masih pukul 10 malam saat Arsen tiba di rumah. Langit malam itu sangat gelap tanpa bintang. Bahkan tetesan air hujan menyambut kedatangan Arsen.

"Kau pergilah, Gery!" seru Arsen setelah penjaga rumah membukakan pintu untama.

Gery tidak lantas pergi, ia bergeming mencemaskan Arsen. Belum sempat bicara, Arsen masuk lalu membanting pintu.

"Sudah sampai di mana wanita itu? Astaga ... ada-ada saja. Tuan Arsen bisa mati kalau menunggu terlalu lama."

Gery menyimpan mobil ke garasi lalu ia mengecek keamanan di sekeliling rumah.

***

Arsen berjalan sempoyongan saat memasuki rumah. Tidak mau memikirkan kemungkinan buruk yang akan terjadi di lain hari, pria langsung mencari wanita yang akan menjadi pelampiasan hasrat untuk malam ini. Hanya satu malam dan setelah itu semua akan berakhir.

Suara benda jatuh yang berasal dari dapur membuat langkah pria itu tertuju ke sana. Dilihatnya seorang wanita berdiri menghadap kompor. Tidak mau membuang waktu Arsen menarik wanita itu.

Seperti kehilangan kesadaran, Arsen menghempaskan gadis itu di atas ranjang. Melucuti semua pakaian lalu melakukan hal yang sama dengannya.

Mengetahui wanita itu benar-benar masih perawan membuat hasrat Arsen kian menggebu hingga lebih cepat menggerakkan pinggulnya.

Baru pertama kali Arsen merasakan kenikmatan yang tidak pernah ia rasakan. Sekujur tubuh meremang ketika mendapatkan kepuasan hingga benihnya membasahi rahim wanita yang sudah kelelahan karena ulahnya.

Dalam hitungan menit, wanita itu menjatuhkan tubuh Arsen di sampingnya. Arsen masih ingin menikmati rasa ini, namun kalimat yang terlontar dari bibir wanita itu membuat Arsen melihatnya heran.

***

Suara tangisan yang terdengar dari dalam kamar mandi mengembalikan kesadaran Arsen. Noda darah yang terpampang jelas di mata membuat Arsen menyesali tindakan yang telah menanamkan benih di rahim wanita itu.

"Bagaimana kalau nanti wanita itu mengandung anakku? Bodoh kau Arsen! Kenapa tidak terfikirkan dari tadi?" Arsen menjambak rambut dan mengutuk diri sendiri. Sadar kalau kenikmatan yang tadi ia rasakan akan mengancam hidupnya.

"Aku adalah orang pertama yang menyentuh wanita itu. Dan sialnya aku tidak tahu siapa dia. Jika dia sudah mau dibayar mahal, kenapa menangis dan memakiku seperti tadi?"

Tidak mau terlalu lama terbodoh dan menerka-nerka. Arsen memakai pakaian. Tidak lupa mengunci pintu kamar dari luar agar wanita itu tidak melarikan diri dengan membawa benihnya yang kemungkinan bisa menjadi bayi.

Arsen membersihkan dirinya di ruangan lain yang masih ada di lantai dua. Memakai kaos warna hitam dan celana sebatas lutut kemudian turun ke bawah untuk mencari tahu siapa wanita asing itu.

"Loh, Tuan Arsen sudah pulang?"

Pelayan yang sudah lama bekerja pada Arsen terkejut melihat majikannya itu sudah ada di rumah.

"Bibik tidak tahu kalau Tuan Arsen pulang hari ini."

Arsen yang saat itu masih berdiri di tiga anak tangga terakhir bertanya padanya. "Bik Lusi dari mana saja?"

Arsen ingin memastikan apakah wanita separuh baya ini tahu jika ia telah memerkosa seorang wanita asing di rumah ini. Besar kemungkinan Lusi mengenal wanita itu.

"Beli bahan makanan di supermarket untuk membuat mie besok pagi. Tapi, malah terjebak hujan di sana," jawabnya sembari menunjukkan kantung plastik warna putih berisi belanjaan yang baru ia beli.

Arsen mendekatinya dan mencari informasi lebih dalam. Wajah pria itu terkesan dingin seperti biasa, tidak terlihat seperti baru saja melakukan kesalahan. Padahal, batinnya tidak tenang. "Apa Bibik membawa orang lain ke rumah ini?" selidiknya.

Wajah Lusi tampak menegang, bahkan kantung plastik yang ia pegang jatuh karena takut dan terkejut.

"Ma-maf, Tuan. Bibik nggak bilang kalau sudah dua hari ini keponakan bibik datang dan menginap di rumah ini," jawabnya dengan wajah tertunduk tidak berani menatap Arsen.

"Keponakan? Jadi, dia keponakan Bi Lusi?" Arsen memijit pangkal hidung, memejamkan mata berusaha tetap tenang. Tidak menyangka jika wanita yang telah dinodai adalah keponakan pembantunya sendiri.

"Iya, Emi sudah saya anggap seperti anak kandung sendiri."

Otak Arsen membeku seketika. Tidak bisa bekerja seperti biasa. Kecerdasan yang selama ini ia miliki seolah digantikan kebodohan.

🙃 Jangan lupa jempolin. Biar updatenya luancar, Bestiiii✌

Emilia Nafisa

Orang bodoh mana yang memerkosa wanita asing di rumahnya sendiri? Bahkan, wanita itu keponakan dari pembantu yang telah lama bekerja padanya.

Arsen memaki diri sendiri. Berjalan mondar-mandir di hadapan bibi Lusi yang masih tidak berani melihatnya.

Bibi Lusi takut Arsen marah karena ia telah membawa keponakannya menginap di rumah tanpa izin. Baru kali ini ia melanggar perintah sang majikan.

Arsen menggusap rambut dengan gusar, berulang kali menghela nafas panjang, ia bingung harus bagaimana sekarang. Pria itu duduk di sofa tunggal dan bicara, "Dari mana wanita itu berasal?" Suaranya terdengar berat. Pertanyaan yang ia lontarkan membuat Bibi Lusi melihat dirinya. Arsen menunjuk tempat duduk lain yang ada di hadapan pria itu. Hanya meja berbahan kaca yang menjadi pembatas mereka.

Bi Lusi tidak mengindahkan perintah Arsen. Ia tidak selancang itu untuk duduk di sofa mahal dan berbincang dengan majikannya. Apa lagi selama ini mereka jarang terlibat percakapan karena Arsen tidak banyak bicara. Pria itu pun jarang pulang ke rumah.

"Kenapa masih berdiri di situ? Duduklah," perintah Arsen lagi.

Pria itu mengulangi perintahnya untuk yang kedua kali, hal itu membuat Bibi Lusi langsung duduk canggung.

Arsen tidak tahu harus dari mana menjelaskan kesalahan yang telah ia buat. Ia khawatir masalah ini akan berkembang liar kemana-mana. "Aku mau tahu semua informasi tentang gadis itu. Siapa namanya, dari mana asalnya dan apa yang dilakukan di rumahku." Arsen memasang wajah serius dan berharap secepatnya bisa menemukan cara untuk menyelesaikan masalah yang ia dapatkan karena ulahnya sendiri.

Bi Lusi terkesiap mendengar pertanyaan dan permintaan Arsen. Tidak biasanya Arsen banyak tanya apa lagi tentang seorang gadis.

"A-apa gadis itu membuat masalah, Tuan?" Bertanya dengan perasaan takut dan was-was. Ia sudah sedikit mengenal sifat dan karakter Arsen. Pria itu bisa marah bahkan tidak segan menyakiti orang yang berani mengusiknya. Bagamana kalau Arsen memecat dan mengusir dirinya dari rumah ini?

"Jawab saja pertanyaanku, jangan ada satu pun yang terlewatkan tentang gadis itu." Arsen pikir, lebih baik mengamati situasi lebih dulu dan mengenali seperti apa kehidupan gadis itu. Setelah itu mungkin ia akan bicara jujur kalau sudah memerkosa gadis itu. Atau membungkam mulut gadis itu agar tidak berani buka suara.

"Emilia Nafisa namanya. Ibunya sudah lama meninggal. Sedangkan, ayahnya baru satu bulan yang lalu meninggal. Itu sebabnya waktu itu bibi minta izin pulang kampung. Emi tinggal sendirian di kampung, waktu itu Emi menolak ikut dengan bibik, tapi beberapa hari lalu Emi berubah pikiran karena mau bekerja di kota. Bibik langsung menyuruhnya datang ke rumah ini."

Bi Lusi menjelaskan seperti yang diminta Arsen, tapi ia penasaran mengapa Arsen penasaran dengan Emi. Matanya yang sudah mulai mengeriput mencoba mencari keberadaan Emi, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan gadis itu di sana.

"Jadi, gadis itu yatim piatu. Astaga ... apa yang sudah aku lakukan?" gumamnya sambil mengusap wajah. Kekacauan ini terjadi karena obat perangsang sialan itu. Arsen bersumpah akan memberikan pelajaran kepada orang yang sengaja menjebak dirinya sampai kehilangan kendali.

"Apa Emi membuat masalah? Tolong jangan menghukumnya, Tuan. Biarkan bibik yang menebus kesalahannya. Emi baru pertama kali datang ke kota ini, dia tidak punya tempat tinggal jadi bibik mohon maafkan dan izinkan Emi tinggal di sini sampai mendapatkan pekerjaan," pinta bik Lusi memohon, ia takut Arsen benar-benar sudah mengusir Emi. "Sekarang, cuma bibi satu-satunya keluarga yang dia punya dan karena itu bibik mau menjaganya."

Arsen bergeming melihat bik Lusi. Sepertinya wanita ini sangat menyayangi keponakannya itu. Apa jadinya bila bibi Lusi tahu ia telah menodai gadis itu? Arsen memiliki uang dan jabatan, dengan uang itu ia bisa mendapatkan segalanya termasuk bebas dari masalah dan tuduhan apapun. Jika Arsen mau, ia juga bisa menyingkirkan gadis itu. Tapi, bagaimana kalau benih yang ia tebar di rahim gadis itu tumbuh berkembang menjadi anak? Arsen tentu tidak akan tega menyingkirkan anaknya sendiri.

"Jadi, Bibi mau gadis itu tinggal di rumah ini bersama Bibi?" Terjadi jeda sebelum Arsen mengatakaan itu. Bibi Lusi menganggukan kepala dengan wajah memelas, kedua tangannya terkatup rapat. "Baik, aku akan mengizinkan gadis itu tinggal di rumahku," katanya dengan suara lirih namun terdengar tegas seperti biasa.

Bibi Lusi tersrnyum bahagia. Hatinya lega mendengar ucapan Arsen.

"Terimakasih, Tuan. Bibi pastikan Emi tidak akan membuat kekacauan dan tidak akan membuat masalah dengan Tuan. Bibi akan menyuruhnya ikut mengurus rumah selama Emi belum mendapatkan pekerjaan."

Kening Arsen mengerut mendengar penuturan Bibi Lusi. Otaknya berfikir lagi. Bagaimana kalau gadis itu kelelahan? Bukankah itu bisa membahayakan calon anak yang dikandungnya?

"Tidak!" tolak Arsen cepat, ia menegakkan punggung dan melihat wajah Bibi Lusi lekat. "Dia tinggal di sini bukan sebagai pembantu, tapi akan aku jadikan sebagai istriku!"

Ucapan Arsen membuat bik Bibi Lusi terkjut, bahkan jantungnya terasa mau jatuh. "Istri? Apa maksudnya Tuan mau menjadikan Emi sebagai istri?" Ia ingin memastikan apakah telinganya salah mendengar atau tidak.

"Aku akan menikahinya." Arsen memperjelas maksudnya dan bersedia bertanggung jawab atas tindakan kurang ajar yang sudah merenggut kesucian gadis itu. "Secepatnya, aku akan mengurus pernikahan kami."

Bik Lusi tidak bisa berkata-kata lagi, terkejut sampai akhirnya pingsan di tempat itu. Arsen tetap tenang dan segera menghubungi dokter pribadi untuk memeriksa kondisi bibi Lusi.

Beberapa saat kemudian.

Kepala Bibi Lusi terasa pusing, matanya mengerjap pelan sampai terbuka sempurna. Orang yang pertama dilihat adalah Arsen. Tuan muda yang tadi sudah membuat ia kehilangan kesadaran. Ya, Bibi Lusi ingat apa yang terakhir kali dikatakan Arsen padanya.

"Tu-Tuan--

"Sepertinya Bibi terkejut sekali. Apa sudah lebih baik sekarang?" tanya Arsen, dokter pribadi sudah pergi. Kini di ruangan itu hanya tinggal dirinya, Bibi Lusi dan Gery.

Bibi Lusi mengamati wajah Arsen yang masih tampak dingin seperti biasa, tapi hari ini sikapnya aneh.

"Bibi istrahat saja di kamar. Besok kita bahas ini lagi. Tentang gadis itu ... Bibi jangan khawatir. Dia ada di kamarku." Ucapan Arsen membuat Bibi Lusi memegangi kepalanya yang terasa pusing dan sebelum wanita itu jatuh pingsan lagi Arsen langsung memberikan minyak angin padanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!