NovelToon NovelToon

Terjebak Cinta Anak Tiri

Chapter 1

Laura menggenggam erat ponselnya saat ia mendengar suara asing dari seberang telepon. "Ibu Laura?" suara itu bertanya.

"Iya," jawab Laura ragu-ragu.

"Saya dari kantor pengacara suami Anda. Saya memiliki kabar buruk untuk Anda."

Laura merasakan napasnya tercekat saat ia menunggu untuk mendengar kabar tersebut. Hatinya berdegup kencang saat ia mendengar kata-kata berikutnya dari pengacara itu. "Suami Anda, Tom, meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil tadi malam."

Semua terasa seperti mimpi buruk. Laura merasa pusing dan berputar, dan ia merasa dirinya tak bisa menahan berat badan tubuhnya lagi sehingga akhirnya ia jatuh ke lantai.

Laura hampir tidak bisa berkata apa-apa, merasa seperti dunianya runtuh. Ia berusaha untuk mengeluarkan kata-kata, tetapi suaranya terputus-putus. "Tolong, aku ingin melihat suamiku," pintanya.

Laura bergegas ke rumah sakit, di mana ia bertemu dengan pengacara Tom. Ia menunggu di lorong yang gelap dan dingin dengan hati yang berdebar-debar. Setelah beberapa saat, pengacara Tom menghampirinya.

"Laura, maafkan saya telah memberitahu kamu dengan cara ini," ucap pengacara itu dengan suara lembut.

"Tolong katakan padaku apa yang terjadi?" tanya Laura dengan suara gemetar.

"Saya tak bisa memberitahumu semuanya di sini," kata pengacara itu dengan lesu. "Tom telah meninggal dunia."

Laura merasa dunianya seolah-olah terhenti. Ia tidak percaya bahwa suaminya yang ia cintai telah meninggalkannya begitu cepat. Ia merasakan sakit yang menusuk hatinya dan tidak bisa menahan air matanya yang mengalir deras.

"T-tolong beri aku sedikit waktu untuk bersama dengan suamiku," kata Laura dengan suara lirih.

Pengacara itu mengangguk dan mengatakan bahwa ia akan memberikan waktu yang ia butuhkan. Laura pergi ke ruang mayat, di mana Tom terbaring dalam dingin dan sepi. Dia meraih tangan Tom dan memeluknya erat-erat. Dia tidak ingin melepaskan suaminya yang ia cintai, bahkan ketika ia telah pergi.

"Aku sangat merindukanmu, Tom," ucap Laura dengan suara yang tercekat. "Aku tidak bisa hidup tanpamu." Dia terus meraih tangan suaminya dengan erat-erat dan menangis di sisinya.

Keesokan harinya, Laura duduk di dalam mobil yang membawanya ke tempat pemakaman. Ia merasa sedih dan hampa karena suaminya, Tom telah meninggal dunia. Hari itu, ia dan teman baiknya Emma memilih untuk memakamkan Tom secara islam, sesuai dengan keyakinan agamanya.

Mereka sampai di masjid tempat pemakaman yang cukup luas. Suasana terasa hening dan damai, namun sedih. Mereka disambut oleh beberapa teman Tom yang hadir untuk memberikan dukungan pada Laura dan keluarganya. Setelah mengucapkan salam pada mereka, Laura dan Emma duduk di samping kuburan yang telah disiapkan.

Seorang imam memimpin doa yang indah dan merdu, memberikan penghiburan bagi keluarga yang berduka. Setelah doa selesai, jenazah Tom diletakkan di dalam liang lahat, disusul dengan tanah yang ditaburi di atasnya. Laura berdiri di samping kuburan dengan kepala tertunduk.

Laura menangis tersedu-sedu dan berbicara kepada Tom, "Tom, aku tidak tahu bagaimana hidupku tanpamu. Kamu adalah cinta dan kekuatanku. Terima kasih telah memberikanku kebhagiaan dan rasa cinta yang besar untukku.”

Emma, merangkul Laura dan mengatakan, "Laura, aku akan selalu ada untukmu. Kita akan melewati masa sulit ini bersama-sama."

Suasana terasa hening, namun merasa penuh penghormatan pada Tom. Laura mengambil sejumput tanah dan memasukkannya ke dalam kuburan, sebelum membiarkan orang lain untuk melakukannya.

"Sampai jumpa, Tom," ucap Laura dengan suara yang tercekat.

Setelah pemakaman selesai, Laura dan Emma duduk di samping kuburan, berbicara tentang kenangan indah bersama Tom. Mereka merasakan kehadiran Tom meski hanya dalam kenangan mereka.

"Emma, apa yang akan aku lakukan selanjutnya?” tanya Emma terisak.

Emma mengambil napas dalam-dalam dan berkata. “Kamu harus meneruskan hidupmu dan melakukan hal-hal yang Tom ingin kamu lakukan. Kamu akan menjaga kenangan indahnya dalam hatimu dan selalu mengingat cinta yang ia berikan kepadamu,” jawab Emma. Laura mengangguk dengan setuju dan memeluk Emma dengan erat.

Suasana masih hening dan sedih, tiba-tiba seorang pria berjalan mendekati mereka.

"Pakaiannya putih... mungkin ini salah satu dari teman Tom yang datang untuk memberikan penghormatan," pikir Laura.

Pria itu tersenyum dan memperkenalkan dirinya sebagai Daniel. “Permisi, maaf mengganggu. Saya Daniel, anak Tom dari pernikahan sebelumnya."

Laura dan Emma terkejut dan terdiam sejenak karena tidak tahu bahwa Tom memiliki anak dari pernikahan sebelumnya. Daniel menjelaskan bahwa ia tidak dapat hadir di pemakaman tepat waktu karena ia sedang berada di luar kota, tetapi ia merasa perlu untuk mengucapkan belasungkawa dan berbicara dengan keluarga Tom.

Laura dan Emma menyambutnya dengan hangat, meski mereka masih terkejut. Daniel menceritakan tentang bagaimana Tom selalu menyebut-nyebut Laura dalam percakapannya, dan betapa Tom sangat menyayangi Laura. Daniel juga menceritakan tentang masa kecilnya bersama Tom, tentang bagaimana Tom sangat peduli padanya.

Laura merasa haru dan sedih saat mendengar cerita Daniel. Ia merasa terkesan dengan kebaikan hati Tom yang telah merawat Ali dengan penuh cinta meski bukan anak kandungnya.

"Kamu tahu, Tom selalu membicarakan tentang kamu dan tentang bagaimana dia menyayangi kamu,” ucap Daniel, sambil menatap Laura dengan lenbut.

Laura merasa sedih karena ia tidak pernah tahu tentang keberadaan Daniel. Ia berharap dapat bertemu dengannya lebih awal.

"Terima kasih, Daniel. Saya sangat senang bisa bertemu denganmu dan mendengarkan cerita tentang Tom dari sudut pandang lain," kata Laura.

Daniel tersenyum dan mengangguk. "Saya senang dapat bertemu dengan kamu.”

Setelah itu Daniel meminta izin kepada Laura untuk ikut membantu dalam acara pengajian Tom dan Laura pun menyetujuinya.

Mereka mempersiapkan segala sesuatunya bersama-sama, termasuk mengundang para tetangga dan kerabat Tom. Laura merasa senang bahwa Daniel bersedia membantunya dalam acara ini, karena ia merasa bahwa mereka semakin dekat sejak Tom meninggal.

Pada hari pertama pengajian, mereka mulai bersiap-siap untuk menerima tamu. Laura memasak makanan dan minuman, sementara Daniel membantu mengatur kursi dan meja.

"Laura, butuh bantuan apa lagi?" tanya Daniel, sambil memegang sebuah gelas kosong.

"Terima kasih, Daniel. Bisa tolong kamu tuangkan minuman untuk tamu?" jawab Laura sambil tersenyum.

Daniel mengangguk dan mulai menuangkan minuman ke dalam gelas kosong. Laura melihatnya dengan penuh kebanggaan, merasa senang bahwa Daniel benar-benar membantunya.

Setelah tamu-tamu datang, Laura dan Daniel sibuk menyajikan makanan dan minuman. Mereka juga sibuk menyapa dan melayani para tamu dengan ramah.

"Sudah lama sekali saya tidak melihat Daniel. Kamu benar-benar berubah menjadi pemuda yang tampan dan baik," ucap seorang tetangga sambil tersenyum.

Daniel tersipu malu, tetapi ia merasa senang mendengar pujian dari tetangga Laura. Ia juga merasa senang dapat bertemu dengan orang-orang yang telah mengenal Tom dan mendengarkan cerita tentang kebaikan hati Tom.

Di hari ketiga pengajian, mereka mengalami masalah ketika listrik mati. Laura merasa khawatir karena makanan tidak bisa disajikan dengan sempurna. Namun, Daniel bersikap tenang dan memutuskan untuk membawa lampu sorot dari mobilnya.

"Daniel, kamu benar-benar menyelamatkan acara ini," kata Laura, sambil mengusap punggung Daniel.

"Tidak ada masalah, Laura. Ini adalah hal kecil yang bisa saya lakukan," jawab Daniel sambil tersenyum.

Laura merasa terharu dengan kebaikan hati Daniel. Ia juga merasa senang karena mereka bisa saling membantu dan bekerja sama dalam menghadapi masalah.

Setelah acara pengajian berakhir, Laura dan Daniel duduk bersama di teras sambil menikmati udara malam yang sejuk.

"Terima kasih, Daniel. Kamu telah membantuku selama acara pengajian ini. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpamu," kata Laura sambil menatap Daniel dengan penuh terima kasih.

"Kamu tidak perlu mengucapkan terima kasih, Laura. Aku senang bisa membantumu," jawab Daniel, sambil menatap Laura dengan penuh kehangatan.

Laura merasa hatinya terenyuh oleh kehangatan Daniel. Ia merasa bahwa mereka semakin dekat dan saling mengenal satu sama lain. Mereka berbicara, saling berbagi cerita dan tawa, membuat hubungan mereka semakin erat.

"Sebenarnya ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu, Laura," ucap Daniel, setelah beberapa saat mereka terdiam.

"Ada apa, Daniel?" tanya Laura, sambil menatap Daniel dengan perhatian.

"Aku tahu bahwa aku bukan anak kandung Tom. Ibuku memberitahuku setelah Tom meninggal," ucap Daniel, dengan suara yang agak terbata-bata.

Laura merasa terkejut mendengar pengakuan Daniel. Ia tidak pernah menyangka bahwa Tom memiliki anak tiri yang tidak diketahuinya.

"Benarkah, Daniel? Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan," jawab Laura, sambil mencoba menenangkan dirinya.

"Maafkan aku, Laura. Aku tidak bermaksud mengejutkanmu. Aku hanya ingin kamu tahu tentang ini sejak awal," ucap Daniel, sambil menatap Laura dengan tulus.

Laura merasa sedih dan terharu mendengar pengakuan Daniel. Ia merasa bahwa Tom telah menyimpan rahasia besar tentang keluarganya. Namun, di sisi lain, ia juga merasa bahwa hubungan mereka semakin dekat dan saling mengenal satu sama lain dengan lebih baik.

"Daniel, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Aku tidak marah padamu, aku hanya merasa sedih karena Tom tidak pernah bercerita tentangmu," kata Laura, sambil memegang tangan Daniel.

"Mungkin Tom merasa malu untuk bercerita tentang aku, Laura. Tapi aku senang bisa bertemu denganmu dan merasa bahwa aku memiliki keluarga yang baru," ucap Daniel, sambil tersenyum.

Laura merasa senang mendengar kata-kata Daniel. Ia merasa bahwa mereka semakin dekat dan saling mengerti satu sama lain.

"Kamu benar, Daniel. Kita adalah keluarga sekarang. Dan aku sangat senang bisa memiliki kamu dalam hidupku," ucap Laura, sambil tersenyum.

Mereka saling tersenyum dan saling memandang, merasa bahwa hubungan mereka semakin kuat dan saling mendukung satu sama lain. Dan dari sinilah, mereka mulai memulai babak baru dalam hidup mereka sebagai keluarga yang baru.

***

Mohon bantu like dan votenya teman-teman semua. ❤️

Chapter 2

Daniel duduk di ruang tamu sambil menunggu Laura. Dia merasa khawatir tentang bagaimana Laura menghadapi kehidupan sehari-harinya setelah kepergian Tom. Ketika Laura akhirnya muncul, wajahnya penuh dengan kesedihan yang mendalam.

Daniel bangkit dari kursi. “Laura. Bagaimana kabarmu?”

Laura menatap Daniel dengan mata berkaca-kaca dan berkata. “Daniel. Aku merasa hancur. Aku tidak tahu bagaimana caranya melanjutkan hidupku tanpa Tom.”

Aku mengerti bahwa ini adalah masa sulit bagimu, Laura. Namun, kita harus mencoba untuk menghadapinya bersama-sama. Apakah mungkin ada sesuatu yang bisa aku bantu?” Ucap Daniel.

Aku merasa terjebak dalam rutinitas sehari-hariku. Tom selalu melakukan begitu banyak hal untukku. Aku tidak tahu bagaimana mengurus keuangan, memperbaiki kerusakan di rumah, atau bahkan beberapa hal kecil lainnya yang biasa dilakukan Tom,” ucap Laura sedih.

Daniel mendekati Laura dna berkata. “Laura, kita semua pernah mengalami masa sulit. Namun, kamu tidak sendirian dalam menghadapi ini. Aku akan berada di sampingmu dan membantumu melewati semua ini. Aku percaya kamu mampu mengatasi kesulitan-kesulitan ini.”

Laura meneteskan air mata. “Terima kasih, Daniel. Aku benar-benar merasa sendirian sekarang.”

“Aku mengerti perasaanmu. Tapi ingatlah bahwa hidup tidak berhenti di sini. Mari kita mulai dengan sesuatu yang sederhana. Bagaimana jika kita mulai dengan mengatur keuanganmu? Aku bisa membantumu membuat anggaran, mengelola tagihan, dan memberimu saran tentang cara menghemat uang.” Ucap Daniel tersenyum.

“Itu akan sangat membantu, Daniel. Aku merasa begitu kewalahan dengan semua hal itu.” Ucap Laura.

Daniel dan Laura duduk di meja ruang makan, dengan kertas dan pena di depan mereka. Mereka mulai merancang anggaran keuangan Laura, mencatat pendapatan dan pengeluaran bulanan, serta merencanakan cara untuk menghemat uang.

“Sekarang, mari kita lihat apakah ada tagihan atau pembayaran yang perlu kita atasi terlebih dahulu. Aku punya beberapa ide tentang cara mengelolanya,” kata Daniel mengecek catatan keuangan yang mereka buat.

Laura merasa lega. “Terima kasih, Daniel. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan tanpamu.”

Selanjutnya, Daniel mengajari Laura beberapa dasar perbaikan rumah. Mereka memperbaiki kerusakan kecil, seperti mengecat dinding yang tergores dan mengganti lampu yang mati. Daniel dengan sabar mengajarinya langkah-langkah yang diperlukan.

Setelah itu mereka berdua duduk di ruang tamu, sambil menikmati secangkir teh hangat yang dibuat Laura.

“Laura, aku ingin tahu tentang perasaanmu terhadap kehilangan Tom,” ucap Daniel. “Kamu tahu memikirkan diri sendiri juga penting dalam proses penyembuhan hatimu.”

Laura terisak. “Aku merindukannya setiap saat. Aku merasa sendirian dan tidak lengkap tanpanya.”

Aku tahu itu tidak mudah, Laura. Kehilangan seseorang yang kita cintai sangat menyakitkan. Namun, kamu harus ingat bahwa Tom akan selalu ada di hatimu. Dia ingin melihatmu bahagia dan terus menjalani hidupmu.” Ucap Daniel.

Laura menatap Daniel. “Tapi bagaimana aku bisa bahagia tanpanya?”

Daniel tersenyum lembut dan berkata. “Bahagia tidak berarti melupakan Tom, tetapi menghormati kenangan dan menciptakan kehidupan yang berarti bagi dirimu sendiri. Aku akan selalu di sampingmu, mendukungmu dalam setiap langkah yang kamu ambil. Kita bisa mencoba mencari kegiatan baru, menghabiskan waktu dengan teman-temanmu atau bahkan melakukan perjalanan untuk mengalihkan perhatian sejenak.”

“Terima kasih, Daniel. Aku akan memikirkan tawaranmu, aku sangat beruntung memiliki seorang seperti kamu sekarang,” ucap Laura.

“Kamu juga penting bagi aku, Laura. Kita akan menghadapi tantangan ini bersama-sama, langkah demi langkah. Kita akan menemukan kekuatan dalam kesedihan dan membuatmu bisa tersenyum kembali.” Ucap Daniel.

Laura merasa sangat lelah dan terbebani setelah menyelesaikan pekerjaan yang berat di toko bunga miliknya. Dia sangat merindukan suaminya Tom yang selalu menjadi tempat sandarannya dalam situasi seperti ini. Tapi kini, Tom telah tiada dan dia merasa begitu sendirian.

Saat sedang dalam perjalanan pulang menuju ke rumahnya, tiba-tiba mobilnya mogok di tengah jalan. Dia mencoba menyalakan kembali mesin mobilnya, tetapi tidak berhasil. Dia merasa panik dan bingung karena dia tidak tahu bagaimana memperbaiki mobilnya.

Laura memutuskan untuk menelepon Daniel, hanya Daniel yang ada di pikirannya yang selalu siap membantunya dalam situasi sulit seperti ini. Beberapa saat kemudian, Daniel tiba di lokasi dengan sebuah taksi dan melihat mobil Laura yang mogok di pinggir jalan.

“Apa yang terjadi, Laura? Apakah kamu baik-baik saja?” Ucap Daniel mendekati Laura.

“Mobilku mogok, Daniel. Aku tidak tahu bagaimana memperbaikinya.” Ucap Laura panik.

“Tenang saja, Laura. Aku akan membantumu.” Ucap Daniel dan berjalan menuju ke mobil Laura.

Daniel membuka kap mobil Laura dan mencoba memeriksa mesin mobilnya. Dia menemukan masalah pada aki mobilnya.

“Aki mobilmu habis habis, Laura. Aku akan membantumu dengan menggunakan baterai cadangan.” Ucap Daniel.

“Terima kasih banyak, Daniel. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan tanpamu.” Ucap Laura

Saat Daniel memeriksa baterai cadangan di dalam bagasinya, Laura tidak bisa menahan pandangannya untuk tidak tertegun. Dia melihat punggung Daniel yang tegap dan otot tangannya yang kuat. Dia merasa tersipu malu karena melihat Daniel dengan pakaian yang ketat dan t-shirt yang menonjolkan ototnya.

Tiba-tiba, dia melepas t-shirtnya dan mengelap keringatnya dengan kain lap. Laura terkejut melihat Daniel mengeluarkan bahu yang berotot dan perut yang rata.

Laura tersipu malu dan mengalihkan pandangannya.

Setelah beberapa saat, Daniel berhasil memperbaiki mobil Laura dan mereka berdua melanjutkan perjalanan ke rumah Laura dengan Daniel yang menyetir mobilnya.

“Terima kasih banyak atas bantuanmu, Daniel. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa memperbaiki mobilku tanpamu.” Ucap Laura.

“Kamu tidak perlu berterima kasih, Laura. Aku selalu siap membantumu dalam situasi apapun. Aku senang bisa membuatmu merasa lebih baik.” Ucap Daniel dengan tiba-tiba menyentuh tangn Laura membuat Laura terkejut dan menarik tangannya.

Laura mulai merasa bahwa ada sesuatu yang berbeda dengan Daniel. Dia merasa bahwa Daniel telah memperlihatkan perhatian yang lebih dari sekedar membantunya. Laura tidak yakin bagaimana harus menanggapinya, dan ketegangan mulai terasa di antara keduanya.

Suatu sore, ketika Daniel sedang memperbaiki kompor milik Laura di dapur dan Laura sedang duduk di sofa merebahkan tubuhnya setelah selesai membersihkan ruang tamu. Dia melihat ke arah Daniel, dan melihat bahwa dia tampak sangat tampan dalam pakaian kerja yang kotor. Laura merasa jantungnya berdegup lebih cepat, dan dia merasa malu karena merasa tertarik pada Daniel.

"Tidak apa-apa jika aku bertanya?" Daniel berkata, memecah keheningan yang terasa tidak nyaman.

"Tanya apa?" Laura bertanya, mencoba mengalihkan perhatiannya.

"Tentang dirimu. Aku tidak banyak tahu tentangmu," jawab Daniel.

"Oh, apa yang ingin kamu ketahui?" jawab Laura.

"Bagaimana kamu bisa bertemu dengan ayahku dan menikah dengannya?” tanya Daniel.

"Mas Tom adalah teman baik ayahku, Mas Tom sering membantu kami sewaktu kami tinggal di desa, saat orang tuaku meninggal, Mas Tom ingin mengangkatku sebagai adiknya, tetapi melihat Mas Tom yang hidup sendiri membuatku memberanikan diri untuk bersedia menjadi istrinya,” jawab Laura menatap kosong ke foto pernikahannya dengan Tom.

“Berapa umurmu waktu itu?” Tanya Daniel lagi.

“Aku berusia 17 tahun waktu itu dan Mas Tom berumur 25 tahun, sekarang umurku 35 tahun,” ucap Laura tersenyum.

“Jadi, kamu sudah menikah dengan ayahku selama 15 tahun?” Tanya Daniel antusias.

Laura pun menganggukkan kepalanya. “Bagaimana denganmu? Mengapa aku tidak pernah tahu tentang dirimu? Bahkan mas Tom tidak pernah menceritakan apapun tentang kamu.”

“Aku dilahirkan sebelum ibuku menikah dengan ayahku, tetapi pernikahan mereka tidak lama dan ibuku pergi membawaku,” ucap Daniel.

“Berapa umurmu sekarang, Daniel?” Tanya Laura.

“25 tahun,” jawab Daniel tersenyum.

Laura merasa senang mengetahui cerita lain dari Daniel dan masa lalunya. Begitupun Daniel, ia tampak sangat tertarik dengan kehidupan Laura dan mereka pun berbicara selama beberapa jam mengenal satu sama lain dan berbicara tentang topik lainnya.

Waktu berlalu dengan cepat, dan tiba-tiba Daniel melihat jam tangannya. "Oh tidak, aku lupa ada janji dengan seorang teman untuk makan malam," katanya sambil berdiri. "Aku harus pergi sekarang."

Laura juga berdiri dan memberinya jaketnya. "Aku akan menemanimu keluar," katanya. Mereka berjalan ke pintu dan Laura membuka pintu untuk Daniel. Laura mendekati dan tersenyum pada Daniel. "Terima kasih atas bantuanmu hari ini," katanya.

Daniel tersenyum. "Tidak ada masalah, aku senang bisa membantumu." Mereka saling berpandangan dan ada ketegangan di antara mereka. Akhirnya, Daniel memutuskan untuk mengambil risiko dan berkata, "Laura, sebenarnya ada yang ingin kukatakan padamu. Aku telah menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu, dan aku berharap kita bisa keluar bersama suatu saat nanti."

Laura terkejut dan terdiam sejenak. Dia juga merasa tertarik pada Daniel, tetapi dia ragu tentang apakah dia siap untuk memulai hubungan baru dengan anak tirinya sendiri. Akhirnya, dia memutuskan untuk memberitahunya. "Daniel, aku juga merasa tertarik padamu, tapi aku rasa hubungan kita terasa tidak pantas, aku perlu waktu untuk memikirkannya.”

Daniel mengerti dan memberinya waktu untuk memikirkannya. Mereka saling berpelukan dan berjanji untuk tetap berhubungan. Setelah itu, mereka berpisah dan Daniel pergi untuk makan malam dengan temannya.

Laura terus memikirkan kata-kata Daniel tentang ketertarikan mereka. Dia tahu bahwa dia juga merasakan hal yang sama, tetapi dia tidak pernah berpikir bahwa Daniel akan merasakannya juga. Dia merasa senang, tetapi juga sedikit takut. Dia tidak ingin mengambil risiko dan memperburuk hubungan mereka, tetapi dia juga tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Daniel.

Laura merasa campur aduk setelah beberapa minggu menghabiskan waktu bersama Daniel. Meskipun dia merasa nyaman dengan Daniel dan sangat menghargai dukungan yang diberikannya selama masa-masa sulit, Laura merasa bingung tentang bagaimana dia seharusnya merespons perasaannya pada Daniel.

Malam itu, dia duduk sendirian di rumahnya, Laura merenungkan perasaannya. Dia menyadari bahwa dia telah mengalami perasaan cinta yang kuat pada Tom, dan meskipun dia merindukan Tom, dia juga merasa seperti dia harus melanjutkan hidupnya.

"Apakah aku seharusnya membuka hatiku pada Daniel?" Laura bertanya pada dirinya sendiri. "Apa yang harus aku lakukan jika aku merasa tidak siap untuk membentuk hubungan?"

Sementara itu, Daniel tidak bisa berhenti memikirkan Laura. Dia tahu dia harus memberinya waktu, tetapi dia tidak sabar untuk mengetahui apakah dia akan memberinya kesempatan.

Beberapa hari kemudian, Daniel kembali ke rumah Laura untuk membantunya dengan proyek renovasi. Mereka bekerja bersama-sama di ruang tamu, menghapus wallpaper lama dan mengecat dinding dengan warna yang baru. Laura merasa senang bisa bekerja dengan Daniel. Mereka saling bercanda dan tertawa, dan suasana di ruangan itu sangat menyenangkan.

Tiba-tiba, Daniel berhenti bekerja dan menatap Laura dengan lembut. "Laura, apakah kamu sudah memikirkannya?" katanya dengan serius.

Laura merasa sedikit gugup. "Tentang apa?" tanyanya.

"Tentang hubungan kita, apakah kamu sudah memikirkannya?” Ucap Daniel lembut. “Laura, aku yakin tentang perasaanku padamu. Aku merasa terikat denganmu, tapi aku tidak ingin membuatmu merasa tidak nyaman atau terpaksa," kata Daniel dengan lembut.

Laura merasa tegang mendengar ini, dan dia tidak tahu bagaimana harus merespons.

"Aku...aku tidak tahu, Daniel. Aku masih memikirkan tentang apa yang aku inginkan," kata Laura dengan ragu.

"Aku mengerti. Aku tidak ingin tergesa-gesa dan membuatmu merasa tidak nyaman. Aku hanya ingin kamu tahu bagaimana perasaanku," ujar Daniel dengan penuh pengertian.

"Daniel, aku ingin kamu tahu bahwa aku masih merasa bingung tentang hubungan kita," kata Laura dengan ragu.

"Ya, aku tahu," kata Daniel dengan lembut. "Apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu merasa lebih nyaman?"

"Sepertinya aku hanya membutuhkan waktu untuk memikirkan semuanya lagi. Aku merasa khawatir bahwa aku tidak siap untuk membuka hatiku," jawab Laura dengan rendah hati.

“Aku akan memberikanmu waktu untuk memikirkannya lagi,” kata Daniel.

Beberapa minggu kemudian, setelah beberapa waktu merenung, Laura akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan Daniel tentang perasaannya.

"Daniel, aku pikir aku siap untuk mencoba menjalin hubungan denganmu. Aku tahu aku merasa bingung dan takut, tapi aku pikir kamu bisa membantuku melewatinya," kata Laura dengan penuh keraguan.

"Pasti, Laura. Aku sangat senang mendengarnya," ujar Daniel dengan senyum lembut di wajahnya.

Laura merasa seperti beban besar telah diangkat dari pundaknya saat dia merasa bahwa dia sudah mengambil keputusan yang benar. Dia merasa sangat bersyukur memiliki seseorang seperti Daniel yang bisa mendukungnya.

Namun, meskipun Laura sudah mengambil keputusan untuk mencoba menjalin hubungan dengan Daniel, ada beberapa keraguan yang masih menghantui pikirannya.

"Apakah kamu yakin ini benar-benar bisa bekerja? Apa jika aku masih belum siap untuk membuka hatiku sepenuhnya?"

Daniel meletakkan tangannya di atas tangan Laura dan berkata, "Laura, aku tahu kamu sedang merasa cemas dan ragu-ragu, tapi kamu harus tahu bahwa aku siap untuk menunggu. Aku tidak ingin memaksa apapun, dan aku akan selalu memberikanmu ruang dan waktu yang kamu butuhkan."

"Daniel, aku tidak ingin membuatmu terluka atau kecewa. Aku masih merasa ragu-ragu dan takut, tapi aku berjanji akan berusaha untuk memberikan yang terbaik," ujar Laura dengan tulus.

"Laura, kamu tidak perlu khawatir tentang itu. Aku percaya padamu, dan aku tahu kamu akan melakukan yang terbaik," kata Daniel dengan penuh keyakinan.

***

Mohon bantu like dan votenya teman-teman semua. ❤️

Chapter 3

Laura duduk di atas sofa, wajahnya penuh dengan kebingungan dan kekhawatiran. Dia menatap ke arah jendela, sambil sesekali menghela nafas.

Emma, sahabat terdekatnya sejak sekolah menengah, datang ke rumah Laura dengan membawa beberapa kue dan teh hangat. Emma segera melihat bahwa Laura tidak dalam keadaan yang baik.

"Ada apa, Laur?" tanya Emma, sambil menaruh kue dan teh di meja.

Laura menatap Emma, bibirnya bergetar, dan akhirnya dia memutuskan untuk menceritakan semuanya.

"Kamu tahu Daniel, putra tiriku?" tanya Laura, suaranya terdengar lemah.

Ya, aku ingat," jawab Emma.

"Aku tidak tahu bagaimana harus menceritakannya padamu,” kata Laura.

Emma duduk di sebelah Laura, mengambil tangan Laura dengan lembut.

"Ceritakan padaku, Laur," kata Emma.

Laura pun mengaku bahwa dia telah menjalin hubungan dengan anak tirinya Daniel setelah suaminya Tom meninggal.

Emma menatap Laura dengan tatapan penuh perhatian. "Bagaimana kamu merasa tentang ini, Laura?" tanyanya.

"Aku sangat bingung, Emma. Aku mencintai Daniel, tapi dia adalah anak tiri ku. Aku merasa seperti aku melakukan sesuatu yang salah," jawab Laura dengan suara bergetar.

"Kamu tidak melakukan sesuatu yang salah, Laura. Kamu telah menemukan cinta sejati dan tidak ada yang salah dengan itu," kata Emma dengan lembut.

"Tapi, bagaimana bisa aku mencintai anak tiri ku? Apa yang akan orang pikirkan tentang kami?" tanya Laura dengan sedih.

Emma menempatkan tangannya di atas tangan Laura. "Yang penting adalah bagaimana kamu merasa tentang dirimu sendiri dan hubunganmu dengan Daniel. Tidak peduli apa yang orang katakan, jika kamu bahagia, itu yang paling penting."

Laura mengangguk. "Aku merasa bahagia bersama Daniel. Tapi, aku takut jika hubungan ini tidak akan berakhir dengan baik."

"Semua hubungan membutuhkan kerja keras, Laura. Jangan berhenti mencintai hanya karena kamu takut akan terluka. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di masa depan, tapi kita harus berani mengambil risiko dan mengikuti hati kita," kata Emma dengan tegas.

Laura merenung sejenak tentang kata-kata Emma. Dia tahu bahwa sahabatnya benar. Dia tidak bisa berhenti mencintai hanya karena takut terluka.

"Aku akan mencoba untuk mempercayai perasaanku sendiri dan melanjutkan hubungan ini dengan Daniel," kata Laura dengan tegas.

Emma tersenyum dan mengangguk. "Aku selalu mendukungmu, Laura. Dan jika kamu membutuhkan seseorang untuk diajak bicara, aku selalu ada untukmu."

Laura memikirkan saran Emma sejenak sebelum berkata, "Aku akan mencobanya. Terima kasih banyak, Em."

"Mari kita makan kue dan minum teh dulu, ya?" kata Emma, mencoba untuk mengangkat suasana hati Laura.

Laura dan Daniel duduk di teras rumah dengan segelas teh di tangan mereka. Mereka saling berhadapan dan menatap satu sama lain dengan penuh kasih sayang. Mereka sedang membicarakan tentang masa lalu mereka masing-masing.

"Kamu tahu, Daniel, aku merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi pada masa lalu," kata Laura dengan suara lirih.

Daniel meletakkan tangannya di atas tangan Laura dan berkata, "Kamu tidak perlu merasa bersalah, Laura. Apa yang terjadi pada masa lalu tidak bisa kita ubah. Yang terpenting adalah kita belajar dari pengalaman kita dan berusaha untuk menjadi lebih baik di masa depan."

Laura tersenyum, merasa lega mendengar kata-kata Daniel. Mereka melanjutkan untuk membicarakan tentang pengalaman hidup mereka. Laura bercerita tentang masa lalunya dengan Tom, dan bagaimana dia merasa kehilangan saat suaminya meninggal.

Daniel mendengarkan dengan perhatian dan memegang tangan Laura dengan erat. "Aku tahu rasanya kehilangan seseorang yang kita cintai, Laura. Tapi, kita harus belajar untuk tidak pernah menyerah dan terus berjuang di kehidupan."

Laura merasa hangat di hatinya mendengar kata-kata Daniel. Dia merasa bahwa dia bisa membuka diri kepada Daniel dan berbicara tentang apa pun tanpa rasa takut atau malu.

"Kamu tahu, Laura, aku merasa sangat beruntung karena telah menemukanmu. Aku tidak pernah berpikir bahwa aku akan menemukan seseorang seperti kamu," kata Daniel dengan tulus.

Laura tersenyum dan berkata, "Aku juga merasa beruntung, Daniel. Kamu adalah orang yang luar biasa, dan aku merasa sangat nyaman bersama kamu."

"Tapi, aku takut tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Bagaimana jika kita menghadapi rintangan yang sulit? Bagaimana jika kita tidak bisa mengatasi masalah kita?" tanya Laura dengan suara gemetar.

Daniel meletakkan tangannya di pipi Laura dan berkata, "Jangan takut, Laura. Kita akan menghadapi masalah kita bersama-sama. Kita akan saling mendukung dan mengatasi rintangan bersama-sama."

"Kamu tahu, Daniel, aku tidak pernah merasa sebahagia seperti ini sebelumnya. Aku merasa bahwa kamu adalah orang yang tepat untukku," kata Laura dengan tulus.

Daniel tersenyum dan berkata, "Aku merasa sama, Laura. Aku sangat bahagia bisa bersama kamu."

Laura menatap Daniel dan berkata, "Aku hanya ingin kamu tahu, Daniel, bahwa kamu adalah orang yang paling penting dalam hidupku sekarang. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kamu tidak ada di sini."

Daniel tersenyum dan meraih tangan Laura, "Aku merasa sama, Laura. Kamu adalah segalanya bagiku. Aku akan selalu ada di sini untukmu, untuk mendukungmu dan mencintaimu."

Mereka terus berbicara tentang hubungan mereka dan membicarakan kekhawatiran mereka. Laura khawatir bahwa hubungan mereka mungkin tidak diterima oleh orang-orang di sekitar mereka, tetapi Daniel meyakinkannya bahwa mereka harus memprioritaskan kebahagiaan mereka sendiri.

"Aku tidak peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Yang penting, kita saling mencintai dan saling mendukung," kata Daniel dengan tegas.

***

Mohon bantu like dan votenya teman-teman semua. ❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!