Peperangan antara kubu aliran putih dan hitam di Kekaisaran Tang yang berada di Benua Bintang Timur, membuat puluhan ribu nyawa manusia melayang setiap harinya. Tidak peduli mereka seorang anak kecil, pemuda atau orang tua, semua yang berada didalam jangkauan perang antara kedua aliran itu akan luluh lantah dengan tanah.
Di sebuah kota kecil bernama Shenjing, tepatnya di sebuah sekte aliran putih bernama Sekte Pedang Bambu, pertempuran hebat antara Sekte Pedang Bambu dan Aliansi aliran hitam terjadi.
Kota yang semulanya aman seperti biasanya, kini terlihat kacau. Warga sipil yang seharusnya tak terlibat dalam perang antara kedua aliran itu, kini harus terlibat dan mati atau ditangkap oleh tangan-tangan pendekar aliran hitam. Bangunan-bangunan yang semulanya terlihat elok, kini terbakar oleh api yang membara. Kota Shenjing yang beberapa waktu lalu masih menjadi tempat yang terlihat aman, kini berubah menjadi mimpi buruk setiap penduduknya.
Didalam Sekte Pedang Bambu, perlawanan keras dilakukan anggotanya, meskipun perlawanan mereka tidak terlalu berdampak pada aliansi aliran hitam. Ini terjadi karena sebagian tetua sekte dan anggota-anggota terbaik mereka pergi untuk bergabung dalam aliansi aliran putih, sehingga hanya menyisakan anak-anak, perempuan-perempuan yang tak terlalu menguasai bela diri dan orang tua yang sudah renta, sisanya para para pendekar yang tidak terlalu kuat.
Suara besi yang beradu dan suara-suara teriakan kesakitan terdengar memekakkan telinga pendengarnya.
Disebuah rumah sederhana didalam sekte Pedang Bambu, seorang anak berumur lima belas tahun terlihat bersembunyi dalam sebuah lemari, tubuhnya bergetar ketakutan, "Apa yang harus aku lakukan? Mengapa ini terjadi? Sialan, aku seharusnya tidak bercita-cita menjadi sarjana dan berlatih agar menjadi seorang pendekar"
Dirinya kini mulai menyesali pilihan hidupnya yang menginginkan kehidupan yang damai dengan menjadi sarjana di masa depan. Dia kini sadar, jika dirinya memilih pilihan yang bodoh.
Siang itu, ratusan nyawa melayang di Sekte Pedang Bambu, sisanya ditahan untuk dijadikan budak dan beberapa lainnya masih bersembunyi.
"Semua yang ada diluar sini sudah beres, cari sisanya di dalam rumah-rumah!" Teriak seorang pria yang sepertinya pemimpin aliansi itu.
"Baik!"
Pendekar-pendekar aliansi aliran hitam kemudian mencari kedalam rumah-rumah yang ada didalam sekte Pedang Bambu, tidak perlu waktu lama jeritan-jeritan putus asa kembali terdengar.
Didalam lemari, anak itu semakin berkeringat dingin. Dirinya mendengar langkah seseorang yang masuk kedalam rumahnya dengan jelas, hal itu membuat rasa takut dan benci yang teramat terlihat jelas menghiasi wajahnya.
"Ayo keluar dimanapun kau bersembunyi! Jika kau ingin hidup, menyerahlah! Orang-orang disekte ini sudah kami taklukkan! Jika kau menyerah, setidaknya kau tak akan mati dan hanya akan menjadi seorang budak." ucap pendekar aliansi aliran hitam.
Anak dalam lemari yang mendengarnya, kini menggenggam erat belati yang ada ditangannya. Giginya menggertak keras, emosi dan dendamnya memuncak. Ketakutan yang sebelumnya dirasakan tak lagi terlihat diwajahnya.
"Aku harus membunuhnya... Bunuh... bunuh..." gumamnya berulang kali dengan mata yang penuh dendam dan berurai air mata.
Pendekar aliran hitam yang mendengarnya mendekat kearah lemari, "Wah... Wah... Kau kutemukan. Keluar sekarang atau kau tidak akan melihat hari esok."
Anak itu keluar dari lemarinya dan melihat pendekar aliran hitam itu dengan benci, "Kau akan mati..."
Dengan seluruh kemampuannya, anak itu berlari dan menyerang pendekar aliran hitam itu dengan membabi buta, "MATI! MATI! MATI!"
Dengan mudah pendekar aliran hitam itu menghindar, "Wah... Ada Anak imut disini. Apa kau ingin membunuhku dengan kemampuanmu ini?" ucapnya sambil tertawa.
Tanpa mempedulikan ucapan pendekar aliran hitam, Anak itu terus menyerangnya dengan membabi buta menggunakan seluruh kemampuannya, meskipun dengan mudahnya dihindari oleh pendekar itu.
Tawa perlahan menghilang dari wajah pendekar aliran hitam itu, "Setidaknya kau memiliki keberanian untuk melakukan perlawanan, aku senang. Namun kau harus mengerti, jika kau ini tidak berdaya."
Setelah berkata seperti itu, Pendekar itu mempersempit jaraknya dengan si anak dan mencekik lehernya.
"Kasihan sekali kau, tidak berdaya seperti ini." ucapnya sambil merebut belati dari si anak.
Dengan perlahan, Pendekar itu menggoreskan belati itu pada pipi si anak berulang kali, kemudian dia melempar belatinya. Dia tersenyum lebar, setelah itu dia memukul wajah anak itu beberapa kali dan mematahkan satu per satu jarinya.
Anak itu tak berdaya, dirinya kesakitan namun teriaknya tak mengeluarkan suara karena cekikan dari sang pendekar.
"Kau harus menyadari, jika kau tidak bisa berbuat apapun tanpa kekuatan." ucapnya dengan tawa kecil.
Anak yang tercekik itu, perlahan-lahan kehilangan kesadaran karena rasa sakit kepala yang hebat setelah mendapat pukulan dikepalanya dan tak bisa bernafas karena dicekik dan juga tak kuat menahan rasa sakitnya, hingga akhirnya tak sadarkan diri.
"Sudah selesai? Aku baru saja mematahkan tiga jarimu. Kau ini lemah sekali." ucapnya dengan nada kecewa. Dia kemudian membawa tubuh anak itu untuk diikat dan membakar rumah yang sebelumnya ditinggali oleh si anak.
Beberapa jam berlalu setelah kejadian itu. Kini siang berganti menjadi malam, kota Shenjing kini hanya tinggal nama. Disana hanya tinggal puing puing berserakan dibarengi mayat-mayat yang kondisinya mengenaskan.
Di tempat lain, anak dengan goresan-goresan belati di pipinya kini membuka matanya perlahan. Yang pertama kali dia rasakan saat membuka matanya adalah rasa sakit disekitar lehernya dan jari-jarinya, juga rasa perih dibagian pipinya.
Beberapa saat kemudian dia sadar sepenuhnya dan mengingat kejadian terakhir yang bisa dia ingat. Mengingatnya membuat emosinya kembali memuncak, namun dirinya tiba-tiba merasa putus asa setelah melihat sekelilingnya.
Kurungan-kurungan yang berisi manusia-manusia dengan keadaan yang terlihat mengenaskan. Dirinya juga melihat puluhan anak-anak seusianya yang berada dikurungan yang sama dengannya. Kebanyakan dari mereka terlihat kurus kering dan sakit sakitkan, beberapa bahkan terlihat sekarat, namun tidak terlihat ada yang peduli.
Dia melihat kedua tangannya yang terlihat beberapa jarinya patah, "Apa aku akan seperti mereka? Apa ini akhir hidupku? Apa yang harus kulakukan dengan kedua tanganku ini? Aku tak memiliki kekuatan" gumamnya dengan raut wajah yang terlihat putus asa. Namun dirinya tiba-tiba terpikir wajah kedua orang tuanya.
"Ayah... Ibu... Kuharap kalian baik-baik saja disana. Kalian tidak perlu khawatir denganku, aku akan berusaha untuk hidup dan kembali pada kalian." dirinya berkata sambil merangkul kedua pahanya dan mulai menangis tanpa suara.
**
Di tempat lain, dua pria dewasa dengan kekuatan yang hebat tengah bertarung satu sama lain. Yang satu pria dengan rambut hitam panjang dengan senjata pedang dengan bilah yang sepenuhnya hitam dan yang satunya pria dengan rambut Putih pendek dengan senjata sarung tangan emas yang bisa menyebabkan kerusakan yang besar dan suara keras di setiap pukulannya.
Pertukaran serangan antara pedang dan sarung tangan terus terjadi tanpa henti, keduanya berimbang dalam teknik, kecepatan dan juga kekuatan.
Setengah jam berlalu, mereka berdua akhirnya mengambil jarak satu sama lain. Meskipun dalam pertarungan hidup dan mati, wajah mereka terlihat tersenyum. Tak terlihat dendam di wajah mereka.
"Pertarungan kita sepertinya tanpa sadar telah membawa kita jauh dari medan perang. Shen Zhi! kau memang satu-satunya lawan yang sepadan denganku. Meskipun aku merasa sedih salah satu dari kita akan mati hari ini." ucap pria berambut Putih sambil tertawa, meskipun tawanya terdengar menyedihkan.
"Jika kau memang merasa sedih, mengapa kau tidak bergabung kembali dengan Sekte Pedang Surgawi saja? Aku yakin, dengan pengaruhku mereka akan mengizinkanmu bergabung kembali. Asalkan kau mau menebus dosa-dosamu." Shen Zhi dengan senyum tipisnya.
Mendengar pernyataan Shen Zhi, pria berambut Putih itu tertawa dengan keras, "Kau ini tidak pernah berubah, pikiranmu selalu saja memudahkan segala hal. Kau sendiri pasti tahu, apa alasanku menjadi pendekar aliran hitam, kan? Meskipun selama ini, entah mengapa, aku tidak pernah merasa menjadi bagian dari aliran hitam" Dia menghela nafas panjang, "Aku senang mengenalmu, kawan lama. Tapi maaf, aku tidak bisa menerima tawaranmu. Dosa sektemu padaku terlalu besar, lagipula aku tidak lagi percaya pada orang-orang aliran putih yang naif sepertimu."
"Begitu, ya? Kalau begitu maafkan aku juga, Ling Shu" setelah berkata seperti itu Shen Zhi bergerak dengan cepat dan menyerang lawannya kembali.
Pertarungan antara kedua pemimpin aliansi aliran hitam dan putih itu menyebabkan kerusakan berat pada area disekitar mereka, dan akan terus berlanjut hingga salah satunya mati.
Satu bulan berlalu setelah pertarungan antara kedua pemimpin aliansi aliran hitam dan putih berlalu. Tidak ada yang mengetahui siapa pemenang dari pertarungan mereka. Hanya saja, pihak aliran putih menemukan sepotong lengan yang digadang-gadang milik pemimpin aliansi aliran putih, Shen Zhi.
Ditemukannya potongan tengan yang hancur itu membuat para pendekar aliran putih berspekulasi jika pemimpinnya sudah gugur di medan pertempuran. Namun, karena pemimpin dari aliansi aliran hitam pun tidak ditemukan mayat atau tanda-tanda keberadaannya setelah satu bulan berlalu, membuat para pendekar aliran hitam dan putih berspekulasi jika kedua jagoan itu gugur.
Selama satu bulan itu pun, aliansi aliran hitam perlahan mundur dari peperangan. Ini tentu saja menjadi angin segar bagi aliran putih, karena ini bisa berarti perang telah berakhir. Namun, tentu saja tidak ada yang senang dengan hasil peperangan ini.
**
Disebuah kurungan budak, seorang anak berumur sekitar Lima belas tahunan dengan tubuh yang kurus kering terlihat sedang memakan daging manusia lain yang telah mati. Perbuatannya membuat anak-anak di kurungan yang sama menjauh dan ketakutan padanya. Namun anak itu tidak peduli, dia tidak tahan dengan rasa lapar yang dideritanya. Para penjaga kurungan pun merasa jijik dan beberapa penjaga terlihat terhibur melihatnya, meskipun mereka tidak peduli.
Sambil mengusap mulutnya, dirinya menjauhkan mulutnya dari mayat yang dia makan. Tatapan matanya yang terlihat kosong membuat dirinya semakin menakutkan dimata anak-anak yang satu kurungan dengannya.
"Kurasa aku telah dikurungan ini lebih dari tiga puluh hari. Aku ingin tahu apakah aku masih bisa hidup nanti" gumamnya sambil melihat para penjaga kurungan yang tengah melihat kearahnya.
Dia kembali memakan mayat yang sebelumnya dia makan, tanpa mempedulikan orang disekitarnya. Lagipula siapa orang yang akan peduli disaat dirinya sendiri juga kesulitan?
Dari pintu masuk kedalam ruang bawah tanah yang menjadi ruang kurungan, seorang pria paruh baya dengan pembawaan yang menakutkan masuk bersama seorang pria dengan perut buncit.
Pria perut buncit itu tampak tengah berbicara kepada pria paruh baya itu dengan wajah yang tersenyum lebar, "Bagaimana menurut tuan? Aku rasa itu adalah tawaran yang bagus" tanya pria dengan perut buncit.
Pria paruh baya itu tampak memegang dagunya sambil memainkan jenggot pendeknya, "Sebenarnya aku hanya ingin membeli satu budak. Aku juga tidak yakin akan menemukan budak yang bagus disini."
Senyum pria perut buncit itu menipis, namun dia tetap mempertahankan senyuman khasnya. Sepertinya dia tidak ingin menyinggung pria paruh baya itu.
Saat mereka berdua melihat budak-budak yang ada didalam ruangan, pria paruh baya terlihat tertarik pada anak yang tengah memakan mayat dikurungannya.
"Bagaimana dengan yang satu itu? Kurasa dia cukup menarik." tanya pria paruh baya itu sambil menunjuk anak yang tengah memakan mayat.
Pria dengan perut buncit itu mengangguk, kemudian menyuruh penjaga untuk mengambil anak itu.
"Siapa namamu?" tanya pria paruh baya itu sambil memegang kepala si anak pemakan mayat.
Si anak hanya menatap pria paruh baya itu dengan mata yang kosong dan tak terlihat peduli.
"Hei, apa kau bisu, hah!? Jawab pertanyaan tuan!" teriak pria perut buncit.
Anak itu tetap diam, dirinya terlihat tidak peduli.
Pria buncit itu mengambil tongkat yang tak jauh darinya, kemudian memukul anak itu dengan keras. Namun tak ada reaksi apapun dari anak itu, ekspresinya tetap tak berubah.
Pria paruh baya itu tertawa, kemudian dia mengeluarkan kantung kulit berisi beberapa koin perak, dia memberikannya pada pria dengan perut buncit.
"Apa ini cukup?" tanyanya dengan wajah yang masih tertawa.
Pria dengan perut buncit itu membuka kantong kulit itu, dia tersenyum lebar dan mengangguk.
"Baiklah, mulai saat ini kau akan menjadi milikku." ucapnya sambil mengelus kepala si anak.
**
Satu minggu berlalu sejak dirinya dibeli oleh seorang pria paruh baya. Kini dirinya berada disebuah pemukiman yang berada di sebuah lembah, dirinya yakin tempat ini adalah sekte aliran hitam. Selama satu minggu itu, dirinya merasa aneh dengan orang yang membelinya. Itu karena, dia berkata jika dirinya dibebaskan berkeliaran kemana saja selama tidak keluar dari wilayah pemukiman itu —meskipun begitu, dirinya tak ingin mengambil resiko untuk keluar dari rumah pemiliknya, dia juga diberi makanan yang layak dan pakaian hingga dirinya pun tak merasa sebagai seorang budak.
Dirinya kini menghela nafas kesekian kalinya, "Aku tidak tahu ini akan baik atau tidak, tetapi aku harap ini sesuatu yang baik bagiku." gumamnya pelan dengan wajah tak berekspresi seperti biasanya.
"Sepertinya kau sudah baik-baik saja setelah hampir satu minggu keluar dari kurungan itu. Jadi, boleh kutahu siapa namamu? Kuharap kali ini kau menjawab pertanyaanku." tanya pria paruh baya yang sebelumnya membelinya.
Dia melihat pada sumber suara, dirinya diam sejenak, kemudian dia menjawab, "Dong Fang" dengan wajah yang tak berubah.
"Akhirnya! Setelah beberapa kali kutanya namamu, akhirnya kau menjawab. Dong Fang? Nama yang bagus. Namaku Xi Lang, jadi bagaimana pendapatmu mengenai tempat ini? Apa tempat ini menarik? Tempat ini disebut Sekte Raja Racun" tanya Xiang dengan tawa kecil, kemudian lanjut berbicara, "Meskipun nama sekte ini kurasa berlebihan, mengingat mungkin sekte ini hanya bisa disejajarkan dengan sekte kelas menengah." gumamnya pelan, namun masih bisa didengar oleh Dong Fang.
Dong Fang mengangguk, meskipun tempat ini sudah diketahuinya sebagai sekte aliran hitam yang membuatnya teringat akan balas dendamnya, dirinya sadar akan ketidak berdayaan dirinya. Namun, beberapa hari disini, membuatnya terarik untuk belajar ilmu yang diajarkan disekte ini. Tentu saja, setelah dia cukup kuat, dia berpikiran untuk balas dendam.
"Aku ingin bertanya satu hal." ucap Dong Fang.
Xi Lang mengangkat alisnya, dirinya terlihat heran, namun tak berkata apapun.
"Mengapa kau membeliku? Aku merasa aneh pendekar aliran hitam sepertimu bisa memperlakukan budaknya seperti ini" tanya Dong Fang setelah beberapa detik tak mendapat jawaban.
Xi Lang tertawa kecill, kemudian mengusap jenggot pendeknya, "Aku ingin mengangkatmu sebagai murid. Aku bisa melihat potensi dari dirimu, kau juga terlihat sangat berambisi untuk menjadi kuat." dirinya tertawa kecil, "Aku yakin, ambisimu itu berkaitan dengan berakhirnya kau di tempat penjualan budak." dirinya kemudian tersenyum kecil, Xi Lang kemudian membalas pernyataan Dong Fang, "Kami dari aliran hitam pun manusia yang memiliki hati, mungkin hanya seperempat dari kami yang berani membunuh orang tanpa alasan, dan hanya sedikit sekali dari kami yang sampai membunuh keluarga sendiri. Kami dari aliran hitam pun sama-sama memiliki rasa belas kasih."
Dong Fang yang mendengarnya tentu hanya menganggap itu sebagai omong kosong, dirinya menjadi saksi betapa kejamnya para aliansi pendekar hitam, namun dirinya tak mempedulikan perkataan Xi Lang.
"Kalau begitu, apa yang harus kulakukan? Aku hanya akan bergerak dengan perintahmu."
Xi Lang tersenyum, "Kita akan melakukan latihan esok hari, aku agak sibuk hari ini, kau bisa melakukan aktivitas seperti biasa, namun kuperingati jangan mencari masalah dengan orang-orang disini juga jangan memasuki bangunan itu." Xi Lang sambil menunjuk sebuah pagoda lima lantai yang memiliki tinggi sekitar tiga puluh meter dan terletak di tempat yang lumayan jauh, meskipun begitu bangunan itu masih terlihat jelas, "Itu tempat pengujian para murid sekaligus tempat Patriak sekte ini. Kau bisa merepotkanku jika kau membuat masalah."
Dong Fang menggangguk, meskipun dia terlihat tak berekspresi, dari awal dirinya tiba ditempat ini, dia selalu waspada.
Hari berlalu dengan cepatnya, di hari yang masih pagi, Xi Lang dan Dong Fang keluar dari kediamannya. Kini hari berlatih Dong Fang telah tiba. Xi Lang dan Dong Fang keluar dari kediamannya, saat mereka berdua bertemu dengan anggota sekte yang lain, Dong Fang sadar dirinya menjadi bahan perbincangan para anggota sekte disana. Meskipun kediaman Xi Lang berada jauh dari pusat sekte, masih ada beberapa murid yang sering berkeliaran tak jauh dari rumah Xi Lang.
"Bukankah itu anak yang tempo lalu dibawa tetua Lang kesini? Dilihat dari perawakan dan caranya berjalan, kurasa dia tidak memiliki kemampuan sedikitpun." bisik seorang anggota sekte perempuan pada temannya.
"Aku bingung, mengapa tetua Lang yang tidak pernah mengambil satupun murid, tiba-tiba mengambil murid dari luar sekte yang sama sekali tidak memiliki kemampuan? Padahal masih banyak orang-orang berbakat disekte yang ingin menjadi muridnya." saut seorang anggota sekte laki-laki.
Bisikan-bisikan itu pelan, namun Dong Fang yang memiliki pendengar yang sedikit lebih baik, bisa mendengarnya. Meskipun begitu, tidak ada ekspresi di wajahnya, dirinya sendiri tak memperdulikan karena memang omongan mereka semua tentang kemampuannya adalah benar.
Mereka berdua terus berjalan, hingga akhirnya sampai di hutan yang berada didalam sekte. Didalam hutan, Dong Fang menemukan sebuah lahan kosong yang sepertinya dipakai untuk berlatih.
"Baik, kita sudah sampai di tempat latihanku. Jadi... Mulai dari mana, ya?" Xi Lang mengusap jenggotnya, kemudian bertanya, "Fang, apa kau tahu pengetahuan-pengetahuan umum tentang pendekar?"
Dong Fang mengangguk, meskipun dirinya bukan pendekar, namun hidup didalam sekte aliran putih dan juga seseorang yang fokus belajar untuk menjadi sarjana di masa depan membuat pengetahuan Dong Fang sedikit banyak mengetahui tentang pengetahuan umum tentang pendekar.
"Baiklah, jika begitu tidak ada pengetahuan umum yang perlu aku jelaskan padamu." Xi Lang mengangguk, "Apa kau menguasai dasar-dasar bela diri tangan kosong?"
Dong Fang mengangguk, meskipun dulu dirinya fokus terhadap cita-citanya yang menjadi sarjana. Sesekali, dirinya belajar ilmu bela diri dari ayahnya dan juga sering melihat latihan-latihan yang dilakukan orang-orang disektenya dulu.
Xi Lang mengangguk, "Baiklah, serang aku dengan seluruh kemampuanmu. Jika bisa, serang aku seperti kau ingin membunuh seseorang yang paling kau benci."
Dong Fang menyiapkan kuda-kudanya, kemudian mulai menyerang Xi Lang dengan seluruh kemampuannya, meskipun dirinya sulit melakukan serangan dengan perasaan benci seperti yang Xi Lang katakan.
Tinju Dong Fang bergerak cepat menyerang Xi Lang, namun dapat dengan mudah dihindari oleh pria paruh baya itu.
"Untuk seorang yang bahkan tidak menjalani jalan pendekar, kurasa gerakan-gerakanmu lumayan bagus, meskipun semua gerakanmu masih sangatlah lemah." Xi Lang kemudian berhenti menghindar, dirinya mendekatkan jaraknya dengan Dong Fang, menangkap pergelangan tangan anak itu dan melakukan teknik kuncian.
"Masih terlalu banyak celah diseranganmu." beberapa detik kemudian, Xi Lang melepaskan kunciannya, "Ngomong-ngomong bagaimana jarimu? Apa sudah membaik?"
Dong Fang mengangguk, "Kurasa sudah tidak ada masalah, penyembuh yang merawatku bilang ini akan sembuh dalam dua atau tiga minggu."
Xi Lang mengangguk, "Baiklah, dalam tiga tahun kedepan— Tidak, kurasa dua tahun kedepan, aku akan mengajarkanmu teknik bertarung tangan kosong, ilmu racun dan semua ilmu yang bisa diturunkan kepadamu. Juga, aku akan melatih dengan keras fisikmu. Dengan kekuatan fisikmu yang sekarang, aku ragu kau bisa mengalahkan lebih dari satu manusia biasa."
Dong Fang diam, dirinya mulai berpikir jika pembalasan dendamnya bukan suatu hal yang mustahil dilakukan. 'Aku akan membalaskan dendam ini.' perasaan dendam itu mulai membara di hatinya.
Xi Lang mulai menjauhkan diri dari Dong Fang, kemudian dirinya melakukan gerakan-gerakan pukulan dan tendangan yang rumit. Pukulan itu terlihat lamban dan indah, namun jika diperhatikan lebih lanjut, gerakan lamban itu adalah gerakan yang sangat cepat dan mematikan. Bisa dilihat, jika teknik pukulan dan tendangan itu selalu mengarah kearah bagian tubuh yang vital.
Dong Fang terdiam oleh gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Xi Lang. Meskipun ekspresinya biasa saja, jantungnya berdetak lebih kencang karena gerakannya.
Xi Lang mengakhiri gerakannya, kemudian menghela nafas panjang. Dirinya memasang senyum kecil khasnya, dan berkata, "Itu adalah ilmu pukulan dan tendangan air mengalir yang diajarkan guruku beberapa puluh tahun lalu, meskipun aku tidak terlalu sering memakainya, karena lebih menyukai kombinasi teknik membunuh dan ilmu racun yang dapat membunuh lawan yang tingkat praktiknya lebih kuat dariku. Jika kau berhasil menguasai ilmu pukulan dan tendangan itu hingga tingkat mahir, aku akan mulai mengajarimu ilmu racun dan mengajarimu teknik-teknik membunuh dari sekte ini."
Dong Fang mengangguk, kemudian mencoba memperagakan gerakan Pukulan dan Tendangan Air Mengalir yang sebelumnya Xi Lang lakukan.
Nafas Xi Lang tertahan melihatnya, Dong Fang dapat meniru gerakan itu dalam sekali lihat. Meskipun tak sebaik yang dia lakukan, tetapi melakukan gerakan seperti ini dalam sekali lihat terlihat sangat mustahil, meskipun hal itu sekarat terjadi didepan matanya. Dirinya kemudian tertawa riang, 'Aku tak menyangka, ramalan nenek itu mengenai budak tanpa ekspresi bukan sekedar omong kosong.' batinnya.
Dong Fang yang selesai melakukan gerakan, terlihat heran dengan Xi Lang yang tertawa secara tiba-tiba.
Menyadari Dong Fang terus menatapnya dengan wajah tanpa ekspresi membuat Xi Lang memelankan tawanya, "Maafkan aku, aku tiba-tiba terkejut sekaligus terpikir sesuatu yang lucu." Xi Lang menghela nafas panjang, "Bagaimana mungkin kau bisa mengingat ini semua dalam sekali lihat? Seharusnya dengan bakat tak masuk akal ini, kau tidak berakhir di tempat penjualan budak."
Dong Fang menggeleng, dirinya memang sadar jika dia bisa mengingat dengan jelas setelah beberapa kali melihat gerakan-gerakan bela diri dan bisa menghapal isi buku setelah beberapa kali membacanya, namun dirinya bingung dan terkejut mengapa bakatnya kini meningkat pesat. Sampai-sampai bisa mengingat suatu hal dengan sekali lihat.
"Sepertinya jenius diantara jenius akan hadir di sekte ini." Xi Lang tertawa kecil, "Baiklah, sudahi membahas bakatmu. Sekarang ulangi gerakan pukulan dan tendangan Air Mengalir."
Dong Fang menuruti perkataan Xi Lang.
Kesan yang lambat dan lemah terlihat setelah Dong Fang melakukan Pukulan dan Tendangan Air mengalir, namun secara bersamaan gerakan itu terasa kuat dan cepat juga mematikan. Dengan kekuatan Dong Fang yang sekarang, seluruh kemampuan dari jurus ini tak bisa dikeluarkannya dengan sempurna.
Xi Lang menghela nafasnya. Dia senang dengan bakat muridnya, namun terjadi gejolak kepercayaan diri dihatinya, "Gerakanmu masih terlalu kaku, kau hanya menguasai Tiga Puluh persen penguasaan jurus ini. Meskipun begitu, aku terkesan denganmu yang bisa menguasainya dengan cepat. Ulangi jurus ini hingga sore tiba, sore nanti aku akan datang kembali kesini. Aku ada sedikit urusan."
Xi Lang kemudian berlari dan menghilang dari pandangan Dong Fang oleh pohon-pohon yang dilewatinya.
Dong Fang memperhatikan tempat terakhir Xi Lang terlihat selama beberapa detik, dia kemudian mengikuti perintah dari Xi Lang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!