San Francisco's, USA.
Seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun berlari dengan penuh semangat dan keceriaan yang terpancar dari wajahnya yang imut,tampan, manis dan selalu ceria ke arah seorang pria usia tiga puluh lima tahun yang menyambut anak itu dengan kedua tangannya dan tersenyum penuh kasih sayang terhadap anak itu.
"Sebastian,anak Papa yang manis,kau memang seorang juara kesayangan Papa.. " kata pria itu dengan senyuman tampan kepada anak kecil yang melompat ke arahnya sampai ia mengajak anak itu berguling-guling di lapangan sepak bola.
"Hehehe, Papa semua hasil pertandingan ku hari ini adalah hasil bimbingan darimu untuk aku." Kata Sebastian nama anak laki-laki itu dengan suaranya yang ceria.
Pria itu membelai lembut puncak rambut tebal dari kepala anak kecil yang sangat manis di depannya namun ia tiba-tiba mendengar suara hpnya berdering dari saku celana panjangnya, ia pun merogoh dan mengeluarkan hpnya lalu menjawab panggilan telepon genggam yang terdengar sangat jauh dari tempatnya saat ini.
"📱Ya,halo disini Edison Putra Wijaya kamu siapakah?"tanya Edison Putra Wijaya nama pria muda ini dengan nada ramah.
"📱 Aku Rissa dari Indonesia ingin mengabari soal Ibu Martha yang jatuh sakit dan sekarang sedang di rawat inap di rumah sakit." Jawab wanita muda dengan suaranya yang lembut di telinga Edison Putra Wijaya
"📱Eh, baiklah Aku akan segera kembali ke Indonesia."Kata Edison Putra Wijaya yang segera menonaktifkan hpnya begitu saja.
Edison Putra Wijaya memanggil anaknya yang segera di ajaknya pulang ke rumahnya di salah satu kota kecil di San Francisco's, USA.Dimana ia tinggal bersama dengan seorang wanita muda cantik asal Perancis berdarah Indonesia yang bernama Cindy Watson selama kurang lebih dua belas tahun dan mengadopsi seorang anak laki-laki yang berasal dari anak sahabat dekat Cindy Watson sejak anak kecil itu bayi merah.
"Tian,cepat kau bantu Papa berkemas jika kamu ingin ikut Papa pulang ke Indonesia untuk melihat Oma mu di sana." Kata Edison Putra Wijaya dengan nada lembut kepada Sebastian Watson.
"Iya,Papa.Tian segera bersiap- siap kok.."kata anaknya yang telah keluar dari kamar dengan menyeret koper yang belum ditutup dengan rapi.
Edison Putra Wijaya pun segera membantu anak kecil yang lincah itu merapikan barang mereka di koper tanpa menghiraukan Cindy Watson yang sejak awal mereka pulang dari klub sepak bola anaknya hanya memerhatikan mereka saja.
" Ed,apa kamu tak memedulikan karir mu di sini dengan kamu pulang ke Indonesia dalam waktu yang tidak tepat untuk berlibur?"tanya Cindy Watson berdiri di depan sofa kepada Edison Putra Wijaya.
"Cindy, Aku pulang ke Indonesia bukan untuk aku bisa liburan melainkan Aku harus mengunjungi ibu ku yang sudah lama sekali tidak Aku temui." jawab Edison Putra Wijaya dengan nada lelah.
"Oh, Aku semakin heran denganmu, Ed.Kamu itu sudah dua belas tahun tidak mengunjungi Ibumu tiba-tiba kamu memaksa kami untuk ikut kamu pulang ke Indonesia."kata Cindy Watson dengan sikap arogan kepada Edison.
"Sudahlah, kalau kamu tak mau ikut pulang ke Indonesia denganku, ya sudah kamu tak perlu ikut. "kata Edison Putra Wijaya nada tegas sekali kepada Cindy Watson sambil melihat ke arah Sebastian Watson.
"Papa,Aku mau ikut pulang ke Indonesia untuk Aku bisa jumpa dengan Oma-ku." kata anak kecil itu dengan sikapnya yang menggemaskan sekali bagi Edison Putra Wijaya.
"Iya,ya,Papa juga tak pernah bisa jauh darimu.." kata Edison Putra Wijaya yang memeluk anak itu dengan kasih sayang sambil menatap kepada Cindy Watson yang cemberut.
"Baiklah,Aku juga akan ikut kalian berdua untuk pulang ke Indonesia ya anggaplah Aku akan liburan selama beberapa hari di negara beriklim tropis." kata Cindy Watson yang menghela napas panjang lalu pergi ke kamarnya untuk merapikan barang pribadinya ke dalam koper pribadinya.
"Wah,dia kalah juga denganmu Pa." kata anak di pelukan Edison Putra Wijaya.
"Ah diam kau, bocah nakal." kata Edison Putra Wijaya mengacak-acak rambut anak kecil yang super cute namun bawelnya minta ampun tetapi ia sangat menyayangi anak kecil itu.
*****
Jakarta, Indonesia.
Cahaya matahari pagi telah menyorot langsung ke wajah mungil seorang anak perempuan yang usianya sebaya dengan usia Sebastian Watson. Anak perempuan itu menyingkap selimutnya ke tepi ranjang lalu turun untuk pergi ke arah kamar mandi.
Sekitar sepuluh menit kemudian, anak manis ini sudah duduk rapi di kursi di ruang makan untuk menghadapi sarapannya namun sorotan kedua matanya begitu sedih, sepi dan hampa.Gadis kecil ini bernama Marsha Fernanda Armando.Ia selalu dilayani oleh para pelayan dalam segala keperluannya.
"Seragam sekolahmu tolong kamu rapikan, Nona Marsha." kata salah seorang dari pelayan pribadi gadis kecil itu.
"Iya, Sonya.Ohya, apa kamu sudah mendapatkan kabar dari rumah sakit mengenai keadaan Oma- ku? "tanya Marsha nada sopan kepada Sonya nama salah seorang dari pelayan pribadinya.
" Belum, Nona Marsha."jawab Sonya begitu halus dan sopan kepada Marsha.
Marsha menutup mulutnya dengan cepat ketika ia melihat kedatangan seorang pria usia empat puluh tahun ke ruang makan.Anak itu begitu takut sekali di lihat dari wajahnya sampai ia tak berani untuk meneruskan sarapannya lalu kabur dari ruang makan untuk segera pergi ke sekolah.
"Nona Marsha tunggu sebentar tas sekolahmu tertinggal di kursi sebelah." kata Sonya mengejar anak itu ke pintu gerbang rumah Wijaya.
"Eh, ya Sonya terimakasih."kata Marsha dengan cepat mengambil tas sekolah lalu berlari ke luar rumah Wijaya untuk pergi ke sekolah Wijaya yang berada di seberang rumahnya.
Marsha segera berbaris di barisan murid- murid perempuan di sekolah Wijaya dengan wajahnya yang murung selalu namun pada saat ia melihat langit biru di atas kepalanya tiba-tiba ia dapat merasakan sesuatu yang tak dapat dilukiskan olehnya.
" Pesawat terbang itu sungguh menggetarkan rasa di hatiku."kata Marsha di dalam hatinya.
Di dalam pesawat terbang terdapat Sebastian Watson, Edison Putra Wijaya dan Cindy Watson yang duduk berdampingan dan menanti pesawat terbang yang mereka tumpangi itu turun ke arah bandara internasional.
"Papa,ada yang ingin bicara denganmu." kata Sebastian Watson mendekati Papanya yang dari perjalanan mereka selalu muram.
"Ya, siapa? " tanya Edison tertawa ringan kepada Sebastian Watson.
"Galaksi, Pa."jawab Sebastian memperlihatkan seekor hamster mungil kepada Edison.
" Ehh,Ya Galaksi dia mau mengatakan bahwa Papa tak perlu khawatir karena Oma pasti akan baik-baik saja."kata Sebastian nada menghibur Papanya.
Edison tertawa melihat anaknya yang tampan ini dapat memberikan hiburan untuknya namun tidak bagi Cindy yang melotot kepada Sebastian yang meringkuk di dekat Edison.
"Cindy tolong jangan kamu memarahinya." kata Edison Putra Wijaya yang cepat membantu anak kecil itu menyimpan hamster kesayangan anak nya di saku pakaiannya.
"Baiklah, kita akan segera turun dari pesawat ini dan jumpa dengan Oma-ku dan seorang sepupu yang mungkin terkesan dengan kehadiranku di Jakarta." kata Sebastian yang berdiri di depan kursi penumpang pesawat terbang dengan raut wajahnya yang selalu riang.
"Duduk di kursi mu sampai pesawat terbang ini berhenti nak." kata Edison memeluk anaknya dan mendudukkan anaknya di pangkuannya agar ia bisa menjaga anaknya yang selalu ingin tahu.
Bersambung!!
Sekolah Dasar, Wijaya.
Marsha memandang takut kepada pria yang di kenalnya sebagai Papanya sendiri yang berdiri di atas podium lapangan sekolahnya dengan sinar mata mencorong tajam kepada dirinya.
"Eh, lihat sibodoh Marsha seragamnya terlihat berantakan." kata seorang teman yang selalu sinis dan mengganggunya kepada teman lain di belakangnya.
"Iya, dia sunguh memalukan." kata teman lainnya yang menengok ke arah gurunya yang tidak lama kemudian melihat ke seragamnya dan berjalan ke arah anak itu.
"Marsha,usai upacara di lapangan ini kau harus ikut Aku menghadap kepada Bapak Konselor di ruangannya karena seragammu ini..!" bentak gurunya.
Marsha menundukkan wajahnya semakin dalam lalu sesuai dengan peraturan dari sekolahnya, ia mengikuti gurunya yang bernama Ibu guru Olla ke ruangan kerja Papanya.
"Maaf, Pak Konselor saya membawa putri Anda Marsha ke ruangan Anda untuk dimintai cara untuk menanganinya karena dia memakai baju seragam yang kurang rapi dan lengkap untuk hari senin." kata Ibu guru Olla dengan sikapnya yang tegas kepada Baskoro Armando Papa dari Marsha Fernanda Armando.
Baskoro Armando memandang kearah anaknya di depan meja kerjanya lalu ia memukul meja kerjanya dengan geram dan tatapannya sangat menakutkan Marsha.
"Marsha,kau ini bisakah untuk tidak satu hari saja tak membuat masalah yang memalukan Papamu?"tanya Baskoro Armando yang berdiri di depan meja kerjanya kepada Marsha.
" Maaf, Pa."jawab Marsha ketakutan.
"Maaf saja tidak cukup untuk mengubah perilaku mu karena itulah Papa akan memberikan kamu hukuman yaitu membersihkan sepatu semua teman-teman sekelasmu."kata Baskoro dengan tegas kepada Marsha.
" I.. Iya.. Pa.. "jawab Marsha ketakutan.
Marsha pun menjalani hukumannya sesuai yang diperintahkan oleh Papanya pada pagi hari senin itu dengan diawasi oleh Ibu guru Olla menjadi wali kelasnya.
"Baik,setelah ini kamu boleh duduk di bangkumu dan mengikuti pelajaran berikutnya." kata Ibu guru Olla usai Marsha menjalani hukuman yang diperintahkan oleh Baskoro Armando.
Marsha segera duduk di bangku sekolah dengan patuh lalu mengikuti pelajaran jam kedua yaitu mata pelajaran matematika yang di tulis di papan tulis oleh Ibu guru Olla.
Sementara itu di depan pintu gerbang utama dari Kediaman Wijaya berhenti sebuah mobil taksi online dan keluarlah Edison Putra Wijaya, Cindy Watson dan Sebastian Watson dari mobil taksi online itu.
"Sayang, kau jangan nakal ya selama Papa pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Oma-mu dan tolong jaga Mamamu." kata Edison dengan sikap lembut kepada Sebastian sambil menaruh tiga koper di depan anaknya dan kekasihnya.
"Siap, Papa." jawab Sebastian ceria.
"Ed,berapa lama kamu akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Mamamu?" tanya Cindy yang menghela napas dalam-dalam untuk kekasihnya yang akan memanggil sejumlah staff kediaman Wijaya untuk membantu mereka membawakan koper-koper mereka dari depan pintu gerbang ke dalam rumah.
"Entahlah, mungkin sampai Aku mengetahui apa penyakit Mamaku." jawab Edison yang mengajak Sebastian untuk masuk ke dalam rumah dan ia juga menunjukkan kamar untuk anaknya yang berada di lantai atas di sisi kanan koridor lantai kedua dari Kediaman Wijaya.
Cindy mengikuti mereka dengan langkah anggun dan tak bicara apapun namun wajahnya tampak bosan dengan sikap kekasihnya yang selalu saja mengutamakan Sebastian daripada dirinya.
"Tian,disini kamarmu yang merupakan kamarnya Papamu."kata Edison menatap hangat anak kecil di depannya.
"Wahh,kamarnya Papa keren banget sampai Aku dapat membayangkan hari-hari Papa dahulu di kamar ini." kata Sebastian tertawa senang.
"Iya,sayang.Nah, sekarang Papa pergi dulu ya ke rumah sakit untuk menjenguk Oma-mu." kata Edison membungkukkan badannya untuk pria ini dapat mengecup pipi anaknya.
Cindy mengikutinya keluar dari kamar anaknya ke arah timur lantai dua untuk menuju ke kamar khusus untuknya yang ternyata terpisah dari Edison.
"Tunggu,Aku tak suka untuk tidur terpisah dari kamu. " kata Cindy mengerutkan kening melihat kekasihnya berjalan ke arah kamar lain.
"Disini Indonesia bukan Amerika Serikat, maka kita harus menghormati budaya Indonesia yang melarang untuk pria dan wanita belum menikah untuk tidur satu kamar." kata Edison tegas sekali kepada Cindy.
"Heii... "
Cindy mengeram kesal namun wanita muda ini dengan terpaksa harus mematuhi peraturan dari kekasihnya yang sejak awal mereka jumpa lebih perhatian kepada Sebastian daripada dirinya.
"Sebastian kau memang seorang penghalang..." desis Cindy kepada Sebastian yang melihatnya dengan bingung.
Edison sudah meninggalkan mereka dilantai dua untuk turun ke lantai bawah menuju ke halaman depan rumah untuk menghampiri mobilnya yang selalu ada di garasi pribadi Kediaman Wijaya sejak dua belas tahun ini pria ini menetap di luar negeri dan jauh dari negaranya.
Sebastian melihat Mama angkatnya sudah jalan ke dalam kamar.Ia mengangkat bahunya lalu ia turun ke lantai bawah untuk mencari makan di ruang makan.
"Tuan muda kecil, kamu cari apa di sini? " tanya Sonya muncul dari dapur kepada Sebastian.
"Aku lapar. " jawab Sebastian memegangi perut mungilnya.
"Oh, mari duduklah di kursi dan tunggulah Aku akan siapkan makan siang untukmu di dapur." kata Sonya yang ramah kepada Sebastian.
Sebastian mengangguk patuh kepada Sonya dan ketika anak itu sedang menunggu makan siang datang dari dapur.Ia menoleh ke jendela yang memperlihatkan sebuah sekolah yang berada di seberang Kediaman Wijaya.
"Wah,ada sekolah dasar kepunyaan Oma seperti yang sudah Papa ceritakan kepadaku." kata anak kecil itu yang mengangguk-angguk dengan sikap seperti orang dewasa saja.
Tak berselang lama Baskoro Armando datang ke ruang makan untuk makan siang di Kediaman Wijaya seperti biasanya namun hari ini pria ini menemukan seorang anak laki-laki asing duduk di salah satu kursi makan di ruang makan.
"Kau siapa dan siapa yang mengizinkan kamu masuk ke dalam rumah ini?" tanya Baskoro nada angkuh dan memandang rendah Sebastian.
"Perkenalkan Saya Sebastian Watson anaknya Papa Edison Putra Wijaya."jawab Sebastian yang segera berdiri dengan sikap sopan dan tangan kanannya diulurkan untuk menyalami Baskoro.
"Ehh, sejak kapan kalian datang ke rumah ini dan dimana Papamu?"tanya Baskoro sedikit kaget karena ia tak pernah menduga bahwa adik ipar nya akan pulang ke Indonesia dengan membawa keluarga.
"Barusan dan Papa pergi ke rumah sakit katanya sih untuk menjenguk Oma-Ku,O'om apa." jawab Sebastian nada sopan.
"O'om Baskoro Armando suami dari mendiang Tante Emma." kata Baskoro memperkenalkan dirinya kepada Sebastian sambil duduk di kursi makan paling ujung dan menikmati makan siang yang sudah disiapkan oleh para staff dapur di Kediaman Wijaya untuk dirinya.
"Berarti Anda adalah Papanya Marsha ya?" tanya Sebastian sambil makan siang.
"Iya,dan dilarang bicara saat sedang makan di rumah ini." jawab Baskoro nada galak kepada Sebastian.
Sebastian pun diam seketika itu juga dan anak itu memilih untuk menikmati makan siang yang berupa nasi putih dan lauk-pauk menu ayam goreng dan sup soun yang ditaruh di mangkuk di samping piring makannya.
Bersambung!!
Sesudah makan siang dalam suasana yang luar biasa sunyi dan sepi.Sebastian kembali ke lantai dua dan berpapasan dengan Cindy yang terlihat gelisah dan bosan.
"Mama, kenapa?" tanya Sebastian sopan.
"Aku ingin makan siang." jawab Cindy ketus.
"Ya, turun saja ke lantai bawah dan pergi ke arah timur dan disana ada ruang makan yang telah menyiapkan makan siang yang lezat."kata anak itu.
"Kau tak perlu mengajariku, anak kecil.Dan,satu lagi Aku tak pernah terbiasa untuk makan seperti makanan yang tak ada manfaatnya bagiku." kata Cindy galak kepada Sebastian lalu kembali ke kamarnya.
Sebastian menghela napas panjang di Koridor di dekat tangga.Ia sempat menoleh ke belakang di saat ekor matanya melihat sekelebatan tubuh mungil yang berbelok ke arah kiri koridor, namun ia melihat jelas siapa yang baru saja datang ke lantai dua.
Pintu kamar warna pink yang ada gantungan di atas tiang pintunya terbuka untuk Marsha yang baru saja pulang dari sekolahnya dan masuk ke dalam kamar itu.Gadis kecil manis ini menutup pintu kamarnya dan menguncinya rapat lalu ia pergi ke kamar mandi untuk ganti pakaian.
"Tugas sekolah ku hari ini semakin banyak dan semakin sulit untuk Aku pahami." kata Marsha di depan meja belajar untuk menghadapi buku- buku sekolahnya.
Di kamar lain, Sebastian membuka laptopnya di tempat tidur lalu mengerjakan tugas sekolahnya secara online sambil chatingan dengan salah seorang teman sekolahnya yang di luar negeri.
"Romi,Aku ingin tanya kepadamu soal kertas ulangan kimia kita apakah sudah dibagikan oleh Pak Guru Philip?" tulis Sebastian.
"Tian,sekarang jam berapa di Indonesia? Aku mengantuk nih." tulis Romi.
"Jam setengah dua siang, kenapa?"
"Astaga di USA jam dini hari waktu untuk tidur. "
"Oh, maaf, Aku lupa."
"Ya, tak apa, Ohya kertas ulangan kimia sudah dibagikan kok dan nilaimu keren banget,Tian.Kau dapat nilai sepuluh."
"Wow.Cepat kau kirimkan ke HP ku supaya Aku bisa menunjukkannya kepada Papaku usai ia pulang dari rumah sakit."
"Oke."
Sebastian pun tertawa senang melihat layar HP yang menunjukkan nilai ulangannya yang telah di kirim oleh temannya kepadanya.
"Terimakasih Romi."
"Sama-sama Tian."
Menjelang jam makan malam. Sebastian turun ke lantai bawah untuk pergi ke ruang makan, dan lagi-lagi ia tak jumpa dengan Marsha gadis kecil yang dikatakan oleh Papahnya adalah saudari misan angkatnya.
"Emm, dimana Marsha? Kenapa dia tak makan malam di ruang makan? Ahh, Aku bosan kalau Aku harus makan malam bersama O'om jutek itu yang wajahnya seakan-akan ingin menghabisiku setiap saat." batin Sebastian.
Anak itu pun berbalik arah menuju ke pintu untuk keluar dari ruangan dalam rumah itu.Anak itu pun memilih untuk bermain dengan hamster nya di halaman rumah itu sampai Edison Papanya mendatanginya di sana.
"Tian,kenapa kamu main sendirian di halaman? Dimana Mamamu? Apakah kamu sudah makan malam? " tanya Edison mengangkat anak itu dari rumput ke gendongannya.
"Karena Aku ingin makan malam bersama Papa. Hmm, kalau Mama ada di kamarnya." jawab anak itu yang menyandarkan kepalanya di bahu Edison.
"Ouh,baiklah.Ayo kita berdua makan malam di ruang makan bersama-sama." kata Edison yang selalu memahami hati anaknya itu.
"Papa, bagaimana keadaan Oma di rumah sakit dan sampai kapan kita berada di Indonesia? " tanya Sebastian sambil makan malam bersama Papanya yang sangat telaten dalam menyuapi makannya.
"Oma sudah lebih baik namun Ia masih harus di rawat inap sampai sehat benar, dan kita akan terus ada di Indonesia sampai Oma benar-benar sehat kembali seperti semula." jawab Edison.
"Kalau begitu gimana dengan sekolahku?" tanya Sebastian sambil minum air putih yang disuapi oleh Papanya.
"Hmm, kamu bisa meneruskan sekolahmu di sekolah kepunyaan Oma-mu bersama dengan Marsha."jawab Edison yang mengangkat wajah dan tatapan matanya terarah kepada Marsha di luar ruang makan.
"Emm.. " gumam Sebastian yang menoleh ke arah luar ruang makan.
Lagi-lagi Ia melihat Marsha berlari seakan-akan gadis kecil itu tak mau bertemu dan berkenalan dengannya. Ia melihat Papanya yang kini sedang makan malam di kursi di sebelahnya.
"Tian,Papa mau kamu memberikan kasihmu dan perhatianmu kepada Marsha sebagai seorang sahabat baik baginya? Apakah kamu mau untuk melakukannya demi Papamu? " pinta Edison.
"Mmmm,ya Pa." jawab Sebastian memeluk Papa nya dengan kasih sayang.
"Kamu memang seorang anak yang baik,Tian." kata Edison yang sudah selesai makan malam lalu menggendong Sebastian untuk diajak ke kamar anak itu.
"Papa, apa Papa mau bobo bareng Aku? " tanya Sebastian sambil menepuk-nepuk tempat tidur.
"Iya,sayang."jawab Edison lembut kepada anak itu yang dipakaikan baju tidur dan dibaringkan di tempat tidur lalu diselimuti oleh selimut tebal di tubuh mungil anak itu.
Sebastian tidur dengan cepat karena Edison ada di samping anak itu. Edison mengecup lembut pipi Sebastian sebelum ia pergi ke kamar lain di bagian lain di rumah Mamanya yaitu ke kamar Marsha.
"Marsha,apa O'om Edison boleh masuk ke dalam kamarmu?" tanya Edison sopan mengetuk pintu kamar Marsha.
"Iya." jawab Marsha membukakan pintu kamar untuk Edison yang segera mengangkat anak itu dan memberikan kecupan lembut di pipi anak itu yang membalasnya dengan tangisan yang luar biasa lembut.
"Tak perlu khawatir karena Oma akan segera sehat kembali." kata Edison nada lembut kepada Marsha yang dibaringkan di tempat tidur.
"O'om Edison.. "
"Ya, sayang? "
"Tolong jangan pernah kembali ke rumah O'om di Amerika Serikat untuk Marsha ada teman yang di rumah." jawab Marsha yang sudah mengenal Edison dari cerita Mamanya dahulu bahwa O'om nya itu sangat baik dan penyayang.
"Oh,Marsha." kata Edison membelai lembut anak itu sampai anak itu tertidur pulas dipelukannya.
Pagi harinya Edison menemui Cindy yang sudah rapi dan wangi lalu duduk di sofa dekat tempat tidur di kamar lainnya.Ia menghampiri wanita di depannya itu.
"Cin, Aku ingin menetap di Indonesia dimulai dari hari ini untuk memenuhi keinginan Mamaku dan keponakanku juga Sebastian putra kita." kata Edison tanpa basa basi kepada Cindy.
"Tak bisa.Kalau kamu ingin menetap di sini maka kamu akan kehilangan karier hebatmu di USA, juga Aku tak mau menetap di sini." kata Cindy di depannya dengan sikap tegas.
"Kalau begitu apakah kamu ingin berpisah dariku dan memulai kehidupan barumu tanpa terbebani olehku dan Sebastian?"tanya Edison menatap ke arah sepasang mata Cindy.
"Tidak, Aku tak ingin berpisah darimu juga kalau kamu ingin berpisah dariku maka kamu harus berpisah dengan Sebastian untuk selamanya." jawab Cindy yang mengejutkan Edison sekaligus membungkam pria ini.
Bersambung!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!