Namaku Arasya Zaelia, orang-orang biasa memanggilku Asya. Aku memiliki rambut panjang berwarna coklat kehitaman dengan kulit putih dan tinggi badan yang bisa dibilang pendek. Wajahku putih mulus dengan alis yang cukup tebal dan bulu mata yang lentik.
Aku hanyalah seorang gadis biasa yang akan menikah hari ini dengan seorang pengusaha sukses yang cukup tampan bernama Alvian Xaviero Miller, pemilik perusahaan Miller Group. Aku memanggilnya dengan sebutan Alvin, walaupun kutahu dia lebih tua dariku beberapa tahun.
Keajaiban datang kepadaku disaat aku sedang dalam kondisi terburuk. Aku bertemu Alvin saat kita berada di salah satu pusat pembelanjaan di Jakarta dan sejak saat itu pula hidupku berubah menjadi lebih berwarna. Aku yang tadinya tidak percaya dengan cinta sejati, kini telah merasakan apa arti dari dua kata tersebut.
Aku menatap diriku melalui sebuah cermin yang berada tepat di hadapanku. Perasaan gugup tertera di seluruh tubuhku, aku belum pernah merasakan hal ini sebelumnya.
Rasanya seperti begitu banyak kupu-kupu terbang kesana-kemari tak menentu arah di dalam perutku lalu hatiku terasa berhenti berdetak saat ini juga. Aku sangat gugup. Ini adalah hari pernikahanku!
Aku kembali menatap diriku melalui cermin, wajahku yang sudah di poles oleh make up tipis, membuat wajahku lebih cerah dan bersinar.
"Cantik."
Aku segera menoleh ke sumber suara. Aku bisa melihat seorang laki-laki tampan blasteran Inggris yang sedang memakai setelan baju hitam yang membuat aura ketampanannya semakin meningkat.
Rambutnya yang berwarna hitam pekat, postur tubuhnya yang sangat sempurna dengan otot-otot yang menghiasi tubuhnya serta tinggi badan yang tergolong diatas rata-rata.
Sorot matanya lebih tajam daripada sebuah pisau yang baru saja diasah. Aku masih tak menyangka bahwa aku bisa menikahi seorang laki-laki tampan dan juga kaya seperti Alvin, apa ini hanya sebatas khayalanku saja?
"Kenapa?" tanya Alvin begitu lembut menatap ke arahku.
Aku hanya menggeleng pelan namun masih menatap wajah tampannya.
"Tampan." gumamku yang ternyata di dengar oleh Alvin.
Alvin tersenyum senang, "Baru sadar aku tampan?"
"Kedengaran?" tanyaku sembari tersipu malu.
Alvin hanya terkekeh kecil sambil mengusap pelan kepalaku, pipiku seketika dibuat merah padam saat Alvin mendekat ke arahku dan berbisik di telingaku.
"Kamu hari ini cantik banget." bisik Alvin membuat pipiku merah merona.
Deg.
...⚪️⚪️⚪️...
Waktu terus berputar, kini Alvin dan Asya sudah resmi menikah. Pesta yang diadakan cukup meriah dan para tamu yang hadir dalam pesta tersebut sebagian besar bukanlah sembarang orang.
Kebanyakan dari mereka adalah konglomerat yang merupakan rekan kerja Alvin dengan harta kekayaan yang tidak akan habis hingga 7 turunan, sisanya adalah keluarga dan teman terdekat dari Asya dan juga Alvin.
"Cie yang udah resmi nih yee.” ujar Galexa, sahabat Asya sejak kecil.
Asya hanya terkekeh pelan sekaligus malu menatap sahabat kecilnya yang sudah begitu lama ia rindukan.
Galexa Leonaldin. Sahabat Asya sejak mereka masih menempati kelas 8. Mereka berteman sejak SD, hanya saja baru menjadi sahabat ketika kelas SMP kelas 2.
Rambutnya yang cukup panjang berwarna hitam kecoklatan, kulitnya yang putih bersih, dan bola matanya yang berwarna coklat muda. Galexa memiliki sifat yang sangat ceria dan juga tidak tahu malu, ia kerap melakukan hal bodoh bersama Asya.
Asya segera memeluk Galexa, kini penampilan Galexa sungguh berbeda. Gadis itu terlihat begitu cantik dan juga fashionable. Sangat berbeda ketika mereka terakhir kali bertemu. Asya tak menyangka sahabatnya akan berubah bak seorang dewi.
Mereka berdua berpelukan begitu erat, terlihat senyuman yang tidak bisa hilang dari wajah kedua gadis itu. Galexa sangat merindukan Asya, begitu pula dengan sebaliknya.
"Gila, lo cantik banget!" puji Asya takjub menatap sahabat kecilnya.
Galexa tersenyum senang mendengar pujian yang keluar dari mulut sahabatnya itu. "Lo juga cantik banget, punya suami ganteng terus kaya tujuh turunan lagi!"
"Hahaha, bisa aja lo." kata Asya lalu tertawa bersama sahabat kecilnya.
"Yang gue ngomong itu fakta, okay." ucap Galexa dengan nada khasnya.
Mereka berdua saling berbicara bahkan tertawa bersama, Alvin begitu bahagia ketika melihat Asya yang sedang tertawa bebas. Laki-laki itu tersenyum kecil memperhatikan Asya, hingga sahabatnya datang menghampiri.
Kedua sahabat Alvin mulai bercerita tentang kehidupan mereka masing-masing yang diawali dengan mengucapkan selamat kepada sahabat mereka, Alvin.
Alvin melirik ke arah kedua sahabatnya yang sudah sangat ia kenali sejak mereka menempati bangku Sekolah Dasar. Samuel Aliandros dan Edward Pratama Putra. Dua laki-laki yang memiliki sifat yang hampir sama, sama-sama gila menurut Alvin. Alvin melirik penampilan Samuel dan Edward yang cukup menawan.
Beberapa gadis mengalihkan pandangannya dari pasangan mereka demi melihat ke arah dua laki laki tampan yang sedang berjalan mendekati pengantin pria.
Samuel Aliandros. Laki-laki bertubuh ideal dengan tatapan menggoda yang melekat di wajahnya. Dia memiliki pesona yang cukup kuat untuk memikat para perempuan yang baru saja ia lewati.
Rambutnya yang berwarna pirang yang ia dapatkan dari gen ayahnya yang berasal dari Australia. Sedangkan tinggi badannya yang tak terlalu tinggi di dapatkan dari gen ibunya yang berasal dari Indonesia.
Orangtua Samuel bertemu ketika ibu Samuel sedang berlibur ke Bali, sayangnya setelah beberapa bulan menikah mereka bercerai.
Samuel memiliki sifat playboy yang sangat melekat di dalam dirinya, ia tahu dan sadar bahwa dirinya memang menawan. Lelaki itu sengaja memanfaatkan wajah tampannya untuk memikat para kaum hawa lalu menjadikan mereka sebagai kekasih sementaranya.
Sedangkan Edward Pratama Putra memiliki sifat yang cukup jahil. Sifatnya yang jahil dan ceria selalu membangun suasana menjadi lebih baik ketika mereka semua sedang berbicara. Edward memiliki rambut hitam yang ia cat menjadi coklat yang cukup panjang yang selalu ia ikat ke belakang. Namun kali ini ia tidak mengikat rambutnya melainkan membiarkannya terurai begitu saja.
Edward termasuk orang Indonesia asli, berbeda dengan sahabat Alvin lainnya. Nama awalnya yang cukup ke-barat-an membuat orang-orang berpikir bahwa dia memiliki keturunan asing seperti sahabatnya yang lain, namun itu tidaklah benar.
Edward mengganti namanya ketika ia masih berusia remaja, sebelumnya namanya adalah Eko. Nama Edward diambil dari karakter fiksi serial film Twilight, Edward Cullen.
Ibu dan anak itu sangat menyukai karakter tersebut sehingga Ibunya mengganti nama anaknya dari Eko menjadi Edward dan berharap bahwa anaknya akan setampan karakter fiksi tersebut. Harapannya terwujud. Kini anaknya memiliki wajah yang cukup tampan meskipun tidak sebanding dengan Edward Cullen.
"Gila sih gila, pangeran es kita sekarang lagi senyum sendiri sambil liatin istrinya tuh." ujar Samuel sambil tertawa kecil menatap Alvin.
Alvin menatap ke arah Samuel dengan tatapan datar seperti biasa. Kedua sahabat Alvin hanya bisa menggeleng pelan lalu tertawa kecil melihat tingkah Alvin. Mereka lalu bercanda dan menghabiskan waktu bersama. Berbicara dan bercerita mengenai masalah mereka masing-masing.
Samuel yang bercerita tentang kekasihnya yang tak terhingga dan Edward yang bercerita tentang khayalannya menjadi seorang vampire lalu menikahi wanita secantik Bella Swan. Alvin hanya diam sembari mendengarkan kedua sahabatnya bercerita.
Seorang laki-laki manis yang cukup tinggi sedang berjalan mendekati Alvin dan kedua sahabatnya. Namanya Leon Radithya Bradley, dia adalah sahabat sekaligus sekretaris Alvin. Leon memiliki rambut pirang dengan kulit putih serta postur tubuhnya yang tinggi yang membuatnya menjadi menarik di mata kaum hawa.
Ibunya yang merupakan keturunan asli Belanda dan ayahnya adalah orang Jawa asli. Meskipun begitu, Ibu Leon sudah fasih berbahasa Indonesia karena ia lahir dan besar di Indonesia. Tak lupa senyuman manis diwajahnya terlihat lebih manis daripada sebuah permen.
Sifatnya yang ramah dan sopan serta kepintarannya diatas rata-rata membuat laki-laki itu dipercaya Alvin untuk menjadi sekretaris perusahaan dan termasuk salah satu orang kepercayaan Alvin.
Alvin kerap menyuruh Leon untuk mengambil alih perusahaan disaat lelaki itu sedang ada urusan, Leon dengan senang hati membantu sahabatnya dengan ikhlas.
"Dih, Leon dateng ternyata. Kirain ngurus perusahaan," tutur Samuel menatap wajah sahabatnya yang baru saja datang mendekati mereka semua.
Edward menatap wajah Leon smabil terkekeh pelan, "Lumayan makan gratis, ye gak?"
Leon hanya tertawa kecil mendengarnya.
"Jadi lo ditolak beberapa kali sama Asya?" tanya Edward menatap Alvin dengan tatapan penuh tanya.
"Kurang lebih 7 kali." jawab Alvin seadanya lalu melirik ke arah Asya, perempuan yang ia cintai.
"Walaupun dia tahu lo itu pemilik Miller Group?" tanya Samuel dengan nada penasaran yang dibalas dengan anggukan kecil oleh Alvin.
"Salut gue sama tuh cewek,"
Samuel menepuk tangannya pelan sambil menatap wajah Alvin dengan tatapan terkejut.
Leon melirik ke arah Samuel dan Edward dengan tatapan sedikit kesal kepada Alvin. Leon menghela nafasnya berat, "Karena dia, gue setiap hari disuruh lembur."
"Susah jadi sekretaris Alvin ya, nyebelin soalnya bosnya." ungkap Samuel paham akan penderitaan yang dialami sahabatnya yang satu ini.
"Apa hubungannya Asya sama Leon?" tanya Edward sedikit bingung dengan pernyataan yang di berikan oleh Leon, sahabatnya.
Leon pun menceritakan semuanya, mulai dari Alvin yang selalu bertanya kepadanya apa yang disukai oleh para wanita hingga bagaimana cara melamar seorang perempuan dengan tema romantis serta puisi-puisi yang cukup indah untuk di dengar.
Mendengar penderitaan sahabatnya, Samuel dan Edward hanya bisa tertawa kecil sambil menepuk pelan pundak Leon.
Mereka berdua tidak menyangka Alvin akan berubah menjadi pria yang serba penasaran tentang urusan para wanita dan cara romantis untuk mendekati seorang wanita.
Alvin menatap Leon begitu datar, "Setidaknya gajinya gue tambahin."
Samuel tertawa mendengar cerita Leon sambil melirik wajah Alvin. "Harusnya lo tanya sama gue dong. Masa tanya sama Leon yang belum pernah pacaran, hahaha."
Mereka ber-empat tertawa bersama, hampir setiap detik Alvin melirik ke arah Asya. Kini laki laki itu berjalan menjauh dari sahabatnya dan mendekati Asya yang sedang bercanda bersama Galexa.
Alvin tersenyum menatap istrinya, Asya pun membalas senyuman dari Alvin.
Galexa melirik ke arah sepasang kekasih yang saling berpandangan, menghela nafasnya karena ia belum menemukan laki laki yang tepat untuknya.
"Mau minum?" tanya Alvin dengan lembut kepada Asya.
Asya mengangguk, "Bawain dua yaa."
Alvin lalu pergi membawakan dua gelas minuman untuk Asya dan juga Galexa. Sahabat Alvin kini sedang menertawakan tingkah Alvin.
Alvin dikenal dengan sifat dinginnya yang bahkan lebih dingin daripada kutub utara dan kata-katanya yang tajam layaknya pisau yang baru saja diasah, namun Alvin berubah menjadi seorang laki laki lembut bila ia berbicara kepada Asya.
Ketiga sahabat Alvin begitu bangga dengan Asya, mereka senang karena Alvin tidak salah pilih wanita untuk mendampingi hidupnya untuk selama-lamanya.
“Semoga aja Alvin beneran berubah ya, semoga dia beneran cinta sama Asya.”
...—Bersambung—...
"Nih minumannya." Alvin memberikannya kepada Asya dan juga Galexa.
Galexa tersenyum dan berterima kasih kepada Alvin, laki-laki itu hanya diam sambil membalas tatapannya. Alvin kemudian melirik ke sekitar lalu menatap seorang laki laki dengan tatapan tajam.
Alvin berbisik kepada Asya bahwa ia akan menemui seseorang, Asya mengangguk lalu kembali berbincang bersama Galexa.
"Asik banget ya, gue gak diajak ngobrol." tutur seorang perempuan mendekat ke arah Asya dan juga Galexa yang sedang asik tertawa berdua.
"ASTAGA GUE KANGEN BANGET SAMA LO, STEFFY!" teriak Asya dan Galexa berbarengan. Mereka bertiga saling berpelukan dan menatap satu sama lain.
"Eh, kok lo sekarang jadi cantik banget sih? Padahal dulu kayak…” Galexa menatap Steffy dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Nerdy!" Asya melanjutkan perkataan Galexa dengan lantang sembari tertawa kencang.
Steffy tersenyum bangga menatap kedua sahabat kecilnya. "Gue perawatan dong, masa iya gue dari dulu sampai sekarang culun aja terus."
"Perawatan apa lo? Pengen dong gue!" ujar Galexa antusias.
Steffy memberitahu beberapa brand kecantikan yang cukup terkenal yang tidak dimengerti oleh Asya, namun gadis itu tetap tersenyum bahagia menatap kedua sahabatnya.
Galexa melirik ke sekeliling saat ia sedang berbincang-bincang bersama Steffy, lalu gadis itu membulatkan kedua matanya. Steffy dan Asya yang sadar akan sesuatu yang aneh langsung melirik ke arah yang sedang Galexa lihat.
Mereka bertiga ikut membulatkan kedua matanya, Asya tiba-tiba saja terbatuk-batuk. Alvin yang melihatnya segera datang menghampiri gadis itu sambil membawa segelas air putih.
Asya pun meminumnya dengan cepat lalu menatap wajah Alvin, laki-laki itu membalas tatapan Asya dengan lembut lalu mengambil gelas tersebut dari tangan Asya. Tak lupa bertanya keadaan wanita yang ia cintai.
"Kamu gak apa-apa?" tanya Alvin lembut menatap Asya dengan tatapan khawatir. Asya hanya mengangguk kecil menatap Alvin. "Gak apa-apa kok,"
"Congrats ya kalian." ujar seorang lelaki berjalan mendekat kepada Alvin dan juga Asya.
Lelaki berambut hitam dengan postur tubuh yang tinggi. Asya tentu saja mengenalinya, gadis itu tidak percaya bisa bertemu dengan kakak kelasnya itu.
Asya dan kedua sahabat kecilnya hanya diam menatap laki laki itu. Asya memperhatikan sosok Reyhan dengan tatapan menyelidik, bertanya-tanya mengapa laki-laki itu bisa berada disana.
"Kenal?" tanya Alvin menyelidik dengan nada tidak suka.
Asya hanya mengangguk kecil, menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Alvin. Alvin kembali memperhatikan sosok Reyhan dengan tatapan tidak suka.
Galexa mulai membuka suaranya, "Kakak kelas kita dulu."
Alvin hanya diam lalu menatap lelaki lain dengan tatapan tajam. Laki-laki itu berjalan mendekat ke arahnya sembari menaikkan salah satu alisnya.
Lelaki tinggi nan tampan, musuh terberat Alvin dalam bidang bisnis. Anak dari salah satu perusahaan terkenal, perusahaan Camilton. Laki-laki yang tak lain adalah Kennetzo atau biasa dikenal sebagai Kenzo.
"Selamat." ujar Kenzo dengan nada misterius sambil menatap wajah Alvin dan Asya bergantian.
Asya awalnya menunduk lalu menatap wajah Kenzo dengan tatapan yang sulit di jelaskan. Alvin hanya diam lalu menatap ke arah lain, Kenzo tersenyum tipis menatap Asya.
Seakan tahu isi kepala Kenzo, Reyhan langsung menarik laki-laki itu untuk menjauh dari sana. Namun Kenzo menahannya lalu tersenyum tipis, Alvin kembali memperhatikan sosok Kenzo terlebih lagi senyuman yang laki laki itu tunjukkan.
"Tunggu dulu, Reyhan. Kita belum berbincang-bincang bersama pengantin pria ataupun pengantin…wanita." ujar Kenzo sambil memiringkan kepalanya, menatap Alvin dan Asya bergantian dengan senyuman tipisnya yang terlihat sangat aneh.
"Kakak kelas kita ternyata datang kesini ya, orang paling terkenal dulu di sekolah. Kak Kenzo." tutur Galexa sambil menaikkan salah satu alisnya menatap wajah Kenzo dengan heran.
Steffy hanya menatap Kenzo dan Reyhan lalu tersenyum kikuk. "Hai, Kak."
Alvin menatap mereka semua dengan tatapan datar dan aura gelap nan menakutkan mulai terlihat di sekitar Alvin.
Aura itu semakin terasa ketika Asya terus memerhatikan sosok Kenzo. Iya, Alvin cemburu. Ia tidak suka bila Asya terus menerus memerhatikan lelaki lain, terlebih lagi musuh terbesarnya. Kennetzo Camilton.
Asya melirik ke arah Alvin yang berada tepat di sebelahnya, gadis itu bisa merasakan bahwa kini Alvin sedang kesal. Gadis itu pun menggenggam tangan Alvin dengan lembut sehingga membuat laki laki itu melirik ke arahnya.
Asya membalas tatapan dari Alvin dengan sebuah senyuman manis. Lelaki itu membalas senyuman Asya dengan senyuman tipis.
Asya kemudian mengeratkan genggamannya dan mengajak Alvin untuk berkeliling. Alvin pun mengiyakan kemauan istrinya itu.
Mereka berdua mulai melangkahkan kakinya untuk menjauh, namun sebelum itu Asya berpamitan dulu kepada teman-temannya.
"Gue sama Alvin duluan ya," pamit Asya kepada kedua sahabatnya beserta kedua kakak kelasnya.
Steffy mengangguk kecil, "Oke."
"Berduaan mulu dah, mentang-mentang udah halal." goda Galexa kepada sepasang suami istri itu. Asya hanya tersenyum kecil mendengar ucapan dari sahabatnya.
Asya melirik sekilas ke arah Kenzo, laki laki itu ternyata sedari tadi memperhatikan Asya. Ia tersenyum kepada gadis itu dan Asya pun membalas senyuman dari Kenzo maupun Reyhan, kakak kelasnya.
Alvin sadar ada sesuatu yang janggal diantara Asya dan Kenzo, namun laki-laki itu hanya diam sembari menunggu Asya sendiri yang akan menjelaskan semuanya kepadanya.
Asya dan Alvin berjalan bersampingan. Mereka berdua terlihat sedang mengobrol sambil berjalan kecil. Saat sedang berduaan bersama Asya, Alvin terlihat sangat dewasa dan sama sekali tidak terkesan cuek. Sangat berbeda ketika laki laki itu tidak sedang bersama gadis yang sangat ia cintai tersebut.
"Steffy tuh emang beneran culun tadinya, tapi tiba-tiba dia sekarang kayak Dewi Yunani yang namanya siapa tuh?" cerita Asya kepada Alvin.
"Dewi Yunani banyak, Asya." balas Alvin sambil tersenyum kecil.
"Iya, maksudnya yang cantikkk banget!" kata Asya berusaha mengingat nama Dewi Yunani yang ia maksud.
Alvin tersenyum kecil menatap tingkah gemas istrinya. "Persephone?"
"Bukan," Asya menggeleng pelan.
"Hera?" jawab Alvin lagi. Asya pun kembali menggelengkan kepalanya. "Bukan aduhh,"
"Athena?" jawab Alvin untuk ke sekian kalinya.
Alvin sebenarnya tahu bahwa yang dimaksud Asya adalah Aphrodite, namun laki laki itu sengaja bertingkah seolah ia tidak tahu karena ia ingin berlama-lama berbicara dengan Asya dan melihat ekspresi wajah gadis itu yang sedang berpikir keras.
"Bukan loh Alvin, aduhh yang cantik banget itu loh. Yang dewi cinta loh," balas Asya menggeleng pelan.
"Ibunya Eros?" tanya Alvin kepada Asya sambil menaikkan salah satu alisnya.
Asya mengangguk sambil menatap wajah Alvin dengan tatapan antusias. "Iya iya!"
"Hmm, Aphrodite?" jawab Alvin sambil tersenyum kecil.
Asya membulatkan kedua matanya sambil berdiri tepat di hadapan Alvin dengan senyuman lebar yang terlukis di wajahnya. "Ah! Iya, Aphrodite!"
Alvin terkekeh pelan melihat tingkah menggemaskan istrinya. Laki-laki itu mengelus-elus kepala Asya dengan lembut, Asya tersenyum puas saat ia mendengar jawaban yang sedari tadi ia cari.
“I love you so much my aphrodite.” kata Alvin pelan. Lelaki itu mengecup kening Asya dengan sangat lembut.
...—Bersambung—...
"Perhatian-perhatian semuanya."
Suara dari seorang presenter pembawa acara pesta pernikahan mulai terdengar. Semua mata tertuju kepadanya. Wanita berbalut dress panjang berwarna silver itu mulai berbicara menggunakan mikrofon dan menyita waktu para tamu.
"Sebelum kita memulai pesta dansa, alangkah baiknya jika kita memberi selamat terlebih dahulu kepada pasangan pengantin kita. Tepuk tangannya silahkan untuk Alvian Miller dan Asya Miller." ujar wanita itu sambil tersenyum lebar.
Tepukan tangan dan sorakan mulai terdengar. Para tamu terlihat senang dengan pernikahan Alvin dan Asya. Asya membalas senyuman dari para tamu dengan senyuman yang lembut. Berbeda dengan Alvin yang hanya diam sambil memperhatikan sekeliling.
"Bagaimana jika pengantin pria kita alias Tuan Alvian Miller untuk naik kesini dan memberikan pidato sebentar. Silahkan,"
Wanita tersebut menatap ke arah Alvin dan mempersilahkan laki-laki itu untuk menaiki panggung. Alvin yang sedang di genggam oleh Asya pun melangkahkan kakinya mendekati panggung dan mulai menaikinya.
Laki laki itu kini berada di hadapan semua orang dan semua mata pun tertuju kepadanya. Pujian demi pujian terdengar meskipun samar-samar, begitu banyak kaum hawa maupun kaum adam yang memuji ketampanan seorang Alvian Miller.
"Ehem,"
Alvin berdehem sambil memegang mikrofon sambil melirik ke seluruh tamu. Namun tatapannya terhenti pada seorang gadis yang sedang tersenyum menatapnya, seorang gadis yang sangat ia cintai.
"Saya sangat berterima kasih kepada seluruh tamu yang telah hadir dalam pesta acara pernikahan saya dengan istri saya, Asya. Lalu saya juga berterima kasih kepada Arasya Zaelia karena telah mempercayai saya untuk menjaga dan menjadikan saya sebagai pendamping hidupnya hingga maut memisahkan."
Alvin menatap wajah Asya dengan serius, Asya tersenyum bahagia mendengar kalimat demi kalimat yang di ucapkan oleh Alvin.
"Tidak pernah terbayang oleh saya bahwa saya akan menikah secepat ini. Saya awalnya sudah tidak percaya dengan adanya cinta sejati. Namun semenjak adanya kehadiran Asya yang membuat hidup saya lebih berwarna, saya menjadi percaya bahwa cinta sejati itu benar-benar ada dan nyata. Dan saya yakin bahwa cinta sejati saya adalah istri saya, Asya." lanjut Alvin dengan nada serius meskipun raut wajahnya sangat datar.
"Sekali lagi saya sungguh berterima kasih kepada Asya karena telah mempercayai saya untuk menjadi pendamping hidupnya hingga maut memisahkan kami berdua. Saya harap kehidupan kita semua akan berjalan dengan lancar dan berbahagia. Sekian, terima kasih."
Alvin turun menuruni panggung dan berjalan mendekati Asya yang sedang berdiri terpaku dengan apa yang baru saja Alvin ucapkan. Asya tidak menyangka Alvin akan mengatakan hal seperti itu di depan banyak orang. Di depan konglomerat-konglomerat kelas kakap dan juga beberapa client Alvin.
Tepukan tangan kembali terdengar setelah Alvin selesai berpidato. Wanita pembawa acara pesta itu pun kembali menaiki panggung dan meminta tepuk tangan yang meriah dari para tamu untuk Alvin.
"Kenapa?" tanya Alvin kepada Asya dengan nada sedikit khawatir ketika lelaki itu melihat tatapan mata Asya yang mulai terisi air mata.
Asya menggeleng sambil tersenyum, akibatnya air mata yang sejak awal ia pendam pun keluar. Asya menangis haru, ia tidak menyangka Alvin akan mengatakan hal se-romantis itu di depan banyak orang penting.
Alvin menghapus air mata yang mulai membasahi pipi Asya dengan jari tangannya yang sangat lembut. Tatapan khawatir mulai terlihat di wajah Alvin, ia sangat tidak suka melihat Asya menangis.
"Asya, kamu kenapa?" tanya Alvin sekali lagi.
"Pidato kamu bikin aku nangis, aku terharu banget. Gak nyangka kamu bakalan ngomong begitu di depan orang banyak, apalagi sekarang banyak orang penting." ungkap Asya dengan jujur sambil menatap wajah Alvin.
Alvin kembali menghapus air mata yang keluar dari mata Asya. "Aku minta maaf karena udah bikin kamu nangis."
Asya menggeleng, "Aku nangis haru, bukan nangis karena sedih."
"Bagiku itu sama aja. Aku minta maaf, Asya."
Alvin merasa dirinya sudah membuat Asya menangis, ia tidak peduli apakah itu tangis haru, sedih, atau bahagia. Intinya adalah Asya menangis karenanya. Alvin menyesal karena telah membuat gadis yang ia cintai mengeluarkan air mata.
Samuel, Leon, dan Edward yang berada di sebelah Alvin pun mendengar percakapan sepasang kekasih tersebut. Mereka bertiga saling berpandangan dan menaikkan salah satu alisnya.
"Apa perasaan gue tapi si Alvin malah makin bego?" bisik Edward kepada Samuel dan Leon.
Samuel menaikkan kedua bahunya seolah ia tidak tahu. "Masa dia gak bisa bedain nangis haru sama nangis sedih sih?"
"Itu Alvin yang kita kenal atau siapa sih?" tanya Edward lagi.
"Itu Alvin, si bucin. Bucin itu bikin bego," Leon menjawab pertanyaan Edward.
"Sebucinnya gue, gue gak pernah se-bego itu." ungkap Samuel sambil menatap kedua sahabatnya.
"Emangnya lo pernah pinter?" tanya Edward dengan nada mengejek menatap Samuel.
Leon menaikkan salah satu alisnya, "Bucinin cewek atau mainin perasaan cewek?"
"Ish! Nyebelin lo berdua." kesal Samuel kepada kedua sahabatnya.
Edward dan Leon hanya tertawa kecil menertawai Samuel. Samuel hanya bisa menahan amarahnya dan berusaha bersikap keren, seolah tidak ada masalah. Ia tidak ingin dipandang sebagai laki laki pemarah oleh para wanita, itu akan merusak nama baiknya.
Samuel berusaha melirik ke sekeliling, mencari seseorang untuk di mangsa dan ia jadikan korban php-nya selanjutnya. Samuel tersenyum miring saat ia sudah menemukan mangsa baru untuknya.
Lampu-lampu mulai berubah warna, lampu panggung mulai mengeluarkan cahayanya yang sangat terang namun terkesan tenang nan damai.
Musik orkestra mulai terdengar dengan sangat jelas. Alat musik strings atau alat musik yang digesek seperti biola, cello, dan viola mulai terdengar. Lalu alat musik perkusi seperti drum dan piano, serta alat musik woodwinds, seperti terompet, flute, dan trombon juga ikut terdengar.
Cahaya mulai menyorot pasangan suami istri baru itu, Alvin dan Asya yang bersampingan pun kini saling berhadapan dan berpandangan satu sama lain.
Sepasang kekasih itu mendekatkan diri mereka masing-masing. Asya tersenyum kecil memandangi wajah Alvin, begitupula sebaliknya.
Alvin mulai meraih pinggul Asya dan menaruh tangannya disana, lalu meletakkan telapak tangan kanannya di tulang belikat kiri Asya.
Lelaki itu menggenggam telapak tangan kanan Asya dengan tangan kirinya sambil mengangkat siku kanan laki laki itu setinggi bahu Asya. Tentu saja Alvin melakukannya di iringi senyuman tipis yang terlukis di wajahnya.
Asya membalas senyuman tipis dari Alvin dengan senyuman lebar. Gadis itu meletakkan tangan kirinya di bahu kanan Alvin, telapak tangan kanan Asya digenggam lembut dengan tangan kiri Alvin.
Mereka berdua saling bertatapan dengan serius, kini jarak wajah mereka bisa dibilang cukup dekat meskipun Asya tidak setinggi Alvin.
Alvin mulai melangkahkan kaki kirinya ke depannya sebagai awal permulaan berdansa. Asya justru bergerak berlawanan dengan Alvin, gadis itu melangkahkan kaki kanannya ke belakang sambil mengikuti irama lagu.
Sorotan cahaya terus menerus menyorot sepasang kekasih itu. Beberapa menit kemudian, beberapa sepasang kekasih mulai ikutan berdansa mengikuti ritme irama lagu yang dimainkan.
Saat sedang berdansa, Alvin dan Asya saling berbicara dan tertawa kecil memandangi satu sama lain. Asya yang sedikit kesusahan dalam berdansa pun berulang kali menginjak sepatu yang digunakan oleh Alvin. Bukannya marah atau kesal, Alvin justru tertawa pelan menatap wajah istri tercintanya itu.
"Akh! Keinjek lagi deh," tutur Asya dengan wajah murung.
Alvin tertawa kecil sambil memandangi wajah istrinya. "Gak apa-apa, sini aku ajarin lagi."
"Depan.., belakang.., kiri.., kanan.."
Alvin mulai mengajari Asya cara menyesuaikan langkah kaki sesuai dengan tempo musik. Asya berusaha keras untuk tidak menginjak sepatu Alvin lagi, gadis itu tersenyum lebar saat ia sudah mulai menguasai langkah-langkah dasar berdansa.
"Gak susah kan?" tanya Alvin dengan lembut kepada Asya. Asya menggeleng pelan, "sedikit susah sih, tapi gak terlalu lah yah sekarang."
Asya dan Alvin berdansa cukup lama sambil berbicara dan memandangi satu sama lain. Kini Asya sudah mulai mahir dalam menguasai teknik berdansa.
Gadis itu merasa begitu senang karena ia sudah tidak menginjak kaki Alvin lagi. Alvin tersenyum kecil memandangi tingkah Asya yang begitu menggemaskan baginya.
Kini Asya mulai bergerak seperempat putaran dibantu oleh Alvin. Alvin memajukan kaki kanannya dan Asya melangkahkan kaki kirinya ke belakang. Alvin berputar seperempat putaran ke kiri lalu Asya merapatkan kaki kirinya ke kaki kanan sebagai langkah terakhir.
Lalu Alvin menurunkan tangan kanannya dan melepaskan Asya lalu mengangkat tangan kirinya untuk memutar Asya ke kiri searah dengan jarum jam. Alvin menyebut teknik ini dengan teknik underarm.
Asya membulatkan kedua matanya dan terlihat sangat bahagia ketika ia sudah mulai pandai dalam hal berdansa. Alvin tersenyum simpul sambil memperhatikan tingkah dan ekspresi menggemaskan istrinya itu.
...—Bersambung—...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!