Namaku adalah Dewa Ayu Aldista Putri dan aku berumur 30 tahun saat memiliki keluarga baru. Saat- saat dimana seharusnya aku- didampingi ayahku menuju mempelai priaku.
Seharusnya? Karena memang, bukan ayahku yang mendampingingi aku menemui mempelai pria ku di depan altar suci yang di namakan; pernikahan. Tapi disini- ayahku lah yang menjadi mempelai pria yang sedang menunggu mempelai wanita menghampirinya untuk mengikat janji suci.
Aku tak menyangka jika hari dimana aku akan memiliki keluarga baru- tiba. Setelah sebelumnya memaksa ayahku untuk menikah lagi, akhirnya ayahku benar- benar menikah dengan wanita yang berasal dari masa lalunya.
Bagi sebagian orang hal pertama yang terpikirkan saat mendengar kata ‘ibu tiri dan saudara tiri’ pastinya tergambar ibu tiri dan saudara tiri yang galak dan jahat sama seperti cerita- cerita dongeng yang sering di tonton dalam film kartun waktu anak- anak. Namun..., mengapa aku malah menyarankan ayahku sendiri untuk kembali menikah?
Satu- satunya yang kupikirkan adalah; karena aku ingin ada yang merawat ayahku di masa tuanya. Akan ada yang menjaga ayahku saat aku menikah kelak atau mungkin ketika aku memutuskan untuk bekerja- jauh dari ayahku.
Aku kembali menatap wajah bahagia ayahku saat menerima seorang wanita yang akan sah menjadi istrinya saat janji suci selesai di ucapkan.
Roberta Holland(53) adalah nama wanita yang sebentar lagi akan aku panggil dengan sebutan ‘Mama’. Sebutan yang telah lama hilang. Sudah 8 tahun sejak aku kehilangan mama kandungku akibat penyakit kanker yang di deritanya. Dan setelah upacara suci ini aku akan menyebut wanita yang baru aku kenal beberapa minggu ini dengan sebutan yang sama dengan wanita yang telah melahirkan aku; mama.
Berta, adalah mantan kekasih ayahku jauh sebelum ayah memutuskan menikahi mama ku. Siapa yang menyangka setelah memutuskan untuk berlibur sebentar kekampung halaman nya- Bali, ayah kembali di pertemukan dengan cinta lamanya, yang juga sama- sama di tinggal pasangan nya akibat perpisahan abadi yang di namakan kematian?
Sama seperti ayahku- wanita yang akan kupanggil mama ini juga memiliki anak dari pernikahan sebelumnya, Arnold Holland(34)- adalah nama pria yang nantinya akan aku sebut dengan panggilan kakak.
Pria keturunan Belanda- Bali yang memiliki paras yang tampan, tegas dan juga dingin, tipe- tipe pria yang di sukai semua wanita.
Bagaimana aku bisa tahu? Karena akupun menyukai pria yang akan menjadi kakak tiriku itu.
Di saat tubuh dan pandanganku menghadap ke arah depan dan mengikuti jalannya janji suci pernikahan kedua orang tua kami- ekor mata ku menatap kearah pria yang bertaut umur 3 tahun dari ku itu.
Memiliki wajah yang tampan, tubuh yang tinggi semampai dengan dada bidang dan kulit yang bersih.
Wajahnya seolah memiliki magnet yang membuatku enggan melepas pandanganku padanya. tak heran, kurasa- bukan aku saja yang berpendapat seperti itu, pasti hampir semua wanita enggan melepas padangan mereka dari wajah tampan seorang Arnold. Memiliki hidung yang mancung, rahang yang tegas dan mata coklat terang yang dapat membius wanita manapun yang di temuinya. Rambut pirang nya seolah menyempurnakan wajah tampan nya. Aku yakin itu rambut aslinya melihat akar rambutnya yang berwarna senada dengan ujung rambutnya.
“ apa kau menyukai ku?” ucap pria itu mengagetkan aku.
“ kenapa kau bertanya seperti itu, kak?” heranku.
“ aku tahu ekor matamu terus menatapku meski arah pandanganmu kedepan.” ungkapnya.
“ memang ada larangan untuk menatapmu?” ucapku jujur.
“ aku suka kejujuran mu.” ucap Arnold.
“ terimakasih.” jawabku.
“aku akan lebih suka jika kau jujur soal perasaanmu.” ucap Arnold. Kata- katanya membuatku menatapnya sepenuhnya seolah bertanya; apa maksud dari perkataannya.
“ apa kau menyukaiku?” lanjut Arnold.
“ memang ada wanita yang tak menyukaimu?” heranku.
Arnold hanya tersenyum. Bahkan suara helaan nafasnya terdengar cukup kuat. Aku yakin ia ingin tertawa namun melihat dimana kita sekarang pria itu menahan tawanya dan hanya bisa tersenyum kecil.
“ bukankah ini lucu.” ungkap Arnold.
“ aku lucu?” heranku.
“ ya, tapi bukan kau yang kumaksud.” ungkap Arnold.
“ so?” heranku.
“ bukankah seharusnya ayahmu itu mendampingimu menemui pengantin pria mu? Dan sekarang ayahmu lah yang menjadi pengantin pria yang sedang menunggu mommy ku.” ungkap Arnold.
“ dari yang aku dengar kau selalu meyakinkan ayahmu untuk menikah. Padahal ia selalu mengatakan menunggu anak- anaknya menikah dan berkeluarga semua.” lanjutnya.
“ memang. Karena aku berharap saat aku meninggalkan ayahku, entah karena berkeluarga atau bekerja- jauh dari ayah, masih akan ada seseorang yang menjaganya. Itu sebabnya aku selalu meyakinkan ayahku untuk menikah, aku tak mengharapkan sebuah adik karena yang aku inginkan adalah seseorang yang bisa menjaga dan menyayangi ayahku.” ucapku jujur.
“ tapi yang aku dengar kau ini ingin putus dengan kekasihmu.” ucap Arnold.
“ ya.” ucapku yakin.
“ kenapa? Aku dengar kau dan dia ini sudah berkencan cukup lama.” herannya.
“ ya, aku sudah berkencan dengan kekasihku sekarang saat aku masih berumur 20 tahun.” ungkap ku.
“ what? Bukankah itu berarti kau sudah berkencan dengannya selama 10 tahun?” ucap Arnold tak percaya.
“ ya.”
“ kenapa kau tak segera menikahinya dan malah ingin memutuskan hubungan dengannya?” heran Arnold.
“ sejujurnya, saat aku dan dia menjalin hubungan 2 tahun dia ingin melamarku. Maksudku menikahiku.” ucapku jujur.
“ lalu? Mengapa kau tak segera menikahinya?” heran Arnold.
“ karena saat itu kata tak setuju datang dari mendiang mama ku. Saat itu aku masih kuliah dan mama ku ingin aku fokus pada study ku.” ucap ku jujur.
“ dan bahkan sampai sekarang kau tak juga menyelesaikan study mu.” ucap Arnold.
“ ya, sebelum mama meninggal ada sebuah kejadian yang aku sendiri tak pernah menyangka akan terjadi.” ucapku melihat ayahku menerima berkat pernikahan yang tandanya ayah dan mama Berta sudah resmi menjadi suami istri.
“ kejadian? Apakah itu?” heran Arnold.
“ kau tahu kejadian yang pernah menimpa solo di tahun 2014?” tanya ku.
“ solo? Itu juga salah satu kota di Indonesia?” tanya Arnold.
“ ya, itu tempat kelahiran mama ku sekaligus tempat aku di lahirkan dan besar. Tepatnya di Jawa.” ucapku.
“ kejadian apa yang kau maksud tadi?” heran pria berkebangsaan Belanda- Bali itu, meski tampak jika darah Belanda nya lebih dominan dari pada darah Bali nya.
“ kau tahu pusat pembelanjaan khas solo?” tanya ku lagi. Aku berusaha menjelesakan sedetail mungkin karena aku tahu dari pada di Indonesia- pria ini lebih sering berada di tanah kelahiran mendiang ayah kandungnya.
“ erm..” tampak Arnold yang sedang berpikir.
“ maksudmu Klewer?” ucap Arnold menebak.
“ yap. 100 untuk kakak tiriku.” ucap ku membenarkan.
“ lalu?” ucap Arnold beranjak dari tempatnya duduk.
Karena pemberkatan sudah di lakukan, upacara terakhir adalah upacara khas adat bali untuk menerima anggota baru di keluarga kami.
“ pusat pembelanjaan itu pernah terbakar hebat.” jelasku.
“ ada apa dengan itu?” heran Arnold.
“ mama ku memiliki kios di Klewer dan saat terbakar tentu saja nafkah kami pun terhenti. Kurang lebih saat itu ayah dan mama menganggur hampir setengah tahun lamanya.” jelasku.
“ lalu karena hal itu kau tak kuliah selama setengah tahun?” heran Arnold.
“ kurang lebih setahun.” ucapku.
“ apa? Kenapa?” heran Arnold.
” karena saat aku mau melanjutkan kuliah ku aku merasa ada yang aneh dengan mama ku. Tubuhnya mengurus sementara aku melihat jika perutnya semakin membesar dan mengeras.” ungkapku.
“ yang katanya mama mu terkena kanker itu?”
“ ya, mama ku memiliki kanker di rahimnya, dan itu yang membuat perutnya membesar. Kami terlambat menyadarinya karena mama takut untuk periksa, sehingga saat tubuhnya terus melemah ia hanya berani memeriksa tubuhnya di puskesmas atau dokter praktek yang tak memiliki alat selengkap rumah sakit.” ungkap ku.
“ mama mau periksa setelah di desak oleh saudarinya yang merupakan dokter karena merasa gejala yang di derita ibuku memiliki gejala yang sama dengan kakak kandung mama yang juga telah lama meninggal karena penyakit yang sama.
Dan saat mama mengetahui penyakitnya, penyakitnya sudah sangat parah karena sudah mencapai stadium 3B.” ungkap ku.
“ mama opname malam sebelum tahun baru dan meninggal beberapa hari setelah tahun baru. Seingatku mama bahkan meninggal di rumah karena tak ingin menginap di rumah sakit terlalu lama. Dia bahkan masih bisa membersihkan rumah sebelum akhirnya tiada.” ucapku terhenti karena isak yang tertahan.
“ maafkan aku sudah mengungkit masa lalu.” ucap Arnold mengelus pundakku.
“ kau terlihat dingin, tak akan ada yang menyangka jika kau ternyata pribadi yang hangat.” ucapku jujur.
“ apa maksudmu dingin? Kau pikir aku kulkas?” geram Arnold.
” maksudku pribadimu cool begitu.” ucapku terkekeh.
“ sudahlah, lalu mengapa kau tak melanjutkan study mu?” heran Arnold.
“ tentu karena kami kekurangan biaya, adikku bahkan sampai putus kuliah karena memilih mencari kerja. Aku sendiri masih berusaha mencari kerja namun sampai sekarang tak kunjung dapat, itu sebabnya aku berjualan melalui aplikasi daring.” ungkap ku.
“ adikmu? Aku hanya tahu kakak mu yang datang meski sebentar karena pekerjaan, sementara aku bahkan belum bertemu dengan adikmu sama sekali.” heran Arnold.
“ dia? Dia sedang ada cek cok dengan keluarga besar.” ungkapku.
“ kenapa?” heran Arnold.
“ biasa, mungkin karena dia anak bungsu dan selalu di manja sehingga saat di hadapkan dengan orang tua ia sedikit kurang sopan dan meski itu adalah Bali yang di kenal bebas- tapi tempat keluarga ku berada di lingkungan desa yang masih mengerti adat.” ungkap ku.
“ begitu?”
“ yap.”
“ kembali ke masalah tadi. Mengapa sampai 10 tahun kalian tak kunjung menikah? Jika kau mengatakan kata tak setuju datang dari mendiang mama mu mengapa kalian tak menikah saat mama mu tiada?” heran Arnold.
“ ada yang bilang roda kehidupan itu berputar, bukan? Saat ibuku tiada, kondisi kekasihku terjatuh karena salah langkah.” ungkapku.
“ dan mengapa setelah semuanya kau malah ingin mengakhiri hubunganmu dengan kekasihmu? apakah kau mulai bosan dengan kekasihmu?” heran Arnold.
“ antara iya dan tidak.” ucapku.
“ iya dan tidak?” herannya.
” iya, karena tak ada orang yang takkan bosan dengan sebuah hubungan tanpa kepastian. Aku sendiri merasa tak cukup hanya dengan sebuah ciuman saja.” ungkap ku.
“ bukankah hubungan kalian malah bersih jika tak lebih dari ciuman?” heran Arnold.
“ sayangnya hubunganku dengan dia lebih dari ciuman.” tampak jika wajah Arnold sedikit terkejut saat aku mengatakan hal itu.
“ benarkah?” ucap Arnold tak percaya.
“ tentu saja Brother, aku ini wanita dewasa dengan kebutuhan orang dewasa.” ucapku menunjuk dadaku.
“ lalu mengapa kau masih mengatakan bosan dan tak cukup?” herannya.
Mendengar Arnold bertanya seperti itu aku melihat kekanan kiri berharap tak akan ada yang mendengar ucapanku dan kebetulan kami berdua duduk sedikit menjauh dari kerumunan.
“ dia tak pandai memuaskanku.” ungkapku.
“ kau yakin?” ucapnya menunjukkan smirk smile nya.
“ ya, tenaga orang tua. Ia selalu merayuku agar mau bermain denganku namun ia hanya bisa bertahan beberapa kali pacu, bahkan terkadang ia tak melakukan foreplay. Aku selalu memancingnya namun ia tak mau melakukan lebih dari sekali dan malah membuatku semakin frustasi. Bahkan aku merasa tanganku masih lebih nikmat dari permainannya.” ungkap ku.
“ orang tua?” herannya.
“ ya, aku dan dia terpaut 10 tahun.” ucapku jujur.
“ what? Really.” ucap Arnlod tak percaya.
“ ya.”
“ kenapa kau mau dengannya?” heran Arnold.
“ sebelumnya aku tak pernah memiliki kekasih, tentu karena mama ku yang ingin aku menyelesaikan study ku. Namun tepat saat aku mulai kuliah aku mulai bosan dengan kegiatan belajar dan belajar, sehingga aku memutuskan ingin menyatakan perasaan dengan seseorang. Kebetulan saat itu aku dekat dengan teman seangkatanku dan kekasihku sekarang.” ucap ku.
“ oke, aku mengerti kenapa kau mulai bosan denganya. lalu, apa alasan lain- kau ingin mengakhiri hubungan dengannya?”
“ aku pernah mengatakan jika ia terjatuh karena salah langkah kan?”
“ ya.”
“ apa kau tahu, hampir di semua masalahnya akulah yang membantunya.” ungkapku.
“ awalnya aku hanya ingin membantunya, namun lama kelamaan itu seperti sebuah keharusan. Aku harus membantunya! Dengan alasan jika sudah menikah masalahnya adalah masalah bersama.” lanjutku.
“ pria menyebalkan.” ucapnya.
“ maaf.” ucapnya lagi saat menyadari jika ia berucap tanpa sengaja.
“ tak apa, jika orang lain bisa merasa begitu, bagaimana dengan aku? Bahkan aku sampai tak bisa membeli apa yang aku ingini hanya untuk membantu nya. Dan saat aku membeli apa yang aku ingini dia malah mengatai ku boros. Dia bahkan memarahi ku saat aku berusaha membantu orang lain.”
“ wow! Memang dia ini siapa? Apa hak nya melarang orang berbuat baik?” heran Arnold.
“ ya, puncaknya adalah saat aku berniat memberi ayahku hadiah ulang tahun. Dan saat itu juga ia membutuhkan uang.” ucapku.
“ untuk?” heran Arnold.
“ membeli kuota.”
“ ha ha ha? Bahkan untuk sebuah kuota ia meminta padamu? Ia tak punya harga diri sebagai lelaki?” ucap Arnold tak bisa menghentikan tawanya.
“ ya, dengan marah ia datang kepadaku, mengancamku dan memberi pilihan; membelikan dia pulsa internet atau putus darinya.” ungkap ku.
“ kau minta putus?” tebak Arnold.
“ yap. Aku sudah menabung untuk hadiah ulang tahun papa, mana mungkin aku mengacaukannya hanya karena kuota internet. Setelahnya, ia memilih pulang dan tak menghubungiku selama 4 bulan lamanya. Aku berpikir jika hubungan kita benar- benar berakhir, aku bahkan sudah jalan dengan seorang pria.” ungkap ku.
“ lalu?”
“ ternyata dia datang dengan amarah karena aku tak menghubunginya selama 4 bulan. Dia men- cap aku sebagai wanita tukang selingkuh.” ucapku tertawa garing. Antara kesal, marah dan heran.
“ wow! Aku dapat melihat keputus- asaanmu dari tawa mu.” ungkap Arnold yang mengerti kenapa aku ingin mengakhiri hubunganku dengan kekasihku sekarang.
“ ya, saking putus asa nya aku- aku sampai menertawakan diriku sendiri. Dia yang memberi pilihan antara kuota bodohnya itu atau putus, aku memilih putus dan dia tak menghubungi ku selama 4 bulan. Jika aku menganggap jika hubungan kita telah berakhir dan berkencan dengan pria lain seharusnya itu tidak salah, lalu mengapa aku di cap wanita tukang selingkuh?” geramku.
“rasa nya, jika aku bisa memilih aku ingin pindah ke Bali saja. Sayangnya, aku masih memiliki barang jualanku di Solo karena aku memang memiliki rumah di sana.” ungkapku.
“ kenapa tidak kau kontrakkan saja?” heran Arnold.
“ bisa saja kalau aku ingin mengontrakkan rumah kami. Lagi pula tak ada yang menempatinya, kakak ku sudah berumah tangga di ibu kota dan adikku di luar kota. Tapi sekali lagi barangku di sana masih banyak, jadi antara menjualnya atau membawanya ke bali. Pada akhirnya adalah aku yang tetap harus di Solo beberapa waktu.” ucapku.
“ hei! Jika aku ikut ke Solo, bagaimana?” tanya Arnold.
“apa?”
“ aku hanya ingin membantumu.” ucap Arnold dengan smirk smile nya.
“ membantu menjual barang?” heran ku.
“ ya, anggap saja begitu.”
Dan siapa yang menyangka jika maksud membantu yang di ucapkan kakak tiriku memiliki maksud lain.
Dan seminggu setelah aku resmi memiliki keluarga baru, aku akhirnya pulang ke kota kelahiranku. Selain karena aku yang ingin membereskan barang- barangku di Solo- sebelum akhirnya ke Bali, aku rindu akan masakan khas Solo. Masakan khas Bali memang enak dan memanjakan perut, namun soal rasa, aku masih lebih suka masakan khas kota kelahiranku. Seandainya aku benar- benar pergi dari kota kelahiranku dan pindah ke Bali- satu- satunya yang akan membuat ku merindu adalah masakan khas kota ku.
“ Al.” panggil Arnold.
“ ya, kak?”
“ aku tidur dimana nanti dirumahmu? Bukankah kamar ayahmu di kunci?” tanya Arnold. Mungkin ayah sudah mengatakan jika kamarnya di lantai dua selalu di kunci.
“ kakak benar. Hanya ada kamar tamu, dan kamarku di lantai bawah.” ucapku bingung.
“ lalu, dulu dimana kamar tidur kakak dan adikmu?” herannya.
“ kakak ku dan adikku tidur di satu kamar di lantai satu, sayangnya, karena tak pernah di pakai sekarang kamar itu sudah menjadi gudang. Sementara kamar tamu memang sudah memiliki tempat tidur, namun tidak memiliki kasur.” ucapku jujur.
“ ya, sudah. Kita langsung ke supermarket dan membeli beberapa peralatan seadanya untuk aku tinggal.” ungkap Arnold.
“ bukankah kakak bilang mau membantuku menjual barang, jika begitu, tak jadi menjual namanya. Malah menambah barang.”
“ memang, tapi kata ayahmu, rumahnya mau dia kost kan, karena kalau kost bisa mendapat penghasilan setiap bulan, sedangkan kontrak hanya setahun sekali.
Jadi dari pada barangnya di jual, ayahmu ingin mengirim barang nya ke Bali. Jadi selain membeli beberapa barang ada baiknya jika kita memanggil tukang untuk menambah kamar.” ucap Arnold. Bagus, sekarang- siapa anak kandung dan siapa anak tiri disini? Kenapa ayah tak memberi tahuku dan malah memberi tahu kak Arnold. Batinku.
“ tidak kita ukur dulu? Bukankah untuk membeli perlengkapan kita perlu mengukur luas dan panjang kamar yang akan dibuat.” ucapku.
“ baiklah, kau benar, aku lupa jika aku sedang berbicara dengan mahasiswi interior Design.” ucap Arnold membenarkan.
“ aku anggap itu pujian.” ucapku.
*
“ ini luar biasa berantakan.” ucap Arnold melihat bagaimana rupa ruang untuk tamu.
“ aku sudah bilang sebelumnya kan?” ucapku pada kamar tamu- di mana banyak perlengkapan yang tidak ada hubungannya untuk tamu beristirahat.
“Sebenarnya, organ ini masih bisa di gunakan, namun conslet karena kehujanan akibat atap rumah kami sebelumnya bocor. Lalu, carpet ini juga sebelumnya masih bagus, namun bolong karena di makan tikus.” ucapku pada beberapa benda yang di taruh ayah ku di ruang untuk tamu.
“ kalau begitu selain mengukur berapa kamar yang akan kita buat, aku akan melihat beberapa hal yang harus di perbaiki.” ucap Arnold.
“ baiklah, kamar tamu tak ada masalah. Tak ada yang bocor, hanya kurang jendela. Kakak lihatkan? Ruangan ini hanya memiliki satu jendela kecil.” ucapku.
“ baiklah, selain menambah akses pertukaran udara, kita juga perlu menjual karpet ini, memperbaiki tempat tidur ini, dan memperbaiki organ ini.” ucap Arnold mengelus organ yang memang masih sangat bagus itu, bahkan organ itu masih bisa mengeluarkan nada- hanya tidak terlalu terdengar, mungkit terjadi konsleting listrik pada kabel yang menghubungkan ke speaker.
“ kita pindah ke kamar adik dan kakak ku.” ucapku.
“ itu barang jualanmu?” tanya Arnold ketika melihat ada beberapa pakaian terpajang rapi di gantungan baju.
“ ya, usaha kecil- kecilan. Ayo lanjut.” ucapku langsung mengarahkan Arnold ke kamar yang di maksud.
“ ini kamarmu? Luar biasa berantakan.” ucap Arnold membuka kamarku.
“ aku bahkan tak mengatakannya, bagaimana kau bisa yakin jika ini kamarku?” heranku.
“ ada begitu banyak gambar, meski bukan sketsa interior.” ucapnya.
“ memang, karena sejujurnya aku memang tak begitu berbakat membangun rumah, namun mama ku yang memilihkannya karena menurutnya, dalam kesenian- Design Interior lah yang menurutnya paling banyak menghasilkan uang.” ungkapku.
“ dan hasilnya malah kau yang tak kunjung lulus?” ucap Arnold menunjukkan smirk smile nya.
“ ya. Aku kurang bisa menangkap materi yang kupelajari, meski dosen ku sendiri mengakui bakatku.” ungkapku.
“ sudahlah, kenapa kakak jadi membahas aku? sekarang ayo kita melihat kamar kakak ku.” ucapku menarik lengannya.
“ hanya ada dua jendela kecil di atas sana?” tanya Arnold.
“ ya, karena rumah ini berdekatan dengan tetangga satu sama lain, itu sebabnya, dari pada memiliki jendela yang besar dan membuat tetangga dapat melihat seisi kamar- ayahku hanya memberi akses pertukaran udara di atas dinding.
“ seharusnya memberi Jendela juga tak apa, kita beri Jendela dengan kaca mirror glass, satu sisi kaca bisa menembus sisi lain sedangkan sisi yang satu memantulkan bayangan seperti cermin.”
“ bukankah itu mahal?”
“ tentu aku yang akan bayar, yang mengusulkan itu kan aku tentu aku yang akan membayarnya.” ucap Arnold.
“ dan kurasa dari pada kamar tamu, aku lebih suka kamar ini, jadi aku akan memperbaiki kamar ini sehingga nyaman untuk aku pakai sampai kita pindah ke Bali.” ucapnya.
“ apa? tapi kamar ini adalah kamar yang paling lembab karena atapnya bocor.” ucapku jujur.
“ ya selain memanggil untuk menambah Jendela kita juga sekalian memperbaiki atap yang bocor, menutup lubang di langit- langit dan menambah tinggi atapnya agar sejuk. Selain itu kita juga harus menambah tempat tidur, kasur, aku rasa aku perlu Meja. Dan Lemari.” ucap Arnold.
“ untuk meja, di belakang gantungan baju daganganku ada meja, kakak pakai saja.” ucapku.
“ baiklah, kurangi meja. Sekarang kita beralih mengukur kamar dan menambah beberapa perabot lagi.”
“ seharusnya jika di hitung kita bisa membuat 6 kamar termasuk kamar kita, di depan kakak ada satu ruang untuk akses jalan juga untuk tempat menyimpan lemari pakaian ayahku, jika kita membuka dinding ini sebagai pengganti akses jalan dan membuat pintu , bisa menambah satu ruang lagi, dan jika di hitung, aku rasa luasnya hampir sama dengan kamarku.” Ungkapku menyentuh dinding.
“ kau benar.” ucap Arnold ikut menyentuh dinding.
“ sekarang, ini adalah kekamar yang di gunakan ayah dan mama saat mamaku masih ada.”
“ mereka tidur di rungan terbuka?” heran Arnold.
“ saat itu- ini adalah dinding, karena dapur di tutup akhirnya ayahku menambah satu lagi akses jalan menuju kamar makan. Aku rasa jika lemari pakaian ini di jadikan satu dengan lemari geser dan sisanya di bawa ke Bali kita bisa menambah ruang lagi menjadi dua ruang dengan dinding pemisah di tengah.” ungkapku.
“ baiklah, apa kau ada meteran?”
“ sebentar.” ucapku mencari dimana meteran yang di simpan ayahku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!