NovelToon NovelToon

Desahan Cinta Satu Malam

Hilang Perawan

"Tuan, tambah minumnya?"

"Bagaimana kalau kita pindah tempat?"

"Oh, lihatlah punyaku. Sangat besar dan sudah siap Tuan jamah. Apa Tuan mau?"

***

Sinar cahaya lampu disko, sungguh membuat mata silau ketika di dalamnya. Minuman, musik dan juga tarian membuat sejumlah muda-mudi membuat diri lupa waktu.

Tak hanya muda-mudi saja, bahkan om-om dan juga kalangan orang penting suka sekali dengan tempat-tempat seperti itu.

Dua orang gadis yang masih polos akan club malam, malam itu masuk sebagai pelayan di sana. Salah satu dari gadis tersebut bernama, Cherry Keith. Gadis berusia 18 tahun ini sebentar lagi akan merayakan kelulusan di sekolah. Begitu juga dengan satu gadis di sampingnya.

"Ini yang namanya club malam?" tanya Cherry, memperhatikan seluruh klub dengan terheran-heran. Tentu saja, itu pertama kalinya ia masuk ke club malam.

"Iya, ini club malam yang sering aku bicarakan itu. Ayolah, pasti kakak sudah menunggu kita di dalam sana, Cherry. Kita akan bekerja di sini, bukan menikmati musik!" seru temannya.

Teman Cherry ini bernama Lui, gadis berdarah Tionghoa ini memang sedikit bebas kehidupannya. Dia memiliki ibu, yang dimana ibunya tidak mau mengakui kelahirannya. Jadi Lui memanggil ibunya sendiri dengan sebutan kakak.

Di waktu senggang, Lui selalu membantu ibunya—kakaknya di club' itu sebagai seorang pelayan saja.

"Apakah kamu sering bekerja begini?" tanya Cherry, berbisik.

"Hei, bisa tidak kalau ngomong itu yang keras. Musiknya terlalu kencang, jadi aku tidak mendengar apa yang kamu katakan, Cher. Berhentilah jadi gadis pemalu!" tegas Lui.

Namun, memang sifat pemalu milik Cherry. Ia hanya bisa berbisik ketika hendak bicara dengan sahabatnya. Feredica, sang kakak atau ibu dari Lui segera meminta keduanya bekerja. Kali itu pertama bagi Cherry bekerja di tempat seperti itu. Ia masih sedikit kaku melakukan pelayanan kepada pelanggan cafe.

Sampai pada akhirnya Feredica, memanggil keduanya untuk menggantikan pekerjaannya untuk satu pelanggannya. "Kalian berdua jika tidak memiliki pekerjaan, gantiin aku, okay!" perintahnya.

"Kerjaan apa, Kak?" tanya kedua gadis muda itu secara bersamaan.

"Kau, kau pergi ke ruang 18," perintah Feredica menunjuk Lui. "Lalu untukmu, Cherry, kamu harus layani Tuan tampan tamu vvip kita yang ada di ruang 2," lanjutnya.

"Apa kalian mengerti, girls?" imbuhnya dengan centil.

"Baik, Kak!"

Keduanya berpisah. Mereka masuk di masing-masing pekerjaan yang sudah Feredica berikan kepada mereka. Awalnya, Cherry sedikit gugup karena itu pertama kali baginya. Tapi demi uang, dia rela melakukan pekerjaan itu.

"Aku tidak boleh ragu. Demi uang jajanku!" Cherry menyakinkan dirinya supaya bisa melakukan pekerjaannya dengan baik.

Baru saja gadis itu melangkahkan kakinya masuk, Tuan tampan itu memintanya untuk menutup mata dan juga tidak boleh protes. "Diam di sana dan tutup matamu!" pintanya.

'Astaga, suaranya seksi sekali,' batin Cherry langsung menutup matanya. "Tu-Tuan, anda ..."

'Cherry, kau tak perlu gugup. Kau hanya perlu menemaninya saja, bukan untuk hal lain.' imbuhnya dalam hati.

Gadis itu pun hanya menurut saja dengan ucapan tamu yang katanya tampan dan kaya raya itu. Ia memejamkan matanya, kemudian Tuan tampan itu mendekatinya. "Tutup matamu menggunakan kain ini dan jangan mengintip," Tuan tampan itu memberikan selembar kain penutup ditangan Cherry.

Suara langkah kakinya bisa Cherry dengar meski di dalam sana ada suara musik yang mengganggu. Ruang dengan kedap suara itu juga membuatnya pusing karena saking gelapnya ditambah ditutup matanya. Gadis ini merasakan jika Tuan tampan itu datang mendekatinya. Bagaimana tidak takut, Tuan itu mendekatinya sampai menyentuh lengannya.

"Tuan," tepis Cherry. "Kenapa Tuan menyentuhku?" gerutunya.

"Ini pekerjaanmu, bukan? Maka—puaskan aku dan kau akan mendapatkan upahmu!" tangan yang besar itu menarik lengan kecil Cherry dan menuntunnya ke ranjang yang entah dimana letaknya. Sebab saat itu mata Cherry yang ditutup tidak bisa melihat ada ranjang di ruangan tersebut.

"Ah, Tuan! Apa yang hendak kau lakukan! Aku bu--"

"Jangan coba-coba kau membuka penutup matamu, atau kau akan menanggung akibatnya!" sentak Tuan itu dengan nada yang tegas.

Tangan Cherry gemetar. Ia tak tahu harus berbuat apa dalam situasi seperti itu. Percuma baginya untuk berteriak minta tolong karena hal itu tidak akan mungkin terjadi. Tangan Tuan itu mulai nakal, menyentuh bagian tubuh atas miliknya dengan sedikit memaksa.

"Tu-tuan … apa yang ingin anda lakukan?" Cherry mulai merintih ketakutan, sampai ia kembali bicara formal pada pria itu.

"Layani aku, maka aku akan membuatmu bahagia …." bisik Tuan itu.

Meronta baginya juga tiada hasilnya, dengan terpaksa Cherry pun menurut saja dengan Tuan itu. Malam semakin larut, Tuan tampan itu sudah menjamah tubuhnya sebanyak 3 kali sampai membuatnya tidak berdaya. Ali-alih ingin tahu siapa Tuan tampan itu, Cherry malah tertidur pulas setelah tubuhnya dihabisi oleh tubuh kekar seorang Tuan tampan yang misterius.

"Rupanya dia masih perawan. Baru saja kulitnya disentuh, badannya sudah bergetar. Kenapa dia bekerja di tempat seperti ini?" gumam Tuan itu?

"Wajahnya juga sangat manis, bibir tipisnya ini … ah, akhirnya aku bisa melakukan itu meski harus dipancing dengan obat sialan itu." ucap Tuan itu sembari menyeletuk korek apinya dan menyalakan rokoknya.

Melihat tubuh mungil Cherry yang dipenuhi dengan bekas gigitan mesranya membuat Tuan tampan itu merasa kasihan. Ia memberikan sebuah kalung berliontin bentuk ubur-ubur berwarna biru muda, lalu meninggalkannya begitu saja.

'Jika kita memang ditakdirkan bertemu kembali, maka kita akan bertemu lagi suatu saat nanti. Sampai berjumpa lagi, gadisku ….'

Tuan itu berlalu begitu saja dengan meninggalkan sejumlah uang yang cukup banyak untuk Cherry. Sementara itu, Lui juga mengalami hal yang sama seperti dirinya. Namun, bedanya Lui tahu dengan siapa ia melakukan hubungan terlarang tersebut. Bahkan Lui juga menikmati permainan itu dengan ditemani oleh Feredica kakaknya.

_

Di pagi hari, Cherry terbangun dari tidurnya. Ia melihat keadaan sekitar dan mulai mengingat ketika dirinya tengah melihat tubuhnya hanya dibalut menggunakan selimut berwarna putih. "Astaga, aku ada di mana ini?"

"Tunggu, kenapa pakaianku ada di—bawah?"

"Ada bekas apa ini, putih-putih?"

Cherry mencoba untuk mengingat-ingat kembali.

'Tuan, anda mau apa? Tolong yang pelan sedikit … aduh, sakit, Tuan!'

Ingatannya mulai terbentuk. Mengingat jika dirinya telah melepas kehormatannya untuk pria asing membuatnya sangat jijik dengan dirinya sendiri. Segera mungkin ia memakai bajunya kembali dan pergi dari tempat terkutuk itu.

Bluk!

Suara benda padat terjatuh. Cherry pun menoleh ke arah ranjang dan melihat ada segepok uang di lantai dekat tempat tidur. "Uang siapa ini?" gumamnya lirih. Gadis itu semakin yakin jika uang itu pemberian dari pria semalam. Ia menyimpan di tasnya dan segera pergi mencari Lui.

Sayangnya, Cherry tidak dapat menemukan sahabatnya itu. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke rumah dan membuang kenangan cinta satu malam itu yang telah merenggut kehormatannya. Menjadi seorang yatim piatu memang membuatnya sangat menderita.

Orang tuanya meninggal ketika ia masih kecil, selama hidupnya ia diasuh oleh neneknya. Neneknya juga meninggal setahun sebelum Cherry lulus sekolah menengah atas. Sejak lulus sekolah, ia sudah mencari pekerjaan apapun agar bisa menghidupi dirinya sendiri.

Semua pekerjaan ia lakukan meski harus menjadi seorang wanita penghibur. Meski Cherry adalah seorang gadis yang panggilan, itu tidak berarti dirinya melakukan **** bebas atau melakukan hal yang negatif. Gadis ini murni menemani tidur saja tanpa melakukan hubungan itu. Itu sebabnya, ketika bersama dengan Tuan tampan misterius itu, dirinya masih seorang gadis perawan.

'Tuhan, kenapa Engkau mengambil nyawa kedua orang tuaku ketika aku masih kecil. Lalu, Engkau juga mengambil nenekku sebelum aku mengajaknya foto wisuda, dan sekarang … aku kehilangan masa depanku—kesucianku. Apakah aku masih bisa bahagia? Lalu, kapan hal itu akan terjadi?'

Musuh Terdekat

"Sebaiknya aku mandi dulu saja. Setelah ini, aku akan memeriksa uang itu. Aku tidak mau rugi karena pria itu telah mengambil mahkota berhargaku dengan paksa!" sulut Cherry menanggalkan pakaiannya tepat di depan cermin.

Gadis itu mulai menjamah seluruh badannya. Di setiap tanda yang Tuan besar itu lakukan membuatnya semakin kesal dengan dirinya sendiri. Ia tidak menyangka jika dirinya akan kehilangan apa yang sudah ia jaga sampai 18 tahun lamanya.

"Siapa pria itu? Aku harus tanya kepada, Kak Fere," gumamnya. "Iya, hanya dia yang tau siapa pria itu sebenarnya," dengusnya.

Hari sudah semakin siang, Cherry bersiap bekerja di salah satu toko bunga di Kotanya. Hanya untuk makan, bekerja di toko bunga sudah sangat lebih dari cukup.

Siang itu juga, Lui datang menemuinya.

"Hai, Cher!" suara lantang Lui mengejutkan Cherry.

"Eh, kamu? Mau kemana sudah rapi begini? Hmm, mau daftar kuliah, ya?" tanya Cherry dengan senyuman.

Lui mengangguk. Meski keduanya sama-sama tidak terlahir dari keluarga berada, tapi Lui masih ada seorang kakak—ibu, yang bisa membiayai kuliahnya. Tidak seperti Cherry yang harus berjuang sendiri karena hidup sebatang kara.

"Kamu yakin tidak mau, kuliah?" tanya Lui, makan biskuit yang ia bawa. "Kau mau?" tak lupa untuk menawarkan pada sahabatnya.

Cherry menghela nafas panjang. Kemudian menjawabnya dengan gelengan kepala diiringi dengan senyuman. "Aku mana ada biaya, Lui. Biarlah aku bekerja saja, siapa tahu juga aku bisa mengumpulkan uang dari sekarang, aku bisa daftar kuliah tahun depan," ujarnya sedih.

"Hei, kenapa harus menunggu sampai tahun depan, sih? Tahun ini saja, aku akan membantumu mendapatkan beasiswa. Kau kan murid paling cerdas waktu di sekolah dulu, jadi ...." Lui memberi dukungan kepada sahabatnya itu.

"Dan bukankah kau juga menerima sejumlah uang yang besar dari Tuan besar itu? Kau gunakan saja dulu untuk biaya pendaftaran," usul Lui.

"Uang?" Cherry sedih jika mengingat kejadian malam itu. "Tapi aku—" belum juga Cherry mengatakan sesuatu, datanglah kekasih Lui menjemputnya.

"Sayang!" teriak pria itu.

Kekasih Lui ini bernama Frans. Pria manis bermata sipit ini berusia 19 tahun ini adalah adalah putra salah satu pengusaha ternama. Cherry sampai heran mengapa sahabatnya itu masih saja terus memanfaatkan Frans demi memuaskan dirinya, sedangkan dia saja selalu berselingkuh dengan laki-laki hidung belang hanya demi uang.

"Emm, Cher! Uang itu kamu gunakan untuk kuliah saja. Untuk apa kamu simpan saat ini juga?" bisik Lui, bermaksud untuk menggoda Cherry saja.

"Aku pikirkan nanti lagi nanti. Sudah sana, sebaiknya kalian berangkat sekarang," Cherry hanya bisa memberikan senyuman tulus.

Wanita mana yang tak ingin melanjutkan pendidikannya. Cherry hanya perlu sadar diri, bahwa dirinya tak mungkin bisa membiayai kuliahnya jika waktu bekerjanya tersita.

'Enak sekali jika masih ada orang yang bisa diandalkan. Sedangkan aku? Sudah bisa makan hari ini saja ... Cukup!' batinnya.

***

Di jalan, Lui terus membicarakan Cherry. Dia pun merasa iri kepada sahabatnya itu karena mendapatkan uang dengan jumlah yang lumayan besar dalam satu malam.

"Sayang, untuk apa kamu iri dengan sahabat kamu sendiri. Lagi pulang, itu memang mungkin sudah rezekinya," ujar Frans fokus menyetir.

"Wanita mana yang tak iri, Sayang. Kami bekerja di profesi yang sama, waktu kami juga sama. Masa iya dia jauh lebih banyak pendapatannya daripada aku yang sudah profesional!" protes Lui. "Aku yakin, dia pasti open virgin!" hinanya.

Frans memilih diam saja. Ia sadar diri, jika kekasihnya itu juga pernah open virgin dengan pria lain, bukan malah dengannya. Bodohnya, pria ini masih bertahan karena dia sangat mencintainya.

"Sayang, sebaliknya kamu jangan terlalu ikut campur urusan pribadinya. Takut jika itu tidak membuat nyaman Cherry," usul Frans.

"Kamu ini kenapa? Selalu saja membela dia. Kamu kan pacaran aku, Sayang …." Lui begitu manja dengan kekasihnya yang selalu dibodohi-nya.

Lui memang selalu iri dengan Cherry meski dirinya jauh lebih baik kehidupannya. Keduanya sama-sama cantik, namun aura keduanya sangatlah berbeda. Cherry jauh lebih menarik dibandingkan dengan Lui yang memiliki tubuh lebih baik.

***

Sore setelah selesai di toko bunga, Cherry melanjutkan pekerjaan sampingannya ke restoran terdekat sampai jam delapan malam.

"Haih, akhirnya selesai juga pekerjaanku!" seru gadis itu.

"Aku akan segera bersiap ke restoran. Ini sudah sangat terlambat sepertinya,"

Tak ada kata libur bagi Cherry. Bahkan gadis ini juga tak ada kata lelah sekalipun. Dia pun segera mengeluarkan sepeda kecil miliknya dari gudang.

"Baiklah, Owen (nama sepedanya) ayo kita pergi ke—"

"Cherry!" panggil pemilik toko.

"Kau kemarilah sebentar. Aku membutuhkanmu!"

Cherry menoleh. "Iya!" teriaknya. "Ada apa lagi ini?" gumamnya lirih.

Cherry menghampiri bosnya. "Ada apa?" tanyanya.

"Besok malam, kamu datang ke acara anak saya, ya. Anak saya besok ulang tahun, rencananya saya akan membuatkan pesta kecil untuknya di rumah," ucap pemilik toko dengan menyodorkan undangan kecil di tangannya.

"Wah, saya diundang juga, Kak? Terima kasih, loh! Kalau begitu, saya pamit dulu, ya. Permisi," pamit Cherry dengan senyuman.

Pemilik toko ini, sangat menyayanginya. Cherry sudah bekerja dengannya sejak dirinya duduk di bangku sekolah menengah pertama. Nama dari sang pemilik toko ini adalah, Sonam, pria berusia 30 tahun dengan status yang sudah menjadi duda sejak 3 tahun lalu.

Cherry segera pergi ke restoran karena waktunya sudah semakin mepet. Ia mengayuh sepedanya dengan kekuatan penuh.

Sesampainya di rumah makan,

"Kak! Maafkan aku, aku terlambat!" Cherry datang dengan nafas terengah-engah.

"Kemana aja kamu?" tanya pemilik restoran dengan santai.

"Iya, tadi ban sepedaku bocor. Jadi harus tambal dulu. Itu pun tumben sekali tadi mengantri," alasan Cherry.

"Santai saja. Minum dulu sana, istirahat sebentar dan baru mulai kerja kalau sudah hilang lelahnya. Aku mau keluar dulu. Aku nitip restoran padamu, ya," wanita pemilik restoran ini sangat baik. Ia juga sudah menganggap Cherry seperti saudara sendiri.

Selama bekerja di restoran, memang Cherry selalu menerima perlakuan khusus dari bos wanita nya itu. Zinad, nama dari pemilik restoran. Gadis keturunan dari Turki ini memang sangat baik hati.

"Eh, Cher, masuk ke kantor. Ada yang ingin aku katakan padamu," panggil Zinad.

"Iya,"

Sesegera mungkin Cherry memenuhi panggilan darinya. Cherry juga tidak ingin membuat seorang yang telah berbaik hati padanya menjadi kecewa. "Ada apa, Kak?" tanya Cherry begitu sampai di kantor.

"Duduk dulu," pinta Zinad dengan cuek. Memang orangnya seperti itu.

Zinad ini sangat cuek, bahkan dengan pria saja selalu dingin sikapnya. Namun jika sudah kenal, maka wanita ini selalu memberikan segalanya pada orang tersebut.

"Aku dengar dari beberapa karyawan, kamu lulus dengan nilai yang hampir sempurna. Jadi, terima ini sebagai hadiahnya. Selamat, akhirnya kamu lulus dengan nilai yang begitu mengagumkan!" Zinad mengucapkan itu sembari menyodorkan sebuah kertas tipis.

"Ah, kenapa harus repot-repot. Aku sangat berterima kasih Kakak menerimaku sebagai karyawan paruh waktu. Masa iya, masih menerima hadiah lagi, aku kan jadi tidak enak dengan karyawan yang lain," tolak Cherry.

"Kenapa harus merasa tidak enak? Semua karyawan tahunya kau adikku, maka terima ini. Aku tidak suka penolakan," Zinad memaksa.

Tak enak hati menolak, Cherry pun menerima kertas itu dan mulai membacanya. Betapa terkejutnya dirinya, jika Zinad akan menjamin semua biaya kuliahnya selama dirinya mau berusaha.

"Apa ini, Kak?" tanya Cherry masih tidak percaya.

Zinad malah kembali bertanya. "Kau bisa baca, 'kan?"

"Iya, maksudnya … Kakak akan biayai kuliahku sampai lulus? Apakah ini tidak berlebihan?" Cherry dibuat syok.

"Kak? Apakah ini sungguh-sungguh?" .

Kekasih Brengsek

Santai sekali Zinad menjawab. Dia hanya ingin memberi hadiah kerja keras Cherry selama hidup.

"Malam ini jangan lupa tidur lebih awal, jangan kerja lagi, okay? Besok pagi aku akan menjemputmu ke rumah, kita ke kampus bersama, bagaimana?" Zinad masih saja baik, sampai ingin menjemput Cherry di pagi hari.

Menjadi Cherry memang patut jika masih tidak percaya dengan apa yang didapatkan dari Zinad. Ia begitu disayangi banyak orang, sampai kuliah saja ada yang rela membiayainya hingga lulus kuliah nanti.

"Terima kasih, Kak!"

"Aku sungguh sangat berhutang banyak padamu. Aku janji, aku tidak akan mengecewakanmu sampai kapanpun juga!" Cherry menjadi girang, bahagia.

***

Di malam hari, Cherry sampai tak dapat tidur karena akan mendaftar kuliah esok hari bersama dengan Zinad—wanita yang sudah dianggap sebagai kakaknya.

"Kak Zinad ini baik sekali, di dunia ini memang Kak Zinad dan neneknya yang paling baik," gumam Cherry.

Tok, tok, tok…

Pintu terketuk.

"Haduh, siapa yang datang di jam segini, sih?" gerutunya.

Sebenarnya Cherry ini memiliki kekasih—Max yang usianya sama dengannya. Cherry dan Max mulai berpacaran dari sekolah menengah pertama dengan didasari cinta masa kecil. Hubungan mereka sebenarnya hanya teman tapi mesra. Akan tetapi, Cherry menganggap Max adalah kekasihnya.

"Kamu?" Cherry membuka pintu.

"Ada apa?" tanya Max.

Max mengamati sampai keseluruhan tubuh Cherry yang masih mengenakan kaos putih polos dan celana sepaha. "Hei, bukankah malam ini kamu ada kerja? Aku sudah siap ingin mengantarmu, tapi kamu—" Max sampai memandang Cherry dari atas ke bawah.

"Aku libur," jawab Cherry, melipat kedua tangannya.

"Loh?" alis Max sampai meninggi sebelah.

Kembali Cherry bicara. "Besok aku mau kuliah, dan sepertinya aku tidak ingin bekerja di tempat itu lagi!" tegasnya.

"Weh, kenapa?" tanya Max curiga. "Memangnya kamu punya uang untuk biaya kuliahmu nanti, Sayang? Biaya kuliah itu kan mahal. Hmm, kamu mana mampu?" nada yang seperti mengejek itu membuat Cherry muak.

Sudah sejak lama Cherry ingin menjauh dari Max karena hubungan keduanya sudah mulai tidak wajar lagi. Max juga berubah menjadi tidak seperti dulu. Lalu, malam itu adalah malam yang tepat memutuskan segalanya bagi Cherry.

"Aku ingin kita putus," kata Cherry dengan ketus.

Keputusannya memang tidak dipikirkan matang-matang oleh Cherry. Namun, ia sudah lelah dan tidak peduli lagi dengan apapun tanggapan Max tentangnya.

BLAM!

Cherry menutup pintu rumahnya dengan dorongan kencang. Selama ia bekerja malam, kekasihnya itu selalu mendapatkan uang darinya. Cinta sudah mulai pudar ketika dirinya tahu, bahwa sang kekasih hanya memanfaatkannya saja.

"Woy, maksudnya apa ini? Kamu membuang diriku?"

"Cher!"

"Woy, Cherry!"

"Hei, buka pintunya!"

"Apa-apaan ini? Orang miskin saja belagu mau kuliah,"

"Kamu tak akan bisa, hahaha! Tunggu saja, lihat apa yang akan terjadi. Pasti ujung-ujungnya kamu juga akan menjual diri lagi!"

Tak peduli apa yang lelaki itu katakan. Cherry tetap tak ingin lagi menemui kekasih yang telah menjadi mantannya. Ia sudah cukup menderita dimanfaatkan oleh Max dengan mengatasnamakan cinta.

"Sudah sejak lama aku menantikan hal ini. Tak kurasa hari ini tiba dan berjalan dengan lancar," gumam Cherry, mengusap dadanya.

"Dia memang sudah berubah. Aku bahkan sampai tak mengenal lagi siapa Max yang sebelumnya!"

***

Pagi yang dinanti telah tiba. Usai sarapan, Zinad datang menjemput Cherry untuk berangkat ke kampus bersamanya. Sebelumnya, Cherry ini juga sudah meminta izin kepada pemilik toko untuk izin terlebih dahulu.

"Bagaimana, kamu sudah siap?" tanya Zinad, memakai kaca mata hitamnya.

"Sudah siap, Kak," kata Cherry, merapikan pakaiannya.

Nampak sangat jelas kegugupan yang ada pada wajah Cherry. "Kak, aku .... aku ... tetapi, aku gugup sekali hari ini. Hmm, bagaimana jika nanti aku tidak bisa? Apalagi, jurusan in—" ucapan dari Cherry berhenti sebentar.

"Halah, jangan nethink. Sebaiknya berdoa saja, agar kita bisa melewati semuanya," memang Zinad ini positive vibes sekali bagi Cherry. Tidak seperti Lui yang selalu mengajaknya ke jalan maksiat.

Sesuai dengan keinginan yang hendak Cherry ambil menurut kemampuannya. Ia masuk di kejuruan bisnis sama seperti yang dilakukan oleh Zinad. "Kita duduk di sini saja, kamu bawa minum, 'kan?" tanya Zinad dengan ramah.

Saat mereka berdua duduk bersebelahan, datanglah Frans kekasih dari Lui menghampiri mereka. "Eh, Cher, kamu di sini juga?" sapanya dengan ramah.

"Frans, kamu ambil jurusan bisnis juga, kah?" tanya Cherry kembali.

"Bolehkan aku duduk di belakang kalian?" Frans meminta izin kepada kekasihnya yang pasang wajah tidak sedap.

"Silahkan," jawab Zinad singkat.

"Aku tidak percaya jika kamu melanjutkan kuliah, Cher. Aku pikir … kamu akan berakhir hanya sampai Sekolah Menengah Atas saja!" lanjut Frans merasa dekat.

"Kalian kalau mau ngobrol nanti saja. Ini kelas, tidak boleh mengobrol yang tidak penting di sini!" ketus Zinad.

Lui memang seperti itu. Ia hanya tidak ingin pendidikan Cherry terganggu karena orang lain yang tidak penting baginya. Sebab, Cherry sudah seperti adiknya sendiri yang harus dijaga sampai bisa sukses.

"Maaf, dia memang seperti itu," bisik Cherry menggunakan bahasa isyarat.

"Tenang saja, aku tidak masalah, kok!" seru Frans juga menggunakan isyarat.

Tak perlu diragukan lagi, Cherry ini memang sungguh tekun dalam melakukan apapun. Bahkan, ia sempat ketinggalan kelas itu, namun mampu mengikuti materi yang sudah tertinggal.

Usai kelas selesai, Cherry pamit pada Zinad untuk melanjutkan kegiatannya bekerja di toko bunga lagi. Tetap saja Cherry tidak ingin sampai kehilangan uangnya yang tak seberapa itu.

"Kak Zinad, aku pamit dulu, ya. Aku harus ke toko bunga, soalnya," pamit Cherry.

"Aku antar, ya. Sekalian, aku juga mau beli bunga untuk temanku yang sedang ulang tahun," sahut Zinad dengan menepuk bahu Cherry.

"Em, boleh, Kak. Ayo, kita segera ke sana. Nanti aku akan merangkai bunga untuk teman Kakak itu dengan istimewa," celetuk Cherry riang gembira.

Mereka berlalu melewati Lui dan Frans. Sontak membuat Lui terkejut ketika melihat Cherry ada di kampus yang sama dengannya. Membuatnya tak percaya jika penjual bunga bisa kuliah di kampus yang elit itu.

"Bukankah … yang baru saja lewat itu adalah Cherry, ya? Kok, dia ada disini, sih? Adakah yang pesan bunga darinya?" gumam Lui heran.

"Kenapa kamu harus heran, Sayang? Sahabatmu itu kan kuliah juga di sini. Bahkan aku dan dia saja dalam satu kelas tadi pagi," sahut Frans menjelaskannya.

"What?"

Tidak heran jika Lui begitu terkejut. Ia tak menyangka saja teman masa kecilnya itu bisa kuliah di kelas bisnis, dimana biaya kuliah di jurusan itu membutuhkan biaya yang sangat mahal. Lui sangat tahu bagaimana kemampuan otak Cherry.

"Sayang, apa aku tidak salah dengar. Kamu serius? Cherry—bisa masuk kuliah di sini?" tanya Lui masih tidak percaya.

"Iya, tadi dia bersama Kakaknya yang bernama—Zinad," jawab Frans.

'Hum, pantas saja dia bisa masuk kuliah di kampus mahal ini. Pasti yang biayain semuanya, ya, wanita itu. Kenapa, sih, wanita itu mau-maunya membiayai kuliah orang lain yang tidak penting seperti Cherry gitu!' sulut Lui dalam hati.

Dia sangat kesal melihat Cherry bisa kuliah di kampus yang sama. Lui ini adalah musuh berkedok dibalik kata persahabatan. Keduanya memang sudah mengenal sejak kecil. Akan tetapi, sikap iri hati Lui itu yang membuatnya membenci keberuntungan Cherry.

"Sayang, kenapa kamu jadi kesal?" tanya Frans. "Hei, bukankah seharusnya kamu senang, karena sahabatmu kuliah juga disini? Kalian bisa berangkat dan pulang bersama, bukan?" lanjutnya.

"Aku ingin pulang!" sulut Lui mendahului Frans berjalan.

--

Di tempat lain, Zinad sedang membicarakan banyak hal tentang kampus ternama itu. Ia mengatakan, bahwa Cherry bisa masuk ke sana berkat Ayahnya yang menjadi donatur terbesar ketiga di kampus tersebut.

"Jadi, Ayah Kakak donatur terbesar, tapi masih yang ketiga? Lalu, siapa yang pertama dan kedua?" tanya Cherry penasaran. "Pasti orang hebat!" tebaknya.

Zinad tersenyum. "Kedua donatur ini salah satunya keluarga Smith. Keluarga yang memiliki pengaruh besar di Kota ini. Sebenarnya, aku dijodohkan dengan putra tunggal mereka. Tapi aku menolaknya," jelasnya.

"Kenapa menolak?" tanya Cherry lagi. "Bukankah kalian akan terlihat serasi nantinya, Kak?"

"Aku mencintai orang lain. Ditambah lagi, putra tunggalnya itu sangat menyebalkan. Aku tidak suka dengannya, jika kamu mau—aku akan meminta Ayah untuk mengatur perjodohan itu denganmu," jawab Zinad.

Cherry langsung mengangkat tangannya, kemudian menggerakkan tangannya sendiri. "Hei, kenapa jadi aku?" tentu saja ucapan Zinad membuat Cherry terkejut.

"Ayahku sudah mengadopsi dirimu menjadi Putri kedua di dalam keluargaku, Cher. Jika kamu mau, aku akan katakan kepada ayah untuk mengatur perjodohan yang sempat tertunda itu untukmu," lanjut Zinad, menepuk bahu Cherry.

"Tidak!" tolak Cherry. "Aku sungguh berterima kasih karena Ayah Kakak sudah mau mengadopsiku. Pokoknya ingin jadi adiknya Kakak saja lah! Aku tidak ingin menjadi istri orang kaya. Sejujurnya aku mau fokus belajar dulu—," Cherry mirip sekali seperti anak kecil yang merengek kepada kakaknya.

"Good, itu baru adikku!" Zinad menyeringai, dia pun merangkul pundak adik angkatnya itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!