"Mama tidak setuju kamu menikah dengan dia, Nathan! Bagaimana dengan Clara kalau kamu menikah dengan dia? Kamu lupa, kalau kamu sudah bertunangan dengan Clara?" Suara Claudia menggelegar. Wanita berusia empat puluh lima tahun itu menatap Nathan dengan penuh amarah.
Claudia juga menatap Indira yang terlihat terkejut mendengar kalau kekasihnya ternyata sudah bertunangan dengan orang lain. Dalam hati, Indira bertanya-tanya, bagaimana bisa pria yang selalu mengucapkan cinta padanya itu ternyata sudah bertunangan dengan wanita lain?
"Heh, wanita sialan! Berani-beraninya kamu mengejar-ngejar Nathan yang jelas-jelas sudah bertunangan. Memangnya tidak ada laki-laki lain yang bisa kamu goda sampai-sampai kamu menggoda anakku?!" Suara Claudia semakin meninggi.
"Tante, saya–"
"Diam kamu! Saya tidak menyuruhmu bicara!" Claudia kembali berteriak di depan Indira. Perempuan itu sudah menangis sesunggukan. Suara teriakan Claudia membuat hatinya tercabik-cabik.
Belum pernah, selama hidupnya, Indira dibentak seperti itu. Meskipun dia hidup di panti asuhan, dari semenjak kecil, hidupnya penuh dengan kasih sayang.
"Mama. Aku mohon, tenanglah! Aku bisa jelasin semuanya." Nathan mendekati sang mama. Mencoba menenangkan wanita yang sudah melahirkannya itu.
"Indira sedang hamil, Ma. Hamil cucu Mama."
"Apa? Nathan, apa kau sudah gila? Kau menghamili wanita lain sementara kamu sudah bertunangan dengan Clara? Di mana otak kamu, Nathan?" Suara Claudia naik beberapa oktaf. Kedua matanya memelototi Nathan, putra kesayangannya.
"Maafkan aku, Ma. Indira adalah kekasihku sebelum mama menjodohkan aku dengan Clara," ucap Nathan dengan hati-hati.
"Tapi bukankah kamu bilang kamu juga mencintai Clara karena itu kamu berniat menikahinya bulan depan? Ingat, Nathan! Persiapan pernikahan kalian bahkan sudah delapan puluh persen!" Claudia merasa frustasi. Bagaimana bisa Nathan menjalin hubungan dengan wanita lain sementara dirinya sudah bertunangan?
Claudia benar-benar tidak habis pikir dengan Nathan.
"Pokoknya mama tidak setuju kamu menikah dengannya. Kalau dia memang sedang hamil, suruh saja dia menggugurkan kandungannya!"
"Mama!"
"Tante!"
Indira menatap Claudia. Merasa tidak percaya jika wanita di hadapannya itu menyuruhnya membunuh calon bayi dalam kandungannya.
"Aku tidak akan menggugurkan bayi ini, Tante. Biar bagaimanapun, ini adalah darah daging Mas Nathan. Cucu Tante!" Indira yang sedari tadi merasa syok mendengar ucapan perempuan yang menjadi ibu dari kekasihnya itu membela diri.
Kedua matanya berkaca-kaca. Beberapa tetes air mata membasahi pipinya. Apalagi, saat Indira melihat Nathan yang ternyata seolah membenarkan hubungannya dengan wanita lain yang sedari tadi diucapkan oleh ibunya.
Sungguh! Rasanya, Indira ingin pergi saat itu juga. Hatinya hancur berkeping-keping saat mendengar jika ternyata Nathan juga mencintai wanita lain selain dirinya. Namun, jika dirinya pergi, bagaimana nasib anak dalam kandungannya?
Bagaimana mungkin dia tega membunuh darah dagingnya sendiri? Ia dan Nathan sudah banyak berbuat dosa, tidak mungkin Indira menambahkan dosa lagi dengan membunuh calon bayinya.
"Aku tidak sudi mempunyai cucu dari rahim wanita dengan asal-usul tidak jelas seperti kamu! Dasar wanita tidak tahu diri!" Claudia kembali berteriak marah. Wanita berambut pendek dengan warna rambut kecokelatan itu juga terus memaki Indira.
Seorang lelaki paruh baya masuk ke dalam ruangan saat mendengar suara teriakan istrinya.
"Cucu? Siapa yang akan punya cucu?" Abinaya yang baru saja pulang dari kantor merasa terkejut saat mendengar istrinya menyebut soal cucu.
"Papa."
"Cucu siapa yang Mama bicarakan sampai harus teriak-teriak seperti itu?" Abinaya mendekati istrinya.
"Ada apa ini, Nathan? Kenapa Mama kamu sampai marah-marah seperti ini? Siapa wanita itu?" Abinaya menatap putranya dengan pandangan tajam.
Nathan menghela napas panjang. Pria itu menatap papanya dengan tatapan menyesal.
"Maafkan aku, Pa. Aku sudah mengecewakan Papa dan Mama." Nathan mendekati Indira yang masih berdiri dengan gemetar.
Wanita itu tidak menyangka kalau kedatangannya ke rumah mewah itu untuk meminta restu kepada kedua orang tua Nathan akan membawanya pada situasi sulit.
Indira bahkan tidak menyangka kalau dirinya akan mendapatkan kenyataan pahit tentang kekasihnya.
"Ini Indira, Pa. Kekasihku saat aku masih kuliah. Selama ini aku tetap berhubungan dengan dia di belakang Clara."
"Apa?" Abinaya sungguh terkejut mendengar ucapan putranya.
"Kenapa kamu tidak memutuskan hubunganmu dengan dia, Nathan? Apa kamu tidak memikirkan perasaan Clara?" Sama seperti Claudia, Abinaya juga sangat terkejut mendengar ucapan Nathan.
Sementara itu, tubuh Indira semakin gemetar. Air matanya tak berhenti mengalir. Semua ucapan ketiga orang di hadapannya laksana sembilu yang menghujam jantungnya berkali-kali.
"Dan kamu? Apa kamu tidak tahu kalau Nathan sudah bertunangan dan akan segera menikah dengan Clara?" Amarah Abinaya masih memuncak. Namun, saat melihat gelengan kepala dan air mata Indira, amarah pria paruh baya itu perlahan surut.
Pandangan matanya beralih pada putranya.
"Kamu membohongi wanita itu, Nathan?"
"Maafkan aku, Pa." Nathan sangat tahu, papanya paling benci dengan yang namanya kebohongan. Lelaki paruh baya itu juga tidak suka dengan pecundang yang bisanya hanya mempermainkan orang lain.
"Katakan pada papa, apa maksud kamu membawa wanita itu?"
"Aku–"
"Katakan dengan jelas, Nathan!" bentak Abinaya. Ia sungguh tidak menyangka kalau putra kesayangannya akan bermain-main dengan perempuan lain selain Clara.
Selama ini, Abinaya sangat tahu bagaimana Nathan begitu perhatian dan terlihat sangat mencintai Clara. Putri dari dari sahabatnya yang ia jodohkan dengan Nathan.
Akan tetapi, siapa yang menyangka kalau di belakang Clara, ternyata Nathan menyimpan wanita lain?
"Indira hamil, Pa." Suara Nathan bergetar. Dirinya saat ini sudah siap dengan kemarahan sang papa.
Abinaya mengepalkan kedua tangannya.
"Aku ke sini untuk meminta izin pada Mama dan Papa untuk menikahinya."
"Tidak! Mama tidak setuju kalau kamu menikahi wanita itu!" Claudia berteriak marah.
"Pokoknya mama tidak sudi punya menantu seperti dia apalagi cucu dari wanita murahan seperti dia!" lanjut Claudia.
Air mata Indira terus mengalir membasahi pipinya.
"Kalau Mama dan Papa memang tidak setuju, aku tidak akan menikahinya." Nathan menatap Indira dengan raut wajah menyesal. Sementara Indira menggeleng pelan.
Wanita yang saat ini sedang hamil itu menatap lelaki yang sudah menjadi kekasihnya selama tiga tahun terakhir. Lelaki yang selalu berjanji akan menikahinya setiap kali mereka akan berbagi kenikmatan dunia.
Sakit! Rasanya sungguh sangat sakit. Bagaimana bisa Nathan bersikap sejahat itu padanya? Padahal, saat Nathan membawanya ke rumah besar itu, dia berjanji akan berjuang mendapatkan restu. Akan tetapi, sekarang lihatlah! Nathan bahkan dengan ringan mengatakan kalau dia tidak akan menikahinya.
"Mas, kamu sudah berjanji akan menikahiku dan bertanggung jawab pada bayi ini. Tapi kenapa kamu sekarang berubah pikiran?" Indira menatap pria di hadapannya dengan pandangan buram karena air mata yang terus mengalir.
"Dira, aku tidak mungkin menentang kedua orang tuaku. Aku tidak ingin menjadi anak yang durhaka."
Plakk!
BERSAMBUNG ....
Suara tamparan menggema di seluruh ruangan. Pertanda, jika orang yang melayangkan tamparan itu melakukannya dengan sekuat tenaga.
Claudia menjerit. Indira menutup mulutnya saking terkejut. Sementara Abinaya mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras. Telapak tangan kanannya yang baru saja menampar putranya terasa kebas saking kerasnya tangan itu memukul Nathan.
Nathan menatap sang papa dengan pandangan terkejut. Sudut bibirnya pecah. Pipinya terasa panas dan juga perih. Nathan sungguh tidak menduga kalau lelaki yang ia panggil papa itu tega memukulnya dengan keras. Ini adalah pukulan pertama dari sang papa setelah dirinya dewasa.
Papanya memang sangat keras. Lelaki paruh baya itu tidak akan segan-segan memukulinya jika dirinya memang melakukan kesalahan.
"Papa tidak pernah mengajarkan kamu menjadi pengecut, Nathan!" Abinaya menunjuk ke arah wajah putranya.
"Apa kamu tidak membayangkan jika wanita itu adalah adikmu? Apa kamu akan terima jika ada laki-laki bajingan seperti kamu yang memperlakukan adikmu seperti kamu memperlakukan wanita itu?" Abinaya meluapkan amarahnya.
"Papa tidak mau tahu, kamu harus bertanggung jawab pada kekasihmu itu. Nikahi dia secepatnya dan putuskan hubunganmu dengan Clara!"
"Papa!" Claudia dan Nathan sama-sama berteriak kaget. Tidak menyangka kalau reaksi Abinaya akan semarah itu.
"Aku tidak mungkin membatalkan pernikahanku dengan Clara, Pa. Aku mencintainya. Aku tidak mungkin mundur hanya karena Indira hamil."
"Kau!" Abinaya menatap Nathan tak percaya. Kedua matanya berkilat penuh amarah. Sementara itu, Indira melangkah mundur mendengar ucapan Nathan yang serasa panah menghujam tepat pada jantungnya.
Perempuan itu menatap Nathan dengan air mata yang mengalir pada pipinya.
"Indira, maafkan aku karena aku tidak pernah menceritakan tentang Clara padamu," ucap Nathan saat melihat keterkejutan Indira.
Sebenarnya, sudah lama Nathan ingin melepaskan Indira. Akan tetapi, setiap kali dirinya ingin memutuskan Indira sisi lain hatinya tidak tega. Apalagi, Indira adalah kekasih yang sangat pengertian.
Namun, Nathan juga tidak mungkin akan terus bersama dengan Indira karena dirinya akan menikah dengan Clara. Lelaki itu hanya ingin mencari waktu yang tepat untuk memutuskan hubungannya dengan Indira. Namun, saat dirinya mantap ingin memutuskan hubungannya dengan Indira, wanita itu justru mengatakan kalau saat ini dia sedang hamil anaknya.
Niat hati ingin memutuskan Indira, Nathan malah terjebak menghabiskan malam bersama wanita itu. Saat melihat betapa putus asanya Indira yang terus memaksanya untuk bertanggung jawab, Nathan akhirnya memutuskan untuk membawa Indira ke rumahnya untuk meminta restu.
Akal licik Nathan bekerja. Ia sangat tahu jika ayah dan ibunya pasti tidak akan menyetujui jika dirinya menikahi Indira. Nathan berniat meminta bantuan pada kedua orang tuanya agar ia bisa terlepas dari Indira.
Dulu, Nathan memang sangat mencintai Indira. Indira adalah gadis cantik yang menjadi rebutan semasa kuliah. Meskipun gadis itu adalah gadis yatim piatu, tetapi, tidak menyurutkan para lelaki di kampusnya untuk mengejar Indira.
Selain cantik, dia juga pintar. Paket komplit yang layak untuk dijadikan pacar. Tidak disangka, gadis itu ternyata jatuh ke tangannya. Nathan yang saat itu begitu tergila-gila pada Indira jelas merasa bangga karena gadis itu memilihnya.
Hubungan mereka selama ini baik-baik saja. Namun, selama berpacaran dengan Indira, Nathan merubah gadis itu. Indira yang polos dan pendiam, berubah sangat agresif saat bersamanya. Gadis itu juga selalu menuruti keinginannya, termasuk memuaskannya secara batin. Akan tetapi, meskipun begitu, Nathan selalu menahan diri untuk merusak kegadisannya.
Rasa cinta Nathan pada Indira semakin lama semakin berkurang saat Nathan tiba-tiba dijodohkan dengan Clara, gadis cantik dan manja, putri dari sahabat papanya. Nathan jatuh cinta pada Clara saat pertama kali bertemu dengan gadis cantik itu. Begitupun dengan Clara yang langsung menyambut cintanya Nathan.
Pernikahan mereka dipercepat saat mereka tahu jika mereka berdua saling jatuh cinta dan setuju untuk menikah. Semenjak itulah, perasaannya pada Indira semakin berkurang. Nathan membutuhkan Indira hanya pada saat dirinya butuh wanita itu untuk memuaskan hasratnya.
Indira mematung mendengar ucapan Nathan. Hatinya semakin sakit saat mendengar pengakuan dari pria itu. Namun, saat menginjakkan kaki di rumah itu, Indira sudah bertekad akan membuat Nathan bertanggung jawab. Biar bagaimanapun, lelaki itu adalah lelaki yang sudah menemaninya selama tiga tahun dan Indira juga sangat mencintainya.
Hatinya memang sakit saat mendengar kalau ternyata Nathan mempunyai wanita lain. Lelaki itu bahkan mengatakan kalau dia sangat mencintai wanita itu.
"Kamu harus bertanggung jawab pada wanita itu, Nathan. Jangan jadi pengecut! Papa tidak pernah mengajarkan pada putra papa untuk jadi pengecut!" Abinaya menatap putra pertamanya itu dengan tajam.
"Mama tidak setuju kalau Nathan menikah dengan wanita itu. Dia tidak pantas jadi menantu keluarga ini!" teriak Claudia frustasi. Ia sungguh tidak bisa membayangkan seandainya pernikahan Nathan dan Clara dibatalkan.
"Kamu boleh bertanggung jawab atas bayi yang dia kandung. Tapi Mama tidak setuju jika kamu menikah dengan dia. Kamu harus tetap menikah dengan Clara, Nathan. Jangan permalukan mama di hadapan keluarga Clara!" Claudia menatap suaminya dengan kesal.
"Kenapa Papa tidak memikirkan keluarga Clara? Kenapa Papa justru memikirkan wanita yang baru Papa temui?"
Abinaya mengepalkan kedua tangannya. Apa yang dikatakan oleh istrinya memang benar. Akan tetapi, dia juga tidak bisa membiarkan Indira menanggung malu. Melihat gadis itu, Abinaya mengingat putri satu-satunya, Alesha Abinaya.
"Kamu harus jelaskan pada Clara tentang wanita itu. Papa akan tetap menikahkan kamu dengan kekasihmu, dengan ataupun tanpa persetujuan darimu, Nathan. Kamu harus bertanggung jawab!" ucap Abinaya dengan penuh penekanan.
"Papa!" Claudia berteriak.
"Nathan harus tetap menikah meskipun kamu tidak setuju. Papa tidak mau jika cucu papa yang kini ada di rahim perempuan itu terlantar. Biar bagaimanapun, dia adalah darah daging Nathan. Keturunan Abinaya!" Lelaki paruh baya itu menatap istri dan putranya.
"Tidak ada bantahan. Keputusan papa sudah final!"
"Kamu batalkan pernikahanmu dengan Clara dan nikahi wanita itu!"
"Papa!"
"Kamu tidak bisa menikahi keduanya, Nathan. Keluarga Clara adalah keluarga terhormat. Mereka tidak akan menerima kamu jika mereka tahu kalau kamu sudah mengkhianati Clara."
"Tapi aku mencintai Clara, Pa. Aku tidak ingin membatalkan pernikahanku dengannya."
"Kalau kamu mencintai Clara, kenapa kamu menghamili wanita itu? Kamu bahkan mengatakan kalau dia adalah kekasihmu bukan?" Abinaya masih terus menepis ucapan Nathan.
"Aku berniat memutuskan Indira saat aku akan menikahi Clara, Pa. Aku ingin menjadikan Clara satu-satunya. Aku khilaf! Aku baru tahu kalau Indira hamil." Nathan bersikeras. Ia tidak akan melepaskan Clara. Wanita itu adalah wanita sempurna. Sangat jauh berbeda dengan Indira.
"Clara tidak akan mau menikah denganmu jika dia tahu kamu memiliki wanita lain, Nathan!"
"Aku tetap akan menikah dengan Nathan, Om!" Sebuah suara terdengar membuat semua orang menoleh ke arah suara.
"Clara."
"Sayang, kamu datang?" Suara Nathan begitu lembut terdengar. Namun serasa bara api yang membakar dada Indira. Kedua tangannya terkepal erat. Sekuat tenaga, Indira menahan amarahnya.
"Aku akan tetap menikah dengan Nathan karena aku mencintainya."
"Tapi kedua orang tuamu tidak akan setuju–"
"Aku akan merahasiakannya. Nathan boleh menikahi wanita itu. Tapi, aku punya syarat!" Gadis cantik bermata hitam itu menatap ke arah semua orang.
Pandangannya penuh ancaman dan cibiran.
"Nikahi dia secara siri! Setelah anak itu lahir, kamu ceraikan dia secepatnya!"
BERSAMBUNG ....
Indira melangkah masuk ke dalam kamar yang sudah disiapkan oleh keluarga Nathan untuknya. Beberapa yang saat lalu, ia dan Nathan akhirnya resmi menikah secara siri.
Entah Indira harus merasa senang atau sedih. Menikah dengan Nathan adalah impiannya dari pertama kali dirinya menjalin asmara dengan pria itu.
Namun, siapa sangka jika impian indahnya itu ternyata berubah menjadi kenyataan pahit yang terpaksa harus Indira terima dengan lapang dada.
Hatinya hancur berkeping-keping saat mengetahui kalau ternyata Nathan mempunyai wanita lain selain dirinya.
Indira sungguh tidak pernah menyangka kalau lelaki yang sudah menjadi kekasihnya selama tiga tahun itu ternyata mengkhianatinya. Jika dia tahu dari awal kalau Nathan tidak lagi menginginkannya, mungkin rasanya tidak akan sesakit dan sehancur seperti sekarang ini.
Lelaki itu dengan jelas mengatakan kalau dia sudah tidak mencintainya lagi. Dia hanya menunggu waktu yang tepat untuk memutuskan hubungannya dengan Indira.
Lelaki itu mengatakan ingin meninggalkannya saat dia akan menikah dengan selingkuhannya karena dia ingin menjadikan wanita itu sebagai istri satu-satunya.
Namun, meskipun rasanya sangat menyakitkan, demi anak yang ada dalam kandungannya saat ini, Indira rela bertahan.
Wanita itu terpaksa harus tetap menikah dengan Nathan karena biar bagaimanapun, anak dalam kandungannya membutuhkan lelaki itu.
Demi janin yang sekarang ada dalam kandungannya, Indira rela menceburkan diri ke dalam lembah luka yang diciptakan oleh Nathan.
Lelaki itu bersikeras akan tetap menikah dengan Clara dan menganggap pernikahannya dengan Indira hanya sebatas tanggung jawab terhadap bayi yang saat ini sedang dikandung oleh Indira.
Nathan bahkan menyetujui usul Clara yang memintanya menikahi Indira secara siri dan menceraikannya saat bayi itu lahir ke dunia.
Jahat?
Ya! Ternyata sejahat itu Nathan padanya.
Indira bahkan tidak pernah menyangka kalau lelaki yang sangat dicintainya dan selalu mengatakan cinta padanya itu mampu berbuat sejahat itu padanya.
Menyakitinya dengan begitu dalam hingga rasanya Indira ingin mati saja karena tidak kuasa menahan rasa sesak dan rasa sakit di hatinya.
Namun, jika dia mati, bukankah calon bayi di dalam perutnya itu juga akan ikut mati? Jika mereka berdua mati, bukankah itu akan menjadi kabar yang menyenangkan buat mereka?
Indira mengembuskan napas panjang berkali-kali. Mencoba menghalau rasa sesak dan rasa sakit di hatinya.
Wanita itu duduk di tepian ranjang. Ranjang pengantin yang seharusnya dihias dengan warna-warni bunga. Namun, karena pernikahan itu tidak diinginkan, ranjang berkain sprei berwarna putih itu terlihat polos tanpa hiasan apapun.
Indira menatap baju yang dia pakai. Dia bahkan tidak mengenakan baju pengantin pada hari pernikahannya.
Tiba-tiba, bayangan saat Nathan dan dirinya berandai-andai tentang pernikahan mereka melintas di kepala Indira
Dulu, Nathan berandai-andai, seandainya mereka menikah, pria itu akan memberikan pernikahan yang sangat mewah untuk Indira.
Dia akan membelikan baju pengantin yang sangat indah hingga membuat Indira tidak akan pernah melupakan hari pernikahan mereka seumur hidup karena Nathan akan mengadakan resepsi pernikahan termegah dan terindah untuk Indira.
Indira menghapus air matanya dengan kasar. Dari semenjak kemarin, perempuan itu menangis, menyesali nasib yang menimpanya.
Kenapa dia harus jatuh cinta pada pria brengsek seperti Nathan?
Kenapa Nathan harus mengkhianatinya di saat Indira sedang jatuh cinta sejatuh-jatuhnya pada pria itu? Indira bahkan tidak hanya memberikan hatinya pada pria itu, tetapi, ia juga rela memberikan tubuhnya untuk Nathan karena dia sangat mencintai pria itu. Namun, apa balasan yang Indira terima sekarang? Nathan justru dengan begitu tega mengkhianatinya.
"Kalau bukan karena anak ini, aku pasti lebih memilih pergi darimu sejauh mungkin," batin Indira. Air matanya kembali mengalir seiring rasa sakit yang menikam hatinya.
"Indira." Nathan mendekati Indira yang duduk di tepi ranjang sambil sesekali mengusap air matanya.
"Sampai kapan kamu akan terus menangis? Aku sudah meminta maaf padamu. Aku juga sudah menyuruhmu pergi jika kamu memang tidak suka dengan keputusanku untuk menikahi Clara, tapi kamu bersikeras ingin tetap menikah denganku. Lalu, apalagi yang kamu tangisi sekarang?" Nathan menatap wajah wanita yang kini sudah resmi menjadi istrinya meskipun secara siri.
"Kalaupun kamu sampai menangis darah pun keputusanku tidak akan berubah. Aku akan tetap menikahi Clara karena aku sangat mencintainya, Dira.
Cinta yang aku miliki untuk Clara lebih besar dari rasa cinta yang pernah aku miliki untuk kamu," ucap Nathan tanpa perasaan.
"Maafkan aku karena aku sudah tidak mencintai kamu lagi, Indira."
Nathan melangkah pergi, meninggalkan Indira yang memejamkan mata saat mendengar ucapan Nathan yang serasa ribuan jarum menusuk-nusuk hatinya.
BERSAMBUNG ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!