Udara pagi yang begitu sejuk, perlahan menyentuh kulit halus wanita cantik yang masih nyaman berlindung dibalik selimutnya. Alarm ponsel terus berbunyi di ruangan itu.
Aakkhh … dia lupa mematikan alarmnya. Ini hari minggu, tidak apa untuk bangun sedikit siang. Apalagi mengingat tugas kampus yang belakangan ini seperti bertambah banyak saja.
Aakkhh! suara alarm itu berbunyi lagi, dia terlalu malas untuk bangun dan mematikan alarmnya.
''Ya ampun Cait, alarm kamu tuh, dari tadi udah bunyi!'' teriak mamah Alice (Mama Caitlin) sambil membuka tirai kamar anak gadisnya itu.
Bukannya bangun, Caitlin malah mengubah posisi tidurnya menjadi tengkurap, satu bantal kepala dia tarik untuk menutup telinga, menghindar dari suara cempreng mama yang dia rasa mengganggu tidurnya.
Membiarkan Caitlin tidur lagi? Oh no, tentu tidak. Mama Alice mengambil ponsel Caitlin yang masih menyuarakan dering alarm, bukan dimatikan tapi malah ditaruh dalam selimut Caitlin.
''Astaga mah, ini hari minggu,'' protes Caitlin sesaat setelah mematikan alarm ponselnya.
Ini masih terlalu pagi, bahkan jarum pendek jam dindingnya masih berada di angka 6. Caitlin ingin berbaring lagi. Namun sayang, mama Alice sudah lebih dulu menarik tangan Caitlin hingga dia terduduk.
‘’Nggak baik anak gadis bangun siang, ntar jodohnya om-om loh.’’
Ucapan itu lagi? Caitlin sampai bosan mendengarnya saking seringnya kata itu mamanya ucapkan.
‘’Emang mama nggak mau punya mantu kayak Lee Dong Wook, dia udah om-om loh itu.’’ Caitlin malah membalas ucapan mamanya. Matanya masih setengah tertutup maklumlah rasa ngantuknya belum hilang sepenuhnya.
‘’Udah nggak usah ngayal ketinggian, mending kamu mandi terus turun sarapan. Papa sama kakak udah nungguin dibawah.’’
Caitlin Christian, itu nama lengkapnya. Panggilan akrabnya sih Cait atau Caitlin juga bisa lah. Tapi emang lebih banyak yang manggil Cait sih, mungkin karena lebih pendek aja kali ya jadi lebih gampang.
Tentang paras? Bisa dibilang Caitlin diatas rata-rata lah ya. Hidungnya cukup mancung, matanya bulat dengan manik yang sedikit kecoklatan. Dan jangan lupakan tinggi badannya yang mencapai 173 cm dengan proporsi tubuh yang ideal, alias langsing.
Saat ini, Caitlin sedang menempuh pendidikannya di salah satu kampus ternama di kotanya. Dia mengambil jurusan ahli gizi.
Kalau biasanya seseorang akan punya satu alasan untuk hal yang disukai, Caitlin juga sama. Awal mulanya dia ingin menjadi seorang ahli Gizi adalah, karena sebuah drama.
2 tahun lalu, Caitlin iseng-iseng nonton satu drama china. Nggak disangka, Caitlin merasa tertarik pada drama itu termasuk juga pada pekerjaan sih tokoh utama wanita yang adalah seorang ahli gizi. Sejak saat itu, hari pertama setelah kelulusannya dari bangku SMA, Caitlin memutuskan untuk mengambil jurusan ahli gizi.
Sedikit lucu sih, tapi Caitlin benar-benar tertarik untuk menjadi seorang ahli Gizi, karena drama tersebut.
Pukul 7.20
Caitlin berjalan menuju ruang makan, disana sudah ada papa, mama dan kakaknya.
''Pagi sayang,’’ sambut papa Randy (Papa Caitlin) pada Caitlin yang sudah duduk di depannya, disamping Edward sang anak sulung.
''Pagi juga papaku sayang.'' Cailin memberikan senyumnya yang paling lebar.
‘’Pagi ma, kak,’’ ucapnya lagi menatap ke arah mama dan kakaknya bergantian.
‘’Pagi dek, pagi sayang,’’ jawab keduanya kompak.
Caitlin itu anak bungsu dari 2 bersaudara. Kakaknya Edward Christian, seorang CEO di ATMA grup (Perusahaan keluarga mereka).
Sebenarnya, Edward punya cita-cita sendiri, yaitu menjadi seorang chef tapi apa mau dikata, satu diantara mereka harus mengambil alih perusahaan dan Edward sangat tahu kalau Caitlin tidak menginginkan hal itu. Jadinya Edward yang harus merelakan cita-citanya, agar Caitlin bisa hidup bebas dan melakukan apapun yang adik manjanya itu inginkan.
Alice Wilona, itu nama mamanya. Seorang mantan model yang memilih fokus mengurus keluarga.
Papanya Randy Christian, saat ini sih lebih fokus mengurus ikan hiasnya di rumah. Ikan hias peliharaan papanya nggak ada yang harganya murah loh, hampir semua dibeli dengan angka 3 digit.
''Pah-mah, nanti Cait izin keluar ya sama Agatha."
''Iya sayang, nanti suruh Agatha kesini ya, udah hampir 2 minggu dia nggak nongol, mama kangen sama cerewetnya.''
Agatha itu sahabat Caitlin sejak duduk di bangku TK. Bisa dibilang, keduanya selalu ada untuk satu sama lain bahkan Agatha ikut mengambil jurusan Ahli Gizi karena Caitlin. Awalnya Caitlin tidak setuju, dia ingin Agatha punya tujuan atau melakukan apa yang benar-benar diinginkan dan bukan ikut-ikutan dengannya. Tapi apa mau dikata, sahabatnya itu bersikeras untuk mengambil jurusan yang sama dengannya katanya sih dia belum punya sesuatu yang diinginkan makanya untuk sesaat lebih baik ikut mengambil jurusan Ahli Gizi saja, agar bisa kuliah bareng bestie.
Tapi untungnya, setelah dua bulan kuliah, Agatha jadi tertarik dan memutuskan untuk kuliah dengan sungguh-sungguh.
‘’Kak, nanti anterin ya.’’
‘’Iya.’’
Setelah kepergian Caitlin dan Edward, kini tinggalah pasangan paruh baya itu di meja makan.
''Ma, kemaren Arman nelpon, nanya-nanya tentang Caitlin juga. Menurut mama gimana?’’ Papa Randy memberitahu sang istri.
''Mama ikut keputusan papa aja, tapi mama khawatir Caitlin nggak akan menerima perjodohan ini. Papa kan tau bagaimana sikap putri kesayangan papa itu,'' jawab mama Alice yang tahu betul bagaimana sikap Caitlin.
''Nanti malam, kita coba obrolin dengan Caitlin.''
Mama Alice mengangguk dan mereka pun meneruskan sarapannya dalam diam. Di usia pernikahan mereka yang hampir 35 tahun, pasangan itu masih terlihat sangat harmonis, walaupun pertengkaran kecil kerap terjadi dalam rumah tangga mereka. Toh namanya pernikahan, tidak akan lepas dari perdebatan-perdebatan kecil, asal tahu bagaimana cara menghadapi setiap perdebatan yang ada.
*****
Di tempat lain, seorang pria sedang duduk di ranjang apartemennya. Lagi-lagi, dia teringat akan ucapan orang tuanya semalam.
Di zaman modern begini, kenapa masih ada yang namanya perjodohan sih?
Regan Wijaya, nama dari pria yang sedang galau itu.
Bagaimana tidak galau? Regan punya seorang kekasih dan orang tuanya tau akan hal itu, tapi sekarang, tiba-tiba mereka malah ingin menjodohkannya? Katanya sih ini harapan terakhir kakeknya sebelum meninggal.
Bagaimana dengan perasaan sang kekasih?
Regan memijat pangkal hidungnya. Kepalanya nyaris pecah, karena hal ini. Pria itu jelas tidak ingin mengecewakan orang tuanya, tapi dia juga nggak mau mengecewakan wanita yang hampir 10 tahun ini menemaninya ditambah lagi, Regan sangat mencintai wanita itu. Naomi, seorang model yang namanya cukup dikenal, dialah tambatan hati Regan.
Regan mengambil ponselnya, mengajak sang kekasih untuk ketemuan. Regan ingin jujur pada Naomi selain itu berniat untuk melamar sang kekasih juga. Mungkin saja, kalau Naomi menerima lamarannya maka orang tuanya akan membatalkan perjodohan ini.
Bersambung .....
Bau harum khas roti panggang dan kopi menyambut kedatangan Caitlin saat memasuki cafe yang menjadi tempat favoritnya belakangan ini. Dia berjalan ke arah meja yang disana sudah duduk sahabatnya Agatha.
''Elah kebiasaan si ogeb, kalau janjian nggak pernah datang tepat waktu.’' Agatha menggeser kursinya lebih dekat dengan kursi Caitlin dan memberikan Macha Latte nya.
Agatha tidak perlu bertanya dan langsung memesan minuman itu untuk Caitlin, karena sahabatnya begitu menyukai minuman itu. Caitlin bukanlah tipe yang menyukai kopi, karena katanya dia akan merasa berdebar-debar setelah meminumnya.
Lucu sih, dia bahkan belum pernah berdebar untuk seorang pria, tetapi dia malah berdebar untuk seteguk kopi yang masuk kedalam mulutnya.
Bunyi lonceng kecil di pintu masuk mengalihkan perhatian Caitlin. Seorang pria dengan hoodie hitamnya baru saja masuk. Caitlin tebak kalau pria itu sedang mencari seseorang, soalnya sejak tadi kepalanya berputar kesana kemari, hampir ke seluruh penjuru cafe.
‘’Hay Bae’’ Regan tersenyum, mengecup singkat kening Naomi lalu duduk di depan wanita itu.
‘’Cantik sekali sih pacar aku.’’ Regan terkekeh, mencolek pelan dagu Naomi yang menurutnya selalu tampil cantik dan modis.
‘’Baru sadar?’’
Regan terkekeh pelan dengan kepala yang menggeleng. ‘’Udah lama sadarnya, tapi baru bisa nyampein sekarang aja.’’
‘’Ck,’’ dengus Naomi, mengambil orange jus di depannya lalu memberikannya pada Regan. Pria itu meminumnya hingga habis. Entah karena haus atau karena gugup.
‘’Tumben.’’ Tatapan Caitlin beralih pada Agatha. Sahabatnya itu sedang menggodanya. Oh dan jangan lupakan tatapan genit Agatha, dua alisnya sudah naik turun, seperti perahu yang tengah diterjang ombak besar.
‘’Tertarik ya?’’
‘’Apaan sih, ngawur banget lu kalo ngomong.’’ Caitlin kembali mengambil matca lattenya, meminumnya hampir habis. Mungkin karena meja mereka yang berhadapan, sesekali Caitlin tidak sengaja melihat pada pria itu.
‘’Katanya nggak tertarik, tapi kok curi-curi pandang sih?’’ Agatha tertawa kecil, Caitlin sudah menatapnya nyalang sekarang.
‘’Apaan sih!’’
‘’Kalo cinta tuh ngomong Cait ntar keburu diambil orang loh. Atau, apa lu mau gw bantuin? Eh tapi kayaknya nggak deh, gw pengen liat lu berjuang sendiri ya namanya juga cinta kan, kalau gw langsung turun tangan, ntar perjuangan lu jadi kurang berarti, iya nggak?’’
‘’Ngomong apaan sih AGATHA?’’ Caitlin mulai bete, karena Agatha terus menggodanya. Tanpa sadar, Caitlin malah kembali melirik Regan dan itu semakin memperbesar tawa Agatha.
‘’Tuh kan, katanya nggak tertarik Cait.’’
‘’Agatha udah deh, gw bete lama-lama kalau dicengcengin terus. Dia duduk di depan gw dan lagian, gw juga nggak sengaja kok ngeliriknya. Atau kita tukaran tempat duduk aja deh.’’ Caitlin mau berdiri tapi Agatha malah menahan.
‘’Nggak ah, ntar leher lu sakit lagi kalau terus menerus nengok kebelakang.’’ Agatha malah cekikikan.
‘’AGATHA!’’
Caitlin tersenyum canggung, beberapa pelanggan cafe sedang melihatnya karena teriakannya barusan, termasuk Regan dan wanita yang bersamanya.
Di depannya, Agatha malah masih cekikikan, benar-benar menyebalkan.
‘’Lu sih!’’ Mata Caitlin membesar, menahan rasa kesalnya. ''Sumpah, hari ini lu nyebelin banget tau nggak.''
‘’Gw kenapa Cait?’’
Mata Caitlin membesar. Seandainya bisa tukar tambah sahabat, Caitlin ingin menukarnya sekarang. Hampir kesahabisan kesabaran dia.
*****
‘’Oh ya, katanya ada yang mau diomongin, ada apa?’’
Regan lmemberikan senyum tertekannya, bingung harus mulai dari mana, bingung akan kata pertama yang akan disampaikan.
Naomi menatapnya intens. ‘’Kenapa, ada apa, jangan menantang rasa penasaranku bae.’’
Regan membasahi bibirnya, sebelum membuka mulutnya lagi. ‘’Semalam ….’’
‘’Semalam apa bae, ngomongnya jangan setengah-setengah dong.’’ Wajah Naomi semakin serius saja.
‘’Jadi, semalam papa dan mama ngomong ke aku, katanya aku akan dijodohkan bae.’’
‘’Dijodohkan? What the ….’’ Naomi kehilangan kata-katanya. ‘’Bukannya mereka tau tentang hubungan kita?’’
Regan mengangguk lemah. Ya, orang tuanya memang tau tentang hubungannya dan Naomi tapi sayangnya, mereka menentang dan tidak setuju pada Naomi. Entahlah, mereka hanya selalu mengatakan Naomi bukanlah wanita yang cocok untuk Regan.
‘’Terus kamunya gimana, kamu terima?’’
Regan menggeleng. ‘’Bae, nikah yuk. Kalau kita nikah, aku yakin mama-papa nggak akan memaksakan perjodohan ini lagi.’’
Naomi terdiam, pandangannya kosong. Sedetik kemudian menggeleng kepalanya. ‘’Aku belum siap nikah Gan, masih banyak yang harus aku gapai. Kamu tau kan apa impianku?’’
Regan mengusap wajahnya kasar. Kekasihnya menolak lamarannya lagi dan lagi. Ini bukan baru 2 atau 3 kali, tapi sudah hampir 7 kali dan hasilnya, Regan selalu saja ditolak.
‘’Naomi, aku dijodohkan dan hanya ini satu-satunya cara, untuk menolak perjodohan ini. Aku janji, kamu tetap bisa berkarir setelah kita menikah nanti, aku nggak akan membatasi apapun yang kamu inginkan, percaya sama aku.’’ Tangannya mengambil kedua tangan sang kekasih, berusaha membujuk, agar sang kekasih berubah pikiran.
‘’Maaf Gan, aku benar-benar nggak bisa. Bukan karena aku nggak cinta kamu, tapi impianku terlalu besar dan terlalu berat untuk aku iklaskan. Satu tahun Gan, beri aku waktu satu tahun dan aku janji saat itu, saat kamu melamarku lagi, aku akan dengan senang hati menerimanya.’’
Tangan Regan terlepas. Kecewa dengan penolakan Naomi lagi.
‘’Gan,’’ Naomi mulai menangis. Tangannya menggenggam tangan Regan dengan erat.
‘’Satu tahun Gan, kasih aku waktu satu tahun. Aku janji, saat itu kita akan menikah.’’
‘’Tapi aku sudah dijodohkan Naomi. Kalau kamu nggak setuju untuk menikah, maka aku harus menikah dengan wanita yang dipilih kakek untukku.’’
Naomi menengadah. ‘’Aku izinin kamu nikah, tapi hanya setahun.’’
‘’Kamu gila!?’’ Regan kembali melepas tangan Naomi. Tatapannya penuh dengan kekecewaan.
‘’Gan, hanya ini solusinya. Kamu hanya perlu pura-pura menerima perjodohan ini.’’
‘’Naomi, ini pernikahan bukan permainan!’’ Regan kehilangan kontrol, suaranya membesar mencuri perhatian hampir seluruh pengunjung, termasuk Caitlin dan Agatha.
‘’Kenapa tuh?’’ Agatha antusias, sedangkan Caitlin sudah memalingkan wajahnya ke arah lain. Tidak mau digoda lagi.
‘’Ya aku tau, tapi saat ini kita nggak punya pilihan lain. Gan, aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu tapi Gan, aku juga nggak bisa merelakan cita-citaku begitu saja. Tolong kamu ngertiin aku, kali ini saja.’’
Regan membuang nafas berat. Menatap dalam wajah wanita tercintanya. Jujur saja, Regan keberatan dengan saran Naomi. Dia sangat mencintai wanita itu jadi bagaimana bisa dia menikah dengan wanita lain. Untuk berpura-pura saja Regan terasa berat hati.
‘’Gan.’’
Regan membuang nafas panjang. ‘’Baiklah. Hanya satu tahun, aku memberimu waktu satu tahun Naomi. Saat itu, terlepas impianmu sudah tercapai atau tidak, kita tetap akan menikah.’’
‘’Terimakasih Gan.’’ Naomi berdiri, mendekati Regan dan memeluk leher pria itu dari belakang.
‘’Ya, nggak jadi putus mereka.’’ Agatha malah menyayangkan pemandangan romantis ala Regan dan Naomi itu. Sejak tadi, ternyata Agatha terus memperhatikan perdebatan Regan dan Naomi.
‘’Kamu tuh, ya masa nyumpahin hubungan orang sih?’’ Caitlin menegur, matanya sedikit membesar. Tidak habis pikir dengan sahabatnya itu. Melihat orang bertengkar bukannya mendoakan yang terbaik eh si Agatha malah berharap sebaliknya.
‘’Kemalangan seseorang adalah peluang bagi orang lain.’’
Caitlin tidak merespon. Tadi, dia benar-benar tidak sengaja melirik Regan. Lagian, Caitlin tidak percaya pada yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama menurutnya itu terlalu dramatis dan nggak mungkin terjadi di dunia nyata. Apalagi, Regan sudah punya seorang kekasih, rasanya nggak etis saja kalau harus tertarik pada kekasih orang sedang diluar sana begitu banyak pria jomblo.
Seperti nggak laku saja, iya kan?
‘’Oh ya Cait, tadi yang nganter kamu siapa? Kak Edward ya?’’
‘’Udah mau pulang juga baru nanya.’’
‘’Elah tinggal dijawab doang.’’
‘’Emang siapa lagi kalau bukan kak Edward?’’
‘’Kan bisa papa lu ogeb atau mungkin taxi. Oh ya, nanti kalau pulang kak Edward jemput lu lagi nggak?’’
‘’Nggak ada drama nebeng-nebeng ya, gw pengen berduaan sama kakak gw.’’
‘’Elah pelit banget lu.’’
‘’Biarin.’’
Bersambung .....
Di depan cafe, Caitlin dan Agatha kembali ketemu Regan dan Naomi. Caitlin sempat melirik, melihat manisnya cara Regan memperlakukan Naomi. Regan sedang jongkok, mengikat tali sepatu Naomi.
‘’Beruntung banget pacarnya.’’ Sedetik kemudian kepalanya menggeleng. ‘’Ish, apaan sih lu Cait, ngapain juga lu iri sama hubungan orang lain. Kelamaan jomblo nih, jadinya kayak gini,’’ rutuknya begitu sadar akan pujiannya pada Regan dan Naomi.
Untung tadi Agatha tidak memperhatikannya. Kalau tidak, mungkin Caitlin akan digoda lagi.
‘’Naik satu taxi atau sendiri-sendiri aja?’’ Agatha bertanya.
Tadi, Edward sempat menelpon, memberitahu kalau dirinya tidak bisa menjemput Caitlin.
‘’Gat, ke mall dulu mau nggak?’’
‘’Yaudah yuk.’’
*****
Jam setengah 6 sore Caitlin baru sampai di rumahnya.
''Malam mama-papa,'' teriak Caitlin saat memasuki pintu rumah.
''Malam sayang,'' jawab mereka kompak. Papanya sedang membaca koran. Mamanya? Caitlin yakin paruh baya itu sedang scroll instagram. Maklumlah, ibu-ibu gaul masa kini wkwkwk.
Caitlin langsung masuk ke kamarnya yang ada di lantai 2, membersihkan diri terlebih dahulu sebelum turun lagi untuk makan malam. Hal itu memang selalu dilakukannya jika sehabis keluar rumah, karena menurutnya diluar terdapat banyak kuman dan harus segera dibersihkan sebelum kuman-kuman itu menempel pada benda-benda kesayangannya.
Sejam kemudian dia kembali bergabung di meja makan dengan kedua orang tuanya, makan malam pun dimulai tanpa ada yang mengeluarkan suara, hanya ada suara sendok dan garpu saja yang memenuhi ruangan itu.
Entah apa yang terjadi, Caitlin pun heran melihat papa dan mamanya yang terlihat diam. Biasanya, di meja makan akan jadi tempat mereka bersenda gurau dan bergosip ria.
''Selesai makan, papa-mama mau ngomong sama kamu,'' ucap papa Randy.
Caitlin menjadi semakin heran dengan suasana serius yang papa dan mama tampilkan. Entah ada apa, tapi jujur saja perasaannya menjadi sedikit tidak tenang.
Di Ruang keluarga
''Ada apa pa? kenapa serius banget?'' tanya Caitlin penasaran. Menaruh bantalan sofa di atas pahanya.
''Sayang kamu sudah dijodohkan dengan cucu dari sahabat kakek," ucap papa Randy to the point.
''What? dijodohkan?'' Caitlin malah tertawa, dia pikir papanya sedang bercanda.
Zaman udah modern kali, masa iya masih ada yang namanya perjodohan, iya kan?
''Ini benar sayang papamu nggak bercanda, sabtu malam mereka mau kesini mau ketemu kamu,'' sambung mama Alice.
''Dulu keadaan kita nggak seperti sekarang sayang, dan keluarga merekalah yang membantu keluarga kita, saat itu kakek kamu baru memulai bisnis dan tertipu hingga ratusan juta, kakek kamu hampir saja dipenjara."
"Mereka membebaskan kakek kamu dari hutang-hutang itu dan meminjamkan modal untuk berbisnis kembali, mereka juga yang selalu memberikan masukan terkait bisnis pada kakekmu dan sekarang inilah hasilnya, yang selama ini sudah kita nikmati."
"Sebagai rasa terimakasih dari kakekmu, saat itu kakekmu ingin memberikan sebuah pulau untuk sahabatnya itu, tapi dia menolaknya dan hanya meminta perjodohan antar cucu mereka agar hubungan mereka selalu terjalin walaupun mereka sudah tiada nanti.'' Papa Randy memberikan penjelasan yang panjang.
‘’Kakak aja kalo gitu, lagian anak kalian kan 2, kakak juga lebih tua dari aku," jawab Caitlin dengan nada jengkel. Mana mau dia dijodohkan, gila aja.
''Nggak bisa sayang, mereka hanya punya seorang anak laki-laki, jadi memang harus kamu yang dijodohkan.''
''No! Caitlin nggak akan mau nerima perjodohan ini, lagiankan yang berjanji itu kakek bukan Caitlin jadi, Caitlin nggak ada kewajiban untuk memenuhi semua itu!'' ucap Caitlin tak terima.
''Sayang kamu jangan ngomong gitu dong, nggak baik.'' Mama memberikan nasihat dengan wajah sendunya. Mama cukup mengerti akan posisi Caitlin, tetapi janji tetaplah janji dan itu harus ditepati.
''No mama! Caitlin nggak mau dijodohkan dengan alasan apapun!"
Caitlin melepas asal bantalan sofa dan meninggalkan orang tuanya. Dia kembali ke kamar.
‘’Dijodohkan? Gila aja. Zaman udah modern gini,’’ dengus Caitlin begitu membuka pintu kamarnya. Dengan nafasnya yang naik turun, Caitlin melempar tubuhnya diranjang.
‘’Ck, bahkan pasangan yang sudah berhubungan bertahun-tahun belum tentu berakhir baik, apalagi dengan menikahi orang yang nggak gw kenal. Lagian mimpi apa sih gw, sial banget sampe harus dijodohkan segala.’’
Rasa kesal semakin membelenggunya, membuatnya kembali bangun dari berbaringnya. ‘’Gw masih pengen menikmati hidup kali, cita-cita gw bahkan belum tercapai masa iya udah mau jadi istri orang aja.’’
Pandangannya beralih saat pintu kamarnya diketuk dari luar. Disana, Caitlin melihat mamanya sudah berjalan menghampiri lalu duduk disamping Caitlin.
‘’Ma, aku nggak mau dijodohin.’’ Tatapannya sendu, matanya mulai berkabut. Dia sedih tapi juga kesal. Lagian kenapa juga kakeknya harus menjanjikan hal aneh seperti itu, bikin beban saja.
''Aku nggak mau dijodohkan ma, aku pengen merasakan sendiri yang namanya jatuh cinta dan aku juga pengen memilih sendiri pasangan hidupku kelak.''
''Maaf sayang,'' ucap mama Alice sekali lagi dengan buliran air mata yang membasahi pipi nya. Paruh baya itu tidak bisa melakukan apa-apa. Semua sudah menjadi perjanjian dari generasi sebelumnya.
''Nyonya …!'' Terdengar suara teriakan dari lantai satu rumah itu.
Mereka yang kaget mendengar teriakan itu pun keluar dan menghampiri sumber suara itu.
''Ya ampun papa!'' teriak Caitlin dan mama Alice bersamaan. Papanya sudah berbaring tak berdaya, di atas lantai.
Mereka bergegas membawa papa Randy ke rumah sakit. Takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada papanya.
Caitlin terus menangis dan berdoa. Dalam hatinya, dia merasa bersalah, andai saja dia tidak menolak perjodohannya pasti papanya tidak akan mengalami hal seperti ini.
''Papa kenapa? tanya Edward begitu sampai di depan ruang rawat papanya.
Caitlin langsung memeluk kakaknya, menangis tanpa mengatakan sepatah katapun.
Edward pun memeluknya erat, mengusap puncak kepala Caitlin agar tenang. Edward pikir Caitlin menangis karena terlalu khawatir. Tak tau saja dia, kalau adik tercintanya itu sedang menyalahkan dirinya sendiri, atas apa yang terjadi saat ini.
Mereka masuk ke dalam ruangan papa Randy setelah dokter keluar dari ruangan itu.
Caitlin berlari menghampiri papanya dan memeluknya sambil menangis. Bersyukur dalam hatinya karena tidak terjadi hal buruk pada papanya.
Perjodohan?
Caitlin akan melakukannya jika itu membuat kesehatan papanya membaik. Disinilah batas keras kepala seorang anak.
''Papa nggak pa-pa kok.’’ Papa Randy memberitahu, saat Caitlin tidak di ruang itu lagi. Semenit yang lalu, Caitlin pamit untuk mengangkat panggilan telepon yang masuk pada ponsel nya.
''Astaga maksud papa tadi papa pura-pura? Astaga pa, segitunya ya kamu.’’ Mama Alice nampak syok, nggak percaya saja kalau suaminya sampai melakukan hal seperti itu, hanya agar Caitlin mau menerima perjodohan.
Edward nampak bingung. Maklumlah, pria itu belum tau tentang rencana perjodohan Caitlin, Alice pun berjanji akan memberitahu tapi nanti, setelah papa Randy keluar dari rumah sakit.
Jahat memang cara papanya untuk mendapatkan persetujuan Caitlin, tapi paruh baya itu tidak merasa menyesal. Randy rasa Regan akan menjadi suami yang baik dan akan selalu menjaga Caitlin.
Bersambung .....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!